TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG MOJOKERTO
W DAN B
W DAN B
DALAM ISLAM
Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad beserta keluarganya, sahabat
dan orang-orang yang menempuh jalan dengan petunjuknya.
Setelah cinta kepada Allah dan Rasul-Nya, maka
wajib bagi setiap muslim untuk mencintai para wali-wali Allah dan membenci
musuh-musuh-Nya.
Termasuk dari dasar-dasar aqidah Islam, bahwa
setiap muslim yang beragama Islam lagi bertauhid wajib untuk:
- Berwala’ (sikap setia, loyal) terhadap
orang-orang yang beraqidah Islam dan memusuhi orang-orang yang menentangnya.
- Mencintai orang yang bertauhid yang
mengikhlaskan ibadahnya untuk Allah.
- Membenci orang-orang musyrik yang memusuhi
akidah tersebut.
Hal ini juga termasuk bagian dari millah (agama)
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam dan orang-orang yang mengikutinya, yang kita
diperintahkan untuk meneladani mereka, sebagaimana firman Allah : “Sesungguhnya
telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang
bersama dengan dia, ketika mereka berkata kepada kaum mereka : ‘Sesungguhnya
kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami
ingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu permusuhan dan
kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja, kecuali
perkataan Ibrahim kepada bapaknya: "Sesungguhnya aku akan memohonkan
ampunan bagi kamu dan aku tidak dapat menolak sesuatu dari kamu (siksaan)
Allah". (Ibrahim berkata) :"Ya Tuhan kami hanya kepada Engkaulah kami
bertawakkal dan hanya kepada Engkaulah kami bertaubat dan hanya kepada
Engkaulah kami kembali".. (Q.S; Al- Mumtahanah: 4).
Juga termasuk dari ajaran agama Muhammad , Allah
berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang
Yahudi dan Nasrani menjadi pemimpin-peminpinmu, sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa diantara kamu mengambil mereka
menjadi pemimpin, maka sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada
orang-orang yang zalim.”(Q.S; Al- Maidah: 51). Ayat ini khusus berkenaan
tentang haramnya berwala’ terhadap ahli kitab.
Demikian pula haram hukumnya menjadikan orang
kafir secara umum sebagai pemimpin, sebagaimana firman Allah : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman
setia (pemimpin)". (Q.S; Al- Mumtahanah: 1).
Lebih tegas Allah mengharamkan orang mu’min
menjadikan orang kafir sebagai pemimpin dan teman setia, sekalipun mereka
adalah anggota keluarganya yang terdekat. Allah berfirman : “Hai orang-orang
yang beriman, janganlah kamu jadikan bapak-bapak dan saudara-saudaramu menjadi
pemimpin-pemimpinmu, jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan dan
siapa diantara kamu yang menjadikan mereka pemimpin-pemimpinmu, maka mereka
itulah orang-orang yang zalim.” (Q.S; At-Taubah : 23).
Dan Allah berfirman : “Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum
yang beriman kepada Allah dan hari
akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya
sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka.”(Q.S; Al-Mujadalah : 22).
Tapi kebanyakan manusia tidak mengetahui pokok
agama yang agung ini, hingga suatu ketika saya pernah mendengar ada orang yang
mengaku sebagai ahli ilmu dan juru dakwah mengatakan dalam sebuah siaran
berbahasa arab bahwa: orang-orang nasrani itu sesungguhnya adalah
saudara-saudara kita. Subhanallah, alangkah bahayanya pernyataan ini.
Sebagaimana Allah telah mengharamkan wala’
terhadap kaum kafir, musuh-musuh aqidah Islam, sebaliknya Allah mewajibkan
berwala’ terhadap kaum muslimin dan mencintai mereka.Allah berfirman :
“Sesunggunhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah). Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah
yang pasti menang.”(Q.S; Al-Maidah :55-56). Allah berfirman : “Muhammad itu
adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap
orang-orang kafir tetapi berkasih sayang sesama mereka.” Q.S Al-Fath :29 ).
Allah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang mu’min adalah bersaudara…” (Q.S;
Al- Hujurat :10).
Oleh karena itu orang-orang yang beriman adalah
saudara seagama dan seaqidah, walaupun jauh nasabnya (keturunannya), negaranya
maupun zamannya. Allah berfirman : “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka
(Muhajirin dan Anshar) mereka berdo’a : "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami
dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan
janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang
yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha
Penyayang.” (Q.S; Al- Hasyr: 10).
Oleh karena itu kaum muslimin sejak mereka
diciptakan sampai akhir nanti, meskipun tanah airnya berjauhan dan masanya
tidak berdekatan, mereka adalah bersaudara dan saling mencintai. Orang-orang
yang datang berikutnya meneladani orang-orang yang sebelum mereka, mereka
saling mendo’akan dan saling memintakan ampunan antar sesama mereka.
Wala’ dan bara’ itu memiliki fenomena yang nyata,
yang menunjukkan keberadaannya.
A. BEBERAPA FENOMENA YANG TAMPAK DARI SIKAP WALA'
TERHADAP ORANG KAFIR
1. Menyerupai mereka dalam tata cara berpakaian,
berbicara dan sebagainya.
Karena menyerupai orang kafir dalam berpakaian,
berbicara dan lain sebagainya menunjukkan suatu kecintaan terhadap mereka yang
diserupainya. Oleh karena itu Rasulullah bersabda: “Barangsiapa menyerupai
suatu kaum maka ia adalah bagian dari mereka.”
Oleh karena itu diharamkan menyerupai orang-orang
kafir dalam hal yang menjadi ciri khas mereka, baik berupa tradisi atau adat
istiadat, ibadah, simbol dan akhlak mereka, seperti mencukur janggut,
memanjangkan kumis, berbicara dengan bahasa mereka kecuali dalam keadaan
terpaksa, demikian pula dengan mode mereka dalam berpakaian, makan, minum, dan
lain sebagainya.
2. Bermukim di negeri kafir dan tidak mau
berpindah (hijrah) ke negeri kaum muslimin demi menyelamatkan agamanya.
Hijrah dalam pengertian dan dengan tujuan di atas
hukumnya wajib. Karena seorang muslim yang bermukim di negeri kafir menunjukkan
kecintaannya terhadap orang kafir. Dari sinilah Allah mengharamkan orang muslim
untuk tinggal di tengah-tengah orang kafir bila dia mampu untuk melakukan
hijrah. Allah berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya:
"Dalam keadaan bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab, "Adalah
kami orang-orang yang tertindas di negeri (Makkah)". Para malaikat
berkata,"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di
bumi itu?". Orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruk tempat kembali. Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, atau
wanita, ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui
jalan (untuk hijrah). Mereka itu mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah
Allah Maha Pema'af lagi Maha Pengampun.”(Q.S; An-Nisa’ : 97-99).
Allah tidak menerima alasan menetap di negeri
kafir kecuali orang-orang lemah yang tidak mampu untuk hijrah, demikian pula
orang yang tetap tinggal di negeri kafir dengan alasan kemaslahatan agama,
seperti; dakwah ke jalan Allah dan menyebarkan Islam di negeri tersebut.
3. Bepergian ke negeri kafir dengan tujuanwisata
dan bersenang-senang.
Hal yang demikian haram hukumnya kecuali untuk hal
yang sangat diperlukan, seperti berobat, berdagang, studi tentang sesuatu yang
bermanfaat yang tidak bisa tercapai kecuali dengan mengadakan perjalanan ke
negeri mereka, maka hal itu diperbolehkan sesuai dengan kebutuhan. Jika
kebutuhannya sudah terpenuhi, ia wajib kembali ke negeri islam.
Dan diperbolehkannya mengadakan perjalanan semacam
ini, dengan ketentuan ia mampu menampakkan agamanya, bangga dengan
ke-Islamannya, menjauhi tempat-tempat kejahatan, waspada terhadap makar
musuh-musuhnya dan tipu daya mereka.
Dan diperbolehkan juga bepergian atau bahkan wajib
pergi ke negeri kafir, apabila dimaksudkan untuk berdakwah ke jalan Allah dan
menyebarkan Islam.
4. Membantu orang kafir dan menolong mereka dalam
usaha melawan kaum muslimin, mengirim bantuan dan melindungi mereka.
Ini termasuk hal yang membatalkan ke-Islaman dan
menyebabkan seseorang menjadi murtad. Kita berlindung kepada Allah dari hal
tersebut.
5. Mengangkat orang kafir sebagai orang
kepercayaan atau penasihat pada suatu jabatan yang menyangkut kemaslahatan umat
islam
Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman
kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak
henti-hentinya (menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang
menyusahkan kamu, telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang
disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi, sungguh telah kami terangkan
kepadamu ayat-ayat Kami, jika kamu memahaminya. Beginilah kamu, kamu menyukai
mereka, padahal mereka tidak menyukai kamu dan kamu beriman kepada kitab-kitab
semuanya, apabila mereka menjumpai kamu mereka berkata, "Kami
beriman". Dan apabila mereka menyendiri mereka menggigit ujung jari
lantaran marah bercampur benci terhadap kamu. Katakanlah kepada mereka :
"Matilah kamu karena kemarahanmu itu". Sesungguhnya Allah mengetahui
segala isi hati. Jika kamu memperoleh kebaikan, niscaya mereka bersedih hati,
tetapi jika kamu mendapat bencana mereka bergembira karenanya. Jika kamu
bersabar dan bertakwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak mendatangkan
kemudharatan kepadamu. Sesungguhnya Allah Mengetahui segala apa yang mereka
kerjakan.” (Q.S; Ali Imran :118-120). Ayat-ayat yang mulia ini mengungkapkan
hakikat orang kafir dan apa yang mereka sembunyikan dari kaum muslimin, yaitu;
berupa kebencian dan siasat untuk melawan kaum muslimin, seperti; tipu daya dan
pengkhianatan. Dan ayat ini, juga mengungkapkan tentang kegembiraan mereka bila
kaum muslimin ditimpa musibah. Dengan berbagai cara mereka menyakiti umat
Islam.
Mereka memanfaatkan kepercayaan umat Islam
terhadap mereka untuk menyusun rencana
yang membahayakan dan mengancam Islam. Imam Ahmad telah meriwayatkan dari Abu
Musa Al- Asy’ari radhiallahu 'anhu, dia berkata kepada Umar radhiallahu ‘anhu,
“Saya memiliki juru tulis yang beragama nasrani.” Umar berkata : “Mengapa kamu
berbuat demikian? Celakalah engkau. Tidakkah engkau mendengar Allah berfirman
: “Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimin-pemimpinmu, sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain.”(Q.S; Al-Maidah: 51).
Kenapa engkau tidak mengangkat seorang muslim
menjadi juru tulismu?” Abu Musa menjawab,“Wahai Amirul mu'minin, saya hanya
membutuhkan tulisannya, adapun urusan agama, terserah dia”. Umar berkata,“Saya
tidak akan memuliakan mereka karena Allah telah menghinakan mereka, saya tidak
akan mengangkat derajat mereka karena Allah telah merendahkan mereka dan saya
tidak akan mendekatkan mereka karena Allah telah menjauhkan mereka.”
Imam Ahmad dan Muslim meriwayatkan, bahwasanya
Nabi keluar menuju Badar. Tiba-tiba seorang musyrik menguntitnya dan berhasil
menyusul beliau ketika sampai di Herat, lalu dia berkata, “Sesungguhnya aku
ingin mengikutimu dan ikut ambil bagian dalam perang ini.” Nabi bersabda,
“Apkah engkau telah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya?” dia berkata, “Tidak!”
Beliau bersabda, “Kembalilah, karena saya tidak butuh bantuan orang musyrik.” Dari
nash-nash di atas jelaslah bagi kita tentang haramnya mengangkat orang kafir
menduduki jabatan penting yang menyangkut kemaslahatan umat islam, karena
jabatan tersebut dapat mereka manfaatkan untuk mengetahui kelemahan dan
menyingkap rahasia-rahasia umat islam, yang pada gilirannya mereka mampu
membuat sebuah makar yang membahayakan umat.
Namun ironi sekali karena hal ini banyak terjadi
pula di negeri kaum muslimin, sebagai contoh; negeri Haramain Syarifain (Arab
Saudi) banyak merekrut orang kafir sebagai pekerja, sopir, pelayan, dan
pembantu di rumah-rumah, mereka bergaul bersama keluarga muslim atau membaur
dengan kaum muslimin di negeri islam.
6.
Menggunakan penanggalan orang kafir, terutama penanggalan yang mencantumkan
hari besar keagamaan dan hari raya mereka, seperti penanggalan masehi.
Penanggalan
masehi dibuat untuk memperingati kelahiran Al-masih ‘alaihis salam, penanggalan
tersebut mereka ada-adakan sendiri, tanpa ada perintah dari Al-Masih (Nabi Isa
‘alaihis salam). Karena itu menggunakan penanggalan ini berarti ikut berperan
dalam menghidupkan syi’ar dan hari raya mereka.
Hendaknya
kita menghindari masalah ini, karena para sahabat radhiallahu ‘anhum pun
berpaling dari penanggalan orang-orang kafir, dan mereka membuat kalender
khusus yang dimulai dari peristiwa hijrahnya Nabi pada masa khalifah Umar
radhiallahu ‘anhu. Hal tersebut menunjukkan wajibnya menyelisihi kaum kuffar
dalam masalah ini dan dalam ciri-ciri khas mereka. Semoga Allah memberikan pertolongan
kepada kita.
7.
Ikut berpartisipasi pada hari raya mereka, atau membantu mereka
menyelenggarakannya, atau memberikan ucapan selamat kepada mereka dalam rangka
hari tersebut, atau menghadiri upacara perayaannya.
Allah
berfirman: “Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu.” (Q.S;
Al-Furqan : 72).
Ayat
di ataas ditafsirkan oleh para ulama bahwa diantara sifat-sifat hamba
Ar-Rahman, adalah mereka tidak menghadiri acara-acara hari raya yang diadakan
oleh orang kafir.
8.
Memuji dan membanggakan budaya dan peradaban orang kafir, kagum dengan etika
dan kemajuan teknologi mereka tanpa memperhatikan aqidah mereka yang keliru dan
agama mereka yang rancu.
Allah
berfirman : "Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah
Kami berikan kepada golongan-golongan dari mereka sebagai bunga kehidupan dunia
untuk Kami cobai mereka dengannya, dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan
lebih kekal.” (Q.S;Thaha : 131).
Ini
bukan berarti orang Islam tidak boleh mencari tahu tentang sebab-sebab kekuatan
mereka, seperti kemajuan teknologi, teknik militer dan keberhasilan ekonomi
mereka, bahkan hal ini justru dituntut dan dibutuhkan. Allah berfirman : “Dan
siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja yang kamu sanggupi.”(QS.
Al-Anfal :60).
Pada
dasarnya penemuan-penemuan yang berguna dan rahasia-rahasia alam semesta adalah
milik umat islam. Allah berfirman: “Katakanlah,"‘Siapakah yang
mengharamkan perhiasan dari Allah yang telah dikeluarkanNya untuk
hamba-hamba-Nya dan (siapa pulakah yang
mengharamkan) rizki yang baik?" Katakanlah: ‘Semuanya itu
disediakan bagi orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, khusus (untuk
mereka saja) di hari kiamat’.” (Q.S; Al-A’ raf : 32). Firman Allah : “Dan Dia
menundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi semuanya,
(sebagai rahmat) daripada-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-banar
terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berfikir.” (QS.
Al-Jatsiyah : 13). Firman Allah: “Dialah
Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (Q.S; Al-Baqarah :
29).
Oleh
karena itu kaum muslimin wajib saling berlomba dalam usaha memperoleh berbagai
teknologi dan sumber daya alam yang ada, jangan sampai orang kafir yang
menikmatinya. Bahkan seyogyanya mereka mampu memiliki berbagai industri dan
menciptakan perlengkapan-perlengkapan yang diperlukan.
9.
Memberi nama dengan nama orang kafir.
Banyak
diantara kaum muslimin yang memberi nama anak-anaknya, baik laki-laki maupun
perempuan dengan nama-nama asing dan meninggalkan nama bapaknya, ibunya,
kakeknya, neneknya, dan nama-nama yang dikenal di masyarakatnya. Padahal Nabi
bersabda :
“Sebaik-baik
nama adalah Abdullah dan Abdurrahman.”Perubahan nama-nama tersebut
mengakibatkan munculnya suatu generasi yang membawa identitas baru, selanjutnya
menyebabkan hubungan antara generasi ini dengan generasi sebelumnya terputus.
Juga menghapus identitas nama keluarga tertentu yang biasa dikenal dengan
nama-nama khas mereka.
10.
Berdo’a memohonkan ampunan bagi mereka dan bersikap kasih sayang terhadap
mereka.
Allah
telah mengharamkan hal demikian dalam firman-Nya : “Tidaklah sepatutnya bagi Nabi dan
orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang
musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah
jelas bagi mereka bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka
Jahannam.” (Q.S; At- Taubah : 113).
Karena
memohonkan ampun bagi mereka berarti mencintai mereka dan mengakui keberan
agama mereka.
11.
Hukum meminta bantuan orang kafir dalam suatu pekerjaan, peperangan dan
lain-lain .
a.
Meminta bantuan orang kafir dalam suatu pekerjaan Allah berfirman: “Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu
orang-orang yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya
(menimbulkan) kemudharatan bagimu. Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu,
telah nyata kebencian dari mulut mereka dan apa yang disembunyikan oleh hati
mereka lebih besar lagi…"(Q.S: Ali Imran: 118 )
Al-
Baghawi rahimahullah berkata," Maksud firman Allah: "janganlah kamu
ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar kalanganmu".
Yaitu:
mengangkat orang diluar agamamu untuk menjadi orang kepercayaanmu, kemudian
Allah menjelaskan alasan larangan mengangkat orang tersebut untuk menjadi orang
kepercayaan dengan firman-Nya: "mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu".
Syaikh
al-Islam Ibnu Taimiyah berkata," Para ahli tahu benar bahwa orang-orang
Yahudi, Nasrani dan Munafik yang hidup di bawah naungan daulah islam selalu
menyampaikan berita dan rahasia umat islam kepada kaumnya yang berada diluar
daulah islam, seperti yang diungkapkan oleh sebuah bait syair yang masyhur:
Setiap permusuhan, dapat diharapkan bersemainya rasa cinta Kecuali permusuhan
yang dikarenakan beda agama
Karena
alasan diatas dan alasan lainnya, umat islam dilarang mengangkat orang kafir
untuk menduduki suatu jabatan yang berhubungan langsung dengan hajat umat
islam, sesungguhnya mengangkat orang islam yang kemampuannya berada di bawah
orang kafir untuk menduduki suatu jabatan lebih bermanfaat untuk umat islam itu
sendiri, baik ditinjau dari sudut agama maupun dunia, sedikit, tetapi halal
lebih diberkahi daripada banyak tetapi haram, karena Allah mencabut keberkahan
dari sesuatu yang haram." Lihat: Majmu` Al-Fatawa, jilid: 28, hal: 646.
Dari
uraian di atas dapat kita pahami bahwa:
1.Tidak
dibolehkan mengangkat orang kafir untuk menduduki suatu jabatan yang
berhubungan langsung dengan hajat dan rahasia umat islam, seperti; jabatan
menteri, penasehat kepala Negara atau pegawai di sebuah instansi pemerintahan
Islam.
Allah
berfirman:"…janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang
yang di luar kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan)
kemudharatan bagimu…"
2.Dibolehkan
mempekerjakan orang kafir dibidang yang tidak penting, yang tidak membahayakan
kebijakan daulah islam, seperti; pemandu jalan, perbaikan jalan dan pembangunan
gedung, dengan syarat bahwa tidak ada orang islam yang layak melakukan
pekerjaan tersebut. Karena sesungguhnya Nabi shallahu`alaihi wasallam dan Abu
Bakar menyewa seorang musyrik dari bani Dayil sebagai pemandu jalan mereka di
saat melakukan hijrah ke Madinah.
b.Meminta
bantuan orang kafir dalam peperangan.
Para
ulama berbeda pendapat dalam hal ini, pendapat yang kuat mengatakan bolehnya
meminta bantuan orang kafir dalam peperangan bila dibutuhkan, dengan syarat
orang kafir yang diminta bantuan tersebut dapat dipercaya.
Ibnu
Al Qayyim berkata, " Diantara pelajaran yang dapat diambil dari perjanjian
Hudaibiyah; boleh meminta bantuan orang musyrik yang dapat dipercaya dalam
jihad, jika diperlukan, gunanya; orang ini bisa dimanfaatkan sebagai mata-mata
untuk mencuri berita dari musuh tanpa ada kecurigaan."
Juga
dibolehkan dalam keadaan darurat, seperti hadist yang diriwayatkan oleh Zuhri
bahwa Nabi shallahu`alaihi wa sallam meminta bantuan orang-orang Yahudi pada
perang Khaibar di tahun ketujuh Hijriyah, Shafwan ikut dalam perang Hunain, di
saat itu ia belum masuk islam, contoh darurat; jumlah orang kafir jauh lebih
banyak dan dengan perlengkapan yang menakutkan, dengan syarat, orang kafir
tersebut benar-benar berpihak kepada umat islam.
Bila
tidak dibutuhkan, maka tidak boleh meminta bantuan mereka, karena bagaimanapun
juga orang kafir tetap memendam makar dan kejahatan, karena busuknya hati
mereka.
B-
BEBERAPA FENOMENA YANG TAMPAK DARI SIKAP WALA' TERHADAP KAUM MUSLIMIN
1.
Hijrah ke negeri kaum muslimin dan meninggalkan negeri kaum kafir.
Hijrah
adalah berpindah dari negeri kafir ke negeri muslim dengan maksud untuk
menyelamatkan agama. Hijrah dengan pengertian dan tujuan seperti ini adalah
wajib dan tetap ada sampai matahati terbit dari barat pada saat datangnya hari
kiamat. Nabi berlepas diri dari setiap muslim yang menetap di tengah-tengah
kaum musyrikin, oleh karena itu diharamkan atas setiap muslim menetap di negeri
kaum kafir, kecualli bila dia tidak mampu hijrah meninggalkan tanah air orang
kafir atau keberadaannya di sana membawa manfaat bagi agama, seperti untuk berda’wah
ke jalan Allah dan menyebarkan Islam.
Allah
berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat dalam keadaan
menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) malaikat bertanya: "Dalam keadaan
bagaimana kamu ini?". Mereka menjawab : "Adalah kami orang-orang yang
tertindas di negeri (Makkah)". Para malaikat berkata : "Bukankah bumi
Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". Orang-orang
itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.
Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki, atau wanita, ataupun anak-anak
yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan (untuk hijrah).
Mereka itu mudah-mudahan Allah mema'afkannya. Dan adalah Allah Maha Pema'af
lagi Maha Pengampun.”(Q.S; An-Nisa’ : 97-99).
2.
Berusaha menolong dan membantu kaum muslimin dengan jiwa, harta dan lisan,
dalam segala hal yang mereka butuhkan, baik dalam urusan agama maupun dunia.
Allah
berfirman : “Dan orang-orang yang
beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka adalah menjadi penolong bagi
sebahagian yang lain.”(Q.S; At- Taubah:71). “(Akan tetapi) jika mereka meminta
pertolongan kepadamu dalam (urusan) pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan
pertolongan kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dengan
mereka.” (Q.S; Al-Anfal : 72).
3.
Turut merasakan sakit yang mereka rasakan dan ikut bergembira dengan
kegembiraan mereka.
Nabi
bersabda: “Perumpamaan kaum muslimin di dalam kasih sanyangnya, belas kasihnya
dan sayang-menyayanginya bagaikan satu tubuh, apabila satu bagian tubuh merasa
sakit (menderita) maka seluruh tubuh menjadi demam dan tidak bisa tidur
karenanya.”
Nabi
bersabda : “Seorang mukmin yang satu dengan mukmin yang lainnya bagaikan
bangunan yang kuat, menguatkan sebagian yang satu atas sebahagian yang
lainnya.” Dan Nabi merapatkan jari-jarinya (memberi perumpamaan).
4.
Memberikan nasehat kepada mereka, menyukai kebaikan bagi mereka, tidak
berkhianat dan tidak menipunya.
Nabi
bersabda : “Tidak beriman salah seorang diantara kamu hingga ia mencintai
saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
“Orang muslim adalah saudara muslim yang lain,
tidak mengolok-oloknya, tidak merendahkannya dan tidak pula menyerahkanya
(kepada bahaya). Cukuplah sebagai kejahatan seorang muslim yang mengolok-olok
saudaranya yang lain. Setiap muslim atas muslim lainnya adalah haram, darahnya,
hartanya dan kehormatannya.”
“Janganlah kalian saling membenci, saling
membelakangi, saling menawar dagangan dengan harga yang tinggi untuk menipu
orang lain agar ia membeli dengan harga yang tinggi dan jangan menjual
(dagangan) atas transaksi jual beli muslim lainnya. Jadilah kalian sebagai
hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
5.
Menghormati dan memuliakan kaum muslimin serta tidak merendahkan dan mencela
mereka.
Allah
berfirman : “Hai orang-orang yang
beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi
mereka (yang diolok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan
jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita yang lain (karena) boleh
jadi wanita (yang diolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok).
Dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri, dan janganlah kamu panggil-memanggil
dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk (panggilan) ialah panggilan yang buruk
sesudah iman, dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah
orang-orang yang zalim.Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah dosa, dan janganlah
kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebahagian kamu
menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah seorang diantara kamu memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha
Penyayang.” (Q.S; Al-Hujurat: 11-12).
6.
Senantiasa bersama-sama dengan mereka, baik dalam keadaan sempit (miskin)
maupun lapang (kaya), dan dalam keadaan susah maupun senang.
Berbeda
dengan orang-orang munafik yang hanya bersama dengan kaum muslimin pada saat
lapang dan senang, dan mereka meninggalkan kaum muslimin ketika dalam keadaan
sempit dan susah.
Allah
berfirman : “(Yaitu) orang-orang yang menunggu (peristiwa) yang akan terjadi
pada dirimu (hai orang-orang mu'min), maka jika terjadi bagimu kemenangan dari
Allah, mereka berkata,"Bukankah kami turut berperang bersama kamu?’ Dan
jika orang-orang kafir mendapat keberuntungan (kemenangan) mereka
berkata,"Bukankah kami turut memenangkanmu dan membela kamu dari
orang-orang mu'min’.Maka Allah akan memberi keputusan diantara kamu dihari
kiamat dan Allah sekali-kali tidak akan memberi jalan kepada orang-orang kafir
untuk memusnahkan orang-orang yang beriman.” (Q.S; An-Nisa’ :141).
7.
Mengunjungi kaum muslimin, senang bertemu dan berkumpul bersama mereka.
Di
dalam hadits qudsi disebutkan : “Aku pasti mencintai orang-orang yang saling
kunjung-mengunjungi karena-Ku.” Di dalam hadits lain Nabi bersabda: “Bahwasanya
ada seseorang yang akan mengunjungi
saudaranya karena Allah, maka Allah mengirimkan malaikat (berupa manusia) yang
menghadangnya di jalan, dan bertanya,"Hendak ke mana engkau?’, dia
menjawab,"Saya akan pergi berkunjung kepada seorang saudaraku di jalan
Allah." Dia bertanya,"Apakah kamu punya hajat yang engkau harapkan
darinya?’ dia menjawab ,"Tidak, hanya aku mencintainya karena Allah.’
Malaikat berkata,"Saya adalah utusan Allah kepadamu untuk
menyampaikan bahwa Allah mencintaimu
sebagaimana engkau mencintai saudaramu itu karena Allah.”
8.
Menghargai hak-hak orang mu'minin.
Ia
tidak mau menjual atas penjualan kaum mu'minin (tidak berebut pembeli), tidak
menawar barang yang telah ditawar, tidak meminang wanita yang telah dipinang,
dan tidak merebut apa yang telah mereka dahului dalam perkara yang mubah.
Nabi
bersabda: “Ketahuilah, tidak boleh bagi seseorang untuk menjual atas penjualan
saudaranya, dan tidak boleh meminang (wanita) yang telah dipinang saudaranya.”
Dalam riwayat lain ditambahkan: “Dan tidak boleh menawar barang yang telah
ditawar oleh saudaranya.”
9.
Bersikap lemah lembut terhadap kaum yang lemah diantara kaum muslimin.
Nabi
bersabda: “Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak menghormati yang lebih
tua dan tidak mengasihi orang yang lebih muda.” Di dalam hadits lain: “Bukankah
kalian tidak diberikan kemenangan dan
rizki terkecuali disebabkan karena orang-orang yang lemah diantara
kalian?”
Allah
berfirman : “Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru
Tuhannya di pagi hari dan senja hari dengan mengharap keridha'an-Nya, dan
janganlah kedua matamu berpaling dari mereka
(karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia.”(Q.S; Al-Kahfi : 28).
10.
Mendo'akan kaum muslimin dan memintakan ampunan buat mereka.
Allah
berfirman: “Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mu'min,
laki-laki dan perempuan.” (Q.S; Muhammad : 19). Dan juga Firman Allah: “Ya
Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman
lebih dahulu dari kami.” (Q.S; Al- Hasyr : 10).
HAL-HAL
YANG PERLU DI PERHATIKAN
Allah
berfirman: “Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada
memerangimu karena (agama) dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”(Q.S; Al-Mumtahanah:
8).
Pengertiannya
adalah, barangsiapa diantara orang-orang kafir yang telah menahan diri untuk
tidak mengganggu, tidak memerangi dan tidak mengusir kaum muslimin dari kampung
halaman mereka, maka dalam menghadapi orang-orang kafir semacam itu, kaum
muslimin harus memberikan suatu balasan yang
seimbang, yakni dengan kebaikan dan berlaku adil dalam hubungan yang
bersifat duniawi. Meski demikian, hati mereka tetap tidak boleh mencintai orang
kafir, karena Allah berfirman: “…untuk
berbuat baik dan berlaku adil kepada mereka.” (Q.S; Al-Mumtahanah : 8).
Dan
Allah tidak berfirman : “Untuk berwala’ (setia) dan mencintai mereka.” Dan
sebagai perbandingan dalam masalah ini, Allah berfirman tentang keadaan kedua
orang tua yang kafir : “Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang
tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya dan
pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang
kembali kepada-Ku.”(Q.S; Luqman:15).
Pada
suatu ketika ibunda Asma’ binti Abi Bakar radhiallahu 'anhuma yang kafir datang
kepadanya (di Madinah) dengan maksud meminta agar hubungan kekeluargaan tetap
terjalin meskipun dia kafir, lalu Asma’ minta izin kepada Rasulullah tentang
hal itu, maka beliau bersabda:
“Sambunglah hubungan kekeluargaan dengan ibumu.” Dan Allah telah
berfirman: “Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan
hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah
dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka.” (Q.S; Al- Mujadilah : 22).
Maka
hubungan silaturrahim dan saling membalas budi dalam urusan dunia adalah suatu
perkara, sedang suatu sikap rasa cinta dan kasih sayang adalah perkara yang
lain.
Disamping
menyambung tali kekeluargaan dan
hubungan yang baik merupakan suatu pemikat agar orang kafir mau masuk
Islam. Dengan demikian perkara tersebut merupakan bagian dari sarana da'wah.
Berbeda halnya dengan kasih sayang dan kesetiaan yang menunjukkan setuju dengan keadaan orang
kafir, seperti; akhlak, aqidahnya, ibadah dan lain-lain. Yang demikian itu
menyebabkan tidak ada keinginan bagiseseorang untuk mengajak mereka masuk
Islam.Demikian pula di haramkannya berwala’ terhadap orang kafir, bukan berarti
di haramkan bergaul dengan mereka dalam
hal hubungan dagang yang mubah, meng-import barang-barang dan industri, atau
mengambil manfaat dari pengalaman dan temuan-temuan mereka.
Nabi
pernah menyewa Ibnu Uraiqith Al-Laitsi yang kafir, menjadi penunjuk jalan
ketika beliau hijrah ke Madinah. Juga beliau pernah berhutang kepada beberapa
orang Yahudi.
Kondisi
umat islam dewasa ini yang senantiasa meng-import barang-barang dan industri
dari orang kafir, hal ini termasuk dalam masalah jual beli dengan harga yang
pantas, bukan berarti mereka memiliki kelebihan dan keutamaan atas kita, dan
hal itu juga bukan salah satu sebab timbulnya rasa cinta dan wala’ kepada
mereka. Allah mewajibkan untuk mencintai kaum muslimin dan berwala’ kepada
mereka dan membenci orang-orang kafir serta memusuhi mereka.
Allah
berfirman: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad
dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah dan orang-orang yang memberikan
tempat kediaman dan pertolongan (kepada orang-orang muhajirin), mereka itu satu
sama lain saling melindungi.” (Q.S; Al- Anfal : 72).
Tentang
firman Allah: “Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung
bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakan apa
yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi
dan kerusakan yang besar.” (Q.S; Al-Anfal :73 ).
Al-Hafidz
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,“Makna firman Allah: "Jika kamu tidak
melaksanakan apa yang telah diperintahkan Allah itu niscaya akan terjadi
kekacauan di muka bumi dan kerusakan yang besar" adalah jika kalian tidak
menjauhi kaum musyrikin dan tidak memberikan loyalitas terhadap kaum mu'minin,
ketika kamu tidak melakukan hal itu, niscaya akan terjadi fitnah di tengah manusia
berupa pencampur-adukan antara perkara kaum mu'minin dengan kaum kafir, hingga
menyebabkan kerusakan yang luas dan menyebar.” Ironisnya, kenyataan ini telah
terjadi di zaman sekarang ini. Semoga Allah menolong kita.
PEMBAGIAN
MANUSIA DALAM MASALAH WALA' DAN BARA'
Manusia
dalam masalah wala’ dan bara’ terbagi menjadi tiga bagian :
1.
Mereka yang dicintai dengan suatu kecintaan yang murni, sama sekali tidak
terdapat permusuhan dalam kecintaannya.
Mereka
adalah kaum mu'minin sejati seperti para Nabi, orang–orang yang jujur dalam
keimanannya, syuhada’ dan shalihin. Dan yang paling mulia dari mereka adalah
Rasulullah , oleh karena itu wajib pula mencintai beliau lebih besar daripada
kecintaan kita terhadap diri sendiri, anak, orang tua dan manusia seluruhnya.
Kemudian
isteri-isteri beliau yang merupakan ibu kaum mu'minin, Ahlul bait (keluarga
Nabi ) dan para sahabatnya yang mulia, terutama khulafa'ur rasyidin dan sepuluh
sahabat (yang dijamin masuk surga), kaum muhajirin dan anshar, orang yang ikut
serta dalam perang Badar dan orang yang pernah berbai’at dengan Nabi di Bai`atur Ridwan, kemudian para
sahabat yang lainnya.
Lalu
para tabi’in dan orang-orang yang hidup pada abad yang terbaik, ulama-ulama
salaf dan para imam yang empat.
Allah
berfirman: “Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshar)
mereka berdo’Allah, "Ya Tuhan kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara
kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami dan janganlah Engkau membiarkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.” (Q.S; Al- Hasyr:10).
Dan
tidak boleh bagi orang yang di hatinya masih ada iman membenci sahabat Nabi dan
para ulama salaf pada umat ini.
Orang-orang
yang membenci mereka adalah orang yang hatinya cenderung untuk menyimpang, kaum
munafik dan musuh-musuh Islam seperti golongan syi'ah rafidhah dan khawarij.
2.
Orang yang dibenci dan dimusuhi dengan sebenarnya, serta tidak ada suatu
kecintaan sama sekali kepada mereka.
Mereka
adalah kaum kafir murni dari orang-orang
yang kafir, musyrik, munafik, murtad dan orang-orang yang menentang
Islam dari berbagai golongan.
Sebagaimana
firman Allah: “Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah
dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang
Allah dan Rasul-Nya sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, atau
saudara-saudara atau pun keluarga mereka.” (Q.S; Al-Mujadilah : 22).
Allah
mencela Bani Israel dalam firman-Nya: “Kamu
melihat kebanyakan dari mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir
(musyrik). Sesungguhnya amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri
mereka, yaitu kemurkaan Allah kepada mereka dan mereka akan kekal dalam
siksaan.
Sekiranya
mereka beriman kepada Allah, kepada Nabi (Musa) dan kepada apa yang diturunkan
kepadanya (Nabi), niscaya mereka tidak akan mengambil orang-orang musyrikin itu
menjadi penolong-penolong, tapi kebanyakan dari mereka adalah orang-orang
fasik.”(Q.S; Al-Maidah: 80-81).
3.
Orang yang dicintai karena suatu hal dan dibenci karena suatu hal yang lain.
Maka
dalam dirinya terkumpul adanya suatu kebencian dan permusuhan, mereka itu
adalah orang mukmin yang berbuat kemaksiatan. Mereka dicintai karena ada pada
mereka keimanan dan dibenci karena ada pada mereka kemaksiatan yang bukan
termasuk kekafiran dan kemusyrikan.
Mencintai
mereka dengan konsekwensi menasehati mereka dan mengingkari perbuatan maksiat
yang mereka lakukan, bahkan harus mengingkarinya, agar mereka diajak kepada
yang baik dan dilarang dari yang
mungkar. Dan hendaknya ditegakkan atas mereka hukum-hukum serta
ancaman-ancaman sehingga mereka jera dari kemaksiatan dan bertaubat dari
kejahatan. Akan tetapi mereka tidaklah dibenci dengan kebencian yang sepenuhnya
dan berlepas diri dari mereka, sebagaimana dikatakan oleh kelompok khawarij
dalam hal orang yang melakukan dosa besar, yang tidak sama dengan perbuatan
syirik. Mereka juga tidak dicintai dan diberi kesetiaan penuh sebagaimana yang
dikatakan oleh kelompok murji’ah, tetapi hendaknya adil dalam men yikapi
keadaan mereka, sebagaimana yang dijelaskan dalam mazhab Ahlussunnah wal jama’ah[1]
(1)
Suatu kecintaan yang didasarkan karena Allah, dan kebencian karena Allah adalah
tali yang sangat kuat dalam keimanan, dan seseorang akan berada bersama dengan
orang yang dicintainya di hari kiamat. Demikian
di jelaskan dalam sebuah hadits. Situasi dan keadaan telah berubah, kini
kebanyakan manusia setia dan memusuhi karena urusan dunia.
Mereka
berwala’ terhadap orang yang memiliki kekuasaan, kenikmatan dunia meskipun
orang tersebut adalah musuh Allah, Rasul dan agama Islam. Sedang orang yang
tidak memiliki nasib baik, mereka memusuhinya, meski orang tersebut adalah wali
Allah dan setia terhadap Rasul-Nya, bahkan dikarenakan sebab yang sepele mereka
mengucilkan dan menghinakannya.
Abdullah
bin Abbas radhiallahu ‘anhu berkata: “Barangsiapa mencintai karena Allah,
membenci karena Allah, berwala’ karena Allah dan memusuhi karena Allah, (maka
ketahuilah) bahwasanya perwalian Allah itu hanya bisa dicapai dengan amalan.
Dan umumnya manusia mengikat tali persaudaraan karena perkara dunia. Yang
demikian itu tidaklah mendatangkan suatu manfa'at sedikitpun bagi pelakunya.
Diriwayatkan
oleh Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda:
“Sesunguhnya
Allah berfirman: "Barangsiapa memusuhi wali-Ku, maka sungguh Aku telah
mengumumkan perang padanya.” (HR. Al-Bukhari).
Orang
yang paling memusuhi Allah adalah orang yang memusuhi sahabat Nabi , mencela
dan merendahkan martabat mereka, padahal Rasulullah telah bersabda: “Takutlah
kepada Allah, Takutlah kepada Allah, terhadap kehormatan sahabatku, janganlah
kalian menjadikan mereka sebagai sasaran (cemoohan dan ejekan), barangsiapa
menyakiti mereka maka sungguh dia telah menyakiti aku, dan barangsiapa
menyakiti aku maka sungguh ia telah menyakiti Allah, dan barangsiapa yang telah
menyakiti Allah dikhawatirkan Allah akan menyiksanya.”Sikap mengejek dan
memusuhi sahabat Nabi kini telah menjadi agama dan aqidah sebagian golongan dan
kelompok sesat.
Kita
berlindung kepada Allah dari kemurkaan-Nya dan pedih siksaan-Nya. Semoga
shalawat dan salam tetap tercurah ke atas Nabi Muhammad, keluarga, sahabat dan
orang-orang yang mengikutinya dengan baik hingga hari kemudian.
[1] Khawarij:
menganggap orang yang melakukan dosa besar kafir. Murji’ah: selagi iman masih
ada, dosa besar tidak masalah. Ahlus sunnah : Mu'min yang berbuat dosa adalah
mu'min yang kurang imannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar