TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG
Hukum Meminta Pertolongan Jin Untuk Mengetahui Perkara Gaib Dan Untuk HipnotIS
Hukum Meminta Pertolongan Jin Untuk Mengetahui Perkara Gaib Dan Untuk HipnotIS
Pertanyaan: Apakah hukumnya orang yang meminta bantuan jin dalam
mengetahui perkara gaib seperti peramalan? Apakah hukum Islam terhadap
'hipnotis' di mana dengannya kemampuan pelakunya bisa bertambah kuat untuk
menerawangkan fikiran korban, berikut mengendalikan dirinya dan membuatnya bisa
meninggalkan sesuatu yang diharamkan, sembuh dari penyakit tegang otot atau
melakukan perbuatan yang dimintanya tersebut?
Jawaban:
Pertama, Ilmu tentang hal-hal yang gaib merupakan hak mutlak Allah
S.W.T., tidak ada seorang pun dari makhluk-Nya yang mengetahui, baik itu jin atau
pun selain mereka kecuali wahyu yang disampaikan oleh Allah S.W.T. kepada
orang yang dikehendaki-Nya seperti kepada para malaikat atau para rasul-Nya.
Dalam hal ini, Allah S.W.T. berfirman:
Katakanlah: "Tidak ada
seorangpun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali
Allah",... (QS. An-Naml:65)
Dia juga berfirman berkenaan dengan
Nabi Sulaiman A.S. dan kemampuannya menguasai jin:
Maka tatkala Kami telah menetapkan
kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka kematiannya itu
kecuali rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur,
tahulah jin itu bahwa kalau sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah
mereka tidak tetap dalam siksa yang menghinakan. (QS. As-Saba`:14)
Demikian pula firman-Nya:
(Dia adalah Rabb) Yang Mengetahui
yang ghaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib
itu. * Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan
penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. (QS. al-Jinn-:26-27)
Dan sebuah hadits yang shahih dari
an-Nuwas bin Sam'an ia berkata, Rasulullah S.A.W. bersabda: 'Bila Allah
S.W.T. ingin mewahyukan suatu hal, Dia berbicara melalui wahyu, lalu langit
menjadi gemetar –dalam riwayat lain: gemetar yang amat sangat seperti disambar
petir- hal itu sebagai refleksi rasa takut mereka kepada Allah S.W.T.. Bila hal
itu didengar oleh para penghuni langit, mereka pun pingsan dan bersimpuh sujuh
kepada Allah S.W.T. Maka yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah Jibril, maka
Allah S.W.T. berbicara kepadanya dari wahyu yang diinginkan-Nya, kemudian
Jibril berkata, 'Allah S.W.T. telah berfirman dengan al-Haqq dan Dia-lah Yang
Maha Tinggi lagi Maha besar'. Mereka semua mengatakan hal yang sama seperti
yang dikatakan oleh Jibril. Lantas selesailah wahyu melalui Jibril hingga
kepada apa yang diperintahkan oleh Allah S.W.T. terhadapnya."[1]
Di dalam hadits shahih yang lain,
dari Abu Hurairah rahimahullaah, dari Nabi S.A.W., beliau bersabda: 'Bila
Allah S.W.T. telah memutuskan perkara di langit, para malaikat merentangkan
sayap-sayapnya sebagai (repleksi) ketundukan terhadap firman-Nya, ibarat rantai
di atas batu besar yang licin yang menembus mereka. Maka bila rasa takut itu
sudah hilang dari hati mereka, mereka berkata, 'Apa yang telah difirmankan oleh
Rabb kalian? Malaikat yang lain berkata kepada malaikat (Jibril) yang
mengatakan, 'Allah S.W.T. telah berfirman dengan Haq dan Dia-lah Yang Maha
Tinggi lagi Maha Besar.' Lalu hal itu didengar oleh para pencuri dengar
(penguping) dan para pencuri dengar lainnya, demikian satu di atas yang
lainnya. (Sufyan bin 'Uyainah, salah seorang periwayat hadits ini sembari
menjelaskan spesifikasinya dengan tangannya; merenggangkan jemari tangan
kanannya, menegakkan sebagian ke atas sebagian yang lain). Maka ia
mendengarkan kata-kata, lalu ia menyampaikannya kepada yang di bawahnya,
kemudian yang lain menyampaikan kepada yang di bawahnya hingga ia
menyampaikannya kepada penyihir atau dukun. Bisa jadi setelah itu, meteor telah
mengenainya sebelum menyampaikannya dan bisa jadi ia sudah menyampaikannya
sebelum meteor itu menimpanya. Lalu ia berbohong bersamanya seratus kebohongan.
Maka dikatakan: 'Bukankah ia telah berkata kepada kita di hari ini dan di hari
itu,' lalu ia dipercayai karena kata-kata yang didengarnya dari langit."[2]
Maka berdasarkan hal ini, tidak
boleh meminta pertolongan kepada jin dan para makhluk selain mereka untuk
mengetahui hal-hal gaib, baik dengan cara memohon atau mendekatkan diri kepada
mereka, memasang kayu gaharu atau pun lainnya. Bahkan, itu adalah perbuatan
syirik karena ia merupakan jenis ibadah, padahal Allah S.W.T. telah
memberitahukan kepada para hamba-Nya agar mengkhususkan ibadah hanya untuk-Nya
semata, yaitu agar mereka mengatakan,
'Hanya kepada-Mu kami menyembah
(beribadah) dan hanya kepada-Mu kami mohon pertolongan." (Al-Fatihah: 5)
Juga disebutkan dalam hadits yang
shahih dari Nabi S.A.W. bahwasanya beliau bersabda kepada Ibnu Abbas:
إِذَا سَأَلْتَ فَاسْأَلِ اللهَ
وَإِذَا اسْتَعَنْتَ فَاسْتَعِنْ بِاللهِ.
'Bila engkau meminta, maka mintalah
kepada Allah Y dan bila engkau memohon pertolongan, maka mintalah pertolongan
kepada Allah Y.'[3]
Kedua, Hipnotis merupakan salah satu jenis sihir (perdukunan)
yang mempergunakan jin sehingga di pelaku dapat menguasai diri korban, lalu
berbicaralah dia melalui ucapannya dan mendapatkan kekuatan untuk melakukan
sebagian pekerjaan setelah dikuasainya dirinya tersebut. Hal ini bisa terjadi,
jika di korban benar-benar serius bersamanya dan patuh. Sebaliknya, hal ini
dilakukan si pelaku karena adanya imbalan darinya terhadap hal yang
dijadikannya taqarrub tersebut. Jin tersebut membuat si korban berada di
bawah kendali di pelaku untuk melakukan pekerjaan atau berita yang dimintanya.
Bantuan tersebut diberikan oleh jin bila ia memang serius melakukannya bersama
si pelaku.
Atas dasar ini, menggunakan
'hipnotis' dan menjadikannya sebagai cara atau sarana untuk menunjukkan lokasi
pencurian, benda yang hilang, mengobati pasien atau melakukan pekerjaan lain
melalui si pelaku ini tidak boleh hukumnya. Bahkan, ini termasuk syirik karena
alasan di atas dan hal itu termasuk berlindung kepada selain Allah S.W.T.
terhadap hal yang merupakan sebab-sebab biasa di mana Allah S.W.T.
menjadikannya dapat dilakukan oleh para makhluk dan membolehkannya bagi mereka.
Wabillahit taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada nabi
kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar