TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG
"Ya Allah, Ajari Kami
Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Perjalanan Menuju Illahi
"Ya
Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Etika Islam
"Ya
Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Menyucikan Jiwa
Membuka
Jalur Komunikasi Kepada Allah
Dua
kalimat syahadat
Perbuatan
Manusia
Myskat
Cahaya Ilahi
Tafakkur
Dan Meditasi Transendental
Alam Ilahi
menurut Eckankar - (Lihat Lampiran )
Makna
Dzikrullah
Lalu
apa yang dimaksud dengan dzikir lisan, dzikir qalbi, atau dzikir sirri ?
Dzikrullah
merupakan rohnya seluruh peribadatan
Keutamaan
berdzikir kepada Allah
Hadist-hadist
Rasulullah
Sensasi
yang bisanya muncul saat anda berdzikir
"Ya Allah, Ajari Kami
Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Bab I
Perjalanan Menuju Illahi
Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi
Maha Penyayang.
Segala
puji bagi Allah, yang maha
mengetahui seluruh rahasia tersembunyi dan dimana hati mukminin bergetar
tatkala mendengar asma-Nya. Shalawat dan salam semoga tercurah pada penghulu sekalian Rasul, penyempurna
risalah Ilahi beserta keluarganya.
Saya ucapkan banyak terima kasih atas
partisipasi rekan jamaah dzikrullah di nusantara dalam kontribusinya pada syiar
Islam di bidangnya masing-masing. Dan
kepada bapak H. Slamet Oetomo, saya juga menghaturkan terima kasih atas
wejangannya yang bermanfaat dalam menuju kehadirat Ilahy.
Dalam kesempatan ini, saya akan sampaikan
perjalanan pengalaman keruhanian saya serta apa dan bagaimana wejangan H.
Slamet Oetomo tersebut. Sebelum saya bertemu dengan Pak Haji, demikian H.
Slamet Oetomo biasa dipanggil, saya tinggal di sebuah pesantren di Bogor.
Sebuah pesantren yang menekankan nilai-nilai ajaran tasawufnya Imam Algazaly.
Kami dikondisikan dengan suasana nizham tasawuf yang cukup ketat.
Namun anehnya, semakin dalam saya menekuni
dunia tasawuf akhlakiah ini (bukan tarikah seperti Naqshabandiyah, atau yang
lain) justru saya mengalami rasa jenuh yang luar biasa. Saya merasakan lelah
yang sangat hebat. Dalam beribadah dan bersyariat pun terasa banyak yang masih
terlewatkan. Belum lagi tuntutan kualitas dalam melakukannya.
Saya merasa tidak mungkin melaksanakan
ajaran Islam secara total yakni melaksanakan ayat per ayat yang jumlahnya 6666
itu, ditambah lagi dengan hadist yang jumlahnya mencapai ratusan ribu.
Saya
pernah berpikir betapa ajaran
Islam ini susah sekali untuk diamalkan, padahal kita
terlanjur tahu tentang segala kewajiban harus dilakukan .Baik yang
berupa larangan maupun perintah.
Dan didalam Alquran sendiri dalam surat Al-Baqarah
208 menyatakan : Wahai orang yang beriman masuklah kalian dalam Islam
secara keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syetan.
Sesungguhnya syetan itu musuh yang nyata bagimu.
Tiba-tiba saya menjadi sangat ngeri membaca
peringatan ayat ini. Sebab kata “Kaafah” dalam ayat tersebut berarti
keseluruhan ajaran Islam, dimana dalam pemahaman saya, kita harus melaksanakan
ajaran Islam ini dengan total tanpa pilih-pilih lagi. Namun, terasa sekali
betapa berat dalam merealisasikan tuntutan Al Qur’an tersebut, padahal saya
sudah berupaya dengan sungguh-sungguh.
Mulai dari menjaga pandangan dari perbuatan
maksiat serta shalat-shalat sunnah dengan diiringi puasa nabi dawud dan
mendawamkan wudhu’, sampai-sampai di tengah banyak orang tidur lelap, saya
tidak ketinggalan tahajjud. Keadaan ini saya lakukan selama bertahun-tahun,
namun begitu melihat bahwa ajaran Islam tidak hanya itu, saya pun mengalami
kebingungan. Karena terasa bahwa saya
masih jauh dari kata ‘kaffah’.
Terus apanya yang salah?
Mulailah saya bertanya dalam diri, apakah
ada yang salah dalam ibadah saya? Saya berpikir bahwa hanya diri saya yang
mengalami kegelisahan tersebut namun ternyata banyak keluhan serupa terlontar
dari ikhwan-ikhwan yang juga ketat dalam menjaga syariat.
Kalaulah saya tidak takut dosa mungkin saya
akan mencari jalan lain untuk mendapatkan kedamaian dan ketentraman. Saya juga
mengintip apa yang dilakukan orang lain dalam mencari kedamaian dan
ketentraman. Dari sekian banyak yang saya temui melihat perilaku orang lain
dalam mencari solusi.
Tidak salah lagi kebathinan dan dunia klenik
mistis perdukunan jadi pelabuhan jiwanya. Sementara sebagian lagi terjebak oleh
retorika ilmiah yang disajikan dengan memisahkan tidak ada hubungannya dengan
agama sama sekali., apalagi dengan dunia mantra-mantra.
Dalam hal ini saya tidak akan membahas
mengenai bagaimana dan tidak akan membuka perdebatan masalah apa yang dilakukan
orang lain. Dari pergolakan jiwa saya
yang menggelegak itulah saya bertemu dengan H. Slamet Oetomo.
Lewat butiran mutiara nesehatnya itulah,
saya mengambil kesimpulan bahwa tidak akan pernah ada dan mampu manusia di
kolong semesta ini untuk berIslam dengan ‘kaffah’, kecuali mendapatkan karunia
dan bimbingan Allah secara langsung.
Didalam renungan saya yang
sangat mengherankan. Betapa tidak, sedikitpun saya tidak pernah merencanakan benci atau marah terhadap
seseorang yang menyinggung hati. Tapi kenapa benci dan marah itu datang tanpa
bisa saya cegah. Namun sebaliknya kenapa untuk berbuat baik dan ikhlash harus
memerlukan tenaga dan upaya yang sangat luar biasa.
Kenapa kebaikan tidak menjadi terasa ringan
dan mudah sehingga tak terasa beban dalam fikiran maupun perasaan. Rasa marah
berganti senyum, rasa benci menjadi kasih sayang, dari tidak khusyu’ menjadi
khusyu’ dan seterusnya. Dan seharusnyalah sifat-sifat baik ini mengalir seperti
ilham yang menuntun perilaku kita.
Suatu malam, saya keluhkan hal ini kepada
Allah tentang keletihan hati dan ketidak mampuan untuk berbuat lebih
banyak menjalankan syariat Islam. Saya
pasrah dan mohon bimbingan agar
ditunjukkan kejalan yang diridhoi.
Selama ini kita dipaksa untuk percaya
terhadap suatu keyakinan tanpa pernah memahami mengapa kita harus meyakininya.
Keadaan inilah yang menyebabkan keyakinan seseorang akan mudah lepas dan selalu
dalam keraguan.
Misalnya begini, si Ahmad memberitahu Salman
bahwa gula itu rasanya manis.
Berita dari Ahmad ini adalah bentuk informasi yang memaksa Salman untuk
percaya (wajibul yakin) kemudian dilanjutkan untuk melakukan memakan gula
tersebut dan apa yang dikatakan oleh Ahmad ternyata benar bahwa gula yang baru
saja dimakannya rasanya benar-benar
manis.
Pada tingkat ini pengetahuan Salman
bertambah dari wajibul yakin menjadi ainul yakin (merasakan sendiri) kemudian
menjadi haqqul yakin, karena ia betul-betul mengalami secara langsung bukan
sekedar katanya si Ahmad. Akan tetapi bahkan Salman sudah sekaligus
mengisbathkan (keyakinan yang tidak bisa diubahkan) kebenaran informasi
tersebut.
Sampai di sini, keyakinan Ahmad dan Salman tidak
akan mampu lagi orang lain mengubahnya
walaupun dipenggal leher sekalipun. Nah…keyakinan seperti inilah yang
kita harapkan dalam beribadah kepada Allah serta mempercayai ayat-ayat sampai
kepada keadaan yang sebenarnya (hakikinya).
Dari hasil perbincangan dengan rekan-rekan
yang tergabung dalam majlis dzikir ini, banyak pengalaman yang telah mereka
lalui. Apa yang mereka katakan hampir sama dengan apa yang telah saya lakukan.
Dan ternyata mereka juga mengalami hal yang sama atas perubahan-perubahan dalam
manisnya ibadah, sehingga berkembang memasuki keadaan hakikat yang sebenarnya
dari bentuk syariat yang dilakukan.
Anda tidak usah khawatir untuk memasuki
dunia iman lantas takut sesat, tidak! Saya justru hanya mengajak melakukan apa
yang telah kita dapatkan, kalau sekiranya ada amalan yang keluar dari dasar
Islam maka anda mempunyai hak untuk menentukan keluar dari majelis dzikir
ini.
Banyak orang terjebak dalam menilai sesuatu.
Kita digiring kepada persoalan yang sempit. Kerohanian tidak banyak dikenal
orang Islam lantaran takut sesat seperti Syekh Mansyur Al Hallaj atau Syekh
Siti Jennar yang terkenal dengan ajaran wihdatul wujud atau manunggaling kawula
gusti. Dua orang yang dianggap sesat, menghalangi kita untuk belajar lebih
dalam ilmu hakikat.
Padahal berapa ribu ulama yang tidak sesat
dalam belajar menghayati ruhiyah Islamiyah seperti Hujjatul Islam Imam
Alghazaly, Imam Annafiri, Imam Syafi’i, Imam Hambali, Imam Hanafi, para
shahabat rasul, serta Sunan Bonang,
Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Kali Jaga yang merupakan guru Syekh Siti
Jennar, dan seterusnya yang hidup dengan ruhiyah Islamiyah.
Tapi mengapa kita hanya mempersoalkan
kesesatan dua tokoh tersebut. Kenapa kita tidak melihat ulama yang tidak sesat
seperti yang disebutkan tadi. Ada sentimen apa sehingga begitu gencarnya
mengekspos sesat dan bid’ah terhadap
yang sungguh-sungguh dalam bermujahadah kepada Allah yang Maha Ghaib dan
mengatakan belajar ilmu hakikat ini divonis haram.
Dan yang perlu kita catat, kesesatan itu
tidak hanya pada ilmu kerohanian saja. ilmu fiqih, ilmu ekonomi, ilmu akunting
dan ilmu komputer, atau ilmu apa saja dapat dibawa menuju kesesatan. Kenapa
anda tidak pernah takut untuk belajar ilmu akunting, padahal dengan ilmu ini
orang bisa menggunakannya untuk korupsi (maling) juga ilmu yang lainnya.
Semoga kita tidak terpengaruh oleh pendapat
sempit yang ia tidak pernah memasuki atau menghayati kedalaman Islam secara
menghujam hingga ke lubuk hati.
Akibatnya kita menjadi korban atas
pemberitaan yang tidak seimbang. Islam yang kita lakukan sekarang menjadi
setengah hati, tidak sampai menghunjam ke dalam akar iman yang sebenarnya. Kita
tidak pernah lagi mendengar suara hati kita terharu ketika berhadapan dengan
Allah.
Apakah hati kita berguncang keras tatkala
asma Allah disebutkan berkali kali?
Ketakutan kita terhadap pemahaman tasawuf, yang menurut prasangkaan kita
akan tersesat seperti Syekh Mansyur Al Hallaj atau Syekh Siti Jennar, telah
membuat asma Allah tidak lagi mampu menyejukkan dan menggetarkan jiwa. Padahal keadaan itu merupakan tanda-tanda
keimanan seseorang.
Untuk itulah, agar kita tidak terjebak dalam
pemahaman sesat seperti di atas, agaknya kita perlu menengok perjalanan sejarah
pengalaman para nabi dan rasul dalam
merentas jalan keruhanian menuju lautan cinta dan kasih sayang Allah
SWT.
"Ya
Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Bab II
Makna Syariat
Dalam makna syariat, umat Islam sering
terjebak dalam pengertian sempit sehingga tak jarang kehilangan substansinya.
Dan akibatnya, mereka hanya melakukan ibadah seremonial dan tidak mendapatkan
sesuatu yang berharga yakni pembuka jalan menuju "kebenaran syariat".
Sikap terhadap shalat misalnya, betapa
banyak nilai penghayatan dan kekhusyu’an yang terabaikan. Shalat bukan lagi
sebagai kebutuhan dialog dan memohon petunjuk tetapi telah berubah sebagai
kewajiban yang harus dipenuhi dengan berbagai macam larangan dan ancaman yang
mengerikan. Sehingga terasa sekali muncul ketidaknyamanan dalam setiap
melakukan syariat Islam. Hal ini tidak ubahnya tawanan perang yang harus
memenuhi kewajiban membayar upeti seraya terbayang betapa kejamnya sang
penguasa.
Belum lagi dalam melaksanakan petunjuk Al
Qur’an yang terasa dikejar target syarat sahnya syariat selain hitung-hitungan
amal, dan jarang mengarah pada pemahaman akan fungsi syariat itu sendiri.
Setiap syariat (aturan Allah) merupakan jalan dengan segala rambu-rambunya
menuju hikmah yang dikandung di dalam teks dan praktek secara sempurna, serta
pembuka tabir dibalik "firman".
Syariat bukan hanya untuk dibaca dan
disucikan tanpa menyentuh isi tujuan yang dibaca, seperti tercantum dalam surat
Al Alaq 1-5 : "Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari ‘alaq. Bacalah ! dan Tuhanmu yang paling pemurah. Yang
telah mengajar manusia dengan perantara kalam. Dia telah mengajarkan manusia
apa yang tidak diketahuinya".
Memang, Al Qur’an adalah firman Allah yang
disucikan sehingga memegangpun harus suci dari hadast, namun hal ini bukan berarti
haram bagi manusia untuk memahami sesuai dengan kadar pemikiran dan
pemahamannya. Sebab Al Qur’an itu diturunkan sebagai petunjuk manusia dan
semesta alam.
Sikap jumud (pendek akal) ini pun pernah
diprotes RA Kartini pada gurunya, KH Sholeh Darat, ketika ia mengusulkan agar
Al Qur’an itu diterjemahkan. Saat itu, ia merenungkan kondisi bangsa Indonesia
yang mengalami kemunduran pemikiran. Bagi Kartini, Al Qur’an yang begitu agung
tidak hanya bacaan suci yang berpahala dan pengobat hati saja, namun ia merupakan
petunjuk hidup di dunia maupun di akhirat. Menurutnya, andai Al Qur’an sudah
diterjemahkan waktu itu, insya Allah bangsa Indonesia akan sadar pada
integritasnya sehingga tidak akan mau menjadi budak Belanda.
Kata "iqra" merupakan jendela
untuk melihat kehidupan alam semesta yang luar biasa luasnya. Ayat ini
menyiratkan makna, betapa Al Qur’an membuka cakrawala dunia ilmu (pengetahuan)
yang dapat digali melalui kata ‘baca’. Sejarah dunia pun mengakui bahwa pada
abad ke tujuh Islam telah mengalami masa kejayaan dan peradaban yang pesat.
Islam telah berhasil mengembangkan khazanah
landasan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga sampai abad ke tiga
belasdilakukan secara terus-menerus penggalian dan pengembangan ilmu
pengetahuan yang kelak dijadikan landasan ilmu pengetahuan modern. Bisa
dibandingkan dengan ilmu pengetahuan yang dikembangkan oleh barat yang baru
dimulai pada permulaan abad 15 sampai sekarang.
Dengan bersyariat secara benar, Islam
mengalami kemajuan di bidang ilmu pengetahuan secara pesat. Dengan meningkatnya
pengetahuan, kita mengenal sifat dan perilaku alam, gejala-gejala alamiah yang
komplek atau musykil dapat kita terangkan dan uraikan menjadi gejala-gejala
yang lebih sederhana yang mudah kita ketahui.
Dari sini muncul teori untuk menerangkan
suatu gejala, ataupun teori yang disusun untuk meramalkan gejala yang akan
terjadi bila diadakan suatu percobaan tertentu dalam laboratorium. Kemudian
dilakukan eksperimen untuk menguji kebenaran suatu teori. Begitu seterusnya,
hingga sains natural tumbuh dan berkembang terus dari hasil serangkaian
kegiatan kaji-mengkaji secara struktural dan sistimatis silih berganti (disebut
intizhar). Hal tersebut hanya dapat terjadi dalam suatu generasi yang begitu
gigihnya melakukan intizhar (penelitian) atas dasar keislaman yang terkandung
dalam Al Qur’an.
Dan bukan dengan cara disucikan dalam makna
yang keliru sehingga muncul kerancuan ilmu pengetahuan yang diakibatkan oleh
penyampaian tentang Islam yang tidak Islami. Akibatnya bisa kita lihat dan rasakan
sekarang bagaimana kebanyakan orang menganggap belajar fisika, biologi, kimia
dan ekonomi bukan ilmu islam. Mereka anti pati dengan ilmu dunia yang dianggap
bukan berasal dari Al Qur’an, dan mereka hanya kenal tentang islam sebagai
musabaqoh Al Qur’an, haji, zakat, dan shalawat nabi serta upacara-upacara
seremonial, berikut segala larangan dan ancaman, amalan dan ganjaran, tidak
lebih dari itu, dan selain itu ditolak habis.
Para cendekiawan barat mengakui bahwa Jabir
Ibnu Hayyan (721-815) adalah orang pertama yang menggunakan metode ilmiah dalam
kegiatan penelitiannya di bidang alkemi yang kemudian oleh ilmuan barat diambil
alih serta dikembangkan menjadi apa yang kita kenal sekarang sebagai ilmu
kimia. Sebab Jabir yang namanya dilatinkan menjadi Geber adalah orang yang
telah melakukan intizhar dan merupakan orang pertama yang mendirikan suatu
bengkel dan mempergunakan tungku untuk mengolah mineral-mineral dan
mengekstraksi menjadi zat-zat kimia dan mengklasifikasi-kannya.
Di dalam sejarah ilmu pengetahuan yang
ditulis oleh sarjana Eropa disebutkan bahwa Mohammad Ibnu Zakaria ar-rozi
(865-925) telah menggunakan alat-alat khusus untuk melakukan proses-proses yang
lazim dilakukan ahli kimia seperti distilasi, kristalisasi, kalsinasi dan
sebagainya. Buku Ar-rozi, yang namanya dilatinkan menjadi Razes, dianggap
sebagai manual atau buku pegangan laboratorium kimia yang pertama di dunia, dan
dipergunakan oleh para sarjana barat, yang baru berabad-abad kemudian
mempelajari sains yang telah dikembangkan oleh umat islam, di
universitas-universitas islam di Toledo dan Cordoba, Spanyol.
Terlalu banyak ilmuwan islam dan karya
mereka untuk disebutkan pada kesempatan ini, dan begitu dalam pula pengaruh
terhadap karya tokoh-tokoh ilmiah itu di Eropa dalam hal perkembangan ilmu
pengetahuan hingga masih dirasakan berabad-abad kemudian.
Apakah sebabnya pada masa dahulu umat islam
giat sekali mengembangkan islam secara mendalam baik dalam bidang hukum,
filsafat, sains, maupun tasawuf. Namun sebaliknya apakah yang kita lihat dan
rasakan pada masa sekarang di abad ke dua puluh satu ini?
Di pesantren-pesantren serta
perpuskaan-perpustakaan islam hanyalah tersisa berupa kitab lusuh klasik yang
"dikeramatkan" dan "dikomersilkan" seperti imriti matan,
jurumiah, bulughul marom, madzahibul arba’ah yang kesemuanya itu
pelajaran-pelajaran tata bahasa arab belaka serta ilmu-ilmu fiqih yang sudah
dipatenkan. Pintu ijtihad sudah ditutup !!
Sesungguhnya di dalam Al Qur’an banyak
diperoleh ayat yang mendorong umat islam untuk melakukan intizhar dan
menggunakan akal pikiran seperti tercantum dalam ayat 101 surat Yunus
memerintahkan : "Katakanlah (hai Muhammad) perhatikanlah dengan
intizhar/nazar apa-apa yang ada di langit dan di bumi". Bahkan dalam ayat
17-20 surat Al Ghasiyah dipertanyakan : "Maka apakah mereka tidak
melakukan intizhar dan memperhatikan unta, bagaimana ia diciptakan. Dan langit
bagaimana ia ditinggikan. Dan gunung bagaimana ia didirikan. Dan bumi bagaimana
ia dibentangkan. Maka berikanlah peringatan karena engkaulah pemberi
peringatan".
Penggunaan akal pikiran untuk dapat
mengungkapkan tanda-tanda kekuasaan dan kebesaran Allah ditegaskan dalam surat
An-Nahl 11 : "Dia menumbuhkan bagimu dengan air hujan itu, tanaman zaitun,
korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya yang demikian itu
merupakan ayat-ayat Allah (tanda-tanda kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang
berfikir."
Yang kemudian dilanjutkan dalam ayat 12 :
"Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan
bintang-bintang itu ditundukkan dengan perintah-Nya. Sesungguhnya dalam
gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah bagi orang-orang yang menggu- nakan
akal"
Sebenarnya didalam ayat ini tercantum juga
ungkapan bahwa Allah menundukkan dan mengatur perilaku matahari, bintang, dan bulan
dengan perintah-Nya. Peraturan Allah inilah yang diikuti oleh seluruh alam
semesta beserta isinya, bagaimana ia harus bertingkah laku. Yang kemudian oleh
manusia disebut sebagai hukum alam, atau peraturan yang diikuti oleh alam.
Lebih jelas lagi kita baca surat Fushilat
ayat 11 : "Kemudian dia mengarah kepada langit yang masih berupa kabut
lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi :"Silahkan kalian mengikuti
peritah-Ku dengan suka hati atau terpaksa". Jawab mereka :"Kami
mengikuti dengan suka hati".
Ayat ini membuktikan bahwa alam taat
mengikuti segala peritah dan peraturan sang pencipta, termasuk apa yang disebut
alam pada diri manusia (mikrokosmos), termasuk segala yang ada dalam tubuh kita
seperti detak jantung, darah mengalir menghantarkan nutrisi ke seluruh jaringan
tubuh, nafas menghembus tanpa kita perintahkan yang semuanya bergerak diluar
kehendak kita.
Semua serba teratur dan tunduk patuh kepada
peraturan-peraturan yang ditetapkan, mereka bekerja dalam ketetapan dan
fungsinya masing-masing. Namun demikian manusia tetaplah manusia yang selalu
saja tidak pernah bersukur dan menyadari bahwa semua itu adalah karunia Allah
yang maha pemurah, dan tetap saja kebanyakan manusia mengingkari hal itu semua
sebagai rahmat-Nya. Walaupun seluruh instrumen tubuh manusia itu sesungguhnya
ikut dalam peraturan islam yang merupakan ketetapan Allah.
Syariat Sebagai Gerbang Dunia Hakikat.
Umat islam masa sekarang ini banyak yang
mengalami kehilangan arah dan tempat pijakan. Dari mana harus memulainya.
Mereka terpuruk dan ingin cepat bangkit dari ketertinggalannya. Hal tersebut
tampak dari semangat yang kadang berlebihan dengan diiringi emosi yang tinggi,
sehingga hal itu memudahkan musuh-musuh islam untuk mensiasati dan menjadikan
umat islam sebagai kaum teroris dan berbagai kesan kurang baik lainnya. Hal ini
harus diakui merupakan keteledoran umat islam dalam melaksanakan ajaran dengan
pengertian yang keliru.
Islam harus kembali kepada hati yang suci,
yang dalam firman Allah dikatakan ...."yang mampu memuat Dzat-Ku".
Dengan demikian seharusnya manusia akan berkata-kata dengan Rab-nya tentang
hidup, tentang ilmu, tentang informasi dan rencana-rencana untuk menghadapi
semua permasalahan di dunia maupun di akhirat. Bukankah Allah berjanji akan
melindungi seorang mukmin dengan mengalahkan sepuluh orang musuh ?.
Kaum yang sedikit dengan kekuatan spiritual
yang luar biasa mampu mengalahkan perang badar yang dahsyat. Nabi Musa dengan
keteguhannya dalam bertauhid mampu mengalahkan Raja Fir’aun. Dan masih banyak
lagi pejuang-pejuang sahid kita dalam menghadapi musuh dengan tetap teguh pada
jalan tauhid dan komunikasi kepada Allah Yang Agung.
Kita sadar bahwa begitu agungnya Al Quran,
dan begitu piciknya kita dalam memahami syariat, sehingga kita lihat ummat
Islam sekarang terpuruk dan saling menyalahkan. Kita lihat pula gerakan atau
harokah-harokah islam muncul dimana-mana dengan berbagai bentuk penawaran
berupa konsep keislaman yang lebih murni. Namun apa yang terjadi, kenyataannya
mereka masih sangat rapuh sehingga antara mereka masih mengadakan adu otot
dikhalayak ramai bahkan seperti anak kecil saling cemooh dan masing-masing
pihak merasa yang paling benar dan islami.
Satu hal yang belum ada dalam jiwa ummat
yaitu kelembutan hati akibat jauhnya dari ingat kepada Allah, memulainya
tindakan sesuatu bukan dilandasi karena Allah, serta kurang siapnya kita dalam
menembus hati-hati yang panas dan gersang dengan sapaan jiwa yang manis penuh
kasih.
Kita belum memiliki keberanian untuk
mengatakan akulah yang salah dan terima kasih atas nasihatmu. Padahal untuk hal
seperti itu Allah sudah memberikan peringatan seperti yang tercermin dalam
surat Al Asyr ayat 3 : "Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal soleh dan nasehat menasehati supaya menta'ati kebenaran dan nasehat
menasehati supaya menetapi kebenaran".
Pada kali ini penulis akan membicarakan
masalah syariat pada sisi yang lain disamping sudah terpapar mengenai
bersyariat untuk memikirkan mengenai ayat-ayat kauniah. Juga akan penulis
ungkapkan masuknya seorang mukmin sejati dalam bersyariat sehingga mencapai
kepada tingkat hakikat syariat secara transendental. Dimana pada sisi ini
adalah bagaimana melaksanakan syariat dan merasakan keimanan yang sebenarnya
dengan tetap mengacu pada kontrol Al-Qur’an dan Al hadist.
Imam Hasan Al Banna berkata di dalam risalah
ta’lim : Bagi iman yang tulus, ibadah yang benar serta mujahadah (berjuang
menundukkan hawa nafsu) melahirkan cahaya kelezatan yang Allah limpahkan ke
dalam hati siapa saja yang Dia kehendaki diantara hamba-hamba-Nya. Akan tetapi
ilham, khowatir (lintasan-lintasan hati), kasyf (penyingkapan rahasia ghaib)
dan mimpi bukanlah merupakan dalil-dalil hukum syariat dan tidak dianggap
kecuali dengan syarat tidak bertentangan dengan hukum agama dan nash-nash-Nya (nash
dari Al Qur’an dan As Sunnah).
Di dalam menyikapi prinsip syariat, ada dua
golongan/kategori yang termasuk di dalamnya, yaitu :
Golongan pertama, golongan yang mengabaikan
cita rasa yang terkandung dalam syariat, atau mereka menilai sesuatu secara lahiriah
saja tanpa melihat kepada pengertian sesungguhnya, yang mana mereka/golongan
ini mengingkari pengaruh apapun yang timbul dari iamn yang dalam, ibadah yang
benar, serta ketulusan dalam bermujahadah di dalam mencemerlangkan akal dan
memberi hidayah kepada hati.
Golongan kedua, yaitu golongan orang yang di
dalam melaksanakan ibadah (bersyariat), tidak hanya sampai kepada makna
lahiriah saja, tetapi perhatian terhadap penghadapan jiwa secara hanif (lurus)
dan sungguh-sungguh dalam berjuang melumpuhkan hawa nafsu. Di dalam hadist
shahih, Rasulullah SAW bersabda :
"Akan dapat merasakan makanan iman
ialah : orang yang ridho terhadap Allah sebagai Tuhannya, islam sebagai
agamanya, dan Muhammad sebagai nabinya (HR Muslim dari Al Abbas). Sufyan bin
usyainah pernah ditanya "Mengapakah ahlul ahwa (yang bergelimang dalam
nafsu) itu begitu kuat cintanya kepada nafsunya ?" Sufyan menjawab :
"Apakah engkau lupa firman Allah yang mengatakan : "Dan mereka itu
telah dimesrakan dalam hati-hati mereka untuk menyembah anak lembu dengan
kekufuran mereka (QS. Albaqarah : 92)".
Setiap peribadatan yang apabila kita lakukan
dengan syarat sungguh-sungguh akan mendapatkan dampak kepada hati berupa
kesejukan dan kemudahan untuk melakukan kebaikan-kebaikan yang dirihoi Allah SWT.
Dan sebaliknya apabila kita melakukannya dengan sekedarnya saja atau hanya
memenuhi syarat sahnya syariat, maka kita tidak akan mendapatkan apa-apa
kecuali rasa penat dan jenuh. Sehingga terasa sekali di hati kekakuan dan
kecongkakkan yang dengan tetap bersimbulkan keislaman. Maka jadilah budaya kita
adalah budaya islam yang kaku dan jauh dari sifat kasih sayang serta kebusukan
hati yang diseliputi bungkus syariat islam. Kenyataan ini hendaknya kita
koreksi bagaimana sikap orang mukmin terhadap sesama, dan bagaimana mereka bila
disebut asma Allah.... lalu bergetar serta tersungkur dan menangis tak
tertahankan.
Di dalam Al Qur’an banyak menjelaskan
ciri-ciri orang mukmin sejati. Yang seharusnya menjadi acuan dalam hidup kita
dalam melakukan peribadatan kepada Allah SWT. Bukannya lantas takluk kepada
kekalahan terhadap nafsu. Yang akhirnya kita tetap berkubang dalam kecintaan
terhadap bimbingan setan yang sesat.
Kesulitan hati dalam merasakan nikmat Allah
berupa kelezatan iman. Cemerlangnya hati, kekusu’an serta berbuat baik. Ini
disebabkan ada bisikan pembimbing yang setia setiap saat dalam melakukan
kekejian dan kemungkaran, yaitu setan laknatullah.
Sebagaimana dicantumkan dalam Al Qur’an
surat Az Zkhruf 36 : "Barang siapa yang berpaling dari dzikir kepada yang
maha pemurah, kami adakan baginya setan (yang menyesatkan) maka setan itulah
yang menjadi teman yang selalu menyertainya".
Sedangkan dalam surat Al Mujadalah ayat 19
Alah berfirman, artinya : "Telah dikerasi mereka oleh setan, maka setan
itu telah menjadikan mereka lupa kepada menyebut Allah"
Dilanjutkan dalam surat An Nissa 142
tercantum, artinya : "Mereka gemar mem-perlihatkan amalan-amalannya kepada
manusia ramai dan mereka tiada menyebut Allah kecuali hanya sedikit"
Juga dalam surat An Nur ayat 21 , artinya :
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Barang siapa yang mengikuti langkah-langkah setan itu menyuruh perbuatan
yang keji dan mungkar. Sekiranya tidak karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepada
kamu sekalian niscaya tidak seorangpun dari kamu bersih (dari perbuatan keji
dan mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang
dikehendaki-Nya. Dan Allah maha mendengar lagi maha mengetahui".
Setelah melihat dengan jelas keterangan Al
Qur’an mengenai betapa setan merupakan penyebab utama dalam mengarahkan manusia
untuk berbuat keji dan mungkar, sehingga manusia tidak lagi mampu berbuat yang
diperintahkan Allah. Namun demikian Allah menjelaskan dalam Al Qur’an bahwa
Allah sendirilah yang akan mengangkat manusia ketika manusia dalam perangkap
setan. Kita tidak akan mampu menolak ajakan setan sebab mereka berada dalam
pusat hati kita, kita bagaikan terpengaruh hipnotis dimana selalu menuruti apa
yang diperintahkan setan. Maka jadilah kita orang yang selalu dalam bimbingan
setan. Hati kita menjadi keji tanpa harus melalui proses berpikir. Rasa jahat
itu muncul seketika dalam hati dan merasakan sulitnya berbuat kebajikan.
Akan tetapi kekuatan atas kesungguhan dalam
menghayati perilaku syariat mengakibatkan si pelaku menemui hakikat (kebenaran)
dari apa yang dilakukan selama ini. Seperti diungkapkan Al Qur’an mengenai
shalat "bahwa sesungguhnya shalat itu mencegah perbuatan keji dan
mungkar" (Al Ankabut : 45 ).
Pemahaman atas ayat tersebut adalah bahwa
shalat merupakan alat pencegah dari segala perbuatan buruk. Satu hal yang akan
penulis kedepankan memperhatikan masalah shalat, bagaimana kita menghayati dan
meluruskan jiwa kita dalam menghadap kepada yang menciptakan langit dan bumi
dengan tidak sedikitpun kesyirikan dalam hati maupun pikiran kita. Kehadiran
hati, perasaan serta dialog yang telah disyariatkan. Apabila si pelaku tadi
melakukannya dengan totalitas tinggi (kaaffah), maka ia akan mendapatkan
karunia ketidakmampuan berbuat keji dan mungkar, serta akan dimudahkan untuk
selalu bersikap baik. Karena di dalam hati orang itu sudah timbul perasaan
ihsan yang terus-menerus terhadap Allah. Syariat tidak lagi menjadi beban si
pelaku. Tetapi merupakan energi bagi kehidupan serta menjadi alat komunikasi
yang indah untuk selalu berdialog dalam do’a.
Ketidak-mampuan dalam melakukan perbuatan
keji dan mungkar adalah merupakan karunia Allah, merupakan kenyataan (hakikat).
Si pelaku tidak lagi merasa tertekan dan terbebani syariat yang begitu banyak.
Berdasarkan keterangan di atas, maka
kecintaan terhadap perbuatan keji dan mungkar itu hanya dapat diatasi dengan
membawakan hati tersebut selalu teringat kepada Allah serta mengihklaskan hati
kita hanya untuk Allah.
Sebagaimana Allah firmankan dalam surat Yusuf
24 : "Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu)
dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu
andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikian itu karena hendak
memalingkan yusuf dari perbuatan jahat dan keji, karena sesungguhnya dia
termasuk hamba-hamba yang ikhlas"
Allah telah mengisyaratkan pada ayat-ayat di
atas bahwa kita tidak akan mampu beribadah dengan baik atau melakukan syariat
yang begitu banyak, rasanya mustahil kita memenuhi aturan-aturan yang telah
ditetapkan oleh Allah tersebut, kecuali atas karunia dan bimbingan-Nya. Dan
untuk mendapatkan bimbingan serta ianah Allah kita diharapkan memasrahkan diri
setiap saat dalam segenap keadaan, dengan cara mengingat Allah baik pagi maupun
petang, serta mengiklaskan setiap peribadatan hanya untuk Allah semata.
Begitulah Allah memalingkan nabi Yusuf dari
perbuatan tercela dengan menuntun dan dan mencabut rasa keji dan mungkar
dihatinya. Padahal saat itu kedua belah pihak antara nabi Yusuf dan Siti
Zulaiha sudah saling menginginkan, namun nabi Yusuf berserah diri kepada Allah
untuk mendapatkan burhan (penerang) dari Allah. Atas dasar keiklasan dan
pemasrahan yang kuat kepada Allah akhirnya nabi Yusuf mendapatkan karunia
terlepas dari ajakan setan.
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu'
Beribadah"
Bab III
Etika Islam
Masalah kemerosotan moral dewasa ini menjadi
santapan keseharian masyarakat kita. Meski demikian tidak jelas faktor apa yang
menjadi penyebabnya. Masalah moral
adalah masalah yang pertama muncul pada diri manusia, “baik ideal maupun
realita”.
Secara ideal bahwa pada ketika pertama
manusia di beri “ruh” untuk pertama kalinya dalam hidupnya, yang padanya
disertakan “rasio” penimbang baik dan buruk (QS. Assyams 7-8).
Secara realita bahwa dalam kehidupan
bermasyarakat, dimana individu merupakan bagian dari masyarakat manusia, maka
yang awal mula muncul dalam kesadarannya ialah pertanyaan “What must be ?”(Apa
yang seharusnya), yang lalu disusul dengan “What must I do ?”(Apa yang
dilakukan) pelaksanaan “What must I do?”, menanti lebih dulu jawaban “What must
be?”.
Pertanyaan “What must be?”, ditujukan kepada
kemampuan rohani pada diri manusia yang berbentuk kategori-kategori tertentu
yang tidak timbul dari pengalaman maupun pemikiran, kemampuan ini bersifat
intuitif dan apriori. Oleh sebab itu
masalah moral adalah masalah “normatif”.
Di dalam hidupnya manusia dinilai! Atau akan
melakukan sesuatu karena nilai! Nilai mana yang akan dituju tergantung kepada
tingkat pengertian akan nilai tersebut.
Pengertian yang dimaksud adalah bahwa
manusia memahami apa yang baik dan buruk serta ia dapat mambedakan keduanya dan
selanjutnya mengamalkannya. Pengertian tentang baik buruk tidak dilalui oleh
pengalaman akan tetapi telah ada sejak pertama kali “ruh” ditiupkan. Demi jiwa
serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya (QS. 91: 7-8).
Pengertian (pemahaman) baik dan buruk
merupakan asasi manusia yang harus diungkap lebih jelas, “atas dasar apa kita
melakukan sesuatu amalan”. Imam Alghazali menamakan pengertian apriori sebagai
pengertian “awwali”. Dari mana pengertian-pengertian tersebut diperoleh,
sebagaimana ucapannya : Pikiran menjadi sehat dan berkeseimbangan kembali dan
dengan aman dan yakin dapat ia menerima kembali segala pengertian-pengertian
awwali dari akal itu. Semua itu terjadi
tidak dengan mengatur alasan atau menyusun keterangan, melainkan dengan Nur
(cahaya) yang dipancarkan Allah SWT ke dalam batin dari ilmu ma’rifat).
Di sini, Alghazali mengembalikannya ke dasar
pengertian awwali yaitu pengertian Ilahyah.
Sedang Plato menyebutnya “idea”.
Ia mengungkap-kan bahwa “idea” hakekatnya sudah ada, tinggal manusia
mencarinya dengan cara menenangkan pikiran atau disebut mencari inspirasi bagi
seniman. Jelasnya “idea” bukan timbul dari pengalaman atau ciptaan pikiran
sehingga menghasilkan “ide”.
Kesadaran tentang keberlangsungan ide yang
sejak awal ruh ditiupkan, menyebabkan Allah dalam firman-firmanNya menghendaki
manusia masuk pada posisi asasinya yang disebut “idul fitri”, yaitu kembali
kepada “kesejatian diri”. Sebab kesejatian inilah yang bisa
dipertanggung-jawabkan kebenaran sikapnya karena perilaku yang keluar bersandar
pada kejernihan fitrah.
Maka sesungguhnya fitrah itu sejalan dengan
kehendak Allah (fitrah Allah), yang disebut dalam Al qur’an; Maka hadapkanlah
wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah).
(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut
fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus,
tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya (QS. Arrum : 30).
Pada dasarnya fitrah manusia itu suci, akan
tetapi proses penerimaan ide (ilham) tersebut, terkadang menjadi tidak murni
disebabkan kekotoran jiwa yang diliputi nafsu syahwat.
Dalam hal ini Allah berfirman : Dan demi
jiwa serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan)
kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya
beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu Dan merugilah orang yang
mengotorinya. (QS Asysyams 7-8).
Betapa bahayanya ilham-ilham tersebut bila
diterima oleh jiwa yang kotor, sebab pengetahuan-pengetahuan itu akan digunakan
untuk bagaimana mencuri, korupsi, menipu dan merusak alam semesta. Tetapi
alangkah indahnya jika ilham-ilham tersebut diterima oleh jiwa yang tenang dan
bersih yang akan menimbulkan kemaslahatan bagi dirinya maupun alam semesta.
Maka dari sini dapat dimengerti, walau seseorang sudah memiliki pengertian
“baik buruk secara apriori”, bukan berarti ia telah tahu secara mutlak, namun
pengertiannya masih bersifat relatif dan hal itu akan lebih jelas jika disinari
oleh wahyu ketuhanan. Sebab ia tidak akan mampu menelusuri secara intelektual
tanpa adanya “daya spiritual” dalam menerima ide yang sesuai dengan Fitrah
Allah. Sebaliknya kalau dibiarkan jiwa kita diam, terbelenggu oleh keinginan
syahwat, maka apa yang diperoleh oleh jiwa berupa ide ilmu pengetahuan akan
digunakan sesuai dengan kepentingan syahwatnya.
Kembali kepada masalah “nilai”. Seseorang
pasti akan dinilai atau pasti akan
melakukan sesuatu karena nilai, dan jika “nilai” masih bersifat relatif, maka
nilai tersebut akan tergantung kepada
dasar yang ia pakai. Bisa jadi, mencuri itu mendapat nilai kebajikan apabila
perilaku tersebut didasari oleh hukum-hukum tentang permalingan, juga
sekularisme, hedonisme, komunisme dan ateisme, dasar-dasar inilah yang akan
menilai perilaku itu baik atau buruk.
Begitupun tata nilai ketuhanan (Islam), setiap “perilaku” Islam sangat
menekankan orientasi niat yang kuat, menyandarkan peribadatannya didasari
konsep “Lillahi ta’ala”.
Pendasaran
kepada setiap “laku” manusia, mengandung tuntutan kesadaran, bukan
paksaan!! Perilaku seseorang tersebut baru bisa dikatakan mempunyai nilai. Hal ini sesuai dengan Hadist Nabi :
Sesungguhnya segala perbuatan itu disertai niat. Dan seseorang diganjar sesuai dengan niatnya
(Hadist riwayat Bukhari Muslim).
Dalam hadist tersebut jelas, setiap perilaku
mempunyai dasar (niat), sehingga perbuatannya dikategorikan baik atau buruk
dimana ia menggantungkan niatnya. Suatu
riwayat, ketika Rasulullah Hijrah ke Madinah, diungkapkan masalah “niat”. “Maka barang siapa hijrahnya didasari (niat)
karena Allah dan Rasulullah maka hijrahnya akan sampai diterima oleh Allah dan
Rasulullah. Dan barang siapa hijrahnya
didasari (niat) karena kekayaan dunia yang akan didapat atau karena perempuan
yang akan dikawin, maka hijrahnya terhenti (tertolak) pada apa yang ia hijrah
kepadanya”. (Al Hadits)
Di sini sangat penting kesadaran akan “niat”
untuk memperjelas perbedaan mana yang baik menurut nafsu, dan baik menurut
Allah. Perilaku yang lalai atau tidak
karena Allah seperti dalam shalat, maka nilai kelurusan shalat yang terhalang
oleh pikiran yang tidak khusyu’ akan berakibat pada rusaknya nilai ibadah
shalat. Seperti yang termaktub alam Al qur’an: “Maka celakalah bagi yang
melakukan shalat karena”niat”-nya (lalai) terhambat oleh ingin dilihat orang
lain1). Perbuatan macam ini tidak bisa
dikatakan sebagai “Dien”. Sebab agama mempunyai satu dasar penilaian yang
sangat sempurna yakni; Islam, Iman, dan Ihsan.
Etika pada umumnya menentukan “sadar bebas”
sebagai obyeknya, dan ternyata hal ini hanya melihat dari segi lahiriah
perbuatan. Setia dan bertingkah baik an-sich tanpa memperhitungkan syarat lain,
memang dapat digolongkan ke dalam “kebajikan”. Namun belum tentu dikategorikan
dalam kebajikan jika ditinjau lebih jauh pada kondisi-kondisi lain, yakni pada
apa perbuatan itu bersangkut paut atau apa yang melatari perbuatan tersebut. Misalnya: Si Abdullah memberikan sedekah
kepada fakir miskin. Ketika terjadi tindakan tersebut terdapat :
1. Subjek yang berbuat, yaitu “Abdullah”.
2. Objek yang diperbuat, yaitu Abdullah melakukan “sedekah”.
3. Objek yang terkena perbuatan, yaitu
sedekah diberikan kepada fakir miskin.
4. Objek yang dipergunakan, yaitu niat
karena apa (bisa karena ingin dilihat orang,
karena Allah dll).
Pada faktor-faktor inilah disamping “niat”
batin, Islam meletakkan nilai syarat yang ikut mengambil bagian dalam menilai
suatu perbuatan sebagai tindakan etis.
Tegas sekali Islam mewajibkan “niat karena Allah” sebagai tanggung jawab
penghambaan kepada Kholiqnya.
Tanggung jawab Islam dalam syariat (etika
ketuhanan) selalu mengandung kedalaman dimensi yang tidak saja tindakan fisik
sebagai objek nilai, juga di dalamnya nilai psikologis merupakan tindakan etis
yang secara naluriah, mengembalikan kepada Fitrah Allah. Dalam tahapan ini
manusia sampai kepada tahapan tertinggi yang dalam tindakannya sesuai dengan
kehendak Allah (Fitrah Allah), diharapkan setiap perilaku (ibadah) sampai
kepada syarat; islam, iman dan ihsan. Karena akan dikatakan (dinilai) sebagai
agama apabila meliputi ketiga kriteria tersebut.
Dalam Hadist riwayat Bukhori dan Muslim
disebutkan bahwa sesungguhnya Jibril
pernah datang kepada Nabi dalam bentuk seorang Arab Badui, lalu ia bertanya
kepadanya tentang islam, maka Nabi menjawab, “Islam itu, ialah hendaknya engkau
bersaksi sesungguhnya tidak ada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad
itu utusan Allah, engkau mendirikan shalat, engkau keluarkan zakat, engkau
puasa bulan Ramadhan dan engkau pergi haji ke Baitullah jika engkau mampu pergi
ke sana. Lalu Jibril bertanya apakah
Iman itu? Nabi menjawab, “Yaitu hendaknya engkau beriman kepada Allah, kepada
Malaikat-Nya, kepada kitab-kitab-Nya, kepada para Utusan-Nya, bangkit dari
kubur sesudah mati, dan hendaknya engkau beriman kepada takdir tentang takdir
baik dan buruknya. Jibril bertanya lagi,
apakah ihsan itu? Nabi menjawab, yaitu hendaknya engkau menyembah Allah yang
seolah-olah engkau melihat Allah, sekalipun engkau tidak bisa melihat-Nya
tetapi Ia bisa melihat engkau. Kemudian
dalam akhir Hadist itu dikatakan Rasulullah saw bersabda (kepada para
sahabatnya) : Dia itu Jibril, Ia datang kepadamu untuk mengajarkan tentang
agamamu.
Hal ini seluruhnya termasuk agama, dan agama
(dien) itu sendiri berarti khudhu’ (tunduk) dan dzull (merendah) seperti
perkataan : “Ku tundukkan dia, maka ia tunduk”
yakni : beribadah kepada Allah dan taat
kepada-Nya serta merendahkan diri kepada-Nya.
Agama meliputi :
·
Islam :
berupa syariat Islam (syahadat, shalat, zakat, puasa, haji).
·
Iman
: kepercayaan, keyakinan,
transendental.
·
Ihsan :
kekuatan psikologis dimana ia mengaitkan nilai perilakunya karena
Allah.
Maka setiap peribadatan, apakah itu shalat,
zakat, puasa akan terasa sia-sia apabila dilakukan tanpa dibarengi dengan
tunduk dan patuh serta merasakan adanya sikap “ihsan” (seakan-akan melihat
Allah, jika tidak mampu melihat-Nya sesungguhnya Ia melihat kalian). Hal inilah
yang selalu menjadi permasalahan pokok dan mensosialisasi sebagai kebiasaan
buruk yang tidak lagi menjadi masalah, padahal kita bertahun-tahun melakukan
peribadatan tidak mendapatkan apa-apa kecuali capek dan sia-sia. Ihsan adalah
kontak batin dan dialogis, responsif. Ihsan adalah roh setiap peribadatan, dan
menentukan diterima tidaknya peribadatan. Sikap ini pula yang menjadikan ihsan
itu rukun agama, yang apabila ditinggalkan salah satu rukun agama, maka
batallah sebagai agama. Permasalahan rukun agama ini telah dihukumkan dan
disyaratkan kepada orang yang sampai baligh.
Sebagaimana Hadist Rasulullah : “Hukum tidak
berlaku bagi tiga golongan; orang yang tidur sampai bangun, anak kecil sampai
mimpi basah, dan orang gila sampai sembuh” (Abu Dawud, Ibnu Majah dan Annasay,
hadist sohih).
Selanjutnya Islam mengajarkan bahwa seorang
muslim yang beramal kebajikan, tetapi tujuannya bukan Lillahi ta’ala tidak
mungkin diterima amalnya, sebagaimana firman Allah : “Kami menurunkan kitab ini
kepada engkau dengan sebenarnya, sebab itu sembahlah Allah seraya mengihklaskan
agama bagi-Nya saja” (Q.s. Az-zumar: 2).
Nash tersebut di atas merupakan kesimpulan
dari tujuan etika Islam, yaitu mengembalikan kepada posisi fitrah manusia, yang
dengan kesadaran itu, maka ia akan menjadi manusia paripurna dan ia akan
berakhlaq sebagaimana akhlaq Allah, dengan kecenderungan berbuat baik tanpa
beban dan paksaan.
Untuk itu kecenderungan berbuat baik akan
terjadi apabila kita mampu berusaha membersihkan jiwa. Dan kebersihan jiwa akan
didapat apabila kita melaksanakan peribadatan
sesuai dengan kriteria-kriteria pada penjelasan di atas.
__________________________
1).
Al Qur’an surat Al Maa’uun ayat 4-5 yang artinya : “Maka kecelakaanlah bagi orang yang
shalat. (Yaitu) orang-orang yang lalai
dari shalatnya”
"Ya
Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Bab IV
Hakikat Manusia
A. Kesadaran Diri.
Didalam filsafat kontemporer secara hakiki
terpusat pada pribadi manusia. Boleh
jadi, tanpa situasi historis kita tidak bisa memahami apa dan esensi diri yang
sebenarnya. Alqur'an membuka pintu dunia baru, tentang kesadaran diri secara
berurutan sampai kepada kesadaran yang universal. Ungkapan ini tidak terikat oleh suatu aliran
tertentu. Saat dimana muncul ketikan dihadapkan persoalan manusia terdorong
untuk memikirkan eksistensi. Dimana keberada- annya bagaikan terlempar begitu
saja. "Aku" yang kehi-langan arah, berpaling dari dirinya sendiri, ia
mawas diri dan menyelidiki dirinya.
Demikianlah suatu motif yang mula-mula bersifat historis dan psikologis
berubah menjadi suatu pertanyaan filosofis yang mendesak : "Siapakah aku
ini? Dengan kegembiraan dan harapanku? Apakah tujuan hidup ini? Apakah artinya?
Mengapa aku bereksistensi? Dan bukannya tidak bereksistensi?"
Mengemukakan masalah mengenai pribadi dalam
ungkapan-ungkapan tersebut, berarti mengemukakan masalah kebebasan, masalah
tanggung jawab. Hal ini membawa kita
kepada penelitian mengenai dasar dari asal usul. Baik dari sisi kebebasan maupun dari sisi
tanggung jawab. Hal tersebut akhirnya
memunculkan masalah ketuhanan. Apakah
Allah itu masuk dalam definisi manusia atau tidak? Apakah eksistensi manusia
itu bersifat teosentris ataupun antroposentris? Partisipasi ataupun cukup dalam
dirinya sendiri? Ada apakah dengan pernyataan ulama populer "man arafa
nafsahu faqad arafa rabbahu?" (barang siapa tahu akan dirinya, maka ia
tahu akan Tuhannya).
Dalam arti yang sebenarnya, kata
"eksistensi" berarti data kosmis, sejauh manusia yang terlibat secara
aktif di dalamnya. Hubungan erat antara masalah manusia dan masalah ketuhanan,
terlihat baik pada mereka yang mengingkari Allah maupun pada mereka yang
mengikuti-Nya. Kecenderungan tersebut pada dasarnya merupakan naluri manusia
yang tidak bisa dipungkiri dan merupakan fitrah manusia.
Mengatakan bahwa setiap pribadi memiliki
naluri religiusitas dalam pengertian apapun, baik yang sejati maupun yang
palsu. Sebenarnya adalah sama dengan
menga-takan bahwa setiap pribadi memiliki naluri untuk berkepercayaan. Dalam tinjauan
antropologi budaya, naluri itu muncul berbarengan dengan hasrat memperoleh
kejelasan tentang hidup ini sendiri dan alam sekitar yang menjadi lingkungan
hidup itu. Karena itu setiap orang dan
masyarakat pasti mempunyai keinsafan tertentu tentang apa yang dianggap
"pusat" atau "sentral" dalam hidup seperti dikatakan oleh
Mircea Elidae :
"Setiap orang cenderung, meskipun tanpa
disadari mengarah kepusat dan menuju pusat sendiri, dimana ia akan menemukan
hakekat yang utuh yaitu rasa kesucian.
Keinginan yang begitu mendalam berakar dalam diri manusia untuk
menemukan dirinya pada inti wujud hakiki itu di pusat alam, tempat komunikasi dengan langit -menjelaskan
penggunaan dimana akan ungkapan pusat alam semesta"
Disini kita akan mencoba menelusuri secara
beruntun dari dasar sekali. Alqur'an menyebutkan dalam Surat Adz dzariat 21:
"Dan juga pada dirimu, maka apakah kamu tiada memperhatikan"
Juga dalam surat Al hijir 28-29 : "Dan
(ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat : sesungguhnya Aku akan
menciptakan seorang manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari lumpur
hitam yang diberi bentuk. Maka apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya dan
telah meniupkan ke dalamnya Ruh (cipataan)Ku, maka tunduklah kamu kepadanya
dengan bersujud". (QS Al hijir 28-29).
Dalam kerangka ini kita mengambil garis yang
jelas dari peristiwa kejadian manusia, dimana para makhluk baik itu setan
maupun malaikat mempertanyakan kebijakan Allah yang akan menciptakan manusia,
yang menurut pandangan malaikat "manusia" adalah makhluk yang selalu
membuat keonaran dan pertumbahan darah (QS Al baqarah 30). Tidak kalah sengitnya setan memprotes
keberadaan manusia yang dipandang rendah, yang hanya diciptakan dari unsur
tanah, sambil membanggakan dirinya yang dibuat dari api.
Dalam keadaan ini para malaikat gigit jari
dan begitu terheran-heran : rahasia macam apa ini? Bumi yang hina-dina
dipanggil kehadirat Zat yang maha tak terjangkau dengan segenap kehormatan dan
kemuliaan ini.
Kelembutan illahi dan kebijakan Tuhan berbisik
lembut ke dalam relung rahasia dan misteri malaikat, "Aku tahu apa yang tidak kalian
ketahui" (QS :2:30).
Raga manusia termasuk kedalam derajat
terendah, sementara ruh manusia termasuk ke dalam derajat tertinggi. Hikmah yang terkandung dalam hal ini ialah
bahwa manusia mesti mengemban beban amanat pengetahuan tentang Allah. Karena itu mereka harus mempunyai kekuatan
dalam kedua dunia ini untuk mencapai kesempurnaan. Sebab tidak sesuatupun di dunia ini yang
memiliki kekuatan yang mampu mengemban beban amanat. Mereka mempunyai kekuatan ini melalui esensi
sifat-sifatnya (sifat-sifat ruhnya), bukan melalui raganya.
Karena ruh manusia berkaitan dengan derajat
tertinggi dari yang tinggi, tidak satupun di dunia ruh yang menyamai
kekuatannya, entah itu malaikat maupun setan sekalipun atau segala sesuatu
lainnya. Demikian pula, jiwa manusia
berkaitan dengan derajat yang paling rendah, sehingga tidak sesuatupun di dunia
jiwa bisa mempunyai kekuatannya, entah itu hewan dan binatang buas atau yang
lainnya. Ketika mengaduk dan mengolah
tanah, semua sifat hewan dan binatang buas, semua sifat setan,
tumbuh-tumbuhan dan benda-benda mati
diaktualisasikan. Hanya saja, tanah itu
dipilih untuk mengejawantahkan sifat "dua tangan-Ku". Karena
masing-masing sifat tercela ini hanyalah sekedar kulit luarnya saja, di dalam
setiap sifat itu ada mutiara dan permata berupa sifat illahi.
Penjelasan diatas merupakan urutan ungkapan
mengenai hakekat diri yang sebenarnya, dimana manusia sebagai makhluk yang
sangat lemah dan hina disisi lain dinobatkan sebagai "khalifah"
(wakil Allah). Bertugas mengatur alam
semesta dan merupakan wakil Allah untuk menjadi saksi-Nya serta mengungkapkan
rahasia-rahasia firman-Nya. Para mahkluk yang lain tidak melihat ada dimensi
yang tidak bisa dijangkau olehnya, ia hanya mampu melihat pada tingkat yang
paling rendah dalam diri manusia.
Sementara ia terhijab oleh ketinggian derajat manusia yang berasal dari tiupan
illahi (QS Al Hijir 28-29).
Ungkapan hakikat manusia mengacu kepada
kecenderungan tertentu secara berurutan dalam memahami manusia. Hakikat mengandung makna sesuatu yang tetap,
tidak berubah-ubah. Yaitu identitas
esensial yang menyebabkan sesuatu menjadi dirinya sendiri.
Al Ghazaly yang hidup pada abad pertengahan
tidak terlepas dari kecenderungan umum pada zamannya dalam memandang
manusia. Didalam buku buku filsafatnya
ia mengatakan bahwa manusia mempunyai identitas esensial yang tetap, tidak
berubah-ubah yaitu An nafs (jiwanya).
Yang dimaksud an nafs adalah substansi yang berdiri sendiri, tidak
bertempat dan merupakan tempat pengetahuan intelektual (al makulat) yang
berasal dari alam malakut atau alam amr.
Ini menunjukkkan esensi manusia bukan fisiknya dan bukan fungsi fisik. Sebab fisik adalah sesuatu yang mempunyai
tempat. Dan fungsi fisik adalah sesuatu
yang tidak berdiri sendiri.
Keberadaannya tergantung kepada fisik.
Alam al amr atau alam malakut adalah realitas diluar jangkauan indra dan
imaginasi, tanpa tempat, arah dan ruang.
Sebagai lawan dari alam al khalq atau alam mulk yaitu dunia tubuh dan
aksiden-aksidennya esensi manusia, dengan demikian an nafs adalah substansi
immaterial yang berdiri sendiri dan merupakan subyek yang mengetahui
(Bashirah).
Untuk membuktikan adanya substansi
immaterial yang disebut an nafs, Al Ghazaly mengemukakan beberapa argumen. Persoalan kenabian, ganjaran perbuatan
manusia dan seluruh berita tentang akhirat tidak ada artinya apabila an nafs
tidak ada, sebab seluruh ajaran agama hanya ditujukan kepada yang ada (al
maujud) yang dapat memahaminya. Yang
mempunyai kemampuan bukanlah fisik manusia sebab apabila fisik manusia
mempunyai kemampuan memahami, objek-obyek fisik lainnya juga mesti mempunyai
kemampuan memahami. Kenyataan tidak
demikian. Argumen bersifat keagamaan ini
, bagaimanapun tidak dapat meyakinkan orang yang ragu terhadap kenabian dan
hari akhirat. Karena untuk mempercayai
argumen ini orang terlebih dahulu harus percaya akan kenabian dan hari akhirat.
Selain itu Al Ghazaly juga mengemukakan
pembuktian dengan kenyataan faktual dan kesederhanaan langsung, yang
kelihatannya tidak berbeda dengan argumen-argumen yang dibuat oleh Ibnu Sina
(wafat 1037) untuk tujuan yang sama, melalui pembuktian dengan kenyataan
faktual. Al Ghazaly memperlihatkan
bahwa; diantara makhluk-makhluk hidup terdapat perbedaan-perbedaan yang
menunjukkan tingkat kemampuan masing-masing.
Keistimewaan makhluk hidup dari benda mati
adalah sifat geraknya. Benda mati mempunyai gerak monoton dan didasari oleh
prinsip alam. Sedangkan tumbuhan makhluk hidup yang paling rendah tingkatannya,
selain mempunyai gerak yang monoton, juga mempunyai kemampuan bergerak secara
bervariasi. Prinsip tersebut disebut
jiwa vegetatif. Jenis hewan mempunyai
prinsip yang lebih tinggi dari pada tumbuh-tumbuhan, yang menyebabkan hewan,
selain kemampuan bisa bergerak bervariasi juga mempunyai rasa. Prinsip ini
disebut jiwa sensitif. Dalam kenyataan manusia juga mempunyai kelebihan dari
hewan.
Manusia selain mempunyai kelebihan dari
hewan. Manusia juga mempunyai semua yang
dimiliki jenis-jenis makhluk tersebut, disamping mampu berpikir dan serta
mempunyai pilihan untuk berbuat dan untuk tidak berbuat. Ini berarti manusia mempunyai prinsip yang
memungkinkan berpikir dan memilih. Prinsip ini disebut an nafs al
insaniyyat. Prinsip inilah yang
betul-betul membedakan manusia dari segala makhluk lainnya.
Argumen kesadaran langsung yang dikemukakan
seorang manusia menghentikan segala aktivitas fisiknya1, sehingga ia berada
dalam keadaan tenang dan hampa aktivitas.
Ketika ia menghilangkan segala aktivitasnya, menurut Al Ghazaly, ada
sesuatu yang tidak hilang di dalam
dirinya yaitu "kesadaran" yakni kesadaran akan dirinya. Ia sadar bahwa ia ada. Bahkan ia sadar bahwa
ia sadar. Pusat kesadaran itulah yang disebut an nafs al insaniyyat (diri
sejati). Dikatakan dalam suatu tafsir
shafwatu at tafasir karangan prof. As Shabuny dalam surat Al qiyamah ayat
14: "akan tetapi di dalam diri
manusia ada bashirah (yang tahu)."
Kata bashirah ini disebut sebagai yang tahu
atas segala gerak manusia yang sekalipun sangat rahasia. Ia biasa menyebut diri (wujud)-nya adalah
"Aku".
Wujud "Aku" yang memiliki sifat
tahu yang memperhatikan dirinya atas perilaku hati, kegundahan, kebohongan,
kecurangan, serta kebaikan. Ia tidak pernah bersekongkol dengan perasaan dan
pikiran, ia jujur dan suci, sehingga manusia, setan dan jin tidak bisa menembus
alam ini karena ia sangat dekat dengan Allah sekalipun manusia itu jahat dan
kafir. Adalah pernyataan Allah atas pengangkatan sebagai wakil Allah, sehingga
Allah menyebut tentang "Aku" ini sebagai ruh-Ku. Yang oleh As Shabuny sebagai penghormatan
yang maha tinggi seperti penghormatan Allah terhadap Baitullah (rumah
Allah).
Ketika itu yang disadari bukan fisik dan
yang sadarpun bukan fisik. Kesadaran
disini tidak melalui alat, tetapi bersifat langsung. Oleh karena itu subyek
yang sadar itu jelas bukan fisik dan bukan fungsi fisik melainkan sesuatu
substansi yang berbeda dengan fisik.
Mungkin juga dikatakan disini tidak bersifat
langsung, tetapi melalui perantara, yaitu melalui perbuatanku. Dalam perbuatanku ada yang mendahului, yaitu
kesadaran akan aku yang menjadi subyek perbuatan itu. Kesadaran disini
bagaimanapun bersifat langsung dan terlepas dari aktivitas fisik. Dengan demikian subyek yang sadar, yang menjadi
esensi manusia itu nyata ada dan merupakan substansi yang berbeda dengan
fisik.
Hal ini terbukti ketika manusia kehilangan
aktivitas pada moment menjelang tidur.
Sang "Aku" (kesadaran) mengetahui dengan sadar peristiwa yang
dialami pada saat bermimpi. Begitupun
Kehidupan keruhanian dalam mendasari kesadaran ihsan dengan menghentikan
aktivitas fisik sebagai kendali sahwati, maka yang timbul adalah kesadaran diri
yang mampu menembus alam malakut dan uluhiah.
Dimana manusia mencapai puncak eksistensi yang sejati. Kesejatian inilah yang di tuntut oleh Allah
dalam hal melakukan peribadatan, apakah
puasa, zakat, dan shalat. Dengan konteks
"ihklaskanlah peribadatanmu dengan tidak melakukan kesyirikan
sedikitpun" (QS. Az Zumar 11 & 14).
Aktivitas ruhani yang diajarkan oleh Allah
adalah peribadatan saum yang mana manusia dalam sementara waktu diwajibkan
mengendalikan emosinya dan aktivitas keinginan hawa nafsu selama satu bulan di
bulan ramadhan. Selama satu bulan penuh
menahan rasa dan keinginan ragawi, samar-samar akan terjadi proses transformasi
kejiwaan yang tadinya emosional berubah menjadi ketenangan, dan fisik seolah
tidak lagi menuruti keinginannya, sehingga sang
fisik mengikuti kehendak-kehendak diri yang sejati. Maka oleh Allah dikatakan mereka itu telah
mendapatkan karunia lailatul qadar, dimana ia mampu menembus seluruh semesta
ruhani dan kembali sebagai manusia sejati dan fitrah.
Keadaan Fitrah ini diungkap Al qur'an, bahwa
apabila telah terjadi fitrah pada diri manusia maka sesungguhnya fitrah itu
sama dengan kehendak Allah (QS. 30:30): "Maka hadapkanlah wajahmu dengan
lurus kepada Agama (Allah); (tetaplah)fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (itulah)
agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
Dalam hal ini manusia tersebut mendapat
karunia kepatuhan dan ketaqwaan seperti patuhnya alam semesta serta patuhnya
tubuh manusia, dimana dimengerti bahwa tidak pernah dirinya merencanakan ada,
kemudian kenapa aku ini laki-laki? Atau nafas ini mengalir keluar masuk tanpa
aku kehendaki dan bisakah aku menangguhkan jangan keburu tua dulu. Hal ini merupakan renungan hakiki, kenapa
pikiran ini tidak sepatuh alam dan tubuh yang diselimuti kekuasaan Allah. Ia begitu tampak jelas dalam gerakan dan
keberadaan alam dan diri ini.
Dengan
argumen di atas bahwa an nafs berdiri sendiri dipertegas bahwa ia tidak
bertempat, baik didalam badan maupun diluar badan. Karena an nafs bukan materi maka dengan
sendirinya tidak mengambil ruang dan tidak mempunyai tempat. Sifat dasar an nafs tidak mengandung
kemungkinan bertempat. Artinya
pernyataan tempat tidak sesuai dihubungkan kepada an nafs, sebagaimana tidak
sesuai sifat mengetahui atau tidak mengetahui diletakkan pada benda mati.
Al Ghazaly tidak menerima pandangan bahwa an
nafs berada di luar badan. Sebab an nafs
dalam keadaan demikian, menurutnya tidak mungkin mengatur badan, tetapi kalau
an nafs berada di dalam badan keberatan lain akan timbul. An nafs bertempat di dalam badan tidak
terlepas dua kemungkinan, yaitu bertempat pada seluruh badan atau pada
sebagiannya saja. Kalau ber-tempat pada seluruh badan, an nafs semestinya
menyusut atau berpindah, jika sebagian anggauta tubuh manusia terpotong dan ini
tidak mungkin.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
esensi atau hakikat manusia adalah substansi immaterial yang berdiri sendiri,
bersifat illahi (berasal dari alam amr), tidak bertempat di dalam badan,
bersifat sederhana, mempunyai kemampuan mengetahui dan menggerakkan badan,
diciptakan (tidak kadim) dan bersifat kekal pada dirinya. Ia ber-usaha
menunjukkan bahwa kesadaran jiwa dan sifat-sifat dasarnya tidak dapat diperoleh
melalui akalnya saja, tetapi dengan akal dan sara' . Untuk itu selain kutipan
ayat 29 surat Al Hijir di atas juga ayat-ayat yang lain yang menerangkan esensi
manusia seperti surat Ali Imron 169 : "Jangan engkau sangka orang-orang
yang terbunuh pada jalan Allah itu mati, mereka itu hidup dan diberi rezeki
disisi Tuhan."
"Katakan jiwa itu dari amr
Tuhanku." (QS. Al Isra 85).
Ayat yang pertama menunjukkan kekekalan jiwa
dan ayat yang kedua untuk menunjukkan bahwa ia berasal dari dunia yang sangat
dekat dengan Allah, alam amr.
Pembangkitan kesadaran akan diri, dikatakan
para ulama kerohanian sebagai ajang mujahadah untuk menemukan kesejatian, dan
dengan kesejatian itu pula manusia akan mencapai hakikat "diri" serta
terbukanya kebenaran adanya Allah secara hakiki, yakni makrifatullah.
Periode pertengahan kejayaaan islam di jawa,
berlangsung semaraknya hidup berkerohanian yang dipelopori para dai (wali
songo) masa itu.
Namun kita melihat kelebihan dan kekurangan
metode yang diajarkan, masih banyak menyesuaikan budaya masyarakat kerohanian
hindu. Sehingga peribadatan yang masih tersisa sekarang kelihatan asimilasi
peninggalan hindu dan budha. Akan tetapi
kita melihat dengan jernih ajaran yang disampaikan oleh beliau dengan tetap
memurnikan ketauhidan kita kepada Allah.
Misalnya dalam mantra ber-bahasa jawa, tentang perenungan hakiki manusia
serta penyadaran dan pencarian kesejatian yang dikatakan dalam Al qur'an
sebagai "bashirah" (Aku yang mengetahui).
Bismillahirrahmanirrahim (dengan nama Allah yang maha
pengasih dan penyayang). Melebu Allah..metu Allah (masuknya nafas karena
Allah…keluarnya nafas karena Allah). Anekadaken urip iku Allah (yang mengadakan hidup itu Allah). Utek
dunungno kodrate Allah (otak letakkan atas kodrat Allah). Ya Hu ... Allah Ya Hu
... Allah Ya Hu ... Allah (ya hu ... Allah ya hu ... Allah ya hu ... Allah).
Nabi Muhammad iku utusane Allah (nabi
Muhammad itu rasullullah).
Artinya : (perlu diketahui dalam membaca
kalimat mantra ini diperlukan penghayatan dan pendalaman makna yang
hakiki).
Masuk dan keluarnya nafas ini adalah kodrat
Allah yang tidak bisa dicegah. Manusia
hanya menerima dengan pasrah atas kekuasaan Allah yang meliputi nafas. Sehingga fikiran ini diajak patuh dan pasrah
bersamaan dengan patuhnya nafas tanpa reserve (totalitas).
Yang mengadakan hidup pada manusia (semesta)
itu adalah Allah. Dimana seluruh
makhluk, apakah itu binatang, manusia, tumbuhan serta bumi, matahari semuanya
bergerak dinamis atas sifat hidup Allah (Al hayyu).
Otak adalah merupakan bentuk kekuasaan Allah
atas manusia, yang mana manusia diwajibkan berfikir dan berkontemplasi untuk
menyatakan sebagai wakil Allah (khalifah) maka dengan itu otak harus sesuai
dengan kehendak-kehendak Allah (perintah Allah). Wahai zat yang tidak sama dengan makhluknya.
Aku bersaksi bahwa nabi Muhammad itu rasulullah.
Disini kita melihat sejarah manusia ketika
mensikapi atas dirinya dalam pencarian diri sejati secara universal. Al qur'an telah memaparkan sebelum para
pemikir barat memulai.
B. Kesadaran Universal.
Menghayati mulai dari kesadaran fisik sampai
kepada kesadaran transendental dimana sejatinya manusia adalah sesuatu yang
bukan fisik.
Dengan sejatinya inilah manusia menunaikan
kebaktiannya kepada Allah sebagaimana fitrahnya (QS Arrum : 30).
Al qur'an telah banyak mengungkapkan tentang
apa dan siapa manusia sebenarnya. Namun ungkapan ini tidak akan menjadi suatu
kesadaran apabila fikiran dan perasaan jiwa kita tidak pernah dibawa ke alamnya
secara nyata, bukan teori tasawuf yang sulit dimengerti. Kesadaran dimulai yang sangat sederhana.
Adalah seorang bayi yang tiba-tiba lahir
dengan proses alami. Ia lahir bukan
karena permintaan dan kehendaknya. Ia
tidak mengerti untuk apa dilahirkan. Ia
tidak punya apa-apa bahkan telanjang serta malupun tidak punya. Kemudian sekelilingnya memberikan kesadaran
secara bertahap. Mulai dari pemberian
nama dan identitas kelamin, dan batasan kesadaran yang sangat sempit. Ia dikenalkan dengan dirinya bahwa namanya si
Anu dan jenis kelaminnya laki-laki.
Diajarkannya pula nama-nama anggota tubuhnya, ini telinga, ini kepala,
ini tangan, dan seterusnya.
Kesadaran ini membuat terikat kepada sebatas
apa yang ia terima (ketahui). Sehingga
sang diri terbelenggu dan tersesat dalam ketidaktahuan siapa yang sebenarnya
diri ini. Ada ungkapan rasullullah
"barang siapa mencintai sesuatu maka ia akan menjadi hambanya".
Pakaian atau dodot dalam tembang ilir-ilir
sunan Ampel adalah sesuatu yang menimbulkan ikatan pada jiwa seseorang. Dalam
filsafat perenial, pakaian adalah sesuatu yang binding (mengikat) dalam jiwa
manusia. Jika manusia melakukan sikap yang binding dengan dunia sekelilingnya,
jiwanya akan terkungkung dan kebebasannya (kesadarannya) terbelenggu. Oleh
karena itu manusia dalam hidupnya harus selalu berusaha melakukan unbinding
terhadap dunia sekitarnya.
Maksudnya manusia harus mulai menyadari keterbatasan
dirinya yang selama ini kita dijerumuskan oleh pengetahuan yang kita dapat,
bahwa diri ini hanya terbatas pada mata, telinga, kaki serta anggauta tubuh
yang kelihatan. Namun hal ini mustahil
kalau saya ungkap secara detail dalam tulisan ini, sebab kesadaran ini harus
dilakukan dengan latihan dan pengisian ilmu pengetahuan tentang diri secara
imanen transendental (pengalaman langsung).
Mari kita perhatikan tentang apa sebenarnya
tubuh ini. Hirupan nafas masuk ke tubuh, lalu sekaligus mengeluarkan zat residu
berupa asam arang. Sekadar bayangan kesadaran tentang diri agaknya hal-hal di
bawah ini akan menolong kita. Ibaratnya keadaan itu bisa diserupakan dengan
penerangan sebuah kota, yang dialirkan oleh sentral listriknya.
Perbandingan ini menjadi semakin tajam
apabila disadari dengan ilmu bahwa apa yang ada dalam kehidupan sehari-hari
kita pandang (sadari) bentuk tubuh manusia adalah terbatas pada garis
nyata. Sehingga kenyataan ini membuat
orang tertipu oleh pengetahuan yang ia miliki.
Padahal lebih dari yang ia bayangkan, bahwa
manusia baik logam, tumbuhan dan gunung adalah sebetulnya terdiri dari suatu
untaian kejadian-kejadian atau proses.
Dimana segala alam lahir ini tersusun oleh senyawa-senyawa kimiawi yang
dinamai zarrah (atom).
Dan atom-atom ini dalam analisa terakhir
adalah satu unit tenaga listrik, yang energi positifnya (proton) berjumlah
sebanyak energi negatifnya (elektron).
Di dalam atom ini, terus-menerus setiap detik terjadi loncatan dan
pancaran (charge and park). Itulah semburan-semburan
yang tidak ada hentinya dari daya listrik.
Maka semburan atau loncatan yang tidak putus-putus dengan kecepatan yang
sangat luar biasa ini manusia tidak mampu melihat dengan kasat mata biasa,
kecuali dengan kesadaran ilmu yang cukup.
Sebagaimana Al qur'an mengungkap-kan tentang
gunung yang dianggap oleh orang awam seperti diam tak bergerak :
"Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu
sangka dia tetap ditempatnya, padahal ia berjalan sebagaimana jalannya
awan" (An naml : 88).
Bagi orang awam sebuah gunung atau pegunungan memang tampaknya kokoh
berdiri di tempatnya masing-masing. Jadi
kalau benda-benda termasuk manusia yang dalam surat Al hijir 28-29 diciptakan
dari esensi alam.
Maka benarlah apa yang kita namai benda
adalah sebuah bongkahan besar "runtutan peristiwa" loncatan
listrik. Maka disini tidak sama sekali
dijumpai lagi suatu yang padat atau baku (tetap). Bahan yang dipakai untuk pembentukan alam dan
manusia bukanlah benda atau zat-zat akan tetapi ialah "aksi" yaitu
aliran berangkai dari peristiwa-peristiwa.
Tidaklah mengherankan bahwa dari bahan-bahan
yang sangat labil ini terbentuklah alam yang selalu berubah-ubah, menjelma dari
bentuk ke bentuk mengikuti suatu proses evolusi.
Sampai disini kesadaran kita sampai kepada
tahapan yang agak abstrak, dimana penglihatan kita malah seakan-akan kehilangan
penglihatan dimana bentuk tubuh yang selama ini kita sadari. Jelas hal ini membigungkan kesadaran yang
telah lama terpatri.
Namun kita telah mencoba melakukan
pembangkitan kesadaran yang lebih luas.
Yaitu kesadaran dimana tubuh bukanlah apa yang kita lihat seperti
ini. Tubuh adalah susunan inti materi
yang setiap saat berubah dan berganti.
Terbatasnya kesadaran bahwa badan bukan lagi sekedar tangan, kaki,
kepala. Akan tetapi berubah meluas
menjadi kesadaran universal, yaitu kesadaran yang tidak ada batas. Pada tingkat kesadaran ini kita agak bingung,
yang mana sebenarnya wujud ini sebenarnya.
Karena setelah ditelusuri secara rinci, bahwa badan yang tadinya
disadari sebagai sosok laki-laki atau wanita yang punya rupa cantik dan
gagah. Pelan-pelan terhapus oleh
kesadaran yang lebih luas, yaitu kesadaran jagat raya atau disebut kesadaran
makrokosmos. Bahwa wujud badan ini tidak
lagi sesempit dulu, aku tidak lagi sebatas kepala, tangan, dan kaki saja. Akan tetapi badanku adalah angin yang
bergerak, atom-atom yang bertebaran serta bergantian saling tukar dengan
benda-benda yang lain, badanku adalah butiran-butiran zarrah yang saling
mengikat, ya .. aku saling ikat dengan tumbuhan, binatang, bumi serta dengan
angkasa yang maha luas. Badanku adalah
jagad raya. Dimana kesadaran sudah
berubah luas dan menjadi satu kesatuan dengan lingkugan kita. Kesadaran ini
akan memudahkan mengidentifikasikan siapa diri sebenarnya. Setelah tahu esensi badan ini. Yaitu kesadaran hakiki yang menggerakkan dan
mengatur alam semesta.
Dikatakan dalam Al qur'an : "Dan Dia
menundukkan malam dan siang, matahari dan bulan untukmu. Dan bintang-bintang itu ditundukkan dengan
perintah-Nya. Sesungguhnya dalam
gejala-gejala itu terdapat ayat-ayat Allah -(atau tanda-tanda kekuasaan Allah)
bagi orang-orang yang mempergunakan akal".
(QS An Nahl 12).
Sebenarnya di dalam ayat ini tercantum juga
ungkapan bahwa Allah menunduk-kan dan mengatur kelakuan matahari, bintang dan
bulan dengan perintah-Nya. Peraturan
inilah yang diikuti oleh seluruh alam semesta (makrokosmos), bagaimana ia harus
bertingkah laku. Ia juga disebut hukum alam, atau peraturan yang diikuti oleh
alam.
Lebih jelas lagi bila kita baca ayat 11
surat Fushilat : "Kemudian Dia mengarah kepada langit yang masih berupa
kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi : "Silahkan kalian
mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau dengan terpaksa". Jawab mereka
: "Kami mengikuti dengan suka hati".
Ayat ini membuktikan bahwa alam taat
mengikuti segala perintah dan peraturan sang pencipta. Dan peraturan yang telah ditetapkan Allah itu
tidak berubah selamanya, seperti yang telah ditegaskan dalam ayat 23 surat Al
Fath : Artinya : "Sebagai sunatullah (atau peraturan Allah) yang telah
berlaku sejak dahulu, sekali-kali kamu tak akan menemukan perubahan bagi
sunatullah (atau hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah) itu.
Apabila zat-zat, tubuh manusia dan
benda-benda dalam alam sudah dipahami sebagai rangkaian kejadian-kejadian,
serta menurut kemauan sunatullah. Maka
sebenarnya atom-atom atau zarrah bergerak bukan atas kemauannya sendiri, akan
tetapi ada sosok yang bukan dirinya.
Dimana atom-atom itu bergerak mengikuti
kekuatan yang maha besar. Benda-benda
kecil itu hanya patuh terhadap yang tidak bisa diperbandingkan dengan sesuatu.
Wujud itu begitu absolut. Ternyata
benda-benda ini mati. Akan tetapi ia bergerak dan dihidupkan oleh suatu kuasa
yang maha besar. Itulah metakosmos yang hidup, yang perkasa, yang meliputi
segala benda. Ialah Rabbul alamin…..
Pada kesadaran ini sebaiknya kita berhenti
sejenak dan jangan dipahami dengan pemikiran yang berlarut-larut. Biarkan Allah yang akan menuntun hati dan
pengetahuan tentang ilmu selanjutnya dengan tetap mematuhkan jiwa dan tubuh
kita kehadirat Allah yang maha suci.
Apabila kita meluruskan pandangan jiwa dan
tubuh kita terhadap perintah-perintah-Nya (Ad dien) serta menundukkan dan
memasrahkan segala ketaatan. Tubuh ini
akan taat seperti taatnya alam semesta tanpa kita rekayasa, ia akan hidup
seperti hidupnya alam, serta ia akan teratur seperti teraturnya matahari serta
planet-planet yang tidak berbenturan. Ia
akan patuh seperti patuhnya malaikat.
Demikianlah justru menurut pikiran logis,
bahwa adanya diri (mikrokosmos), dan alam semesta (makrokosmos), telah mengajak
kesadaran untuk sampai kepada pembuktian adanya Allah yang maha ghaib
(metakosmos).
Pada pembahasan kali ini, mungkin ada
hal-hal yang menyulitkan pembaca memahami hakikat diri. Untuk itu maka selanjutnya penulis akan
mengajak para pembaca masuk ke dalam dunia yang lebih kongkrit, yaitu bagaimana
melakukan dan memasuki dunia rohani dengan benar. Pada bab-bab berikutnya akan
saya untai praktek-prakteknya dan pembaca bisa mengikuti dengan seksama.
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu,
Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Bab V
Menyucikan Jiwa
Saudara-saudaraku
anggota milis dzirkullah, ... sementara ini, saya anggap Saudara semua sudah
mengerti tetang dasar-dasar agama, ... persoalan-persolan furuiyah (khilafiyah/
perbedaan pendapat) mari kita kesampingkan dulu, ... kita hadapkan hati kita
dan wajah kita kehadirat Allah dengan penuh tawaddhu' dan rasa ihsan.
Seandainya kebetulan saudara adalah seorang yang mahir tentang agama sementara
yang lain kurang dalam hal pengetahuan agama.
Bisakah
kiranya kita mencontoh sayyidina Bilal bin Rabah seorang budak berkulit hitam
dan sayyidina Salman Alfarisi yang intelektualnya diacungi jempol oleh
Rasulullah. Dimana keduanya sangat mencolok mata dari segi fisik dan derajat
dimata manusia, namun keduanya duduk sama derajatnya dihadapan Allah tanpa
melihat dia sebagai apa. Merekalah contoh orang yang mendapatkan petunjuk dan
rasa iman yang tinggi serta kemakrifatan akan Tuhannya.
Saya mengingatkan kembali bahwa setiap
tulisan saya, adalah bertujuan mengajak bersama-sama menelusuri kajian "
Dzauq" atau kedalaman rasa iman, yang bahkan Rasulullah menyebutnya
sebagai " halawatul iman " (manisnya iman).
Kajian pada bab-bab sebelumnya sudah saya
jelaskan secara singkat mengenai syariat, etika Islam, dan hakikat manusia ,
dimana didalamnya tercantum persoalan dasar untuk menelusuri jalan Allah . Kita
tinggal menjalaninya dengan perlahan dan sungguh-sungguh !!
Yang pertama sekali kita perhatikan
adalah sosok " JIWA"
Allah berfirman : "Demi jiwa dan Dia yang menyempurna-kannya dan
memperkenalkannya kepadanya keburukannya
dan kebaikannya. Sungguh beruntung orang yang dapat mensu-cikan jiwa itu, dan
merugilah orang yang mengotorkannya ( Qs91: 7-10)
Ketahuilah bahwa jiwa adalah musuh dengan
wajah seorang teman. Kekejaman dan daya tipunya tidak ada habisnya. Menolak
kejahatannya dan menaklukkan-nya merupakan tugas yang paling penting, karena
jiwa adalah musuh yang paling buruk
lebih buruk dari setan dan kaum kafir......
Untuk melatih jiwa dan membawanya kembali
kepada keadaan yang sejahtera dan membuatnya meningkat dari sifat menguasai
kejahatan menuju tingkat berdamai dengan Allah merupakan tugas besar. Puncak
kebahagiaan manusia terletak pada
penyucian jiwa. Sementara puncak kesengsaraan manusia terletak pada
tindakan membiarkan jiwa mengalir sesuai dengan tabiat alamiah. Itulah sebabnya
Allah befirman : "Sungguh beruntung orang yang membersihkan jiwanya dan
sungguh merugi orang yang mengotorinya ... "
Alasannya karena penyucian jiwa dan latihan jiwa mengakibatkan
dikenalnya jiwa, dan pengenalan jiwa menimbulkan pengetahuan akan Tuhan, sebab
barang siapa yang mengenal jiwanya sendiri akan mengenal Tuhannya.
Pembersihan dari kotoran yang melekat pada
jiwa, adalah salah satu fokus kita kali ini, sehingga kita benar-benar bisa
merasakan bagaimana rasanya hati kita menjadi bening dan nyaman. Jiwa menjadi
tenang dan akan mendapat sapaan Allah
seperti dalam ayat-Nya : "Wahai jiwa yang tenang datanglah kehadirat
Tuhanmu dengan keadaan ridho dan diridhai " ( Qs Al fajr 27-28 )
Jiwa yang seperti inilah yang kita tuju. dan
tentunya dengan niat dan perjuangan yang sungguh-sungguh.
Membuka
Jalur Komunikasi Kepada Allah
Rasulullah pernah berwasiat kepada Sayyidina
Muadz bin Jabal tentang bacaan doa yang didawamkan " Ya Allah , ajarkan
aku tentang ingat (dzikir ) kepada Engkau, dan syukur serta ajarkan kekhusyu'an
dalam beribadah kepada-Mu"
Wasiat diatas merupakan pintu untuk membuka
jalur komunikasi kepada Allah dimana ada hal-hal yang manusia tidak mampu
mendialogkan kepada orang lain atau manusia tidak bisa menunjuki jalan yang
diinginkan. Seperti yang tercantum dalam do'a Sayyidina Muadz bin Jabal diatas,
hanya kepada Allah-lah kita meminta pertolongan dan petunjuk. (Qs 1:5)
Komunikasi adalah melakukan dialog langsung
secara lugu dan polos sesuai dengan keadaan hati kita, tidak perlu bergaya-gaya
dihadapan Allah apalagi dilagu-lagukan. Cukup diam dengan rasa rendah hati
(tawadhu'), dan menjaga kesopanan dihadapan Allah, serta rasakan bahwa Allah
sedang berada sangat dekat bahkan lebih
dekat dari urat leher kita. Panggillah Asma-Nya yang baik-baik .... Ya
Allah...Ya Allah ... Ya Allah berulang
-ulang dengan menghadirkan hati serta kerinduan yang dalam. Hal tersebut selalu
harus terus Anda lakukan setiap habis melakukan shalat. Kemudian kalau ada kesempatan waktu lakukanlah
dialog-dialog dimana saja berada karena Allah ada dimana saja anda berada.
Kalau seandainya tiba-tiba anda menangis
ketika berdzikir atau bahkan ketika shalat ... hal tersebut tidak perlu
dirisaukan karena Alquran telah menjamin
dan akan membimbing perjalanan kita ... mudah-mudahan anda mendapatkan
karunia dari Allah swt. Amin
( Buka surat Maryam ayat 58)
Didalam tafakkur kita sebaiknya tetap
berbekal ilmu syariat , bahwa Allah bukan laki-laki juga bukan wanita atau tidak bisa dibayangkan dan disamakan dengan
makhluqnya.
Mulailah setiap melakukan dialog dengan
didahului membaca :
Bismillahirrahmanirrahim.....
Dua
kalimat syahadat
Shalawat kepada Rasulullah
Bisa dilakukan dalam posisi berdiri, duduk ,
maupun berbaring ..(Annisa : 103)
Hubungkan hati kita, perasaan kita , dan
coba timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah. panggil Asman-Nya berulang-ulang (tanpa
menghitung-hitung jumlahnya) dengan suara hati yang dalam ... lakukan dengan
sungguh-sungguh sehingga terasa ada sambutan yang menyeruak dalam kalbu kita
... rasakan kedamaian dan keheningan yang sejuk didada ... sebut terus Ya Allah
...Ya Allah ... Ya Allah ... dan kuatkan hati kita tetap berpegang kepada
tauhid hanya Allah tujuan kita, hunjamkan sampai kedalam lubuk hati yang dalam
... sehingga akan ada bimbingan didalam hati kita untuk selalu ingat Allah ...
hati kita akan bergerak terus seakan-akan tidak mau diajak untuk berhenti ...
terkadang ucapan dzikirnya berubah dengan sendirinya ... ya Allah .... ya Allah
berganti la ilaha illallah ....dan seterusnya ...
Tubuh akan semakin ringan dan pasrah ...
hati menjadi lebih tenang dan terang benderang ... rasanya sejuk dan nyaman
yang akan mengakibatkan hati menjadi lunak dan mudah terkendali.
Keadaan tubuh kadang semakin berat dirasa ... getaran jiwa semakin kuat
dan ... emosi jiwa semakin tidak bisa
dibendung, rasanya ingin sekali berteriak sekeras-kerasnya untuk mengungkapkan rasa kerinduan yang dalam
kepada Allah ...
Saat itulah kita pasrahkan seluruh jiwa raga
kita dengan ikhlash ... sehingga Allah akan berkehendak membimbing sholat ...
membimbing ruku' dan membimbing hati kita untuk bersabar ... ( lihat surat Azzumar
22-23)
"Maka apakah orang-orang yang dibukakan
Allah hatinya untuk (menerima) agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Allah
(sama dengan orang yang membatu hatinya)? Maka kecelakaan yang besarlah bagi
mereka yang telah membatu hatinya untuk mengingat Allah. Mereka itu dalam
kesesatan yang nyata."
Allah telah menurunkan perkataan yang paling
baik (yaitu) Alqur'an yang serupa mutu ayat-ayatnya lagi berulang-ulang,
gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian
menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah, itulah petunjuk Allah ...
Sebelum saya lanjutkan pada bab-bab
berikutnya ... se-baiknya semua pembaca mengulangi sekali lagi membaca artikel
saya tentang bab syariat, bab etika Islam, dan hakikat manusia ... karena disanalah dasar-dasar hukum yang
saya tulis untuk bekal menuju kehadhirat Allah Swt.
Dan kali ini saya menepati janji saya untuk
mengungkapkan praktek dalam tazkiyyatunnafs (pembersihan jiwa). sebab pada
intinya "JIWA" lah yang
menjadi penyebab kerusakan manusia ... ,
dan pada jiwa pula manusia menjadi tinggi derajadnya disisi Allah ... sedang
kebersihan jiwa hanya bisa ditempuh dengan jalan mengingat Allah ( Dzikrullah ) secara terus menerus ... serta ... berusaha
keras menghadap untuk berbakti kepada Allah kemudian berpaling dari kemauan
syahwat itulah yang membersihkan dan menjernihkan hati.
Secara luas, alqur'an menggambarkan sebagai
fokus dari apa yang membuat seorang manusia menjadi manusiawi, pusat dari
kepribadian manusia. Dan karena manusia terikat erat dengan Allah, pusat ini
merupakan tempat dimana mereka bertemu Tuhan. Pertemuan ini merupakan dimensi
kognitif dan juga dimensi moral.
Karena hati merupakan pusat sejati dari
seorang manusia. Tuhan menaruh perhatian khusus padanya dan kurang begitu
memperhatikan amalan-amalan aktual yang dilakukan orang-orang "Tidak ada
celanya jika kamu berbuat salah, kecuali jika hatimu menyengaja" (Qs 33:5)
"Tuhan tidak akan menghukummu karena
sumpah yang tidak disengaja, akan tetapi Tuhan akan menghukummu karena sumpah
yang disengaja oleh hatimu . Dan Tuhan maha pengampun lagi maha penyantun ( Qs
2:225)
Dan sebuah Hadist menyatakan bahwa "
Allah tidak melihat badanmu atau bentukmu ,melainkan kedalam hatimu "
Karena hati adalah tempat yang dilihat
Tuhan, ia merupakan kunci menuju kemunafikan, watak yang paling buruk dalam pandangan muslim. " Tuhan tahu apa
yang ada dalam hatimu (Qs 33:51)
Hati adalah tempat dimana Tuhan
mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia . Kehadiran-Nya terasa didalam
hati, dan wahyu diturunkan kedalam hati para Nabi .
" (Jibril ) menurunkan wahyu kedalam hati nurani mu dengan izin
Tuhanmu , membenarkan wahyu sebelumnya , .........( Qs 2:97)
Selanjutnya
persoalan hati akan saya bahas secara khusus pada kesempatan yang akan
datang ... insya Allah. Selamat mencoba
......
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu,
Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Bab VI
Hati
Banyak ahli muslim terutama yang
memperhatikan masalah akhlak kepada Allah, mengemukakan bahwa hati manusia
merupakan kunci pokok pembahasan menuju pengetahuan tentang Tuhan. Hati,
sebagai pintu dan sarana Tuhan memperkenalkan kesempurnaan diri-Nya.
"Tidak dapat memuat dzat-Ku bumi
dan langit-Ku, kecuali "Hati "
hamba-Ku yang mukmin lunak dan tenang (HR Abu Dawud ). Hanya melalui "hati
manusialah" keseimbangan sejati antara Tuhan dan kosmos bisa dicapai.
Al qur'an menggunakan istilah qalb (hati)
132 kali, makna dasar kata itu ialah
membalik, kembali, pergi maju mundur, berubah, naik turun. Diambil dari
latar belakangnya hati mempunyai sifat yang selalu berubah, sebab hati adalah lokus dari
kebaikan dan kejahatan, kebenaran dan kesalahan.
Hati adalah tempat dimana Tuhan
mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada manusia. Kehadiran-Nya terasa didalam hati,
dan wahyu maupun ilham diturun-kan kedalam hati para Nabi maupun wali-Nya.
"Ketahuilah bahwa Tuhan membuat batasan
antara manusia dan hatinya, dan bahwa kepada-Nya lah kamu sekalian akan
dikumpulkan" ( QS 8: 24)
"(Jibril) menurunkan wahyu kedalam hati
nuranimu dengan izin Tuhan, membenarkan wahyu sebelumnya, menjadi petunjuk dan
kabar gembira bagi orang-orang yang beriman" (QS 2:97)
Hati adalah pusat pandangan , pemahaman ,
dan ingatan ( dzikir)
"Apakah mereka tidak pernah bepergian
dimuka bumi ini supaya hatinya tersentak memikirkan kemusnahan itu, atau
mengiang ditelinganya untuk didengarkan ?
sebenarnya yang buta bukan mata , melainkan " hati" yang ada
didalam dada." (QS 22:46)
"memang hati mereka telah kami tutup
hingga mereka tidak dapat memahaminya, begitu pula liang telinganya telah
tersumbat" (QS 18:57 )
"Apakah mereka tidak merenungkan isi
Alqur'an ? atau adakah hati mereka yang terkunci ?" (QS 47:24)
"Janganlah kamu turutkan orang yang
hatinya telah Kami alpakan dari mengingat Kami (dzikir), orang yang hanya
mengikuti hawa nafsunya saja, dan keadaan orang itu sudah keterlaluan" (QS
18:28)
"Sesungguhnya telah Kami sediakan untuk
penghuni neraka dari golongan jin dan manusia; mereka mempunyai hati, tetapi
tidak menggunakannya untuk memaha-mi ayat-ayat Allah, mereka mempunyai mata,
tetapi tidak dipergunakan untuk melihat, mereka mempunyai telinga tetapi tidak
dipergunakan untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih
sesat lagi. Mereka adalah orang -orang
yang alpa (tidak berdzikir)" ( Qs 7:179 )
Iman tumbuh dan bersemayam didalam hati
,begitu juga kekafiran, kemungkaran serta penyelewengan dari jalan yang lurus.
Oleh sebab itu, Allah tetap menegaskan bahwa perilaku seseorang tidak bisa
hanya sekedar syarat sah rukun syariat saja, akan tetapi harus sampai kepada
pusat iman yaitu " hati ".
Mungkin kita hampir lupa bahwa
peribadatan selalu menuntut pemurnian
hati (keikhlasan ), sehingga akan menghasilkan sesuatu yang haq serta dampak
iman secara langsung.
Iman yang pernah diikrarkan oleh kaum Arab badwi dihadapan Rasulullah
bukan kategori iman yang sebenar-nya,
sehingga seketika itu Allah menurunkan wahyu
untuk memperingatkan kepada mereka (Arab badwi) "Orang-orang Badwi itu
berkata : "kami telah beriman
". Katakanlah (kepada mereka) " Kamu belum beriman " ,tetapi
katakanlah " kami telah tunduk ", karena iman itu belum masuk kedalam
hatimu (Qs 49:14).
Iman yang benar mempunyai ciri tersendiri
dan diakui oleh alqur'an. Ia tertegun dan terharu tatkala nama Allah disebut
... dan bahkan ia terdorong ingin meluap-kan kegembiraan dan kerinduannya
dengan menjerit seraya bersujud dan menangis. Bergetar hatinya dan bertambahlah
imannya. Ia begitu kokoh dan mantap dalam setiap langkahnya karena keihsanan
bersama dengan Allah yang selalu menjaga. Ia akan selalu berbisik
kedalam lubuk hatinya tatkala menghadapi persoalan dan kesulitan didunia,
karena disitulah Allah meletakkan ilham sebagai pegangan untuk menentukan
sikap. Sehingga kaum beriman akan selalu terjaga dalam hidayah dan bimbingan
Allah Swt.
Firman Allah Swt :
"Suatu musibah tidak akan menimpa
seseorang kecuali atas izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,
tentu Dia akan menunjuki "hatinya". Dan Tuhan Maha Mengetahui
segala-galanya" ( Qs 64:11)
" Keimanan telah ditetapkan Allah ke
dalam " hatinya " serta dikokohkan pula Ruh dari diri-Nya" (Qs
58:22 )
"Dan kami tunjang pula mereka dengan
petunjuk , dan kami teguhkan hati mereka"
( QS 18 : 13-14)
"Dialah yang telah menurunkan
ketentraman didalam hati orang-orang yang beriman supaya bertambah
keimanannya di samping keimanan yang telah ada" (QS 48:4)
Syetan menggantikan kedudukan Allah
bersemayam di istana hati manusia yang lalai. Allah akan memalingkan dan
menghinakan orang yang lalai akan Allah
, Allah akan mengunci dan mematikan hati
sehingga ia diberi gelar " binatang ternak! Bahkan lebih sesat dari itu.
Kalau sampai terjadi seperti ini maka tertutuplah hati untuk menerima cahaya
dari Allah Swt. Maka tidak heran jika perbuatan nya akan cenderung mengikuti
langkah-langkah syetan yang dilarang oleh Allah, syetan menggantikan posisi Allah menduduki hati yang
tertutup dan dialah
yang akan menasehati dan membimbing kejalan yang sesat. Kekejian itu akan menyeruak kedalam kalbu
melalui hembusan ilham sehingga akal fikiran tidak mampu menghalau datangnya
petunjuk tersebut. Marah dan benci tidak
pernah direncanakan, akan tetapi ia datang langsung kepusat
hati, dan tubuh tanpa daya mengikuti kemauan sihir sang iblis . Hati
menjadi buta ........ !!!
Allah berfirman :
"Barang siapa yang berpaling dari
pengajaran Allah Yang Maha Pemurah, Kami adakan baginya syetan (yang menyesat- kan) maka syetan itulah yang
menjadi teman yang selalu menyertai"
( Qs 43 : 36 )
"Hai orang- orang yang beriman,
janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syetan, maka sesungguhnya syetan itu
menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. Sekiranya tidaklah
karena karunia Allah dan rahmat-Nya niscaya
tidak seorangpun dari kamu sekalian bersih (dari perbuatan keji dan
mungkar) selama-lamanya, tetapi Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.
Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". ( QS 24: 21 )
Iman dan kafir terletak didalam hati, Allah
telah membeberkan berikut contoh-contohnya
antara orang yang dibukakan hatinya
dan yang ditutup hatinya, serta perilaku keduanya. Maka keputusannya
terletak kepada kebebasan manusia itu sendiri untuk memilih jalan yang sesat ataupun yang lurus. Karena disitu akan
mendapatkan bimbingan langsung baik jalan kesesatan maupun jalan ketaqwaan.
Firman Allah : "Demi jiwa serta penyempurnaan
(ciptaan-Nya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan
ketaqwaanya. Sungguh beruntunglah orang
yang menyucikan jiwa itu dan merugilah orang yang mengotorinya". (Asy Syams 7-10 )
Ayat diatas memberikan pengertian atas
pentingnya membersihkan jiwa, sehingga apabila hal ini terjadi, maka Allah-lah
yang akan membimbing ketaqwaan, keimanan, serta ketulusan. Namun sebaliknya
Allah akan menistakan manusia yang melalaikan akan Allah serta mengotori
hatinya dengan mengirim musuh Allah
sebagai penasehat dan menuntunnya kejalan kesesatan.
Kemudian apa langkah selanjutnya, serta
bagaimana terapi untuk mengembalikan hati
yang sudah terlanjur karam dilumpur nista ?
Pertama kita sudah memahami bahwa, penyebab
utama dari ketidak mampuan berbuat baik dan kesulitan menjaga dari perbuatan
keji dan mungkar serta tidak didengarnya setiap doa , adalah " tertutupnya mata hati oleh NUR ILAHY ".
Kedua , konsentrasikan masalah mengurus hati
dulu, jangan mempersoalkan hal yang
lain, karena "hati sedang menderita sakit kronis. Kita harus perhatikan
dengan sungguh-sungguh, dan memasrahkan diri kepada Sang Pembuka Hati .. Dialah
yang menutup hati kita, membutakan, mentulikan, dan mengunci mati dan tidak
memberikan kefahaman atas ayat-ayat Allah yang turun kedalam hati.
Mari kita perhatikan kedalam, kita jenguk
hati kita yang sedang berbaring tak berdaya, disitu terlihat syetan dengan
leluasa memberikan wejangan dan petunjuk bagaimana berbuat keji dan mungkar. Ia
menuntun pikiran untuk menerawang keangkasa, mengajaknya mi'raj keangan-angan
panjang dan melupakannya ketika badan sedang Shalat, sedang berwudhu' dan
membaca Alqur'an dan ibadah yang lain.
Kita sudah beberapakali mencoba menepis
ajakan itu namun apa daya kekuatan iblis memang luar biasa, kita bukan
tandingannya untuk melawan dan mengusir nya. Ia ghaib dan licik ... ia berjalan
melalui aliran darah manusia, ia bisa menembus tembok ruang dan waktu , ia ada
dalam fikiran, dan bahkan bersemayam didalam hati manusia. Cukup sudah usaha
kita untuk melawannya, namun gagal dan gagal lagi.... ...
Namun ada yang yang tidak " MATI
", yaitu diri sejati yang selalu melihat keadaan hati kita yang sakit.
Ialah "Bashirah" (Al qiyamah: 14), ia tidak pernah bersekongkol
dengan syetan, Ia yang mengetahui kebohongan hati, kejahatan, dan ia selalu
mengikuti fitrah Allah, ia jujur, tawadhu', khusyu', kasih sayang dan adil (
lihat tafsir sofwatut tafasir, oleh prof Ali
Assobuni).
Kita harus cepat mendengarkan suara dia yang selalu
mengajaknya ke arah kebajikan, Ia sangat dekat dengan Allah, Ia sangat patuh,
Ia penuh iman, Ia berbicara menurut kata Allah ( ilham), dan kedudukannya
sangat tinggi diatas Syetan dan jin sehingga mereka tidak bisa menembus untuk
menggodanya ( As Shafat:8 ) .
Anda bisa merasakannya sekarang ... tatkala
anda berbohong, ia berkata lirih ... kenapa kamu berbohong ... ia tidak tidur
tatkala kita tidur ... ia melihat tatkala kita bermimpi dikejar anjing ... ia
melihat ketika jin menggoda dan syetan menyesatkan, namun hati tidak kuasa
mengikuti kata bashirah yang oleh Allah
digelari " RUH-KU".
Maka beruntunglah orang yang membersihkan jiwanya dan celakalah orang yang
mengotorinya ( As Syam :9-10)
Kita kembali kepada persoalan hati ,
Mari kita perbaiki hati kita dengan cara
mendatangi Allah, kita serahkan persoalan ini ... kerumitan hati yang selalu
ragu-ragu ... ketidak mampuan menahan syahwat yang bergolak keras ...
Mari kita contoh Nabi Yusuf ketika gejolak
nafsu sudah menguasai hatinya, Ia tidak kuasa lagi menahan syahwatnya tatkala
Julaiha datang menghampiri untuk mengajaknya berbuat mesum ... Ia cepat
berpaling dan menghampiri Allah dan mengadukannya keadaan syahwatnya yang terus
menerus mengajak kepada keburukan.
Kemudian Allah mendatangkan rahmat-Nya dan
memalingkan hatinya, mengangkat kekejian didalam hatinya, dan akhirnya Nabi
Yusuf terbebas dari perbuatan yang dilaknat Allah Swt.
Allah sendiri yang akan memalingkan hati
dari perbuatan keji dan mungkar sehingga terasa sekali sentuhan Ilahy tatkala
mengangkat kotoran hati dengan cara menggan-tikannya dengan perbuatan baik dan
ikhlas .
Allah berfirman : "Sesungguhnya wanita
itu telah bermaksud (melakukan
per-buatan itu) dengan Yusuf, dan Yusufpun bermaksud (melakukan pula) dengan
wanita itu, andaikata dia tidak melihat
tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya
kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih (ikhlash)" ( Yusuf :24 )
Mungkin kita masih ragu-ragu ... apa mungkin
kita bisa mendapatkan burhan dan bimbingan Allah dalam menghindari perbuatan
keji dan mungkar ?
Mari kita hindari prasangka yang buruk
terhadap Allah, kita timbulkan rasa percaya bahwa hanya Allah lah yang mampu
memberikan hidayah dan bimbingan serta mencabut persoalan yang kita hadapi.
Pada bab penyucian jiwa, telah saya
sampaikan praktek berkomunikasi kepada Allah. saya mengharap anda telah
melakukannya dengan penuh hudhu' dan ikhlas, sehingga anda juga akan
dibukakan rahmat dan hidayah-Nya.
Amin....
Mari kita kembali mecoba berkomunikasi
kepada Allah seperti tercantum dalam bab sebelumnya.
Ketika Allah membuka Hidayah kedalam "
Hati "
Hilangkan rasa takut tersesat didalam
menempuh jalan ruhani ... bekal kita adalah tauhid, lambungkan jiwa melayang
menuju Allah ... dekatkan dan berbisiklah dengan kemurnian hati ... jangan
menghadap dengan konsentrasi pikiran, sebab anda akan mengalami pusing dan
tegang.
Usahakanlah tubuh anda rileks dan pasrah ...
biarkan hati bergerak menyebut Asma-Nya yang Maha Agung ... Ajaklah perasaan
dan fikiran untuk hadir bersujud dihadapan-Nya.
Jangan hiraukan kebisingan diluar ...
usahakan hati tetap teguh menyebut nama Allah berulang-ulang ... sampai datang
ketenangan dan hening serta rasa dingin didalam kalbu ... kalau anda mengalami
pusing dan penat ... berarti cara berdzikirnya menggunakan kosentrasi didalam
fikiran, maka ulangi dengan cara berkomunikasi
didalam jiwa / hati ... Mohonlah kepada Allah agar dibukakan hati dan
dimudahkan menempuh jalan menuju makrifat ...
Biasanya ... kalau kita mendapatkan
ketenangan dan kekhusyu'an didalam berkomunikasi dengan Allah ... mula-mula
hati menjadi sangat terang ... mudah sekali menangis terharu tatkala kita
menyebut Asma-Nya ... kita tidak kuasa membendung air mata ketika shalat ...
membaca Alqur'an dan melihat keagungan Allah yang lain ... hati sering bergetar
manakala kita berhadapan dengan-Nya ... badan turut berguncang dan berat dirasa
seakan ada yang mendorong untuk bersujud dan menangis ... keihsanan dan tauhid
kepada Allah bertambah kuat.
Keyakinan bertambah lekat, serta perubahan
demi perubahan didalam kalbu semakin terlihat. Perilaku kita akan dibimbing ...
perilaku hati yang semula kaku dan cenderung kasar berubah dengan sendirinya
..menjadi lembut ... Yang semula shalat fikiran turut melayang-layang berubah
dengan kekhusyu'an dan terasa nikmatnya ... dan seterusnya ...
HAL INI TIDAK AKAN PERNAH TERJADI, APABILA KITA HANYA
MENJADIKAN ARTIKEL INI SEBAGAI REFERENSI ILMU YANG HANYA UNTUK DIPERDEBATKAN,
LALU DISIMPAN DALAM ALMARI ...
Untuk lebih jelasnya mari kita lanjutkan
perjalanan kita ini dengan mengikuti bagaimana Allah mengajarkan manusia ,
binatang , para Nabi dan Rasul. Selanjudnya anda akan saya ajak berguru kepada Yang Maha
Mursyid ... Maha Mengetahui, Maha guru dari segala guru, Yang Maha Sakti.
Dialah yang mengajarkan manusia apa-apa yang
belum diketahuinya. Dia mengajarkan binatang lebah untuk membuat sarangnya. Dan
... kepada Dia lah segala makhluk bergantung ... Dialah Sang Guru Sejati ...
Gurunya para Guru ... Gurunya para Nabi dan Rasul gurunya para Wali dan gurunya KITA yang bertaqwa !!!
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur &
Khusyu' Beribadah"
Bab VII
Berguru Kepada Allah
Kalimat "berguru kepada Allah"
terasa asing ditelinga kebanyakan orang. namun saya terdorong untuk menggu-
nakannya sebagai topik bahasan yang
ingin saya paparkan. Saya melihat dari sisi yang lain dari setiap pengajaran
suatu ilmu yang disampaikan oleh para guru maupun para pakar. Mereka adalah
orang-orang yang mendapatkan ilmu dari membaca buku yang tersusun dari
huruf-huruf maupun membaca dari setiap
kejadian-kejadian unik dari fenomena alam semesta ini.
Apabila kita perhatikan surat Al alaq ayat
1-5, Allah menjelaskan apa yang dimaksud dengan kata "membaca"
"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah, Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha
Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya".
Ayat diatas jelas sekali bagaimana Allah
mengajarkan membaca dengan melihat suatu kejadian penciptaan
"manusia" mulai dari bentuk mudhgah (segumpal darah) hingga menjadi
bentuk manusia yang sempurna. Kalau kita runtun serangkaian kejadian tersebut
dengan teliti dan kita bisa ceritakan
kembali kepada orang lain maka secara tidak sadar kita telah mengajarkan sebuah
"ilmu".
Dan kalau kita khususkan lebih dalam
penelitian kita atas peristiwa kelahiran manusia mungkin kita akan lebih banyak
mengetahui seperti halnya kejadian yang akan kita perhatikan. Ovum atau sel
reproduksi wanita yang telah dewasa itu
ditempatkan dalam jaringan yang berbentuk bisul dipermukaan indung
telur. Pada saatnya yang tepat ,terbukalah pintu, dan ovum itu bergerak maju
kebagian ruang peranakan. Sangat
mengherankan, sel tersebut tidak musnah disini, tetapi diarahkan keujung
saluran indung telur, yaitu satu pipa saluran menuju kandungan.
Ovum atau sel reproduksi wanita didorong
kedalam kandungan melalui saluran indung
telur dengan sejumlah besar jari-jari halus yang menyapu sel itu dan
menggerakkannya. Sementara sel tersebut melewati saluran indung telur, maka
sekarang ia dapat bertemu dengan sperma
apabila hubungan kelamin diadakan pada saat itu. Apabila tidak ada
sperma laki-laki yang menyerang, ovum itu kemudian bergerak di dalam kandungan,
pada akhirnya musnah disana.
Namun jikalau kedua sel itu bersatu,
maka "hidup baru pun
mulailah", sel baru ini akan bergerak secara perlahan untuk meneruskan
perjalanannya dalam saluran indung telur, hingga sampai dikandungan. Disanalah
ia bermukim selama sembilan bulan. Kemudian sel itu berkembang menjadi bayi
yang sempurna. Subhanallah .. ternyata kita bukan apa-apa, dan kita hanya
menyaksikan sebuah peristiwa berlangsung. Kita hanya sebagai saksi atas
'pekerjaan' Allah yang logis dan mudah dicerna oleh siapa saja yang mau
berpikir.
Dengan cara demikian Allah berkomunikasi
memberikan ajarannya melalui perantara "kalam" sehingga manusia
menjadi tahu dan berilmu. Dari setiap system yang berlaku dalam penciptaan
tersebut Allah sekaligus mengilhamkan sebuah "pengertian" atau
kefahaman bagi si pembaca.
Mari kita pertegas lagi dengan surat al
mu'minun ayat 12-14 :
"Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah, kemudian Kami
jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim)
Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah ,lalu segumpal darah itu Kami
jadikan segumpal daging . dan segumpal
daging itu Kami jadikan tulang-belulang. Lalu tulang-belulang itu Kami bugkus
dengan daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang ( berbentuk) lain. Maka
Maha suci Allah, Pencipta yang paling baik".
Banyak orang mengajarkan ilmu kepada
muridnya namun ia tidak mampu memberikan
kefahaman, ... banyak guru mengajarkan
ilmu agama namun ia tidak bisa memberikan secuil iman, dan banyak guru mengajarkan shalat dan rukunnya namun ia
tidak bisa memberikan kekhusyu'an.
Dan banyak majelis pembersihan jiwa namun ia
tidak bisa membersihkan jiwanya (An Nur 21)
Ada peristiwa menarik yang perlu kita simak dari sekitar
lingkungan kita sehari-sehari ... Saya
mengajak pembaca untuk memperhatikan perilaku binatang dan tumbuh-tumbuhan yang
terkadang terlupakan bagi kita untuk mengambil pelajaran.
Ada yang ingin saya ungkapkan sebuah rahasia
Allah, saat kita bertutur mengenai perilaku binatang dan tumbuh-tumbuhan,
bagaimana lebah menciptakan sarangnya dengan arsitektur yang indah, para semut
yang bekerja dengan tekun dan kompak serta mengelompokkan dalam pekerjaan
dengan menajemen yang sangat rapih. Dan kita perhatikan seperti apakah sarang
semut itu? Mereka membuat sarang terdiri dari
ruangan-ruangan yang berfungsi sebagai
gudang tempat menyimpan makanan, ruang untuk menyimpan larva, ruang
makan ratu semut yang dilayani semut pekerja dan tempat bertelur, kemudian
telur semut tersebut dibawa oleh pekerja ke ruangan khusus penyimpanan telur.
Ruang semut jantan dan ruang semut betina terpisah. kepompong yang sudah menjadi semut sempurna diletakkan pada
ruangan tersendiri dan para semut ada yang bertugas merobek kepompong untuk
mengeluarkan semut-semut yang masih bayi. Kita lihat diruangan yang lain,
semut-semut ini memelihara kepompong kupu-kupu hairstreak. Mereka merawatnya dan memberinya makanan
layaknya bayinya sendiri. Mereka mengharapkan kelak anak angkatnya ini mampu
membalas jasa baiknya dengan memberi madu yang manis.
Mari kita tinggalkan rumah semut yang damai
dan sejahtera, menuju istana rayap yang penuh keajaiban. Sebuah gundukan tanah
sarang rayap, yang kelihatannya sepele ternyata ada sebuah kecerdasan yang
mengalir pada diri para penghuninya ... bagaimana tidak, saat suhu udara diluar
bergerak antara 35 derajad ( pada malam hari) hingga 104 derajad fahrenheit
(pada siang hari), suhu didalam sarang tetap stabil. Kira-kira hanya 87 derajad
fahrenheit kehebatan ini yang membuat
arsitek di Zimbabwe berguru pada rayap.
Mereka ingin membuat rumah yang dingin seperti rumah rayap. Ternyata ada sebuah
lobang angin dibawah gundukan ... udara
yang hangat disiang hari mengalir keseluruh ruang. Sementara ruang-ruang itu
telah basah oleh lumpur yang dibawa rayap dari genangan dibawah tanah, makanya,
didalam sarang udara tetap lembab. Jadi tak heran jika jamur yang dibutuhkan
rayap sebagai makanan tumbuh subur disini.
Belajar dari melihat dan memperhatikan apa
yang dilakukan rayap, para arsitek pearce partnership di Harare, Zimbabwe,
menerapkan ide yang sama untuk mebangun sebuah komplek perkantoran dan real
estate. Maka berdirilah bangunan Eastgate. Banguan tersebut sebenarnya terdiri dari dua
bangunan. Dibagian atapnya dihubungkan oleh semacam jembatan miring berbahan
kaca, sehingga angin menjadi bebas masuk pada malam hari. Kipas-kipas yang
dipasang disetiap ruangan mengalirkan udara dingin dari luar atrium. Udara
masuk rongga dilantai dasar. Persis seperti lubang rayap, dibagian dasar ini,
udara segar mengalir kesetiap ruang perkantoran melalui ventilasi lantai. Udara
panas disiang hari akan keluar gedung
melalui cerobong diatas atap.
Kita perhatikan makhluk yang tidak memliki
akal dan tiada mampu berfikir, makhluk
yang tiada daya namun siapa yang membekali ia kemampuan bersiasat,
berpengertian ? Memiliki tingkat kecerdasan yang luar biasa. Bagaimana mereka
mendapatkan kecerdasan dan berpengertian tersebut. Apakah mereka bisa dengan
sendirinya.
Allah lah yang bertutur kata kepada semua
makhluknya. Allah yang memberikan wahyu kepada para Nabi, kepada ibu Musa,
kepada lebah, kepada semut, kepada langit dan bumi, kepada manusia, kepada pencuri sekalipun !
Semua makhluk telah mengikuti kehendak Ilahi
dan perintah Ilahi dengan terpaksa ataupun suka cita. Allah membuat hukum yang harus diikuti semua
makhluk, hal ini bisa kita rasakan dalam renungan yang hening … kita perhatikan
keluar masuknya nafas … kedipan mata dan degup jantung yang bergerak
mengalirkan darah sambil mengirimkan nutrisi menggantikan sel-sel yang hilang …
indahnya penglihatan memandang alam ...
suara debur ombak menggema menembus telinga ….dan lidah merasakan lezatnya
buah-buahan dan biji-bijian. Oh .. alangkah indahnya semuanya ini, manusia
hanya bisa merasakan dan menyaksikan. Tidak sedikitpun kita ikut andil dalam
membuat rasa semua ini !!!!
Rasakan dengan penuh hikmah bahwa kita
sebenarnya hanya diam terpaku dalam kesibukan Allah (Af'alullah), Allah yang
menggerakkan bumi dan bintang-bintang … Allah yang mengatur senyawa-senyawa
bereaksi ….dan butiran-butiran atom
bergerak pada porosnya.
"dan Allah telah mengeluarkan kamu dari
perut ibumu tidak mengetahui apa-apa, kemudian Allah memberi kepada kamu
pendengaran dan penglihatan serta pikiran (perasaan), supaya kamu bersyukur (An
Nahl : 78)
Firman Allah :
"Kemudian Dia mengarah kepada langit
yang masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan pada bumi; silahkan
kalian mengikuti perintah-Ku dengan suka
hati atau terpaksa. jawab mereka: kami mengikuti dengan suka hati"
(Fushilat ayat 11)
Mari kita perhatikan alquran dalam surat
Fushilat ayat 12 : "Maka Allah menjadikannya tujuh langit dalam dua
hari dan "mewahyukan"
perintah-Nya pada tiap-tiap langit itu, dan Kami hiasi langit dunia dan
pelita-pelita dan Kami memeliharanya, Demikianlah ketentuan yang Maha Perkasa
lagi Maha mengetahui"
Allah mengajarkan manusia apa-apa yang belum
diketahuinya. Allah lah yang menuntun manusia, memberikan inspirasi, ilham dan
wahyu. Tubuhnya patuh mengikuti perintah Tuhannya tidak terkecuali orang kafir.
Sunnah-sunnah Allah berlaku kepada alam semesta baik yang mikro maupun yang
makro.
Syaikh imam An Nafiri berkata " Tuhanku
bertutur kata kepadaku"… Demi keimanan bahwa sumber segala hakikat dan
sumber segala pengilhaman ialah Allah Swt semata …
Baiklah kita nukilkan apa yang tertera dalam
kitab suci Alquran setiap yang disebut wahyu itu adalah wahyu tasyri' atau
wahyu syariat, tetapi ada wahyu ilham. dimana Allah memberikan
perintah-perintah atau instruksi-instruksi kepada makhluknya.
Firman Allah Swt:
Dan Tuahanmu " mewahyukan" kepada
lebah (An nahl 16:18)
Dan kami " wahyukan " kepada ibu
Musa ( Al Qashas 28:7)
Dan Ia "mewahyukan" kepada
tiap-tiap langit itu urusan masing-masing
( Fushilat 41:12)
Kata "wahyu" yang tertera dalam
ayat-ayat diatas , secara tegas bahwa
Allah tidak menutup-nutupi kepada pembaca, bukan siapa-siapa yang
membisikkan dan menggerakkan tubuh manusia yang oleh pakar biasa disebut alam
kecil atau gambaran mini tentang alam semesta. Dialah Allah yang bersembunyi
dibalik kasat mata manusia yang buta hatinya.
yang menggerakkan bumi , langit , bintang-bintang, matahari ... dan
mengajarkan lebah berdemokrasi dalam memilih pimpinan dan perundang-undangan
pemilihan. Ia menuntun lebah-lebah ini untuk membuat konstruksi bangunan
rumahnya yang indah. Masing-masing dibekali wahyu dari tuhan-Nya untuk melaksankan
tugasnya dengan sempurna. Mereka seperti rasul-rasul sang utusan, mereka begitu
mematuhi perintah-Nya tanpa membantah, sehingga jalan mereka tidak berbenturan
dengan fitrah Allah Yang Maha Suci.
Berpegang
pada hasil kontemplasi pada alam semesta
yang berada disekililling kita, baik yang jauh seperti galaksi atau bimasakti,
bintang, matahari, bulan, maupun yang dekat seperti bumi, gunung, lautan,
angin, hujan dan sungai, semua makhluk yang dikatakan tak bernyawa, dan
makhluk–makhluk hidup seperti tumbuh-tumbuhan, binatang, dan manusia, kita
telah berhasil memberikan penafsiran dan pengertian yang menunjukkan adanya
kecocokan antara ayat-ayat Allah didalam kitab suci Alquran dengan ayat-ayat
Allah dialam semesata.
Dengan perkembangannya dan sempurnanya sains
kita akan mempunyai informasi yang lebih banyak ayat-ayat Alquran, yang
sekarang belum kita fahami, dan lebih mendalam lagi ayat-ayat Alquran yang kini
telah dapat kita fahami sedalam apa yang dapat disajikan sains pada saat ini.
Keadaan ini dapat kita capai karena kita
mengikuti perintah Allah untuk berintizhar pada alam semesata itu agar kita
dapat melihat ayat-ayat Allah ,tanda kebesaran Allah, tanda-tanda kekuasaan-Nya
serta wahyu-Nya. Ayat-ayat Allah ini boleh dibaca oleh siapa saja dan mereka akan
medapatkan hikmahnya dan manfaat dari hasil membaca ayat-ayat tersebut.
Maka jangan salahkan orang kafir kalau
mereka bersungguh-sungguh meneliti dan mendata apa yang mereka baca dari
kejadian alam lalu mendapatkan ganjaran atas manfaat membaca ayat kauniah. Dan
sebaliknya Allah akan membiarkan ummat Islam terkapar, jika memang ia tidak mau
menjalankan syari'at secara kauniah yang
merupakan ketetapan dan sunnah-sunnah-Nya.
Nyata pula bahwa melalui jalan intizhar pada
isi bumi, baik yang hidup maupun yang mati serta atom dan molekul, Allah
mengungkapkan hukum-hukum alam-Nya, dan mengizinkan kita untuk meng-analisis
kembali bagaimana bumi tercipta dan berkembang, dan makhluk hidup diciptakan
serta dievolusikan Allah dalam rangka penyemurnaannya hingga tercipta manusia.
Sekalipun ia tersusun dari zat-zat kimiawi
yang berkelakuan sesuai ketetapan sunnatullah, manusia bukan sekedar onggokan
bahan kimia atau struktur kimiawi yang mengikuti hukum-hukum alam hingga
merupakan mekanisme yang memperlihatkan gejala hidup, bermetabolisme, tumbuh,
berkembang biak dan sebagainya. Dalam diri manusia terdapat suatu kesadaran,
sesuatu yang tak dapat dikembalikan pada proses kimiawi atau fisis yang kita
ketahui. Kita lihat dalam surat alhijr 28-29
"Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: Sesungguhnya Aku akan menciptakan seorang
manusia dari tanah liat kering (yang berasal) dari Lumpur hitam yang
berstruktur, maka apabila Aku telah meniupkan kepadanya roh-Ku, maka tunduklah
kamu kepadanya dengan bersujud."
Jadi manusia diberi roh oleh Allah, diberi
kesadaran serta kemampuan abstraksi dan berkomunikasi secara lisan maupun
simbolik, kemampuan analisis dan sintesis, berakal dan berpikiran. Kesemuanya
itu merupakan intrumen yang disediakan dalam rangka untuk menjalankan tugas
kekhalifahan. Pada bab-bab sebelumnya sudah saya singgung mengenai Allah
mengilhamkan kepada jiwa manusia. Dia yang mengajarkan jiwa manusia melalui
kalam baik tentang jalan kebajikan maupun jalan
kejahatan. Dimana kejahatan dan kebajikan hampir tidak bisa dibedakan
dalam penggunaannya. Ilmu yang yang digunakan oleh koruptor dalam mencuri uang
perusahaan misalnya, ia menggunakan ilmu yang sama dengan ilmu yang digunakan
oleh orang yang beriman yaitu "ilmu akunting".
Jadi jelas bahwa Allah telah menurunkan ilmu
kepada manusia melalui jiwanya, namun manusialah yang akan menentukan ilmu itu
akan diarahkan kemana ia mau. Apakah jalan kebajikan ataupun jalan kejahatan.
Maka beruntunglah bagi manusia yang membersihkan jiwanya sebab ia akan diberikan kemudahan
oleh Allah untuk melakukan
kebaikan-kebaikan. Dan sebaliknya sungguh merugi orang yang mengotori
jiwanya sebab ia akan mendapatkan jalan kemudahan untuk berbuat kejahatan.
Dari semua uraian diatas mengenai bagaimana
Allah mengajarkan manusia melalui kalam-Nya, mari kita merenungkan kembali dan
melihat kebenaran dengan jujur, jangan kita membuat apologi untuk menghindar
dari kebenaran yang nyata atas perbuatan Allah.
Terkadang kita banyak terjebak oleh istilah
yang membingungkan dan menjauhkan kita dari kegiatan Allah yang langsung kita
bisa rasakan. Kebingungan kita bertambah
tatkala ilmuwan-ilmuwan atheis mengatakan bahwa semua kejadian alam ini bisa bergerak dengan
sendirinya atau biasa disebut
"natural", insting atau gharizah Namun Alquran secara tegas
membantah pendapat kaum atheis itu, bahwa Allah-lah yang mengatur semuanya ini,
Allah-lah yang berbicara dan memerintahkan langit, bumi, atom-atom, kepada
binatang serta tumbuh-tumbuhan, kemudian Allah berbicara kepada roh manusia
melalui ilham dan wahyu. Lantas mengapa kita takut mengatakan "saya
berguru kepada Allah " dalam segala hal,karena Dialah Yang Maha Mengetahui
akan segala sesuatu yang nyata maupun yang ghaib.
Banyak orang meragukan bagaimana kalau kita
"tersesat" dan ternyata syetan yang menjadi guru kita? Saya akan
kutib perkataan Syaikh Ar Rifa'i, dalam kitab Jalan Ruhani oleh Syaikh Sa'id
Hawwa hal73 : "Sebenarnya tujuan akhir para ulama dan para sufi adalah
satu". Ini perlu kami utarakan disini, sebab beberapa ulama yang kurang
faham selalu menghujat setiap orang dengan perkataan: "Orang yang tidak
memiliki syaikh, maka syaikh-nya adalah syetan. ungkapan ini dilontarkan oleh
seorang sufi yang berpropaganda untuk
syaikh-nya yang alim atau dilontarkan
oleh sufi yang keliru, yang tidak tahu bagaimana seharusnya ia mendudukkan
tasawuf pada tempat yang sebenarnya.
Sebenarnya orang yang tidak memiliki syaikh
adalah orang bodoh yang tidak pernah belajar, menolak dan lari dari pendidikan.
Manusia macam inilah yang bersyaikh pada syetan !! Sedangkan yang berjalan atas dasar ilmu
pengetahuan , itu berarti imam dan syaikh nya adalah ilmu dan syariat.
Syaikh Abdul Qadir Jaelani mengisahkan
perjalanan keruhaniannya yang ditulis dalam kitab "Rahasia Kekasih
Allah", saat dimana ia bertawajjuh dalam tafakkur dengan khusyu', saat ia
meluruskanjiwanya melayang menuju yang maha ghaib, saat ia melampiaskan rohnya
yang penat terkungkung oleh sibuknya dunia, ia tinggal kan seluruh ikatan
syahwati yang sering mengajak kejalan kefasikan. Ketika roh sang Syaikh mulai
ekstase dalam puncak keheningan dan kecintaan yang mendalam kepada Sang Maha
Kuasa, baru selangkah rohnya meluncur lepas untuk memasuki kefanaan ,tiba-tiba
muncul cahaya yang terang benderang
meliputi ruangan alam ruhani Syaikh. Dan kepada sang Syaikh di wangsitkan
sebuah amanah yang membebaskan darinya dari ikatan "syari'at Allah"
dengan memberikan alasan bahwa sang Syekh sudah mencapai kedekatan kepada
Allah. Perjalanannya sudah sampai (wushul) dan tidak perlu lagi shalat, haji
zakat dan dihalal sumua yang pernah Allah haramkan. Namun sang Syaikh ini
rupanya telah memiliki ilmu ma'rifat kepada Allah dengan landasan Alquran dan
Alhadist, dimana ia diselamatkan oleh pengetahuan tentang Allah, bahwa Allah
tidak sama dengan makhluq-Nya, tidak berupa suara, tidak satupun yang bisa
membandingkan-Nya. Dia Maha Ghaib dan Maha Latif. Pengetahuan yang cukup, yang
dimiliki sang Syaikh mengalahkan wangsit yang keliru tadi, dengan tuntunan
syari'at yang ditentukan oleh Allah sendiri. Ia selamat dari jebakan syetan
yang terkutuk . Allah-lah sebagai
penuntun menuju hadirat-Nya. Dialah sang Mursyid sejati, tidak satupun manusia
yang mampu menghantar roh manusia lain menuju kehadirat Allah `azza wajalla.
Kita perhatikan para nabi seperti nabi
Ibrahim, beliau mengetahui dengan jelas siapa yang menggoda ketika beliau
mendapatkan perintah untuk mengorbankan putranya Ismail untuk disembelih. Namun
nabi Ibrahim memiliki jiwa yang bersih dan berada pada wilayah keruhanian yang
tinggi. Sehingga beliau mengetahui siapa sebenarnya yang menggodanya. Sebab
kedudukan dimensi syetan masih berada jauh dibawah kedudukan orang mukmin yang
mukhlisin (berserah diri kepada Allah).
Hal ini juga pernah dialami oleh nabi Yusuf
saat gejolak syhwatnya menguasai jiwanya. namun saat itu pula sabi berserah
diri dengan ikhlas kepada Allah, sehingga Allah menurunkan burhan dihatinya,
yang pada akhirnya nabi Yusuf selamat dari perbuatan mesum dengan wanita cantik
jelita yang menggodanya. Hal ini pernah dikeluhkan oleh syetan kepada Allah
bahwa dirinya akan selalu menggoda setiap anak cucu Adam sampai hari kiamat.
Namun ia tidak mampu menjerumuskan kedalam kesesatan bagi orang-orang yang
berserah diri kepada Allah.
Banyak informasi mengenahi Allah yang
keliru, sehingga belajar ketuhanan terkesan sulit dan sangat membingungkan.
Kita lihat banyak buku-buku mengenai theologi, ia berbicara eksistensi
"Tuhan" namun kita tidak pernah diajak melihat secara sederhana. Atau kita banyak berbicara mengenai Allah,
tentang kekuasaan-Nya, kehebatan-Nya, dan kemaha pengasihan-Nya, akan tetapi
kita merasakan sedang membicarakan sosok yang jauh disana. Padahal kita sedang
berada didekat-Nya, dan sangat dekat … Keseder-hanaan firman-firman Allah dalam
mengungkapkan keberadaan diri-Nya sering disalah tafsirkan. Sehingga bertambah
jauhlah dia dari pengertian yang seharusnya.
Kita banyak terhijab oleh pengetahuan yang
menutup eksistensi Tuhan dalam hubungannya mengenai pengajaran dan bimbingan
melalui "ilham". Kita sudah terlanjur terbelenggu oleh pengertian
bahwa Allah tidak berkata-kata lagi kecuali hanya kepada nabi-nabi, para rasul dan para wali. Namun disisi lain
mereka mengharapkan Allah memberikan jawaban-jawaban atas doa-doanya,
bimbingan-nya, ismatnya dan taufiqnya. Dan mereka menolaknya kalau kita katakan
bahwa kita akan belajar atau berguru
kepada Allah masalah hidup, masalah khusyu' masalah penyelesaian rumah tangga,
atau menanyakan informasi hal-hal yang akan kita lakukan nanti.
Kita telah melupakan bahwa ayat-ayat Al Qur'an
banyak menyiratkan makna yang belum bisa kita lakukan. Ayat-ayat perintah atau
amar seperti shalat, zakat, haji, sedkah, berjilbab, dan lain-lain, kita bisa
lakukan dengan segera. Namun banyak ayat-ayat berupa penjelasan atau
menceritakan keadaan (hal) orang-orang yang beriman. Dimana kita tidak akan
mampu melakukannya kalau bukan karena hidayah atau tuntunan, yaitu berupa
kekusyu'an, menangis dalam shalat atau bergetar ketika dibacakan ayat-ayat
Allah, merasa tenang dan tidak ada rasa khawatir. Sikap ruhiyah inilah yang
kita tidak miliki !
Dan tidak mungkin kita bisa lakukan semudah
mengangkat takbir atau membaca ayat Al Qur'an. Hidayah, bukan hak kita untuk
memberikan kepada murid atau anak kita. Hidayah adalah hak Allah kepada
hamba-hambaNya yang terpilih. Hidayah adalah pengalaman pribadi dan merupakan
tuntunan dan tarikan ruhani. Kepada jiwa itulah cahaya Allah memberikan karunia
kekusyu'an dan keimanan yang dalam. Pengalaman-pengalaman itu ditulis dalam Al
Qur'an berupa keadaan yang mesti didapat secara rasa, bukan ditafsirkan.
Pengalaman-pengalaman tersebut akan menjadi pemicu bagi yang merasakan sebagai
penguat keimanan kepada Allah swt.
Rasulullah sendiri pernah mengalami
kesulitan dalam memberikan wejangan kepada pamannya saat menjelang kematiannya.
Dan pamannya tetap dalam keadaa kafir, sekaligus teguran kepada Rasulullah
bahwa beliau ditugaskan hanya sebagai pembawa berita baik dan ancaman dari
Tuhannya, bukan memberikan hidayah atau memberikan iman kepada manusia. Dengan
demikian seharusnyalah kita mengharapkan dan memfokuskan diri dalam melatih
jiwa kita untuk selalu hadir berguru kepada Allah, memohon hidayah dan
tuntunan. Dengan hanya berserah diri kepada Allah-lah kita akan mendapatkan
hidayah dan bimbingan, seperti para nabi, para wali, lebah, semut bumi dan
langit. Semuanya mendapatkan bimbingan dan petunjuk karena mereka adalah
orang-orang dan makhluk yang berserah diri secara total kepada Allah swt. Mari
kita hilangkan rasa takut tersesat. Rasa takut yang tidak beralasan inilah yang
justru menjebak kita untuk berhenti mendekati Allah. Syetan telah berhasil
memanfaatkan alasan "tersesat" sehingga kita lupa bahwa kita telah
dan sedang tersesat, tidak berdzikir kepada Allah.
Untuk lebih jelasnya kita harus mengetahui
bagaimana Allah menurunkan wahyu dan ilham kepada manusia. Dan apakah
sebenarnya ilham atau wahyu itu?. Penjelasan ini penting untuk bekal bagi para
pejalan keruhanian. Karena belakangan ini banyak orang menawarkan bentuk
kerohanian yang bukan datang dari Islam. Kesan ruhiah Islam telah hilang,
karena informasi kerohanian Islam tidak mudah didapat disembarang tempat,
apalagi didepan khalayak ramai. Kondisi inilah yang menyebabkan khasanah ilmu
kerohanian didominasi oleh kerohanian yang tidak berasal dari ketauhidan murni.
Untuk itu wajar sekali kalau banyak kalangan yang takut belajar kerohanian,
sebab yang mereka dengar dari setiap pelaku kerohanian cenderung berbicara soal
'klenik', perdukunan, ramalan, serta fenomena keadaan alam-alam ghaib yang
menyeramkan.
Perbuatan
Manusia
Tinjauan filsafat yang lebih menonjol
terhadap manusia adalah menyangkut kebebasan. Perbuatan manusia dilihat dari
segi efektivitasnya. Pandangan terhadap hal ini mempunyai akar pada konsepsi
tentang hakikat manusia dan daya-daya yang dimilikinya. Apabila manusia
mempunyai hakikat dengan daya-daya yang efektif pada dirinya, ia dengan
sendirinya adalah pelaku perbuatan-perbuatannya. Sebaliknya, apabila manusia dipandang tidak
mempunyai daya-daya yang efektif pada dirinya, perbuatan-perbuatannya, pada dasarnya,
tidak berasal dari dirinya sendiri. Perbuatan-perbuatan itu merupakan hasil
determinasi kekuatan-kekuatan lain diluar dirinya. Manusia dalam hal ini tempat
berlakunya kekuatan-kekuatan itu.
Menurut Al Ghazaly didalam Ma'arij al quds,
perbuatan adalah bagian dari gerak. Apabila gerak dikaitkan dengan manusia,
maka gerak tersebut dapat dibedakan atas gerak yang tidak disadari (at thabi'i)
dan gerak yang disadari (al iradiyyat). Gerak yang tidak disadari, kita sudah
maklumi bahwa tubuh manusia dikatakan miniartur alam semesta, dimana unsur-unsur alam bergerak dan
berkembang mengikuti perintah dan peraturan- peraturan Allah semata.
Dalam tulisan ini, yang hendak dikemukakan
adalah persoalan perbuatan yang disadari, karena perbuatan inilah yang terjadi
secara jelas melalui proses tertentu di dalam jiwa dan berhubungan dengan
pengungkapan diri. Perbuatan yang disadari, disebut juga dengan perbuatan bebas
(ikhtiyaari), perbuatan semacam ini menurut Al Ghazaly terjadi setelah melalui
tiga tahap peristiwa dalam diri manusia, yaitu pengetahuan, kemauan (al iradat)
dan kemampuan (al qudrat). Yang lebih dekat diantara ketiga tahap itu dengan
wujud perbuatan adalah al qudrat. Al qudrat adalah daya penggerak dari jiwa
sensitive yaitu makna yang tersimpan dalam otot-otot. Ia adalah momen terakhir
yang secara langsung berhubungann dengan wujud perbuatan. Fungsi al qudrat pada
dasarnya ialah menggerakkan tubuh. Bentuk gerakan tubuh ditentukan oleh kemauan
atau iradat. Berdasarkan salah satu
kecenderungan yang inheren didalamnya : positif atau negatif.
Positif sebagai reaksi terhadap yang
menguntungkan dan negatif sebagai reaksi terhadap hal yang merugikan. Dengan
pengertian ini, semestinya pada al iradat terdapat kegiatan memilih. Al iradat
(kemauan) mempunyai intensitas kepada proses sesudahnya al qudrat.
Artinya ia bersifat aktif terhadap al
qudrat, sehingga yang disebut terakhir ini menjadi aktual, tidak sekedar
potensi. Al iradat tidak mempunyai
intesitas kepada proses sebelumnya, yaitu pengetahuan, sebagaimana al qudrat
tidak mempunyai intensitas kepada iradat. Al qudrat hanya mempunyai intensitas
kepada wujud perbuatan. Berbeda dengan al qudrat, al iradat mempunyai
"kekuasaan" yang lebih besar karena ia tidak menerima perintah dari
daya sebelumnya, ia mempunyai inisiatif memilih, al iradat menentukan
pilihannya berdasarkan pengetahuan.
Daya "mengetahui" mempunyai
kekuasaan yang lebih besar daripada al iradat , tetapi ia mempunyai hubungan
yang jauh dan terlibat secara langsung dengan perbuatan adalah al iradat dan al
qudrat. Sepintas lalu proses terwujudnya perbuatan ini memperlihatkan
efektivitas manusia, melalui iradat
manusia mempunyai kebebasan dan memlalui al qudrat manusia mempunyai kemampuan
pada dirinya untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Disamping itu, Al Ghazaly
menyatakan juga didalam buku-buku filsafatnya, bahwa perbuatan-perbuatan
manusia terwujud dengan sebab "perbuatan Allah"
Namun demikian Al Ghazaly mendapat sorotan
tajam dan dituduh sebagai biang kerok kejumudan pemikiran ummat. Hal ini disebabkan banyak kalangan
yang kurang teliti melihat alur pemikiran Al Ghazali. Yang dimaksud adalah
andil Allah dalam setiap perilaku manusia maupun makhluk dalam memberikan
pengertian baik maupun buruk. Akan tetapi Allah sudah membekali dan memberikan
kebebasan untuk memilih dua hal tersebut. Yang akan saya utarakan adalah
persoalan awal sebelum kehendak dan kemampuan berbuat itu muncul. Misalnya
seorang penulis, maupun pelukis, saat dimana ia melakukan perbuatan tersebut. Ia sebenarnya hanya diam
menunggu inspirasi datang kemudian muncul
kehendak lalu memerintahkan kemampuan atau
iradat untuk melakukan gerakan.
Pengetahuan ini sering disebut dengan
pengertian awwali atau ide besar yang belum berupa rangkaian huruf-huruf, bukan
rumus-rumus suara, Dia ada meliputi segenap jiwa dan alam. Ialah
perintah-perintah atau amar-amar Tuhan yang mengarahkan dan menggerakkan
segala-sesuatu. Ialah ruh yang suci, yang tidak bisa digambarkan oleh fikiran,
namun Ia hadir dengan perintahnya, tidak berupa suara dan suasana. Dia
berkata-kata kepada para penulis novel, dia melukis bersama seniman, dia
menuntun lebah merangkai sarangnya, dan semut-semut pun mengerti apa yang mesti
dilakukan dalam hidupnya.
Pengertian–pengertian itu datang mengalir
secara murni tanpa ada campur tangan makhluk apapun termasuk malaikat. Kita
bisa rasakan sendiri hal ini bahwa datangnya perintah terhadap tubuh maupun
alam secara alami berlaku pasrah maupun terpaksa. Kita perhatikan orang yang
sedang tidur. Ia berbaring tanpa dikendalikan lagi oleh kemauan dan kekuasaan
diri. Instrument tubuh bekerja sesuai dengan fungsinya masing-masing.bandingkan
dengan perilaku alam yang lain seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, matahari,
bumi dan planet-planet lainnya. Semua bergerak teratur menurut perintah
Allah. (lihat Surat Al Fushilat 11-12).
Yang membedakan antara manusia dan makhluk
lain adalah adanya iradat dalam diri manusia sehingga ia bebas memilih untuk
berbuat atau tidak. Akan tetapi manusia tidak bisa menentukan gerakan Ilahi
yang mengalir dalam tubuhnya, yaitu gerak hakiki .
Gerak hakiki adalah gerak dimana Tuhan telah
menentukan arah dan kadar fungsinya. Ia tidak akan menyimpang dari ketentuan
yang ditetapkan Tuhan. Ia patuh sebagaimana alam semesta patuh. Ia bersifat
pasrah yang dinamis, karena ia mengikuti gerak dan keinginan Ilahi
Para seniman Taichi berprinsip mengikuti
irama gerak alam. Tubuhnya dipatok
kedalam kekuasaan besar yang meliputinya, ia membiarkan tubuhnya berdiri diatas
kelembutan dan kekerasan, sehingga keseimbangan dan keharmonisan segi tiga
realitas menjadi puncak prinsip, mikro kosmos, makro kosmos dan
metakosmos. Sehingga ia akan mengenal
wujud Allah melalui tahapan wilayah-wilayah sampai kepada kesimpulan bahwa
semua makhluk adalah fana kecuali wujud Allah Yang Maha Suci.
Gerak hakiki merupakan sunnatullah. Ia
bergerak sesuai dengan kehendak Ilahi. Kita tidak bisa menghentikan kehendak
hakiki pada tubuh kita untuk mati. Kita tidak pernah merencanakan lahir menjadi
seorang laki-laki ataupun perempuan. Kadang-kadang kehendak itu bertentangan
dengan kehendak kita. Kita menginginkan hidup seribu tahun lagi, namun ada
gerak hakiki yang menghentikan dengan paksa untuk mati diusia belasan tahun.
Dengan mengetahui adanya dua kehendak yang
berlangsung dalam diri kita, menandakan adanya bentuk hakikat dan bukan
hakikat. Sehingga kehendak yang bukan hakikat semestinya mengikuti gerak
hakikat yang menjadi pusat ketentuan dan ide didalam setiap gerak manusia. Maka
sesungguhnya fitrah Allah dan fitrah manusia adalah sama (lihat surat Ar Rum :
30). Untuk mengenal hakikat Allah dan mengikuti kehendak-Nya, kita harus
berupaya menjalani pendekatan melalui jalan ruhani. Karena Allah sendiri hanya
memberikan tanda-tanda atau rambu-rambu dalam meberikan petunjuk menuju
pengenalan akan "wujud" (eksistensi Allah).
Pengenalan ini harus kita mulai dengan
membuka harus kita mulai dengan membuka wawasan ilmu tauhid kepada Allah, yaitu
ilmu yang bersangkut paut masalah hakikat Allah, sifat-sifat Allah, dzat Allah,
Af'al Allah. Sebab kalau kita tidak mengenal ilmu ini, maka tentunya kita tidak
akan tahu sampai dimana perjalanan kita menuju jalan hakikat. Jalan ruhani akan
terhalang jika kita tidak mengetahui akan keadaan Allah secara ilmu. Kita akan
terjebak oleh keadaan alam-alam yang menakjubkan didalam fenomena ghaib. Bisa
jadi khayalan dan halusinasi seseorang
yang bergembira berlebihan akan hidup berkerohanian menyebabkan memori
didalam otaknya muncul tatkala ia berkonsentrasi apa yang diinginkan. Keadaan
ini sering muncul atau seakan-akan ada orang yang membisikkan untuk melakukan
sesuatu. Didalam berguru kepada Allah, hendaknya kita sudah mempersiapkan bekal
ilmu yang disebutkan diatas, sebab kita akan memasuki dunia ketuhanan secara
total.
Myskat
Cahaya Ilahi
Kata cahaya adalah metafora yang diungkapkan
Al Qur'an, dalam menjelaskan keadaan jiwa atau hati yang telah mendapatkan
wahyu atau ilham. Dimana wahyu atau kata-kata Tuhan diungkapkan kedalam bahasa
manusia, dengan meminjam kata 'cahaya', sebab wahyu sendiri tidak bisa diungkapkan
dengan bahasa manusia. Wahyu adalah bahasa Allah, yang berbeda dengan bahasa
manusia. Namun wahyu atau ilham bisa dipahami oleh orang yang menerimanya,
bahkan hewan dan alampun mampu memahami bahasa Allah.
Didalam Mu'jam Alfadzil Qur'anil Karim, yang
diterbitkan oleh Majma'ul Lughah Al Arabiyah, kata 'ilham' ditafsirkan dengan
:"Disusupkannya kedalam hati perasaan yang sensitif yang dapat
dipergunakan untuk membedakan antara kesesatan dan petunjuk", dan mungkin
hal ini dijaman kita sekarang ini dikenal dengan istilah dhomir (kata hati).
Didalam kamus Al Muhith disebutkan : "Al hamahu khaira (Allah mengilhamkan
kebaikan) yakni : Allah mengajarkan kepadanya.
Dengan alasan inilah saya memberikan judul
"Berguru Kepada Allah" pada bab ini. Dan dengan demikian kita sudah
menjurus kepada hal yang lebih penting lagi didalam perjalanan kita kali ini.
Disamping kita sudah berbekal ilmu kema'rifatan, yaitu mengenal dzat, sifat dan
af'al Allah, kita hendaknya melakukan komunikasi kepada Allah serta melakukan
pemasrahan diri secara total. Kepasrahan adalah menggantungkan sikap jiwa untuk
patuh kepada Allah dengan segenap syari'at yang telah ditentukan, agar kita
mendapatkan cahaya keimanan yang lebih dalam.
Firman Allah Swt didalam surat An Nuur :
35-38: "Allah adalah cahaya bagi langit dan bumi. Perumpamaan cahaya
adalah seperti lubang yang didalamnya ada pelita. Pelita itu didalam kaca. Dan
kaca itu laksana bintang yang berkilauan yang dinyalakan dengan minyak pohon
yang diberkati, yaitu minyak zaitun yang bukan dari timur dan tidak (juga) dari
barat. Minyaknya hampir menerangi sekalipun tidak disentuh api. Cahaya diatas
cahaya. Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya kepada siapa yang
dikehendaki-Nya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu, (yaitu) dirumah-rumah, Allah memerintahkan
untuk memuliakan dan menyebut nama-Nya, bertasbih didalam rumah itu pada waktu
pagi dan petang, (yaitu) laki-laki yang tidak dilalaikan perniagaan dan jual
beli darimengingat Allah, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka takut
akan hari yang berguncang padanya hati dan penglihatan, supaya Allah membalas
mereka dengan yang lebih baik dari apa yang mereka kerjakan dan menambah (lagi)
karunia-Nya. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa-siapa yang Dia kehendaki
dengan tiada terbatas".
Allah memberikan perumpamaan cahaya-Nya
seperti lubang yang tak tembus, yang didalamnya ada 'pelita' besar. Cahaya itu
bersemayam didalam hati orang-orang yang terpilih dan dikehendaki-Nya. Dengan
cahaya itu Allah membimbing dan menuntun hatinya mampu memahami ayat-ayat Allah
nasehat-nasehat Allah. Allah-lah yang akan 'menghantar' jiwa kita melayang menemui-Nya dan yang akan
menunjukkan 'jalan ruhani' kita untuk melihat-Nya secara 'nyata'. Dengan
'cahaya-Nya', kita bisa membedakan petunjuk dari syetan atau dari Allah swt.
Firman Allah: "Wahai orang-orang
beriman jika kamu bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan menjadikan bagimu
furqan (pembeda) ". (Al An Faal, 8 : 29)
Yasng dimaksud dengan 'furqan' adalah cahaya
yang dengannya, kita semua bisa membedakan antara yang haq dan yang bathil.
Dan firman Allah : "Dan orang-orang
yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang
berbuat kebaikan" (Al Mu'minuun, 29 : 69)
Ayat ini menunjukkan bahwa
bersungguh-sungguh atau bermujahadah dijalan Allah, memiliki pengaruh didalam
memberi 'hidayah' atau 'cahaya' kepada manusia menuju jalan-jalan Allah, yaitu
jalan kebenaran.
Firman Allah : "Barang siapa bertaqwa
kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan bagimu jalan keluar. Dan memberinya
rezki dari arah yang tidak disangka-sangka ..." (Ath Thalaaq, 65:2-3).
Dengan demikian maka jelaslah pada ayat-ayat
diatas, memberikan kepada kita 'syarat' untuk mendapatkan 'cahaya' atau
'hidayah', hendaklah melakukan amalan-amalan yang diwajibkan dan disunnahkan,
yaitu melakukan dzikrullah', baik berdiri, duduk, maupun berbaring. Sebab
didalam setiap peribadatan itu merupakan 'cara' untuk mengingat 'Allah'.
Dan menyebabkan 'Allah' menyambut ingatan
kita, dengan sambutan kasih sayang serta memberinya 'cahaya' penerang bagi
hatinya yang merelakan dan membuka untuk menerima Allah sebagai junjungannya,
dengan ditandai rasa tenang yang luar biasa.
Untuk lebih jelasnya, saya akan lanjutkan
perjalanan rohani kita, pada bab "Membuka Hijab". Pada bab itu akan
saya jelaskan secara konkrit, masalah-masalah rohani atau fenomena kerohanian
yang menjebak perjalanan kita seperti istijrad, kemampuan kasyaf, dan
penyembuhan yang digandrungi oleh para pemburu 'kesaktian'. Dimensi-dimensi
fisik maupun psikis akan anda temui pada bab tersebut. Insya Allah !!!
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu,
Bersyukur & Khusyu' Beribadah"
Bab VIII
Membuka Hijab
Istilah hijab sebenarnya baru muncul setelah
orang mulai serius mendalami pengetahu-an tentang ma'rifatullah, segala cara
amalan ibadah diterapkan untuk memudahkan sampainya seseorang kepada tingkat
mukhlasin. Yaitu orang yang benar-benar berada dalam keadaan rela dan menerima
Allah sebagai Tuhannya secara transendent. Amalan amalan ibadah yang mereka
lakukan merupakan kutipan-kutipan perintah ibadah sunnah maupun yang wajib.
Sehingga mereka menyakininya bahwa mutiara-mutira Al Qur'an itu memang benar
adanya.
Hijab adalah tirai penutup, didalam ilmu
tasawuf biasa disebut sebagai penghalang lajunya jiwa menuju Khaliknya.
Penghalang itu adalah dosa-dosa yang setiap hari kita lakukan. Dosa merupakan
kabut yang menutupi mata hati, sehingga hati tidak mampu melihat kebenaran yang
datang dari Allah. Nur Allah tidak bisa ditangkap dengan pasti.
Dengan demikian manusia akan selalu berada
dalam keragu-raguan atau was-was. Didalam bab ini saya tidak membahas masalah
dosa seperti apa yang saya sebut diatas. Karena ketertutupan atau terhijabnya
kita atas keberadaan Allah disebabkan ketidak tahuan (kebodohan) dan sangkaan
(dzan) akan Allah yang keliru. Maka dari itu saya hanya ingin membuka
wawasan dalam hal ketidak tahuan kita
akan Allah, yaitu jawaban-jawaban Allah atas pertanyan kita selama ini
Seperti yang pernah saya katakan pada
artikel bab hati, bahwa hati merupakan pusat dari segala kemunafikan,
kemusyrikan, dan merupakan pusat dari apa yang membuat seorang manusia menjadi
manusiawi. Dan pusat ini merupakan tempat dimana mereka bertemu dengan
Tuhannya. Merupakan janji Allah saat fitrah manusia menanyakan dimanakah Allah?
Lalu, Allah menyatakan diri-Nya berada "sangat dekat", sebagaimana
tercantum dalam Al Qur'an .
"Dan apabila hamba-hamba–Ku bertanya
kepadamu tentang "Aku" maka (jawablah) bahwasanya Aku adalah dekat.
Aku mengabulkan permohonan orang yang berdo'a apabila berdo'a kepada-Ku, maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka itu
beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran " (Qs Al
Baqarah, 2 : 186)
"Dan sesungguhnya Kami telah
menciptakan manusia dan mengetahui apa
yang dibisikkan oleh hatinya dan Kami lebih dekat kepadanya dari pada
urat lehernya (Qs Al Qaaf:16)
Pertanyaan tentang keberadaan Allah sering
kali kita mendapatkan jawaban yang tidak memuaskan, bahkan kita mendapatkan
cemoohan sebagai orang yang terlalu mengada-ada. Menanyakan keberadaan
"tuhanku" adalah merupakan pertanyaan fitrah seluruh manusia.
Allahpun mengetahui akan hal ini, sehingga
Allah memberikan jawaban atas pertanyaan
hamba-hamba-Nya melalui rasulullah.
Didalam ayat-ayat diatas, mengungkapkan
keberadaan Allah sebagai "wujud" yang sangat dekat. Dan kita diajak
untuk memahami pernyataan tersebut secara utuh. Maka dari itu jawaban atas
pertanyaan "dimanakah Allah?". Al Qur'an mengungkapkan jawaban secara
dimensional. Jawaban-jawaban tersebut tidak sebatas itu, akan tetapi dilihat
dari perspektif seluruh sisi pandangan manusia seutuhnya. Saat pertanyaan itu
terlontar "dimanakah Allah ", Allah menjawab "….Aku ini dekat
", kemudian jawaban meningkat sampai kepada "Aku lebih dekat dari
urat leher kalian…atau dimana saja kalian menghadap disitu wujud wajah-Ku ….dan
Aku ini maha meliputi segala sesuatu."
Keempat jawaban tersebut menunjukkan bahwa
Allah tidak bisa dilihat hanya dari satu
dimensi saja, akan tetapi Allah merupakan kesempurnaan wujud-Nya, seperti
didalam firman Allah : "Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam
keragu-raguan tentang pertemuan dengan tuhan mereka. ingatlah bahwa
sesungguhnya Dia maha meliputi segala sesuatu. (Qs Fushilat, 41 :54)
"Dan kepunyaan Allah lah timur dan
barat, maka kemanapun kamu menghadap disitulah wajah Allah maha luas lagi maha
mengetahui" (Qs Al baqarah, 2: 115)
Sangat jelas sekali bahwa Allah menyebut
dirinya "Aku" berada meliputi segala sesuatu, dilanjutkan surat Albaqarah, 2 : 115 ...
dimana saja engkau menghadap disitu wajah-Ku berada ! Kalau kita perhatikan
jawaban Allah, begitu lugas dan tidak merahasiakan sama
sekali akan wujud-Nya.
Namun demikian Allah mengingatkan kepada
kita bahwa untuk memahami atas ilmu Allah ini tidak semudah yang kita kira.
Karena kesederhanaan Allah ini sudah dirusak oleh anggapan bahwa Allah sangat
jauh. Dan kita hanya bisa membicarakan Allah nanti di alam
syurga. Untuk mengembalikan dzan kita kepada
pemahaman seperti yang diungkap oleh Al Qur'an tadi, kita hendaknya
memperhatikan peringatan Allah, bahwa Allah tidak bisa ditasybihkan
(diserupakan) dengan makhluq-Nya.
Didalam kitab tafsir Jalalain ataupun
didalam tafsir fi dzilalil qur'an, membahas masalah surat Fushilat, 41 : 54, …
Allah meliputi segala sesuatu … adalah ilmu atau kekuasaan-Nya yang meliputi
segala sesuatu, bukan dzat –nya.
Pendapat ini merupakan tafsiran ulama, untuk
mencoba menghindari kemungkinan masyarakat awam mentasybihkan (menyerupakan)
wujud Allah dengan apa yang terlintas didalam fikirannya ataupun perasaannya.
Sehingga "Allah" sebagai wujud sejati
ditafsirkan dengan sifat-sifat-Nya yang meliputi segala sesuatu. Untuk
itu, saya huznudzan memahami pemikiran para mufassirin sebagai pendekatan ilmu
dan membatasi pemikiran para awam.
Akan tetapi kalau "Allah"
ditafsirkan dengan sifat-sifat-Nya, yang
meliputi segala sesuatu. Akan timbul pertanyaan, kepada apanya kita
menyembah? Apakah kepada ilmunya, kepada kekuasaan-Nya atau kepada wujud-Nya?
Kalau dijawab dengan kekuasan-Nya atau dengan ilmu-Nya maka akan bertentangan
dengan firman Allah : "Sesungguhnya Aku ini Allah , tidak ada tuhan
kecuali "Aku", maka, sembahlah "Aku" (Qs Thoha, 20 : 14)
Ayat ini menyebutkan "pribadinya"
atau dzat Allah, kalimat sembahlah "Aku". Ayat ini menunjukkan bahwa
manusia diperintahkan menghadapkan wajahnya kepada wajah Dzat yang maha mutlak.
Sekaligus menghapus pernyataan selama ini yang justru menjauhkan
"pengetahuan kita " tentang dzat, kita menjadi takut kalau
membicarakan dzat, padahal kita akan menuju kepada pribadi Allah, bukan nama,
bukan sifat dan bukan perbuatan Allah. Kita akan bersimpuh dihadapan sosok-Nya
yang sangat dekat.
Ungkapan tentang tuhan, juga disebut sebagai
dalil pertama yang menyinggung hubungan antara dzat, sifat, dan af'al
(perbuatan) Allah. Diterangkan bahwa dzat meliputi sifat … sifat menyertai nama
nama menandai af'al. Hubungan–hubungan ini bisa diumpamakan seperti madu dengan
rasa manisnya, pasti tidak dapat dipisahkan. Sifat menyertai nama, ibarat
matahari dengan sinarnya, pasti tidak bisa dipisahkan. Nama menandai perbuatan,
seumpama cermin, orang yang bercermin dengan bayangannya, pasti segala tingkah
laku yang bercermin, bayangannya pasti mengikutinya. Perbuatan menjadi wahana
dzat, seperti samudra dengan ombaknya, keadaan ombak pasti mengikuti perintah
samudra.
Uraian diatas menjelaskan, betapa eratnya
hubungan antara dzat, sifat, asma, dan af'al tuhan. Hubungan antara dzat, dan
sifat ditamsilkan laksana hubungan antara madu dan rasa manisnya. Meskipun
pengertian sifat bisa dibedakan dengan dzat..namun keduanya tidak bisa
dipisahkan satu dengan yang lainnya.
Kalimat …. Allah meliputi segala sesuatu (Qs
Fushilat 54) adalah kesempurnaan ..dzat
, sifat, asma, dan af'al. Sebab kalau hanya disebut sifatnya saja yang meliputi
segala sesuatu, lantas ada pertanyan, "sifat" itu bergantung kepada
apa atau siapa ?
Jelas akan bergantung kepada peribadi (Aku)
yang memiliki sifat. Kemudian kalau sifat yang meliputi segala sesuatu , kepada
siapakah kita menghadap? Kepada Dzat atau sifat Allah. Kalau sifat Allah
sebagai objek ibadah kita, maka kita telah tersesat, sebab sifat, asma dan perbuatan Allah bukanlah sosok dzat
yang maha mutlak itu sendiri.
Semua selain Allah adalah hudust (baru),
karena "adanya" sebagai akibat adanya sang Dzat. seperti adanya alam,
adanya malaikat, adanya jin dan manusia. Semua ada karena adanya dzat yang maha
qadim.
Seperti perumpamaan madu dan manisnya, sifat
manis tidak akan ada kalau madu itu tidak ada. Dan sifat manis itu bukanlah
madu. Sebaliknya madu bukanlah sifat manis. Artinya sifat manis tergantung
kepada adanya " madu". Apakah Dzat itu, … seperti apa ? Apakah ada
orang yang mampu menjabarkan keadaannya ?
Singkat kata, dualitas berkaitan dengan
sifat diskursus manusia tentang tuhan. Untuk bisa memahami tuhan, kita harus
mengerti keterbatasan-keterbatasan konsepsi kita sendiri, karena menurut
perspektif ketakperbandingan tak ada yang bisa mengenal Allah kecuali Allah
sendiri! Karena itu kita punya pengertian tentang tuhan, "tuhan konsepsi
saya dan tuhan konsepsi hakiki, yang berada jauh diluar konsepsi saya".
Tuhan yang dibicarakan berkaitan dengan "konsepsi saya".
Konsepsi Dzat yang hakiki tidak bisa kita
fahami, baik oleh saya maupun anda. Karena itu kita tidak bisa berbicara
tentangnya secara bermakna. bagaimna
kita bisa memahami tentang Dia, sedang kata-kata yang ada hanya melemparkan kita
keluar dari seluruh konsepsi manusia. Seperti, Al awwalu wal akhiru (Dia yang
Awal dan yang akhir), Dia yang tampak dan yang tersembunyi (Al dhahiru wal
bathinu), cahaya-Nya tidak di timur dan tidak di barat (la syarkiya wa la
gharbiya), tidak laki-laki dan tidak tidak perempuan, tidak serupa dengan
ciptaan-Nya dst….
Kenyataan tuhan tidak bisa dikenal dan
diketahui berasal dari penegasan dasar tauhid `laa ilaha illallah atau laisa ka
mistlihi syai'un' (tidak sama dengan sesuatu). Karena tuhan secara mutlak dan
tak terbatas benar-benar dzat maha tinggi, sementara kosmos berikut segala
isinya hanya secara relatif bersifat hakiki, maka realitas Ilahi berada jauh
diluar pemahaman realitas makhluq. Dzat yang maha mutlak tidak bisa di jangkau
oleh yang relatif.
Kita dan kosmos (alam) berhubungan dengan
tuhan melalui sifat-sifat Ilahi yang menampakkan jejak-jejak dan tanda-tanda nya dalam eksistensi kosmos.
Kita tidak bisa mengenal dan mengetahui tuhan dalam dirinya sendiri, tetapi
hanya sejauh tuhan mengungkapkan diri-Nya melalui kosmos (sifat, nama, af'al)
Firman Allah: "Dialah Allah, tidak ada
Tuhan melainkan Dia, Dia mempunyai nama-nama yang yang indah "(Qs Thoha, 20 :8)
Sifat, nama, dan af'al, secara relatif bisa
dirasakan dan difahami "maknanya". Akan tetapi "Dzat",
adalah realitas mutlak. Dan untuk memahami secara hakiki harus mampu memfanakan
diri, ... yaitu memahami keberadaan makhluq adalah tiada….
Untuk lebih jelasnya akan saya berikan
perumpamaan keberadaan alam dan yang
menciptakan …
Ketika kita melihat kereta api berjalan
diatas rel, terbetik dibenak kita suatu
pertanyaan. Bagaimana roda-roda yang berat itu bisa bergerak dan lari. Tak lama
kemudian kita akan sampai kepada pemikiran tetang alat-alat dan mesin-mesin
itulah yang menggerakkan roda yang berat itu.
Adakah setelah itu kita dibenarkan jika berpendapat bahwa alat kereta
itu sendiri yang menggerakkan kereta tersebut. Perkaranya tidak semudah itu,
sebab kita tidak boleh mengabaikan bahwa disana ada masinis yang mengendalikan
mesin.
Kemudian ada insinyur yang menciptakan rancangan
dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan,
maka pada hakekatnya tak ada wujud bagi kereta itu, dan tidaklah mungkin
terjadi gerakan dan perputaran pada roda-roda tanpa kerja insinyur. Mesin-mesin
itu bukanlah akhir dari cerita sebuah kereta api, akan tetapi hakikat yang
paling akhir adalah "akal" yang telah mengadakan mesin itu, kemudian
menggerakkan menurut rencana yang telah dipersiapkan.
Mengikuti ilustrasi realitas kereta api,
mulai dari gerbong yang digerakkan oleh roda-roda, kemudian roda-roda
digerakkan oleh mesin, mesin digerakkan oleh masinis, dan semua itu
direncanakan ,oleh yang menciptakan yaitu insinyur. Pertanyaan terakhir adalah :
"Mungkinkah roda-roda, mesin, dan
alat-alat kereta api itu mampu melihat yang menciptakan?" Jawabannya adalah insinyur itu sendiri yang
mengetahui akan dirinya, sebab kereta api dan insinyur berbeda keadaan dan
bukan perbandingan….
Realitas instrumen kereta api tidak ada
satupun yang serupa jika dibandingkan
dengan keadaan realitas insinyur. Kemudian mengetahui keadaan realitas kereta
api dari awal sampai akhir, merupakan kefanaan atau penafian bahwa realitas
kereta api adalah ciptaan semata.
Firman Allah : " (yang memiliki
sifat-sifat yang..) Demikian itu ialah tuhan kamu. Tidak ada tuhan selain Dia. pencipta
segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala
sesuatu. Dia tidak dapat dicapai oleh
penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan. Dan Dialah
yang maha halus lagi maha mengetahui" ( Qs Al An'am, 6 : 102-103)
Realitas bahwa Dzat tuhan tidak bisa
dibandingkan dengan sesuatu (Qs Assyura, 26: 11) ... berlaku sampai diakhirat
kelak. Walaupun tuhan sendiri mengatakan bahwa manusia di alam syurga akan
melihat realitas Tuhan secara nyata atas eksistensi Allah, bukan berarti kita
melihat dengan perbandingan pikiran manusia … yang dimaksud melihat secara hak
disini adalah kesadaran jiwa muthmainnah yang telah lepas dari ikatan alam atau
kosmos.
Atau biasa disebut "fana", keadaan
ini manusia dan alam seperti keadaan sebelum diciptakan yaitu keadaan masih
kosong 'awang uwung' (jawa), kecuali Allah sendiri yang ada. Tidak ada yang
mengetahui keadaan ini kecuali Allah sendiri.
Keadaan awal (Al Awwalu) tidak ada yang
wujud selain Allah, tidak ada ruang, tidak ada waktu, tidak ada alam apapun
yang tercipta. Untuk mengetahui keadaan seperti ini marilah kita ikuti kisah
nabi Musa As.
Firman Allah : "Dan tatkala Musa datang
(untuk munajat) dengan Kami, pada waktu yang telah Kami tentukan dan tuhan
telah berfirman (langsung) kepadanya. Berkatalah Musa : ya tuhanku,
nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku. Agar aku dapat melihat kepada Engkau.
Tuhan berfirman: kamu sekali-sekali tidak sanggup melihat-Ku, tetapi
melihat-lah ke bukit itu, maka jika ia tetap ditempatnya (sebagaimana sedia
kala) niscaya kamu dapat melihat-Ku. Tatkala tuhannya nampak bagi gunung itu,
kejadian itu menjadikan gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan,
maka setelah Musa sadar kembali dia berkata. Maha suci Engkau, dan aku
bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman" (Qs Al
A'raaf, 7: 143 )
Ada yang menarik dalam peristiwa
"pertemuan" nabi Musa ... dan saya
hubungkan dengan pembahasan mengenai keadaan "kefanaan"
manusia dan alam. Yakni keadaan hancur luluh lantak keadaan gunung Thursina dan
keadaan Musa jatuh pingsan! Setelah gunung itu hancur dan Musa-pun jatuh
pingsan, tidak satupun yang terlintas realitas apapun di dalam perasan Musa dan
fikirannya, kecuali ia tidak tahu apa-apa. Yaitu realitas konsepsi manusia dan
alam tidak ada (fana). Dalam keadaan inilah Musa melihat realita Tuhan, bahwa
benar Tuhan tidak bisa dibandingkan oleh sesuatu apapun. Kemudian Musa kembali
sadar memasuki realitas dirinya sebagai manusia dan alam. Musa berkata :aku
orang yang pertama-tama beriman..dan percaya bahwa Allah tidak seperti konsepsi "saya".
Setelah kita mengetahui dan faham akan Dzat,
sifat, dan af'al Allah, teranglah fikiran dan bathin kita, sehingga secara
gamblang kedudukan kita dan Allah menjadi jelas, yaitu yang hakiki dan yang bukan
hakiki. Terbukalah mata kita dari ketidak tahuan akan Dzat. Ketidaktahuan
inilah yang saya maksudkan dengan tertutupnya hijab, sehingga perlu disadarkan
oleh kita sendiri dan kemudian mengenal-Nya (ma'rifat)
Syekh Ahmad bin `Athaillah, didalam Al Hikam
menyebutkan bahwa : "Tiada sesuatu benda yang menghijab engkau dari Allah,
tetapi yang menghijab engkau adalah persangkaanmu adanya sesuatu disamping
Allah, sebab segala sesuatu selain dari Allah itu pada hakikatnya tidak maujud
(tidak ada) sebab yang wajib ada hanya Allah, sedang yang lainnya terserah
kepada belas kasihan Allah untuk diadakan atau di tiadakan".
Seorang arif berkata : "Adanya makhluq
semua ini bagaikan adanya bayangan pohon di dalam air. Maka ia tidak akan
menhalangi jalannya perahu. Maka hakikat yang sebenarnya tiada sesuatu benda
apapun yang maujud disamping Allah untuk menghijab engkau dari Allah. Hanya
engkau sendiri mengira bayangan itu sebagai sesuatu yang maujud."
Ibarat seseorang yang bermalam disuatu
tempat, tiba-tiba pada malam hari ketika ia akan buang air, terdengar suara
angin yang menderu masuk lobang sehingga persis sama dengan suara harimau, maka
ia tidak berani keluar. Tiba pada pagi hari ia tidak melihat bekas–bekas
harimau, maka ia tahu bahwa itu hanya tekanan angin yang masuk ke
lobang, bukan tertahan oleh harimau, hanya karena perkiraan
adanya harimau.
Sang Syekhk berkata : "andaikan Allah
tidak dhahir pada benda-benda alam ini, tidak mungkin adanya penglihatan
pada-Nya. Dan andaikan Allah tidak mendhahirkan sifat-sifat-Nya, pasti
lenyaplah alam benda-benda. Ketika Allah bertajalli kepada gunung, hancurlah
gunung itu, sedang Musa jatuh pingsan … "
Pertanyaan demi pertanyaan timbul dari
ketidaktahuan (hijab) kenyataaan bahwa Allah sangat dekat … tertutup oleh
kebodohan ilmu kita selama ini. Allah seakan jauh diluar sana …sehingga kita
tidak merasakan kehadiran-Nya yang terus menerus berada dalam kehidupan kita.
Dari keterangan diatas menyimpulkan bahwa kita ternyata telah salah kaprah
mengartikan sosok dzat selama ini, yang kita sangka adalah konsepsi "saya", bukan konsepsi
hakiki, yaitu wujud yang tak terbandingkan oleh perasaan, pikiran , mata hati,
dan seterusnya. Allah kita adalah Allahnya
Musa, ... Allahnya Ibrahim, ... dan
Allahnya Muhammad … yaitu yang Maha tak terjangkau oleh apapun…
Kini saatnya kita bertakbir tertuju kepada
dzat …bukan kepada sifat … (fa' bud nii) sembahlah AKU …, sehingga fanalah
"diri" dan semesta.
Tafakkur
Dan Meditasi Transendental
Setelah kita mengetahui dan mengenal Allah
secara ilmu, maka semakin mudahlah kita untuk memulai berkomunikasi dan
berjalan menuju kepada-Nya. Kita telah meyakini bahwa kita akan kembali
kepada-nya sekarang ... bukan besok !
Firman Allah :
"Hai manusia, sesungguhnya engkau
berusaha sungguh-sungguh menuju kepada tuhanmu, maka engkau akan
menemuinya". (Qs Al Insyiqaq, 84 : 6)
"ingatlah bahwa sesungguhnya mereka
adalah dalam keragu-raguan tentang pertemuan dengan tuhan mereka. Ingatlah
bahwa Allah maha meliputi segala sesuatu". (Qs. Fushilat, 41 : 54).
Didalam ayat lain dikatakan, bahwa shalat
itu adalah pekerjaan yang amat sulit, kecuali bagi orang yang khusyu'. Siapakah
orang yang khusyu' itu, ialah orang yang mempunyai sangkaan bahwa ia akan
bertemu dengan Allah dan mereka adalah
orang yang kembali kepada Allah. Rajiun artinya; orang yang kembali
(kedudukannya sebagai fa'il), bukan yang akan kembali.
Kekhusyu'an shalat dan ibadah-ibadah yang
lainnya tidak akan bisa dicapai, kalau kita tidak mengerti ilmu tauhid, yaitu
mengerti akan Allah secara hakiki. Dasar tauhid inilah yang menjadi bekal kita
untuk menuju tawajjuh kepada Allah, dan merupakan jalan yang membedakan dari
peribadatan-peribadatan agama lain selain islam.
Pada tatanan fenomena fisik dan psikis,
mungkin kita akan mengalami kesamaan dengan perjalanan meditator … penyembuh,
pastor, atau pendeta … biksu yang tekun
beribadah … atau kadang juga sama dengan penggali spiritual yang tidak
menggunakan pengertian ketuhanan sama sekali …
Pengalaman-pengalaman ini bukanlah penentu
sebuah kebenaran spiritual tertentu.
Akan tetapi hal ini, seperti keadaan ilmu-ilmu yang lainnya yang
bersifat universal, seperti perasaan rindu …cinta … sedih … bahagia dan
ketenangan. Keadaan ini bisa disebut sebagian dari pengalaman perasaan rohani.
Yang tidak bisa kita klaim sebagai milik orang islam saja..atau orang kristen ... dan yang lain.
Banyak pendeta yang berdoa di gereja memohon
kesembuhan bagi si penderita sakit parah ... ia bisa sembuh …pendeta budha pun
demikian ... dan tidak sedikit pula dari kalangan islam yang bukan kyai bisa
berdoa untuk yang sakit, ... iapun bisa
sembuh.
Dari sudut pandang psikolgi modern, tafakkur
termasuk bagian dari psikologi berfikir. Lapangan sentral kajian psikologi
tradisional pada masa-masa sebelum aliran behaviorisme mendominasi psikologi.
Pada masa-masa awal, psikologi banyak terfokuskan pada studi sekitar pikiran,
kandungan perasaan, dan bangunan akal manusia. Pembahasan masalah belajar hanya
dikaji melalui tema-tema tersebut , kemudian muncul aliran behaviorisme dengan
konsep-konsepnya yang terkenal. Aliran ini, akhirnya mengubah secara
besar-besaran pandangan-pandangan sebelumnya, kemudian menempatkan kajian
mengenai proses belajar manusia, melalui rangsangan dan respon yang timbul,
menjadi tema utama psikologi.
Perasaan, kandungan akal, dan pikiran
dianggap sebagai masalah yang tidak dapat dijangkau dan dipelajari secara
langsung, sebagaimana juga metode yang dipakai untuk mempelajarinya,
seperti metode intropeksi, dikritik karena
tidak dapat dibuktikan secara empiris. Para penganut faham behaviorisme
menginginkan psikologi sebagai ilmu empiris berdasarkan fenomena-fenomena
lahiriah yang dapat dikaji dilaboratorium. Menurut mereka, segala kegiatan
kognitif dan perasaan yang ada dan terjadi dalam benda-benda hidup merupakan
akibat dari interaksinya dengan pengaruh-pengaruh tertentu.
Kegiatan-kegiatan "pikiran dalam"
itu, mereka anggap sebagai suatu peti terkunci yang bagian dalamnya tidak
mungkin diketahui dengan jelas. Karena itu, tidak perlu menghabiskan waktu
untuk mempelajarinya. Adapun berbagai respon dan tanggapan yang timbul akibat
kegiatan dalam yang dapat diukur dan diamati, merupakan pusat perhatian kajian
ilmiah empiris mereka.
Hal yang lebih pelik dan kompleks bagi kita,
orang islam, adalah bahwa salah satu unsur pembentukan perilaku manusia
terpenting telah ditinggalkan oleh psikologi barat modern, meskipun banyak
penemuan modern telah membuktikan pentingnya unsur tersebut, yaitu unsur
spiritual. Psikologi modern hanya berpegang pada unsur psikologis, biologis
sosial dan kultural sebagai unsur-unsur pembentukan perilaku manusia, dengan
alasan, mudah didefinisikan jika dibandingkan dengan sisi spiritual. Selain
itu, ia juga menolak segi spiritual karena dianggap tumbuh dari pandangan
agama.
Sebagian kalangan islam juga menolak
pentingnya tafakkur, yang merupakan unsur penting dari suatu agama disamping
tatanan hukum syariat. Mereka menganggap perbuatann itu adalah bid'ah.
Awal dari segala perbuatan adalah kegiatan
berfikir dan kognitif dialam sadar. Berdasarkan hal itu, orang selalu berfikir
panjang dan mendalam atau bertafakur akan dengan mudah melaksanakan segala
ibadah dan ketaatan lainnya. Dalam hal ini
Al Ghazaly dalam Ihya'nya mengatakan: "Jika ilmu sudah sampai
dihati, keadaan hati akan berubah, jika hati sudah berubah, perilaku anggota
badan akan berubah. Perbuatan mengikuti keadaan (hal), keadaan mengikuti ilmu,
dan ilmu mengikuti pikiran, oleh karena itu pikiran adalah awal dan kunci
segala kebaikan, dan yang menyingkapkan keutamaan tafakkur. Pikiran lebih baik
daripada dzikir, karena pikiran adalah dzikir plus". (Abu Hamid Al
Ghazaly, Ihya' ulumuddin jilid IV hal. 389)
Sebagaimana kegiatan berfikir adalah kunci
kebaikan dan amal shaleh, ia juga merupakan segala perbuatan lahir dan bathin.
Oleh karena itu, hati yang selalu merenung atau bertafakkur tentang ketinggian
dan keagungan Allah Swt, serta memikirkan kehidupan akhirat, akan dapat
membongkar dengan mudah niat-niat jahat yang terlintas dalam benaknya. Karena,
ia memiliki kepekaan dan ketajaman sebagai hasil dzikir dan tafakkurnya yang
berkesinambungan itu. Setiap kali terlintas suatu niat jahat atau buruk kedalam
hati, maka pikiran, perasaan dan pandangan baiknya dapat segera mengetahui dan
menguasainya, lalu menghancurkan keberadaannya. Seperti anggota badan yang
sehat dapat menolak dan menghancurkan penyakit yang mencoba menghinggapinya.
Seorang yang alim yang menyambung malam dan
siang dengan tafakkur tentang keagungan Allah, tentang kehidupan dunia dan
akhirat adalah seorang yang terjaga. Manakala terlintas sedikit saja niat jelek
yang mencoba menghampirinya, api kebaikan akan menghantamnya atau membakarnya,
seperti lemparan api yang menjaga langit dari intaian syetan yang hendak
mencuri pendengaran; "sesungguhnya orang-orang yang bertakwa apabila
mereka ditimpa was-was dari syetan, mereka mengingat Allah, maka ketika itu
juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya (Qs Al A'raaf, 7 : 201)
Jadi, tafakkur memanfaaatkan segala
fasilitas pengetahuan yang digunakan manusia dalam proses berfikir. Tafakkur
adalah menerawang jauh dan menerobos alam dunia kedalam alam akhirat, dari alam
ciptaan menuju kepada pencipta. Loncatan inilah yang disebut al ibrah, melihat
jauh sarat pengetahuan.
Berfikir kadang hanya terbatas, pada upaya
memecahkan masalah-masalah kehidupan dunia, yang mungkin terlepas dari emosi
kejiwaan, sedang tafakur dapat menerobos sempitnya dunia ini menuju alam
akhirat yang luas, keluar dari belenggu materi menuju alam spiritual yang tiada
batas. Mungkin hal ini yang dimaksudkan oleh psikolog sebagai kecerdasan jiwa
yang hebat.
Tafakkur dapat menggerakkan semua kegiatan
kognitif serta pikiran dalam dan luar seorang mukmin. Dr. Malik Badri, ahli
psikoterapi dari Sudan berpendapat, perwujudan tafakkur memiliki dan melalui
tiga fase dan berakhir pada fase keempat, yang disebut istilah
"syuhud".
Diawali dengan pengetahuan yang didapat dari
persepsi empiris yang langsung. Melalui alat pendengaran, alat raba, atau alat
indra lainnya. Atau dengan tidak langsung, seperti pada fenomena imajinasi,
atau kadang pengetahuan rasional yang abstrak. Sebagian besar pengetahuan ini
tidak ada hubungannya dengan emosi atau sentimen.
Kalau seseorang memperdalam cara melihat dan
mengamati sisi keindahan, kekuatan, keistimewaan lainnya yang dimiliki sesuatu,
berarti ia telah berpindah dari pengetahuan dingin menuju rasa kekaguman akan
keagungan ciptaan, susunannya rapi, peman-dangannya yang indah. Fase ini adalah
fase kedua, fase tempat bergejolaknya perasaan. Kalau dengan perasaan ini ia
berpindah menuju sang pencipta dengan penuh kekhusyu'an sehingga dapat
merasakan kehadiran Allah dan sifat-sifat-Nya yang tinggi, berarti ia sudah
berada pada fase ketiga.
Sekadar dapat memandang dan menyaksikan
ciptaan-Nya tidak lebih dari fase awal yang primitif, pada fase ini antara
pandangan seorang mukmin dan orang kafir tidak ada bedanya. Fase kedua, yaitu
fase tadhawwuk, pengungkapan rasa kekaguman terhadap ciptaan atau susunan alam
yang indah, fase ini dapat dirasakan, baik oleh orang mukmin maupun oleh orang
kafir, tanpa mellihat sisi keimanan atau sisi kekufuran. Akan tetapi, pada fase
pengetahuan ketiga yang menghu-bungkan antara perasaan akan keindahan ciptaan
dan kerapian tatanan alam dengan penciptanya yang maha agung dan maha tinggi,
merupakan nikmat besar yang hanya dapat dirasakan oleh orang mukmin.
Fase-fase tersebut merupakan perjalanan yang
akan dialami oleh setiap orang yang melakukan tafakkur. Pada fase-fase ini
adakalanya orang hanya sampai kepada keadaan primitip yaitu fenomena alam, baik
yang kasat mata maupun yang abstrak (ghaib), yang oleh orang tertentu
dimanfaatkan untuk melihat (kasyaf), yang lebih halus, pengobatan, dan kekuatan
yang luar biasa.
Sarana-sarana tafakkur.
Didalam fenomena meditasi transendental
pemusatan fikiran dengan mengulang-mengulang suatu gambaran pikiran tertentu
atau makna suatu keyakinan (dzikir, mantra) memiliki nilai besar bagi orang
yang melakukannya. Hal ini akan menghantarkannya pada angan-angan atau gambaran
yang sangat dalam dan pada konsep-konsep baru tentang sesuatu objek pikir atau
meditasi, lalu naik pada tingkatan bayangan dan gambatran yang paling dan sulit
didapat dalam kehidupan rutin yang terbatas. Oleh karena itu pengalaman ini
disebut meditasi transendental.
Pada mulanya tafakkur, meditasi transendental
berlaku universal, pengalaman-pengalaman serta pengaruh yang dirasakanannya
sama, apakah itu metode yang yang digagas oleh hindu, budha, kristen dan islam.
Diantaranya yang dilakukan dalam meditasi ialah, pengosongan pikiran dan
melupakan segala keruwetan dalam benak yang dapat mengganggu proses meditasi
dan konsentrasi pada objek meditasi. Ia harus kembali mengonsentrasikan pikiran
pada "apa" yang ia pilih sebagai objek pikiran dan meditasinya. Ia harus mengambil
posisi duduk pasip yang rileks. Latihan ini harus selalu diulang-ulang,
sehingga hari demi hari meditasi dan berfikirnya menjadi lebih dalam, badan
terasa lebih ringan, fikiran menjadi bersih, jiwa menjadi sangat luas tak
terbatas. Bersamaan dengan itu, hilang pula segala perasaan gelisah ,sedih,
galau, dan segala gangguan jasmani yang dirasakan sebelumnya.
Seorang mukmin akan mudah menemukan cara
meditasi semacam ini, karena metode ini memiliki kesamaan yang jelas dengan
proses tafakkur tenntang penciptaan
langit dan bumi yang disertai dzikir dan bertasbih kepada objek yang
maha tak terjangkau yaitu Allah, baik berdiri, duduk rileks, berbaring.
Kesamaannya terletak pada upaya pengkonsentrasian pikiran pada objek tertentu,
ada yang menggunakan patung, irama musik, roh suci, mantra-mantra suci, dan
membayangkan wujud syekh atau guru pembimbing spiritual. tujuannya adalah upaya
melepaskan atau menjauhkan dari pengaruh yang menggangu konsentrasi, keruwetan
angan-angan fikiran, perasaan, ataupun kebisingan dan
keramaian.
Keduanya juga sejalan dalam hal latihan,
proses melihat dan mengulang kata-kata (dzikir), atau makna objek meditasi.
Oleh karena, itu seseorang yang bertafakkur bertasbih, dan bermeditasi dapat
menangkap makna dan pengetahuan baru yang sebelumnya tidak terlintas dalam
hati. Keduanya menggunakan kedalaman
tafakkur untuk membersihkan pengetahuan
lahiriah dari belenggu penjara rutinitas kehidupan material menuju kebebasan
menatap lepas keatas, menuju pengetahuan yang luas tak terbatas.
Kita akan berada di luar badan kecil ini,
menjadi jiwa yang tidak terikat, mempunyai keluasan wujud dan kemampuan
"melihat tanpa bola mata", "mendengar tanpa daun telinga"
dan merasakan keuniversalam jiwa yang
tak terbatas oleh waktu dan ruang. "Inilah jiwa" yang memiliki
"watak" yang sama dengan jiwa-jiwa lainnya; dimana hal yang
membedakan adalah " kemana akhir kembalinya jiwa"
Ada beberapa jalan yang digunakan orang
untuk melakukan meditasi yaitu menatap dengan pikiran kepada suatu objek yang
diyakininya. Serta sensasi yang mempengaruhi terhadap perilakunya. Salah satu
penelitian yang dilakukan oleh Eckankar, didapatkan suatu sensasi yang terjadi
pada pelaku meditator, dari seluruh aliran spiritual yang ada didunia. Eckankar
menamainya kalam semesta Ilahi.
Ada jenis tahapan, serta kata-kata yang dijadikan
sarana untuk tafakkur, jenis pengelompokan, suasana yang dirasakan didalam
spiritual, serta penjelasan dan manfaatnya.
Alam Ilahi
menurut Eckankar - (Lihat Lampiran )
Eckankar membawa kesadaran kita menuju alam
spiritual dan batasan-batasan yang dicapai oleh para meditator. Betapa ia
sangat teliti dan hati-hati dalam mengungkapkan “keadaan” atau suasana yang
dialami oleh spiritualis, pengelompokan dan tahapan-tahapan agar menjadi
“catatan” bagi para pemula didalam menjalani “laku spiritual”, terutama objek
apa yang digunakan dalam menghantarkan jiwa kembali kepada eksistensi diri
sejati.
Islam menempatkan “Allah” sebagai objek yang
tak terbandingkan merupakan sarana membebaskan jiwa dari ikatan dan pengaruh
alam yang dilaluinya, sehingga jiwa yang terlepas dari alam, mustahil syetan
dan jin mampu menembus alam jiwa yang bebas (ikhlas).
Firman Allah : "Iblis menjawab: demi
kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semua. Kecuali hamba-hamba-Mu
yang mukhlis diantara mereka" (Qs Shaad, 38: 82-83 )
Pada alam inilah “jiwa “ mencapai puncak
kesempurnaan spiritual tertinggi, dan Allahpun memanggilnya kembali kesisi-Nya.
"Wahai jiwa yang tenang ( yang tidak
terikat oleh syahwatnya)…" "Kembalilah kamu kepada Tuhanmu dengan
rela dan meridhai" "Dan masuklah kamu kedalam syurga-Ku" ( Qs Al
Fajr, 89 : 27-30)
Pada tahapan ini Eckankar tidak mengungkapkan lebih lanjut keberadaan jiwa
sejati, ia hanya mengatakan“ diatas the sugmad adalah masih banyak tahapan yang
belum terwujud”.
Pada tahapan kesepuluh “Anami lok”, dan
kata-kata yang digunakan sebagai objek spiritual adalah “HU” ( Hua), (dari
konsep laa ilaha illa hua ... tiada tuhan kecuali Dia) dia yang tak
terbandingkan oleh sesuatu. Suatu konsep qur’ani yang membedakan dari jalan
spiritual manapun dan akan terhindar dari jebakan kebisingan intuisi alam
materi, yang banyak dipenuhi 'anak-anak syetan’ yang menempati setiap ruang
angkasa spiritual.
Dilanjutkan kepada tahapan sebelas “alam
sugmad” dan tahapan duabelas “sugmad” yaitu tidak ada lagi kata-kata yang
digunakan (sir). yaitu keadaan samudra cinta dan kalam Ilahi yang mengalir
kepada jiwa muthmainnah (jiwa yang telah terbebas dari ikatan segala macam
alam).
Kemenangan perjuangan Rasulullah menghadapi
tantangan dan gangguan syetan saat
beliau pergi mikraj dengan kekuatan jiwa muthmainnah.
Sabda nabi: "Orang yang gagah berani
bukanlah orang yang dapat menyerbu musuhnya dengan tangkas dalam pertempuran,
akan tetapi orang yang gagah berani itu sebenarnya yang kuasa dan mampu menahan
hawa nafsunya" (al hadist)
"Kalaulah syetan-syetan itu tidak
berkerumun di hati Bani Adam, niscaya mereka dapat memandang ke alam ghaib
(abstrak)" (Hr Ahmad dari abu Hurairah)
Pada tahapan tertinggi (Al A’raaf), kita
akan mampu melihat fenomena-fenomena alam dibawah, seperti intuisi yang
ditimbulkan oleh halusinasi, fikiran, perasaan, dan getaran gelombang–gelombang
pendek, yang dihembuskan syetan dan jin. Sebab jiwa telah melampaui
tahapan-tahapan dari ikatan seluruh alam semesta menjulang menuju yang bukan
alam, yaitu Dzat yang maha mutlak.
Firman Allah : “Sesungguhnya orang-orang yag
bertaqwa apabila mereka ditimpa was-was dari syetan, mereka mengingat Allah,
maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya. (Qs Al A'raaf, 7: 201)
"Syetan-syetan itu tidak dapat
mendengarkan (pembicaraan) para malaikat (alam yang tinggi) dan mereka
dilemparkan dari segala penjuru" ( Qs As Shaaffaat, 37:8)
"Sesungguhnya syetan itu tidak ada
kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Allah. Sesungguhnya kekuasaannya
(syetan) hanyalah atas yang mengambilnya pemimpin dan atas orang yang
mempersekutukannya dengan Allah" (Qs An Nahl, 16 :99 - 100)
Pada ayat ayat ini dijelaskan bahwa apabila
objek meditasinya bukan tertuju kepada yang tak terhingga, yaitu zat yang tidak
sama dengan makhluq-Nya, maka selain itu adalah wilayah syetan dan anak cucunya
yang siap menerkam jiwa-jiwa yang tersesat. Maka jangan heran banyak ahli
dzikir yang menyimpang seakan ia mendapatkan ilham dari Allah dan kemudian
mengaku sebagai nabi, sebagai imam mahdi dan wali Allah. Dan dengan seenaknya
ia meninggalkan perintah-perintah Allah, tidak shalat, tidak zakat, dan berperi
laku kharikul ‘adah (keluar dari ketentuan syariat Allah).
Untuk diketahui bahwa orang yang sampai
kepada Allah adalah orang yang mampu menangkap ilham-ilham Allah dan itu tidak
akan bertentangan dengan perintah yang tertulis dalam Al Qur'an dan Al sunnah.
Kesombongan dan keangkuhan merupakan bukti
keadaan jiwa masih terikat oleh pengaruh alam ciptaan. Untuk itu islam menolak
didalam ibadahnya menggunakan sarana yang bukan Allah, seperti pembayangan
guru, wasilah rasul, dan mantra-mantra, untuk menghantarkan jiwanya menuju
Allah. Hal ini mustahil akan sampai kepada Allah yang maha mutlak, sebab
bayangan sesuatu hanya akan menyampaikan jiwa menuju alam yang paling rendah
yaitu alam-alam halusinasi, kekuatan alam, kekuatan jin dan syetan.
Walaupun ia menggunakan sarana kalimat
thayyibah (misalnya "Allah, laa ilaha illah, subhanallah"),
kalimat-kalimat ini bukan sekedar kata-kata
yang tidak mempunyai makna, seperti para meditator ketika memulainya
meditasi menggunakan sarana bayangan roh suci, patung dan mantra-mantra suci,
maka hasilnya akan menjadi sama saja dengan mereka. Hanya sampai kepada
pemuasan rasa tenang dan bahagia semata dan memanfaaatkan fenomena-fenomena
kekuatan ghaib untuk atraksi kekuasaan dan ke"aku"an manusia. Alam
ini masih termasuk dunia syahwat.
Selama ilmu kita mengenai tuhan terbatas
kepada apa yang dibayangkan oleh pikiran dan perasaan sebagai objek meditasi,
selama itu pula kita berkutat dalam dunia spiritual yang menyimpang dari
ketentuan islam.
Didalam akhir bab ini mari kita perhatikan
firman-firman Allah tentang perdepatan kecil antara Allah dan syetan:
Allah berfirman : Hai iblis, apakah yang
menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku- ciptakan dengan kedua tangan-Ku.
Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu merasa termasuk orang-orang yang
(lebih) tinggi ?
Iblis berkata ; Aku lebih baik dari padanya,
karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.
Allah berfirman: maka keluarlah kamu dari
syurga, sesungguhnya kamu adalah orang yang terkutuk. Sesungguhnya kutukan-Ku
tetap atas kamu sampai hari pembalasan. Iblis berkata: Ya Tuhanku … beri tangguhlah
aku sampai hari mereka dibangkitkan.
Allah berfirman: sesungguhnya kamu termasuk
orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya (hari
qiyamat) Iblis menjawab: Demi kekuasaan Engkau..aku akan menyesatkan mereka
semua. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara mereka…. (Qs Shaad, 38
:75-83)
Demikian penjelasan keadaan atau suasana
meditasi,serta tanjakan-tanjakan yang banyak dilalui orang didalam bermeditasi
atau tafakkur yang bersifat universal. Hal yang membedakan adalah, akhir dari
perjalanan jiwa tersebut yaitu kembali pasrah kepada Allah yang maha mutlak
(berislam= berserah diri secara total)..Inna lillahi wa inna ilaihi
raji'un…..(tidak berhenti pada tahapan-tahapan alam)
Pada bab berikutnya saya akan mengajak anda
membuka cakrawala meditasi dengan melatih mental spiritual. Salah satunya
adalah shalat, yang merupakan sarana mikrajnya orang mukmin .dengan shalat
inilah kita menyadari bahwa kita bertemu dengan Tuhan yang maha Agung.
Setelah memahami seluruh rangkaian pengetahuan
yang saya tulis didalam setiap artikel. Mudah-mudahan kita mendapatkan hidayah dari Allah Swt. amin
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur &
Khusyu' Beribadah"
Bab IX
Patrap (Dzikir)
Makna
Dzikrullah
Kita mengetahui bagaimana bintang-bintang
itu beredar pada porosnya sebagai-mana mengetahui tumbuh-tumbuhan,
gunung-gunung berdiri dan bergerak meng-ikuti sunnah-Nya, sesungguhnya semuanya
itu bersujud dan bertasbih kepada khaliknya.
Akan tetapi kita tidak mengetahui bagaimana cara mereka bersujud dan
bertasbih. Firman Allah :
"Langit yang tujuh, bumi dan semua yang
ada didalamnya bertasbih kepada Allah
.Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu
sekalian tidak mengerti mereka. Sesungguhya Dia adalah maha penyan-tun lagi
maha Penyayang"( Al Isra' 44)
Kemudian Dia mengarah kepada langit yang
masih berupa kabut lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi. silahkan kalian
mengikuti perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa. Jawab mereka "Kami mengikuti dengan suka hati (Al
Fushilat: 11)
Ayat-ayat diatas memberikan gambaran kepada
kita bahwa tasbih mereka bukanlah sebuah kata-kata seperti manusia bertasbih,
akan tetapi merupakan bentuk kepasrahan dan kepatuhan atas perintah Allah,
sehingga gerak mereka serta arah tujuannya berserah atas kehendak perintah
ilahy. Dengan demikian butir-butir atom, bumi, matahari, bintang-bintang
bergerak pada orbit atau garis yang telah ditentukan oleh-Nya. Itulah yang
dinamai ber-islam, yang artinya berserah diri atas kemauan Allah Yang Maha
Pengasih. Yaitu pasrah atas peraturan-peraturan (sunnah-sunnah) yang telah
ditentukan oleh Allah Swt. Maka dari itu paradigma pasrah bukanlah orang pasif
yang tidak bergerak, malah sebaliknya orang yang pasrah adalah orang aktif yang
mengikuti perintah-perintah didalam syariat, berdagang, belajar, berperang,
membayar zakat, berhaji, beternak, bertani, bermanajemen dll.
Hal ini diibaratkan seperti kalau kita
membeli sebuah mobil. Si perancang telah menyiapkan manualnya untuk memudahkan
kita menghidupkan dan menjalankan mesin mobil tersebut, serta untuk mengetahui
suku cadang yang harus diganti jika terjadi kerusakan. Manual yang berisi
ketentuan/aturan ini tidak bisa diganti seenaknya sesuai dengan kemauan kita,
karena bisa-bisa akan mengakibatkan benturan/berlawanan dengan keinginan
perancangnya, yang pada akhirnya mungkin akan membuat mesin mobil menjadi rusak
dan tidak dapat berjalan dengan baik.
Perbuatan mengikuti ketentuan yang telah
ditetapkan oleh perancang dalam ilustrasi diatas menggambarkan kepasrahan dan
kepatuhan terhadap ketentuan si perancang. Demikian pula dengan kepasrahan
terhadap ketentuan yang telah ditulis dalam Al Qur'an dan Al Hadist ataupun
dalam ayat-ayat kauniyah (hukum yang diikuti oleh alam semesta / hukum alam),
semuanya mengikuti sistem dan keinginan ilahy. Mereka bersujud patuh atas
ketetapan-Nya dengan suka hati.
Didalam serat Pepali Ki Ageng Selo, dzikir
berarti patrap, yaitu orang susila, orang beradab. Peradaban atau kesusilaan
seseorang ditentukan oleh pendirian hidupnya dan kesusilaan dalam arti kata
yang sedalam-dalamnya dan terikat pada sarat-sarat utama, yaitu dapat menguasai
diri sendiri, yang dijabarkan sbb :
1. Menguasai tubuh sepenuhnya, yang berarti
mampu untuk menguasai perjalanan nafas dan darah, sehingga orang tidak lekas
naik darah dan tidak mudah dipermainkan oleh urat syarafnya (nervous) yang
besar faedahnya bagi kesehatan badan.
2. Menguasai perasaan, yaitu dapat menahan
rasa marah, jengkel, sedih, takut dan sebagainya, sehingga dalam keadaan
bagaimanapun juga selalu tenang dan sabar, oleh karena itu lebih mudah untuk
dapat mengambil tindakan-tindakan yang setepat-tepatnya.
3. Menguasai pikiran, sehingga pikiran itu
dalam waktu-waktu yang terluang tidak bergelandangan semaunya sendiri dengan
tidak terarah dan bertujuan, akan tetapi dapat diarahkan untuk memperoleh
pengertian dan kesadaran tentang soal-soal hidup yang penting.
Orang patrap (dzikir, sadar) dalam Islam
diidealisasikan dalam sosok Nabi Muhammad sebagai uswatun hasanah, tidak kenal
rasa takut tidak gentar dalam keadaan bagaimanapun juga, beliau selalu sabar,
dan tenang dan selalu diliputi oleh rasa kasih sayang kepada sesama hidup dan
karena itu beliau di cintai oleh semua ummat manusia, beliau mencintai segala
ciptaan Allah.
Sikap dzikir sempurna seperti itu pernah
dicontohkan Rasulullah, tatkala tiba-tiba Da'tsur menodongkan pedangnya kearah
leher nabi, seraya berkata lantang: "Siapa yang akan menolong engkau dalam
keadaan seperti ini, ya Muhammad?". "Allah yang menolongku",
jawab nabi dengan tenang.
Jawaban sederhana yang tidak disangka-sangka
oleh Da'tsur, merontokkan karang hati yang pongah, tubuhnya bergetar seakan
tidak lagi disanggah oleh tulang-tulangnya yang besar. Daya apa gerangan yang
mengalir dari mulut Muhammad, membuat jiwanya sesaat seperti mati tak berdaya.
Pedangnya terpental jatuh ketanah, kemudian Rasulullah berganti membalas
menodongkan pedang kearah leher Da'tsur, dan beliau berkata : "Siapa yang
akan menolong engkau ,ya Da'tsur?"
Ia jatuh bersimpuh pada kaki Rasulullah
sambil mengiba untuk diampuni atas sikapnya yang congkak dan berkata hanya
enkau ya Muhammad yang bisa menolongku.
Seketika itu Rasulullah menasehatinya agar ia kembali ke jalan Islam.
Peristiwa diatas merupakan sikap sempurna
dari Dzikir Rasulullah. Keadaan seperti itulah yang dimaksudkan islam sebagai
kepasrahan dan kepercayaan akan kekuasaan Allah, perlindungan, kedekatan dan
kemahatinggian Allah diatas segala-galanya.
Dzikir kepada Allah bukan hanya sekedar
menyebut nama Allah di dalam lisan atau didalam pikiran dan hati. Akan tetapi
dzikir kepada Allah ialah ingat kepada Asma, Dzat, Sifat, dan Af'al-Nya.
Kemudian memasrahkan kepada-Nya hidup dan mati kita, sehingga tidak akan ada
lagi rasa khawatir dan takut maupun gentar dalam menghadapi segala macam mara
bahaya dan cobaan. Sebab kematian baginya merupakan pertemuan dan kembalinya
roh kepada raja diraja Yang Maha Kuasa.
Mustahil orang dikatakan berdzikir kepada
Allah yang sangat dekat, ternyata hatinya masih resah dan takut, berbohong,
tidak patuh terhadap perintah-Nya dll. Konkritnya berdzikir kepada Allah adalah
merasakan keberadaan Allah itu sangat dekat, sehingga mustahil kita berlaku
tidak senonoh dihadapanNya, berbuat curang, dan tidak mengindahkan
perintah-Nya.
Seperti yang pernah saya singgung mengenai
syetan yang ma'rifat kepada Allah, bertauhid kepada Allah, dan berdo'a
kepada-Nya, memuja-Nya, namun ia enggan mengikuti perintah-Nya. Orang berdzikir
seperti ini sama kedudukannya dengan kedudukan syetan yang terkutuk.
Allah berfirman : "Hai iblis , apakah
yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua
tangan-Ku. Apakah kamu menyombongkan diri atau kamu merasa termasuk orang yang
lebih tinggi ?"
Iblis berkata : Aku lebih baik dari padanya,
karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah.
Allah berfirman: "Maka keluarlah kamu
dari syurga, sesungguhnya kamu adalah yang terkutuk, sesungguhnya kutukan-Ku
tetap atas kamu sampai hari pembalasan."
Iblis berkata: "Ya Tuhanku, beri
tangguhlah aku sampai hari mereka dibangkitkan."
Allah berfirman: "Sesungguhnya kamu
termasuk orang yang diberi tangguh. Sampai hari yang telah ditentukan waktunya
( hari kiyamat)."
Iblis menjawab: "Demi kekuasaan Engkau,
aku akan menyesatkan mereka kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis diantara
mereka. (QS Shaad, 38:75-83)
Kalau kita perhatikan dialog Iblis dengan
Allah diatas, kelihatan sekali bekas
keakraban antara Khaliq dan makhluq-Nya. Dia sangat percaya kepada Allah, dia
bertauhid, dan mengetahui bahwa tidak ada tuhan kecuali Allah, dia juga memuja
Allah dengan menyebut "fa izzatika" (demi kekuasaan Engkau). Dia
selalu memanggil Allah dengan sebutan "Ya Rabbi" (Ya tuhanku), dan
yang terakkhir dia dikabulkan doanya agar di panjangkan usianya sampai hari
kiamat. Hampir saja sempurna sang iblis sebagai hamba yang sangat dekat,
memohon kepada Allah (berdo'a), bertauhid dan berma'rifat kepada-Nya. Hanya
satu kesalahan sang iblis ini, yaitu tidak mau mengindahkan perintah-Nya untuk
bersujud (menghormati) kepada Adam. Berarti ia tidak mengakui atau tidak
menerima keputusan Allah yang Maha Bijaksana, disebabkan kesombongan merasa
paling baik dari dirinya, ana khairu
minhu , aku lebih baik dari Adam !
Ada sebagian ahli dzikir yang tidak mau
melaksanakan ibadah shalat, dengan dalil sudah sampai kepada tingkat ma'rifat
atau fana. Dengan alasan wa aqimish shalata lidzikri (dirikanlah shalat untuk
mengingat Aku ... Thaha:14), karena tujuan shalat adalah ingat. Namun ia tidak
sadar, bahwa ingat disini ... tidak hanya kepada nama-Nya atau kepada dzat-Nya,
akan tetapi konsekwensinya harus menerima apa kemauan yang di ingat, yaitu
kemauan Allah Swt seperti apa yang telah diperintahkan didalam syariat-Nya .
Bandingkan dengan sikap syetan yang tidak
mengikuti kemauan ilahy. Perbuat-an
khariqul `adah (meninggalkan kebiasaan syariat) dianggap perbuatan seorang
waliyullah. Padahal Nabi Muhammad dan para sahabat menegakkan syariat shalat,
dan mu'amalah. Sedang kedudukan beliau berada diatas para wali manapun di dunia.
Dengan alasan yang seakan masuk akal, serta dengan ditandai (ditambahi)
kelebihan-kelebihan spiritual yang menakjubkan. Janganlah anda heran jika
syetanpun mampu menembus alam-alam ghaib dan mampu menyelami pikiran dan hati
manusia, ... bahkan ia mampu berjalan melalui aliran darah (yajri dam) karena memang ia dikabulkan permintaannya.
Seorang wali adalah kekasih Allah dan merupakan wakil Allah didalam
melaksanakan tugas-tugas menegakkan syariat Alqur'an dan As sunnah.
Lalu
apa yang dimaksud dengan dzikir lisan, dzikir qalbi, atau dzikir sirri ?
Syekh Ahmad Bahjad dalam bukunya
"Mengenal Allah", memberikan pengertian sbb : "Dzikir secara
lisan seperti menyebut nama Allah berulang-ulang. Dan satu tingkat diatas
dzikir lisan adalah hadirnya pemikiran tentang Allah dalam kalbu, kemudian
upaya menegakkan hukum syariat Allah dimuka bumi dan membumikan Al Qur'an dalam kehidupan.
Juga termasuk dzikir adalah memperbagus
kualitas amal sehari-hari dan menjadikan dzikir ini sebagai pemacu kreatifitas
baru dalam bekerja dengan mengarahkan niat kepada Allah ( lillahita'ala ).
"
Sebagian ulama lain membagi dzikir menjadi
dua yaitu: dzikir dengan lisan, dan dzikir di dalam hati. Dzikir lisan
merupakan jalan yang akan menghantar pikiran dan perasaan yang kacau menuju
kepada ketetapan dzikir hati; kemudian dengan dzikir hati inilah semua
kedalaman ruhani akan kelihatan lebih
luas, sebab dalam wilayah hati ini Allah akan mengirimkan pengetahuan berupa
ilham.
Imam Alqusyairi mengatakan : "Jika
seorang hamba berdzikir dengan lisan dan hatinya, berarti dia adalah seorang
yang sempurna dalam sifat dan tingkah lakunya."
Dzikir kepada Allah bermakna, bahwa manusia
sadar akan dirinya yang berasal dari Sang Khalik, yang senantiasa mengawasi
segala perbuatannya. Dengan demikian manusia mustahil akan berani berbuat
curang dan maksiat dihadapan-Nya. Dzikir
berarti kehidupan, karena manusia ini adalah makhluq yang akan binasa
(fana), sementara Allah senantiasa hidup, melihat, berkuasa, dekat, dan
mendengar, sedangkan menghubungkan (dzikir) dengan Allah, berarti
menghubung-kan dengan sumber kehidupan ( Al Hayyu).
Sabda Rasulullah : "Perumpamaan orang
yang berdzikir dengan orang yang tidak berdzikir seperti orang yang hidup dengan orang yang
mati." (HR. Bukhari)
Itulah gambaran dzikir yang dituturkan
Rasulullah Saw. Bahwa dzikir kepada Allah itu bukan sekedar ungkapan sastra,
nyanyian, hitungan-hitungan lafadz, melainkan suatu hakikat yang diyakini
didalam jiwa dan merasakan kehadiran Allah disegenap keadaan, serta berpegang
teguh dan menyandarkan kepada-Nya hidup dan matinya hanya untuk Allah
semata.
Firman Allah :
"Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam
hatimu (jiwamu) dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak
mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk
orang-orang yang lalai." (Qs Al A'Raaf :205)
Aku hadapkan wajahku kepada wajah yang
menciptakan langit dan bumi, dengan lurus. Aku bukanlah orang yang berbuat
syirik, sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku kuserahkan
(berserah diri) kepada Tuhan sekalian Alam ....
Adapun hitungan-hitungan lafadz, seperti
membaca Asmaul Husna, membaca Alqur'an, shalat, haji, zakat, dll, merupakan
bagian dari sarana dzikrullah, bukan dzikir itu sendiri, yaitu dalam rangka
menuju penyerahan diri (lahir dan bathin) kepada Allah. Tidak ada kemuliaan
yang lebih tinggi dari pada dzikir dan tidak ada nilai yang lebih berharga dari
usaha menghadirkan Allah dalam hati, bersujud karena keagungan-Nya, dan tunduk
kepada semua perintah-Nya serta menerima setiap keputusan-Nya Yang Maha
Bijaksana
Dzikir berarti cinta kepada Allah, tidak ada
tingkatan yang lebih tinggi diatas kecintaan kepada Allah …, maka berdzikirlah
kamu (dengan menyebut ) Allah, sebagaimana kamu ingat kepada orang tua kalian, atau
bahkan lebih dari itu …. (Al Baqarah
:200)
"Katakanlah, jika bapak-bapak,
anak–anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah
tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari pada Allah dan Rasul-Nya
dan (dari) berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusan-Nya. dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasik."
(Qs. At Taubah :24 )
Dzikrullah
merupakan rohnya seluruh peribadatan
Pada tatanan spiritualitas Islam, dzikrullah
merupakan kunci membuka hijab dari kegelapan menuju cahya Ilahy. Alqu'an
menempatkan dzikrullah sebagai pintu
pengetahuan makrifatullah, sebagaimana tercantum dalam surat Ali Imran 190-191.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit
dan bumi dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang
yang berakal, yaitu orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, atau
sambil duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata)
Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia maha suci
Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka"
Kalimat "yadzkurunallah"
orang-orang yang mengingat Allah, didalam `tata bahasa arab' berkedudukan
sebagai ma'thuf (tempat bersandar) bagi kalimat-kalimat sesudahnya, sehingga
dzikrullah merupakan dasar atau azas dari semua perbuatan peribadatan baik
berdiri, duduk dan berbaring serta merenung (kontemplasi). Dengan demikian praktek
dzikir termasuk ibadah yang bebas tidak ada batasannya. Bisa sambil berdiri,
duduk, berbaring, atau bahkan mencari nafkah untuk keluarga sekalipun bisa
dikatakan berdzikir, jika dilandasi karena ingat kepada Allah. Juga termasuk
kaum intelektual yang sedang meriset fenomena alam, sehingga menemukan sesuatu
yang bermanfaat bagi seluruh manusia.
Dzikrullah merupakan sarana pembangkitan
kesadaran diri yang tenggelam, oleh sebab itu dzikir lebih komprehensif dan
umum dari berpikir. Karena dzikir melahirkan pikir serta kecerdasan jiwa yang
luas, maka dzikrullah tidak bisa hanya diartikan dengan menyebut nama Allah,
akan tetapi dzikrullah merupakan sikap mental spiritual mematuhkan dan
memasrahkan kepada Allah Swt.
Dari Dardaa Ra : bersabda Rasulullah Saw
"Maukah kalian saya beritakan sesuatu yang lebih baik dari amal-amal
kalian, lebih suci dihadapan penguasa kalian, lebih luhur di dalam derajat
kalian, lebih bagus bagi kalian dari pada menafkahkan emas dan perak, dan lebih
bagus dari pada bertemu musuh kalian (berperang) kemudian kalian menebas
leher-leher mereka atau merekapun menebas leher-leher kalian ??" Mereka
berkata : "baik ya Rasulullah". Beliau bersabda :
"dzikrullah" atau ingat kepada Allah (dikeluarkan oleh At thurmudzy
dan Ibnu Majah, dan berkata Al Hakim: shahih isnadnya).
Betapa dzikrullah ditempatkan pada posisi
yang sangat tinggi, karena merupakan jiwa
atau rohnya seluruh peribadatan, baik shalat, haji, zakat, jihad dan
amalan-amalan lainnya. Dari sisi lain,
Allah sangat keras mengancam orang yang tidak ingat kepada Allah didalam
ibadahnya.
Seperti dalam surat Al Ma'un ayat :4-6
"Maka kecelakaanlah bagi orang-orang
yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. Orang-orang yang
berbuat riya'."
fashalli lirabbika … maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu (
QS.108:2 )
Perbuatan `riya' ialah melakukan suatu amal
perbuatan tidak untuk mencari keridhaan
Allah, akan tetapi untuk mencari pujian atau
kemasyhuran di masyarakat. Amal perbuatan seperti itu yang akan ditolak oleh Allah, dan dikategorikan bukan
sebagai perbuatan Agama (Ad dien).
Banyak orang yang mendirikan shalat,
sementara ia hanya mendapatkan rasa lelah dan payah ( Al Hadist )
Sabda Nabi Saw : "Akan datang pada
suatu masa, orang yang mengerjakan shalat, tetapi mereka belum merasakan
shalat" (HR. Ahmad, dalam risalahnya: Ash shalatu wa ma yalzamuha)
Jadi jelaslah maksud hadist –hadist diatas
bahwa seluruh peribadatan bertujuan untuk memasrahkan diri dan rela kepada
Allah, sebagaimana pasrahnya alam semesta…
Untuk mencapai kepada tingkatan yang ikhlas
kepada Allah serta menerima Allah sebagai junjungan dan pujaan, jalan atau
sarana yang paling mudah telah diberikan Allah, yaitu dzikrullah. Keikhlasan
kepada Allah mustahil bisa dicapai, tanpa melatih dengan menyebut nama Allah
serta melakukan amalan-amalan yang telah ditetapkan-Nya.
Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr, bahwa
sesungguhnya ada seorang lelaki berkata. wahai Rasulullah, sesungguhnya syariat
iman itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu
yang aku akan menetapinya.
Beliau bersabda : "Senantiasa lisanmu
basah dari dzikir (ingat) kepada Allah Ta'ala."
Keluhan laki-laki yang datang kepada
Rasulallah menjadi pelajaran dan renungan bagi kita , yang ternyata syariat
iman itu amat banyak jumlahnya dan tidaklah mungkin kita mampu melaksanakan
amalan syariat yang begitu banyak tersebut, kecuali mendapatkan karunia
bimbingan dan tuntunan dari Allah Swt. Rasulullah telah memberikan solusinya
dengan memerintahkan selalu membasahi lisan kita dengan menyebut nama Allah.
Dengan cara melatih berdzikir kepada Allah
kita akan mendapatkan ketenangan, kekhusyu'an dan kesabaran yang berasal dari
Nur Ilahy.
Keutamaan
berdzikir kepada Allah
Apabila benar-benar mengerjakan dzikir
menurut cara yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, sedikitnya ada dua
puluh keutamaan yang akan dikarunikan kepada yang melakukannya, yaitu :
1. mewujudkan tanda baik sangka kepada Allah
dengan amal shaleh ini.
2. menghasilkan rahmat dan inayat Allah
3. memperoleh sebutan yang baik dari Allah
dihadapan hamba-hamba yang pilihan
4. membimbing hati dengan mengingat dan
menyebut Allah
5. melepas diri dari azab
6. memelihara diri dari was-was syaitan
khannas dan membenteng diri dari ma'syiat
7. mendatangkan kebahagiaan dunia dan
akhirat.
8. mencapai derajat yang tinggi disisi Allah
9. memberikan sinaran kepada hati dan
menghilangkan kekeruhan jiwa
10. menghasilkan tegaknya suatu rangka dari
iman dan islam
11. menghasilkan kemulliaan dan kehormatan
pada hari kiamat
12. melepaskan diri dari rasa sesal
13. memperoleh penjagaan dari para malikat.
14. menyebabkan Allah bertanya tentang
keadaan orang-orang yang berdzikir itu.
15. menyebabkan berbahagianya orang-orang
yang duduk beserta orang-orang yang berdzikir, walupun orang yang turut duduk
itu tidak berbahagia .
16. menyebabkan dipandang ahlul ihsan,
dipandang orang-orang yang berbahagia dan pengumpul kebajikan.
17. menghasilkan ampunan dan keridhaan Allah
18. menyebabkan terlepas dari suatu pintu
fasik dan durhaka. Karena
orang yang tidak menyebut Allah (tidak
berdzikir) dihukum sebagai orang fasik.
19. merupakan ukuran untuk mengetahui
derajat yang diperoleh di sisi Allah.
20. menyebabkan para Nabi dan orang-orang
mujahidin (syuhada) menyukai dan mengasihi. (Al Fathul Jadied : syarah At
Targhieb Wat Tarhieb)
Dengan sebagian manfaat yang tercantum
diatas, layaklah jika dzikrullah didudukkan sebagai pintu pembuka jalan
kebajikan dan jalan makrifatullah. Keutamaan-keutamaan tersebut bukan sekedar
catatan yang menarik bagi kaum muslimin, akan tetapi hal tersebut bisa kita
peroleh dan dirasakan dengan sebenar-benarnya, apabila kita serius
dan sungguh-sungguh didalam melaksanakan
amalan-amalan dzikir kepada Allah.
Dalil-dalil yang menganjurkan dzikrullah
serta ancaman bagi yang meninggalkannya.
1.
Surat Ali’Imran (190-191)
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan
bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda dari orang
yang berakal. (3-190) (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang
penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah
Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami
dari siksaan neraka.
2. Surat An Nisaa' (103)
Maka apabila kamu telah menyelesaikan
shalat(mu), ingatlah Allah diwaktu berdiri, diwaktu duduk dan diwaktu
berbaring. Kemudian apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu
(sebagaimana biasa). Sesungguh-nya shalat itu adalah fardhu yang
ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.
3. Surat Al Anfaal (45)
Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu
memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah
sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.
4. Al Munaafiquun (ayat 9)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah
harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang
siapa berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.
5. Al Mujaadilah (ayat 19)
Syaitan telah menguasai mereka lalu
menjadikan mereka lupa mengingat Allah; mereka itulah golongan syaitan.
Ketahuilah, bahwa golongan syetan itulah golongan yang merugi.
6. Az zukhruf :36
Barang siapa yang berpaling dari ingat
kepada yang maha pemurah, kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka
syetan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.
7. An nisa 142
Sesungguhnya orang–orang munafik itu menipu
Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka . Dan apabila mereka berdiri untuk
shalat mereka berdiri dengan malas,...mereka bermaksud riya'( dengan shalat)
dihadapan manusia,…tidaklah mereka
menyebut Allah kecuali hanya sedikit sekali.
8. Al baqarah 152
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya
Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu
mengingkari (nikmatku)
9. Al baqarah 200
Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah
hajimu, maka berdzikirlah (dengan menyebut) Allah, sebagaimana kamu
menyebut-nyebut (membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau bahkan lebih banyak
dari itu.
10. Al Ahzab 35
Laki-laki dan perempuan yang banyak menyebut
(nama) Allah , Allah telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang
benar.
11. Al Ahzab 41
Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah
(dengan menyebut nama) Allah , dzikir sebanyak-banyak nya.
12. An Nur 37
Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh
perniagaan dan tidak pula oleh jual beli dari mengingat Allah , dan (dari)
membayar zakat . mereka takut kepada suatu hari yang ( dihari itu) hati dan
penglihatan menjadi goncang .
13. Al A'Raaf 205
Dan sebutlah (nama) Tuhanmu didalam hatimu
dengan merendahkan diri dan rasa takut dan tidak mengeraskan suaramu, diwaktu
pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai (tidak
berdzikir)
14. Ar Ra'd :28
(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah, ingatlah, hanya dengan
mengingat Allalh hati menjadi tentaram.
15. Al
Jumu'ah :9
Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru
untuk sembahyang pada hari jum'at, maka segeralah kamu kepada mengingat Allah dan
tinggalkanlah jual beli, yang demikian
itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui
Hadist-hadist
Rasulullah
1. Dari Abu Hurairah Ra. Dari Rasulallah
Saw. Bersabda : barang siapa yang duduk pada suatu termpat duduk yang dia tidak
dzikir (ingat) kepada Allah, dan atau ditempat itu, maka ada atasnya kebencian
dari Allah ta'ala. Dan barang siapa bertiduran pada tempat tidur yang ia tidak
dzikir kepada Allah ditempat itu, maka ada atasnya kebencian dari Allah,
artinya merupakan kekurangan tabiat jelek dan kerugian. (dikeluarkan oleh Abu
Dawud)
2. Banyaklah olehmu menyebut Allah disegenap
keadaan karena tak ada sesuatu amal yang lebih disukai Allah dan tak ada yang
sangat melepaskan hamba dari suatu bencana di dunia dan akhirat dari pada
menyebut Allah (HR: At Tabrany )
3. Berfirman Allah Swt. Aku menurut
persangkaan hamba-Ku kepada-Ku dan aku
besertanya dimana ia mengingat akan Aku (HR Bukhari–Muslim)
4. Tidaklah duduk sesuatu kaum disuatu
majelis lantas mereka menyebut nama Allah dimajelis itu melainkan mengelilingi
mereka dan rahmat menutupi mereka dan Allah menyebut mereka dihadapan
orang-orang yang disisi-Nya ( HR Ibn Syaiban. Tahfudz Dzikirin:12)
5. Tiada berkumpul suatu kaum didalam suatu
rumah Allah (masjid) untuk menyebut Allah hendak memperoleh keridhoan-Nya
melainkan Allah memberikan ampunan kepada mereka itu. Dan menggantikan
keburukan-keburukan mereka dengan berbagai kebaikan (HR Ahmad … At Targhieb
3:63 )
6. Barang siapa tiada banyak menyebut
Allalh, maka sesungguhnya terlepas dia dari imannya ( HR. At Tabrany dalam Al
Ausath )
7. Bahwasanya Allah berfirman: hai anak
Adam, apabila engkau telah menyebut akan Aku, berarti engkau telah mensyukuri
akan Aku. Dan apabila engkau telah melupakan akan Aku, berarti engkau telah
mengingkari nikmat dan ihsan-Ku ( HR.At Tabrany dalam Al Ausath )
8. Perumpamaan orang yang menyebut tuhannya
dengan orang orang yang tidak menyebut tuhannya, adalah umpama orang yang masih
hidup dibanding dengan orang mati. ( HR. Bukhary ..At TarghiebWat Tarhieb 3
:59)
9. Berkata Abu Hurairah Ra. Bersabda Nabi
Muhammad Saw. telah mendahului "mufarridun ". Mereka (para sahabat)
berkata: Apakah Mufarridun itu? Beliau
menjawab: orang-orang lelaki dan perempuan yang banyak menyebut nama Allah
(dikeluarkan Oleh Imam Muslim)
10. Telah menyebutkan Abdullah bin Yusr
bahwa sesungguhnya ada seorang laki-laki berkata : Sesungguhnya syari'at iman
itu sungguh amat banyak bagiku, maka kabarkanlah kepadaku dengan sesuatu yang
aku menetapinya. Beliau bersabda :
senatiasa lisanmu basah dari dzikir
(ingat) kepada Allah Ta'ala.
Sudah terlalu banyak yang kita mengerti dari
perintah-perintah Allah didalam Al Quran dan Al Hadist. Namun apakah akan tetap
menjadikan dalil tinggallah dalil, dan kita tetap saja tidak mau berbuat banyak
dalam melaksanakan peribadatan kepada Allah. Sampai kapan kita hanya
mengumpulkan data-data keislaman yang tidak terhitung banyaknya.
Apakah sebenarnya tujuan kita beragama !?
Bukankah kita akan kembali kepada-Nya
dengan tidak membawa apa-apa (Pasrah) !?
Terlalu panjang ... kalau kita membicarakan
persoalan yang tiada habis-habisnya. Apalagi mempersoalkan hal furuiyyah …
syariat Islam itu tidak sekedar soal hukum-hukum positif saja, tetapi banyak
nilai spiritual yang belum digali dengan benar. Akibatnya kita ketinggalan
dengan para Yogi India yang menekuni realitas kejiwaan yang bersifat universal,
sehingga para penganutnya bukan saja dari kalangan hindu, akan tetapi sebagian
orang Islam dan bangsa Eropa yang beragama Kristen telah menekuninya tanpa
harus menjadi Hindu. Dan membawa manfaat baik lahir maupun mental spiritualnya.
Mengapa nilai spiritual Islam tidak mampu
menembus wilayah bangsa-bangsa lain yang bermanfaat bagi kedamaian manusia,
yang diakui menyatakan Rahmatan lil'alamin !? Mengapa kita memandang mereka
dengan rasa kebencian dan bermusuhan.? Padahal tidak semua orang kafir harus
diperangi (harbi).
Mengapa kita tidak melakukan saja pekerjaan
yang bermanfaat untuk kesejahteraan ummat manusia dan alam? Mengapa kita tidak
menjadikan manusia itu cerdas dan bermental spiritual yang damai? Lihatlah bangsa Jepang, negara yang
amat kecil dan disegani lawannya, dikagumi semua Ummat, padahal dia tidak
memiliki pasukan penggempur musuh.
Kita Ummat yang mengaku khairun Ummat (Ummat
yang terbaik), ternyata dilecehkan dan dihinakan, dijajah, dan tidak dipandang
sebagai ummat yang cerdas, bahkan hampir disamakan dengan bangsa primitif,
karena menonjolkan sifat kekasaran, dan kekuatan ototnya. Kita mudah marah dan
tersinggung, jika dikatakan ummat islam itu terbelakang, yang identik dengan
kemiskinan dan kebrutalan.
Kenyataannya kita sering dihambat oleh ummat
sendiri. Al islam mahjubun bil Muslim, kreatifitas dan inovasi pemikiran dan
kajian ummat, terkadang diserang habis habisan tanpa ikut meneliti terlebih dahulu
kebenarannya dengan alasan bid'ah.
Orang yang menekuni bidang pendidikan,
filsafat, dan ilmu-ilmu sain dianggap tidak memperjuangkan ummat, padahal
mereka adalah orang yang mengisi khasanah keilmuan yang digali dalam literatur Islam yang penuh dengan
persoalan-persoalan manusia, alam dan fenomenanya.
Saya mengajak segenap ummat Islam agar
kembali kepada jalan suci yang dirintis
para pendahulu kita, yang lebih banyak berbuat ketimbang berbicara. Islam
berkembang bukan dengan kekerasan, akan tetapi melalui kebudayaan, melalui
sains yang digali oleh para Ulama yang mengungkapkan keagungan dan keunikan
alam semesta. Ulama-ulama yang sangat intens terhadap ilmu fisika, matematika,
dan kedokteran seperti, Ibnu Sina, Al Jabber, Ibnu Rusydi dll, mempunyai andil
mengangkat derajat dan kebesaran Islam pada abad ke tujuh sampai akhir abad
kedua belas, ... hingga akhirnya
terpuruk pada saat ini. Menurut pandangan saya, Jepang , Singapura, Perancis adalah
potret negara Islami yang sebenarnya, sebab disanalah dasar-dasar filsafat
Islam tertanam menjadi budaya yang tinggi seperti kedisiplinan, ketekunan, kesadaran hukum,
kebersihan, wajib belajar, memperhati-kan hak asasi manusia, binatang, dan
lingkungan. Hanya satu yang belum … yaitu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Demikian harapan dan sentuhan rasa yang
dalam akan keinginan khasanah keislaman dijalankan melalui gerakan jiwa yang
dalam dan bersih. Dan hanya dengan berbuat melalui kesadaran spiritual yang
tinggi keinginan itu akan tercapai. Sebab kesadaran adalah modal tertinggi
untuk mencapai sesuatu. Bukan dengan emosi dan cemburu terhadap karya orang
lain lalu kemudian memusuhinya tanpa jelas perkaranya. Hanya dengan berdzikir
kepada Allah hati menjadi tenang … sehingga melahirkan karya-karya yang bermanfaat
dan berperilaku akhlaq yang mulia.
Memasuki Keadaan Diri (Aku)
Kali ini saya akan mengajak pembaca sekalian
menyelami kesadaran diri yang sebenarnya, dan mengenali hakikat ruh yang biasa
menyebut dirinya "Aku". Dan saya tidak akan lagi bicara soal
dalil-dalil.
Ibaratnya kita melakukan shalat, kita tidak
lagi butuh dalil, akan tetapi kita tinggal memasuki keadaan shalat yang
sebenarnya. Diskusi kita sudah selesai dalam hal hukum-hukum berdzikir.
Manusia merupakan makhluq yang sempurna …
sehingga diangkat sebagai wakil Tuhan di muka bumi ini. Biarpun sebagian besar
orang tidak mengerti banyak tentang sifat sebenarnya dari diri sendiri. Dalam
susunan fisik, mental dan kerohaniannya terdapat sifat yang tertinggi maupun
terendah. Didalam tulang-tulang terdapat kehidupan bersifat mineral, badan dan
darahnya benar-benar mengan-dung bahan mineral.
Kehidupan fisik badan manusia mirip dengan
kehidupan tanaman. Banyak keinginan /nafsu fisik serta emosi mirip dengan yang
dimiliki oleh binatang. kemudian manusia mempunyai seperangkat sifat mental
yang menjadi miliknya, dan tidak dimiliki oleh binatang yang bersifat rendah.
Selain itu masih ada sifat lebih tinggi yang dimiliki oleh sebagian orang yang
lebih maju kerohaniannya, meskipun masih terdapat daya kemauan yaitu daya sang
"Aku", yang merupakan daya yangditerima (ditiupkan) dari Yang Maha
Mutlak.
Benda-benda fisik dan mental tersebut adalah
milik manusia, dan bukannya manusia itu sendiri. Sebelum manusia
("Aku") dapat menguasai atau mengalahkan, dan mengarahkan benda yang
menjadi miliknya yaitu alat dan
instrumennya terlebih dahulu ia harus menyadari dirinya secara benar. Ia harus
dapat membedakan mana yang merupakan Aku dan mana yang merupakan alat atau milik
Aku, dapat membedakan mana yang Aku dan mana yang bukan Aku. Inilah tahapan pertama yang harus disadari.
Katakan bahwa Ruh itu adalah dari
amar-amar-Ku … Aku adalah ruh yang ditiupkan kedalam tubuh yang terbuat dengan
komposisi kosmos yang sempurna setelah diberi bentuk. ( Al Hijir 28-29) … sang
aku bersifat abadi – tidak bisa mati –tidak bisa rusak. Ia memiliki kekuasaan,
kebijaksanaan dan kenyataan. Tetapi seperti halnya seorang bayi yang kemudian
menjadi dewasa, bathin manusia tidak menyadari sifat potensial yang tertidur
dalam dirinya, dan tidak mengenal dirinya sendiri yang sebenarnya. Bila diri
sendiri yang sebenarnya sudah bangun, ia mengenal mana yang disebut Aku dan
mana yang bukan Aku sebagai dirinya sendiri atau Aku. Aku inilah yang akan kembali kehadirat
asalnya yaitu Inna lillahi wa inna
ilaihi raji'uun.. Sesungguhnya Aku adalah berasal dari Allah dan kepada-Nya lah
Aku kembali….
Orang primitif dan orang beradab jarang
menyadari "Aku" nya, rasa keakuan mereka hanya merupakan kesadaran
mengenai nafsu badani pemenuhan keinginan, pemuasan kesenangan, memperoleh
kenyamanan bagi dirinya. Bagian bawah dari bathin naluri merupakan tempat rasa
keakuan orang-orang primitif. Bila seorang primitif mengatakan "Aku",
maka yang dimaksud adalah badannya. Badan ini mempunyai perasaan, keinginan dan
nafsu. Tetapi pikiran semacam itu terdapat pula pada banyak orang yang mengaku
beradab. Mereka menggunakan daya pikirnya guna memenuhi nafsu dan keinginan
fisiknya, padahal mereka sebenarnya hidup dalam tingkat bathin naluri. Tentu,
setelah orang menjadi lebih beradab maka perasaannya menjadi lebih halus,
sedangkan orang primitif mempunyai perasaan kasar. Yang perlu dicatat adalah,
pikiran orang beradabpun masih diperbudak oleh keinginan dan nafsu badannya.
Setelah manusia semakin tinggi tingkatannya,
mulailah ia mempunyai konsep tentang Aku nya yang lebih tinggi. Ia mulai
menggunakan pikirannya dan akalnya, maka ia pindah dari tingkat bathin naluri
ke tingkat bathin mental - ia mulai menggunakan kecerdasannya, ia mulai
merasakan bahwa bathinnya adalah lebih nyata bagi dirinya dari pada badannya -
bahkan kadang ia melupakan badannya bila sedang terbenam dalam pemikiran secara
serius.
Setelah kesadaran orang meningkat – yaitu
kesadarannya berpindah dari tingkat mental ke tingkat kerohanian – ia menyadari
bahwa "Aku" yang sebenarnya adalah sesuatu yang lebih tinggi dari
pada pikiran, perasaan dan badan fisiknya, bahwa semuanya ini dapat digunakan
sebagai alat atau instrumennya. Pengetahuan ini bukan merupakan pengertian
saja, tetapi merupakan kesadaran yang khas, artinya orang benar-benar merasakan
sebagai Aku yang sebenarnya (sebagai bashirah).
Dalam kajian kali ini, kami coba menunjukkan
kepada anda cara mengembangkan atau membangkitkan kesadaran Aku yang
fitrah. Ini merupakan amalan pertama
yang harus disadari, sebab kita tidak akan bisa melakukan pendekatan kepada
Allah kalau tidak menyadari hakekat diri yang hakiki. Seperti tujuan melakukan
amalan puasa dibulan ramadhan adalah mencapai fitrah (idul fitri, kembali
kepada fitrah yang mempunyai sifat suci seperti bayi yaitu diri yang sejati
atau "Aku").
Kesadaran `Aku" ini merupakan langkah pertama pada jalan
menuju keadaan yang disebut sebagai `penerang", merupakan realisasi
hubungan dengan Yang Maha Agung.
Latihan ini harus dipraktekkan, bukan sekarang
saja tetapi diberbagai tahapan perjalanan sampai anda memperoleh penerangan
jiwa.
Memasuki Keadaan Dzikir (Patrap Pertama)
Bila mungkin, carilah tempat atau ruangan,
yang terbebas dari gangguan, agar bathin anda merasa aman dan tenang. Duduklah
yang enak agar anda dapat mengendorkan otot-otot dan membebaskan ketegangan
syaraf. Lepaskan ketegangan dan biarkan otot-otot menjadi lemas, sampai
terasa tenang dan damai meresapi seluruh
tubuh. Istirahatkan badan dan pasrahkan seluruh jiwa raga. Atau lakukanlah
dengan posisi berdiri, hal ini dilakukan untuk menghindari mudah terlena dan
tertidur …
Kondisi tersebut sangat baik bagi tahap
permulaan praktek latihan, tetapi setelah pengalaman hendaknya mampu melakukan
pengendoran badan dan menenangkan pikiran dimana pun dan kapanpun anda
memerlukannya. Ingat bahwa keadaan dzikir harus berada dibawah penguasaan
kemauan yang keras. Didalam melakukan praktek dzikir harus diterapkan pada
waktu yang tepat dan atas kemauan sendiri. Sadari bahwa Aku adalah hakiki nya manusia
yang tidak pernah tidur - tidak mati - abadi,
... selalu sadar tidak pernah mengalami sedih dan takut … Aku sang roh
suci (fitrah) yang mampu menembus alam mimpi,
alam malakut dan alam uluhiyah…..
Sekarang anda memasuki tahapan yang
menyebabkan Aku merasa sebagai makhluq mental. Kalau anda memejamkan mata anda
akan merasakan dan bisa membedakan mana Aku yang sebenarnya … disitu ada aku
yang memperhatikan sensasi badan, seperti misalnya : lapar, haus, sakit,
sensasi yang menyenangkan, kesedihan. Anda akan merasakan ternyata bukan aku sebenarnya yang lapar, sakit dan sedih, akan tetapi itu adalah
sensasi peralatan atau instrumen yang dimiliki oleh sang Aku.
Anda sebenarnya diluar atau diatas semua
alat-alat tadi!! Maka dari itu anda
harus melepaskan diri anda dari yang bukan hakiki, agar tidak
diombang-ambingkan oleh peralatan anda sendiri. Sadari Aku adalah yang
menguasai perasaan dan pikiran, jadilah tuan atas diri anda … keluarlah anda
seperti anda melepaskan baju, lalu tinggalkan & jangan anda memikirkan
semuanya itu. Karena peralatan anda
mempunyai bathin naluri yang akan bergerak menurut fungsinya. Perhatikan saat
anda tidur … Aku anda meninggalkan tubuh anda tanpa harus memikirkan bagaimana nantinya badanku, kenyataanya
instrument tubuh bekerja menurut yang dikehendaki oleh nalurinya sendiri.
Sadarkan sang Aku. Hubungkan dengan dzat
yang Maha Mutlak ... hadirlah dihadapan-Nya sebagaimana kesaksian Aku dialam `Azali ... Panggillah …penuh santun ya
Allah … ya Allah … tundukkan jiwa anda
dengan hormat … dan datanglah kehadirat-Nya dengan terus memanggil
ya Allah …ya Allah … timbulkan rasa
cinta yang dalam … hadirlah terus dalam dzikir … biarkan sensasi pikiran dan
perasaan melayang-layang … Sadarkan dan kembalikan bahwa Aku bukan itu semua …
Aku adalah yang menyaksikan semuanya … bersaksilah dengan mengucapkan dua
kalimat syahadat … sampaikan do'a salawat untuk Rasulullah .dan keluarganya.
Teruskan Aku melayang menembus semua
alam-alam yang menghalangi, biarkan Aku
berjalan menuju Yang Maha tak Terhingga … jangan perdulikan kebisingan diluar
diri kita .. teruskan jangan berhenti
sampai ada sambutan … hingga dzikir anda akan berubah dengan sendirinya bukan
dari rekayasa pikiran … menjadi laa ilaaha illallah atau subhanallah ... Kalau sudah mencapai
keadaan seperti ini … dzikir anda ... akan terbawa saat anda bekerja … menyetir
mobil dan mengangkat takbir, saat shalat
ataupun wudhu'.
Suasana dzikir terus membekas dan
menyebabkan hati menjadi tenang luar
biasa, dzikir bukan lagi sebuah lafadz akan tetapi merupakan suasana ingat dan
ihsan. Apabila keadaan dzikir anda sudah terasa menyelimuti hati … pikiran …
dan badan anda, frekwensi getaran makin lama makin terasa … dan semakin kuat
rasa sambung kepada Allah. Hati anda semakin sensitif … mudah menangis … dan
kadang tidak bisa ditahan saat anda membaca Alqu'an dan shalat walaupun anda
tidak mengerti artinya.
Sensasi
yang bisanya muncul saat anda berdzikir
Ketika anda menghadirkan atau menghubungkan
diri anda dengan Allah, tiba-tiba muncul rasa haru … merinding …. Badan terasa
agak berat dan bergoncang …. seperti ada muatan getaran yang menyelimuti badan
… semakin kuat hubungan anda dengan Allah, maka akan semakin kuat getaran yang
ditimbulkannya … biarkan getaran itu mengalir … dengan getaran itulah anda
tidak lagi terganggu oleh pikiran dan khayalan yang melayang-layang …
Adanya getaran merupakan tanda kesambungan
anda dengan Allah … biasanya anda tidak akan kuat menahan tangis yang tiba-tiba
muncul …. Kadang anda akan dituntun shalat ….dituntun berdzikir … dituntun
bersujud. Biarkan jangan ditolak atau dilawan ... pasrahkan saja dengan ikhlas.
Anda tidak akan mengalami rasa penat, capek dan jenuh walaupun itu terjadi
berjam-jam lamanya. Sekalipun hal itu anda lakukan pada waktu malam hingga pagi
.. tubuh rasanya menjadi segar dan tidak lemas ... bahkan terasa lebih rileks
dan nyaman.
Semakin anda tekun berkomunikasi kepada
Allah semakin halus getaran yang muncul.
anda mungkin menjadi heran tatkala anda agak sulit marah, hati anda lebih
terkendali tanpa ada penahanan atau pemaksaan.
Hati menjadi lunak dan menimbulkan perangai
yang sangat lembut. Hati terus menerus berdzikir bukan dari keinginan nafsu…
dzikir itu muncul dari rasa Aku yang dalam… tiada bisa dibendung ….rasanya
seperti ditarik oleh rasa kesambungan
yang sangat kuat. kondisi seperti itu
pikiran menjadi lemah tidak lagi liar seperti semula. Nafsu menjadi teredam dan
istirahat …yang ada tinggal rasa atau getaran iman yang dalam dan muncul tiada
bisa dicegah…
Penegasan Patrap Pertama.
Praktekkan patrap pertama ini pada waktu-waktu senggang.
Sebagai catatan: sebaiknya dalam melakukan
patrap hendaknya anda membersih-kan dari hadast besar dan kecil. Kemudian
shalat sunnah dua rakaat.
Ambil posisi berdiri seperti hendak shalat
menghadap kiblat …
Hubungkan rasa Ingat Anda kepada Allah ...
Timbulkan rasa rindu dan cinta kepada Allah
...
Hadirkan hati anda dan pasrahkan jiwa raga ...
Mohonlah bimbingan kepada-Nya …
Ya Allah Ampuni kami ….
Ya Allah Ajarkan kami dan bimbinglah kami
didalam menuju makrifat kepada Engkau
Ya Allah
lindungilah kami dari godaan nafsu dan syetan yang terkutuk
Bismillahirrahmanirrahiem……
Asyhadu anlaa ilaha ilallah wa asyhadu anna
Muhammadarrasulullah
Allahumma shalli `ala Muhammad wa
`ala aali Muhammad
Ya … Allah … Ya Allah …Ya Allah …Ya Allah …..
Ya Allah
… Ya Allah …Ya Allah ...
(tidak perlu anda menghitung jumlah lafadz
yang diucapkan ….)
Hantarlah jiwa Anda dengan nama Allah
sampai anda mendapatkan sambutan ….
Apabila
anda serius biasanya lebih cepat
.
Lakukanlah patrap ini setiap hari … walaupun
hanya sepuluh menit…
Atau bisa dilakukan sambil berjalan, diatas
kendaraan, menjelang tidur sambil berbaring
Tutuplah patrap dengan bersujud dan berdo'a.
Mudah-mudahan anda mendapatkan bimbingan
dari Allah Swt…. amin.
Abu Sangkan Paraning Wisesa.
"Ya Allah, Ajari Kami Ingat Kepada-Mu, Bersyukur &
Khusyu' Beribadah"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar