TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG Belajar
dari Wajah
Menarik sekali jikalau kita terus menerus belajar
tentang fenomena apapun yang terjadi dalam hiruk-pikuk kehidupan ini. Tidak ada
salahnya kalau kita buat semacam target. Misalnya : hari ini kita belajar
tentang wajah. Wajah? Ya, wajah. Karena masalah wajah bukan hanya masalah
bentuknya, tapi yang utama adalah pancaran yang tersembur dari si pemilik wajah
tersebut.
Ketika pagi menyingsing,
misalnya, tekadkan dalam diri : "Saya ingin tahu wajah yang paling
menenteramkan hati itu seperti apa? Wajah yang paling menggelisahkan itu
seperti bagaimana?" karena pastilah hari ini kita akan banyak bertemu
dengan wajah orang per orang. Ya, karena
setiap orang pastilah punya wajah. Wajah istri, suami, anak, tetangga, teman
sekantor, orang di perjalanan, dan lain sebagainya. Nah, ketika kita berjumpa
dengan siapapun hari ini, marilah kita belajar ilmu tentang wajah.
Subhanallaah, pastilah kita akan bertemu dengan beraneka macam bentuk wajah.
Dan, tiap wajah ternyata dampaknya berbeda-beda kepada kita. Ada yang menenteramkan, ada yang menyejukkan,
ada yang menggelikan, ada yang menggelisahkan, dan ada pula yang menakutkan.
Lho, kok menakutkan? Kenapa? Apa yang menakutkan karena bentuk hidungnya? Tentu
saja tidak! Sebab ada yang hidungnya mungil tapi menenteramkan. Ada yang sorot matanya
tajam menghunjam, tapi menyejukkan. Ada
yang kulitnya hitam, tapi penuh wibawa. Pernah suatu ketika berjumpa dengan
seorang ulama dari Afrika di Masjidil Haram, subhanallaah, walaupun kulitnya
tidak putih, tidak kuning, tetapi ketika memandang wajahnya... sejuk sekali!
Senyumnya begitu tulus meresap ke relung qolbu yang paling dalam. Sungguh bagai
disiram air sejuk menyegarkan di pagi hari. Ada pula seorang ulama yang tubuhnya mungil,
dan diberi karunia kelumpuhan sejak kecil. Namanya Syekh Ahmad Yassin, pemimpin
spiritual gerakan Intifadah, Palestina. Ia tidak punya daya, duduknya saja di
atas kursi roda. Hanya kepalanya saja yang bergerak. Tapi, saat menatap
wajahnya, terpancar kesejukan yang luar biasa. Padahal, beliau jauh dari
ketampanan wajah sebagaimana yang dianggap rupawan dalam versi manusia. Tapi,
ternyata dibalik kelumpuhannya itu beliau memendam ketenteraman batin yang
begitu dahsyat, tergambar saat kita memandang sejuknya pancaran rona wajahnya.
Nah, saudaraku, kalau hari ini kita berhasil menemukan struktur wajah seseorang
yang menenteramkan, maka cari tahulah kenapa dia sampai memiliki wajah yang
menenteramkan seperti itu. Tentulah, benar-benar kita akan menaruh hormat.
Betapa senyumannya yang tulus;
pancaran
wajahnya, nampak ingin sekali ia membahagiakan siapapun yang menatapnya.
Dan sebaliknya, bagaimana kalau kita menatap wajah
lain dengan sifat yang berlawanan; (maaf, bukan bermaksud meremehkan) ada pula
yang wajahnya bengis, struktur katanya ketus, sorot matanya kejam, senyumannya
sinis, dan sikapnya pun tidak ramah. Begitulah, wajah-wajah dari
saudara-saudara kita yang lain, yang belum mendapat ilmu; bengis dan ketus. Dan
ini pun perlu kita pelajari. Ambillah kelebihan dari wajah yang menenteramkan,
yang menyejukkan tadi menjadi bagian dari wajah kita, dan buang jauh-jauh raut
wajah yang tidak ramah, tidak menenteramkan, dan yang tidak menyejukkan.
Tidak ada
salahnya jika kita evalusi diri di depan cermin. Tanyalah; raut seperti apakah
yang ada di wajah kita ini? Memang ada
diantara hamba-hamba Allah yang bibirnya di desain agak berat ke bawah.
Kadang-kadang menyangkanya dia kurang senyum, sinis, atau kurang ramah.
Subhanallaah, bentuk seperti ini pun karunia Allah yang patut disyukuri dan
bisa jadi ladang amal bagi siapapun yang memilikinya untuk berusaha senyum
ramah lebih maksimal lagi. Sedangkan bagi wajah yang untuk seulas senyum itu
sudah ada, maka tinggal meningkatkan lagi kualitas senyum tersebut, yaitu untuk
lebih ikhlas lagi.
Karena senyum
di wajah, bukan hanya persoalan menyangkut ujung bibir saja, tapi yang utama
adalah, ingin tidak kita membahagiakan orang lain? Ingin tidak kita membuat di
sekitar kita tercahayai? Nabi Muhammad
SAW, memberikan perhatian yang luar biasa kepada setiap orang
yang bertemu dengan beliau sehingga orang itu merasa puas.
Kenapa puas?
Diriwayatkan bahwa Nabi Muhammad SAW – bila ada orang yang menyapanya – menganggap
orang tersebut adalah orang yang paling utama di hadapan beliau. Sesuai kadar
kemampuannya. Walhasil, ketika Nabi SAW
berbincang dengan siapapun, maka orang yang diajak berbincang ini senantiasa
menjadi curahan perhatian.
Tak heran bila
cara memandang, cara bersikap, ternyata menjadi atribut kemuliaan yang beliau
contohkan. Dan itu ternyata berpengaruh besar terhadap sikap dan perasaan orang
yang diajak bicara.
Adapun
kemuramdurjaan, ketidakenakkan, kegelisahan itu muncul ternyata diantara akibat
kita belum menganggap orang yang ada dihadapan kita orang yang paling utama.
Makanya, terkadang kita melihat seseorang itu hanya separuh mata, berbicara
hanya separuh perhatian.
Misalnya,
ketika ada seseorang yang datang menghampiri, kita sapa orang itu sambil baca
koran. Padahal, kalau kita sudah tidak mengutamakan orang lain, maka curahan
kata-kata, cara memandang, cara bersikap, itu tidak akan punya daya sentuh.
Tidak punya daya pancar yang kuat. Orang karena itu, marilah kita berlatih diri
meneliti wajah, tentu saja bukan maksud untuk meremehkan. Tapi, mengambil
tauladan wajah yang baik, menghindari yang tidak baiknya, dan cari kuncinya
kenapa sampai seperti itu? Lalu praktekkan dalam perilaku kita sehari-hari.
Selain itu
belajarlah
untuk mengutamakan orang lain! Mudah-mudahan kita dapat mengutamakan orang lain
di hadapan kita, walaupun hanya beberapa menit, walaupun hanya beberapa detik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar