TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG Batasan
Haramnya Babi Dan Anjing
Assalamu'alaikum wr. wb.
Pak Ustadz yang dimuliakan Allah SWT, saya ingin menanyakan
mengenai babi. Menurut yang pernah saya dengar di pengajian yang saya ikuti
bahwa babi tidak najis/haram apabila bersentuhan dengan kaum muslim begitu juga
dengan anjing, yang diharamkan/najis adalah air liur dan dagingnya apabila
telah menjadi bangkai/mati. Apakah yang disampaikan oleh ustadz tersebut benar?
Karena sepengatahuan saya babi apapun bentuknya adalah haram. Pejelasan dari
Pak Ustadz sangat saya harapkan. Terima kasih sebelumnya.
Wassalam,
Erita Nurdiani
erita
erita
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ustadz anda itu memang tidak salah sepenuhnya, hanya saja
sayangnya beliau hanya menyajikan pendapat sepihak saja, sehingga buat sebagian
orang yang belum pernah mengenal hal seperti itu, menjadi sebuah tanda tanya
besar.
Memang para ulama sepakat untuk mengharamkan daging babi dalam
kaitannya untuk dimakan, berdasarkan ayat Al-Quran Al-Karim. Dan pengharaman
daging ini juga termasuk bagian lainnya dari tubuh babi. Maka tulang, kulit,
jeroan, otot, minyak dan gajihnya pun termasuk haram dimakan.
Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah,
daging babi, dan binatang yang disebut selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkannya dan tidak melampaui batas,
maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. (QS Al-Baqarah: 173)
Demikian juga tidak ada masalah dengan kenajisan bagian tubuh
babi bila sudah mati. Karena babi yang sudah mati terhitung sebagai bangkai (maytah).
Di mana secara umum, hewan apapun meski bukan babi, badannya menjadi najis
begitu mati tanpa proses penyembelihan syar'i. Dan umumnya babi itu tidak
pernah disembelih secara syar'i. Buat apa seorang muslim menyembelih babi
dengan penyembelihan syar'i?
Maka bagian tubuh babi yang sudah mati sudah pasti najis, bahkan
mazhab As-syafi'i menggolongkannya sebagai najis berat. Tidak bisa disucikan
kecuali dengan mencucinya 7 kali salah satunya dengan tanah.
Perbedaan pendapat
Semua itu dalam kerangka bahwa babi itu dimakan atau disentuh
setelah matinya, misalnya digunakan untuk membuat benda-benda tertentu. Namun
kalau bukan untuk dimakan, tetapi menyentuh bagian tubuh selama babi itu masih
hidup, memang ada sedikit perbedaan pendapat meski minoritas.
Misalnya Imam Malik rahimahullah, beliau menyatakan bahwa
kenajisan tubuh babi tidak ditemukan dalilnya secara langsung. Yang ada hanya
dalil yang menyatakan bahwa babi itu haram dimakan. Sehingga beliau menetapkan
bahwa bila bukan untuk dimakan, daging babi itu tidak najis untuk sekedar
disentuh atau dipegang.
Namun pendapat yang demikian adalah pendapat yang menyendiri.
Sebab mayoritas (jumhur) ulama sepakat bahwa babi itu bukan hanya haram
dimakan, tetapi juga semua tubuhnya najis ketika masih hidup, sebagaimana
disebutkan oleh Ibnul Munzir.
Kesimpulan:
Berarti yang disampaikan oleh ustadz tersebut memang ada di
dalam wacana perbedaan pendapat para fuqaha' di masa lalu. Sayangnya, beliau
hanya menampilkan satu pendapat saja dengan meninggalkan pendapat jumhur ulama.
Itu pun pendapat yang boleh dibilang agak menyendiri.
Idealnya, ketika menerangkan suatu masalah, jangan lupa agar
beberapa pendapat lain yang berkembang turut disampaikan, sebagai bentuk
penyebaran wawasan syariah Islamiyah.
Wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar