TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG MOJOKERTO
Ada satu hal
yang sesungguhnya termasuk dalam wilayah kajian tauhid Uluhiyyah, tetapi karena
pentingnya persoalan ini maka hal ini dikaji dalam satu bab tersendiri, yaitu al-wala’
wa al-bara’
REALISASIKAN TAUHID
LEPASKAN DIRI DARI SYIRIK
Jabir bin Abdul Qayyum as-Sa’idi
asy-Syami
REALISASIKAN TAUHID
LEPASKAN DIRI DARI SYIRIK
MUQADDIMAH
Sesungguhnya segala puji bagi Allah, kita
memuji-Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada-Nya. Kita berlindung
kepada-Nya dari kejahatan diri kita sendiri dan keburukan amal kita.
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah tak akan ada orang yang sanggup
menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan tak akan ada yang sanggup
menunjukinya.
Aku bersaksi bahwasannya tiada ilah yang hak
melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad
saw adalah hamba dan utusan-Nya.
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ
تَمُوتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ [ال عمران: 102]
"Wahai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-benar taqwa
dan janganlah sekali-kali kalian mati melainkan ada dalam keadaan menyerahkan
diri kepada Allah (Muslim)" (Al-Baqarah:132).
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ
وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا
وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ
كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا [النساء: 1]
" Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah
menciptakan kamu dari diri yang satu, dan daripadanya Allah menciptakan
isterinya; dan daripada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan
perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan)
nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan
silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu" (Al-Nisa':1)
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً
سَدِيدًا () يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ
يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا [الأحزاب: 70 - 71].
"Wahai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan berkatalah dengan
perkataan yang benar niscaya Allah akan memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengam-puni dosa-dosamu. Dan barangsiapa yang mentaati Allah dan Rasul-Nya,
maka dia telah mendapatkan kemenangan yang besar" (Al-Ahzab:70-71)
Amma Ba'du, sesungguhnya sebenar-benar perkataan
adalah kitab Allah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi Muhammad saw.
seburuk-buruk perkara adalah yang diada-adakan, setiap yang diada-adakan adalah
bid'ah, setiap bid'ah itu sesat dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.
Ya Allah, Rabb Jibril, Mikail dan Israfil,
Pencipta langit dan bumi, Yang Mengetahui alam ghaib dan alam nyata, Engkaulah
yang memutuskan di antara hamba-hamba-Mu dalam persoalan yang mereka
perselisihkan. Tunjukilah kami, dengan izin-Mu, kepada al-haq yang mereka
perselisihkan itu, karena sesungguhnya Engkau lah yang menunjukan jalan yang
lurus kepada orang yang Engkau kehendaki. Firman Allah,
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ [محمد:
19].
Maka
ketahuilah bahwasannya tiada ilah melainkan Allah, dan mohonlah ampunan
terhadap dosa-dosamu (Muhammad:19)
TAUHID ADALAH
MISI UTAMA PARA RASUL
Wahai
saudaraku pengikut tauhid, semoga Allah merahmati kita, ketahuilah bahwa perkara
terbesar berkenaan dengan diutusnya para rasul dari yang pertama hingga terakhir
adalah perintah untuk ibadah kepada Allah semata yang tidak ada sekutu bagi-Nya
(Tauhid), serta memperingatkan dan melarang peribadatan kepada selain Allah
(syirik dan tandid). Hal ini bisa dilihat di dalam firman Allah berikut ini
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلاَّ نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لاَ
إِلَهَ إِلاَّ أَنَا فَاعْبُدُونِ [الأنبياء: 25]
Dan Kami tidak mengutus seorang
rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: "Bahwasanya
tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan
Aku".
وَلَقَدْ
بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا
الطَّاغُوتَ [النحل: 36].
Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): "Sembahlah Allah
(saja), dan jauhilah Thaghut itu",
Demikianlah
al-Qur’an dalam berbagai pembicaraan dan cerita yang dikemukakannya selalu
menjelaskan bahwa tauhid adalah persoalan pokok yang diserukan oleh semua
rasul. Setelah itu, baru turun hukum-hukum dan syari’at, turun penjelasan
tentang halal dan haram. Karena itulah, Allah memerintahkan semua manusia untuk
melakukan ibadah itu, bahkan penciptaan manusia adalah hanya untuk beribadah
kepada Allah saja, sebagaimana firman Allah;
وَمَا
خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ [الذاريات 65]
Dan Aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
Kata menyembah-Ku,
pada ayat di atas maksudnya adalah mentauhidkan-Ku. Adapun Tauhid
itu sendiri berarti mengesakan Allah dalam peribadatan. Di dalam hadis
disebutkan,
عَنْ مُعَاذِ بْنِ
جَبَلٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ وَأَرْضَاهُ قَالَ كُنْتُ رَدِيْفُ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى حِمَارٍ فَقَالَ لِيْ: (يَا مُعَاذُ أَتَدْرِيْ مَا
حَقُّ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ، وَمَا حَقُّ الْعِبَادِ عَلىَ اللهِ؟ قُلْتُ اللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَعْلَمُ. قَالَ: حَقُّ اللهِ عَلَى عِبَادِهِ أَنْ يَعْبُدُوْهُ وَلاَ يُشْرِكُوْا
بِهِ شَيْئاً، وَحَقُّ الْعِبَادِ عَلَى اللهِ أَنْ لاَ يُعَذِّبَ مَنْ لاَ يُشْرِكُ
بِهِ شَيْئاً) [ متفق عليه].
Dari Mu’adz bin Jabal ra, ia
berkata; Aku pernah dibonceng oleh Rasulullah di atas himar, lalu beliau
bersabda; “Hai Mu’adz, tahukan engkau apa hak Allah atas hamba-Nya, dan apa hak
hamba atas Allah?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih tahu” Beliau
bersabda, “Hak Allah atas hambanya adalah agar mereka beribadah kepada-Nya dan
tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan hak hamba atas Allah, ialah Dia
tidak akan mengadzab orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu” (Muttafaq ‘alaih)
Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Ibadah adalah mentaati Allah dengan
menjalankan apa yang Dia perintahkan sesuai dengan tuntunan para rasul”. Beliau
juga mengatakan, “Ibadah adalah suatu nama yang menyeluruh untuk segala sesuatu
yang dicintai dan diridlai oleh-Nya, baik berupa perkataan, amal dhahir maupun
bathin”.
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ
لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ [الزمر: 65].
Dan sesungguhnya telah diwahyukan
kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu: "Jika kamu mempersekutukan
(Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang
yang merugi.
Lihatlah
wahai saudaraku yang mulia, bahwa ini adalah pernyataan dan peringatan dari Rasulullah
saw dan para rasul terdahulu. Demikian juga di dalam surat al-An’am, setelah menyebut dan
menceritakan para nabi, Allah berfirman;
وَلَوْ
أَشْرَكُوْا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ [الأنعام: 88].
Seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan (al-An’am:88)
إِنَّ
اللهَ لاَ يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ
لِمَنْ يَشَاءُ [النساء: 48]
Sesungguhnya Allah tidak akan
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari
(syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. (an-Nisa’:48)
إنه
من يشرك بالله فقد حرم الله عليه الجنة [المائدة: 72].
Sesungguhnya orang yang
mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan kepadanya
surga, (al-Maidah:72)
Syirik itu
akan merusak nilai amal, menghapuskan pahalanya, menyebabkan pelakunya keluar
dari agama Islam, mengekalkannya di dalam neraka jahanam, dan menjadikan
syafaat dari orang lain tidak ada manfaatnya. Setiap orang yang menetapkan ada
sekutu bagi Allah dalam hal uluhiyyah, rububiyyah, salah satu kekhususan
bagi-Nya dan sifat-sifat-Nya maka ia adalah musyrik.
Untuk memahami
konsep ini secara utuh, maka kita harus terlebih dahulu memahami pembagian
tauhid, yaitu tauhid Rububiyyah, Tauhid Uluhiyyah, Tauhid Asma’ wa Shifat
TAUHID RUBUBIYYAH
Yaitu tauhid
yang tetap diyakini oleh orang-orang kafir tetapi tidak menjadikan mereka
sebagai muslim. Pengertian tauhid ini adalah menetapkan bahwa Allah adalah
Pencipta, Yang memberi rizki, Yang menghidupkan dan Yang mematikan, dan Yang
mengurus seluruh persoalan. Dan penetapan hal-hal ini untuk Allah tidak
menyebabkan mereka menjadi muslim, karena mereka masih menyembah berhala atau
kuburan orang-orang yang shalih dengan mengadakan penyembelihan di tempat
tersebut, memita pertolongan kepada mereka dengan tujuan untuk lebih
mendekatkan diri kepada Allah.
مَا نَعْبُدُهُمْ
إِلاَّ لِيُقَرِّبُوْنَا إِلَى اللهِ زُلْفَى [الزمر: 3].
Kami tidak menyembah mereka
melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan
sedekat-dekatnya".
Dalil yang
menyebutkan bahwa orang kafir juga menetapkan tauhid rububiyyah adalah firman
Allah
قُلْ
مَنْ يَرْزُقُكُمْ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ أَمَّنْ يَمْلِكُ السَّمْعَ
وَالأَبْصَارَ وَمَنْ يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ
مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُدَبِّرُ الأَمْرَ فَسَيَقُولُونَ اللهُ فَقُلْ أَفَلا تَتَّقُونَ
Katakanlah: "Siapakah yang
memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa
(menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang
hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah
yang mengatur segala urusan?" Maka mereka akan menjawab:
"Allah". Maka katakanlah: "Mengapa kamu tidak bertakwa
(kepada-Nya)?"(Yunus:31)
قُلْ
لِمَنِ اْلأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () سَيَقُولُونَ
لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَذَكَّرُونَ () قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَوَاتِ السَّبْعِ
وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ () سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلاَ تَتَّقُونَ ()
قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلاَ يُجَارُ عَلَيْهِ
إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ () سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ [المؤمنون:
84 - 89].
Katakanlah: "Kepunyaan
siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kamu mengetahui?"
Mereka akan menjawab: "Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka
apakah kamu tidak ingat?" Katakanlah: "Siapakah Yang Empunya langit
yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?" Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "Maka apakah kamu tidak
bertakwa?" Katakanlah: "Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan
atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat
dilindungi dari (azab) -Nya, jika kamu mengetahui?" Mereka akan menjawab:
"Kepunyaan Allah." Katakanlah: "(Kalau demikian), maka dari
jalan manakah kamu ditipu?" (al-Mu’minun:84-89)
Adapun tauhid
yang mereka tolak adalah tauhid ibadah kepada Allah. Orang-orang musyrik pada
saat ini tetap meyakini tauhid rububiyyah ini, sehingga mereka tetap berdo’a
kepada Allah di siang maupun malam hari, dengan penuh rasa takut dan harap.
Tetapi kemudian mereka juga berdo’a kepada malaikat untuk kebaikan mereka, untuk
lebih mendekatkan diri mereka kepada Allah, dan agar malaikat memberikan
syafaat bagi mereka. Mereka juga berdo’a kepada orang-orang yang shaleh seperti
para wali atau para nabi.
Rasul saw
memerangi mereka yang melakukan tindakan seperti ini, dan beliau mengajak mereka
untuk memurnikan ibadah hanya kepada Allah saja. Firman Allah
وَأَنَّ
الْمَسَاجِدَ للهِ فَلاَ تَدْعُوْا مَعَ اللهِ أَحَداً [الجن: 18]
Dan sesungguhnya mesjid-mesjid
itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah seseorangpun di
dalamnya di samping (menyembah) Allah. (al-Jinn:18)
لَهُ
دَعْوَةُ الْحَقِّ وَالَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِهِ لَا يَسْتَجِيبُونَ لَهُمْ
بِشَيْءٍ إِلَّا كَبَاسِطِ كَفَّيْهِ إِلَى الْمَاءِ لِيَبْلُغَ فَاهُ وَمَا هُوَ
بِبَالِغِهِ وَمَا دُعَاءُ الْكَافِرِينَ إِلَّا فِي ضَلَالٍ [الرعد: 14].
Hanya bagi Allah-lah (hak
mengabulkan) do`a yang benar. Dan berhala-berhala yang mereka sembah selain
Allah tidak dapat memperkenankan sesuatupun bagi mereka, melainkan seperti
orang yang membukakan kedua telapak tangannya ke dalam air supaya sampai air ke
mulutnya, padahal air itu tidak dapat sampai ke mulutnya. Dan do`a (ibadat)
orang-orang kafir itu, hanyalah sia-sia belaka. (ar-Ra’d:14)
Rasulullah
saw memerangi mereka untuk menjadikan din seluruhnya milik Allah, peribadatan
seluruhnya untuk Allah, istighatsah seluruhnya kepada Allah, dan seluruh bentuk
ibadah hanya dilakukan untuk Allah.
Maka
pernyataan orang musyrik dalam tauhid rububiyyah tidak menjadikan mereka
masuk ke dalam Islam, karena tujuan ibadah mereka adalah malaikat, para nabi
dan para wali; Peribadatan itu dilakukan dengan harapan mendapat syafaat
dari mereka, dan untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah. Hal itulah yang
menyebabkan halal darah dan harta mereka untuk diperangi.
Orang-orang
musyrik di zaman kita saat ini telah melakukan kekufuran yang lebih besar dari
kekufuran di zaman Nabi saw. Mereka menyekutukan Allah dalam hal
perundang-undangan. Mereka tunduk pada ketentuan bahwa Allah adalah Yang
membagi rizki, Dia yang menghidupkan dan mematikan, Dia Yang menurunkan hujan
dari langit, Yang menumbuhkan rerumputan
dan menyiraminya, Dia menjadikan anak laki-laki bagi orang-orang yang Dia
kehendaki, Dia yang menentukan jodoh mereka, baik laki-laki maupun perempuan, dan
Dia menjadikan mandul bagi orang yang Dia kehendaki. Mereka yakin bahwa semua
hal-hal tersebut adalah hak Allah, bukan hak raja atau presiden mereka. Tetapi
dalam tasyri’ (pembuatan undang-undang), memerintah dan menentukan hukum
pelaksananya adalah dari pihak mereka. Jadi hakekatnya hak itu adalah milik
pemimpin mereka, thaghut mereka, atau ilah-ilah mereka yang ada di bumi. Maka
mereka berada dalam kemusyrikan sebagaimana kaum kafir Quraisy, hanya saja
mereka menambahkan kekufuran itu dalam bentuk lebih mengagungkan perintah,
hukum, perundang-undangan dari berbagai ilah dan rabb mereka yang
yang ada di bumi dari pada hukum dan perundang-undangan Allah. Maka celakalah
orang yang lebih kufur daripada Abu Jahal dan Abu Lahab
أَئِلَهٌ
مَعَ اللهِ تَعَالَى اللهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ [النمل: 63].
Apakah di samping Allah ada ilah
(yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan
(dengan-Nya). (an-Naml:63)
TAUHID ULUHIYAH
(TAUHID IBADAH)
Tauhid ini
adalah tauhid yang diserukan oleh para rasul yang mulia agar manusia menetapkan
dan mentaati tauhid uluhiyah. Makna Tauhid Uluhiyah yaitu mengesakan allah
dalam peribadatan. Adapun macam-macam ibadah yang diperintahkan oleh Allah antara
shalat, zakat, puasa, hajji, dan juga berdo’a, sebagaimana firman Allah.
وَقَالَ
رَبُّكُمُ ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ إِنَّ الَّذِينَ يَسْتَكْبِرُونَ عَنْ
عِبَادَتِي سَيَدْخُلُونَ جَهَنَّمَ دَاخِرِينَ [غافر :60].
Dan Tuhanmu berfirman:
"Berdo`alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya
orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahannam dalam keadaan hina dina". (al-Mukmin:60)
Contoh
ibadah lainnya adalah khauf (takut) sebagaimana
firman Allah
إِنَّمَا
ذَلِكُمُ الشَّيْطَانُ يُخَوِّفُ أَوْلِيَاءَهُ فَلا تَخَافُوهُمْ وَخَافُونِ إِنْ
كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ [آل عمران 175].
Sesungguhnya mereka itu tidak lain hanyalah syaitan
yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya (orang-orang musyrik Quraisy),
karena itu janganlah kamu takut kepada mereka, tetapi takutlah kepadaKu, jika
kamu benar-benar orang yang beriman.
(Ali Imran:175)
Contoh ibadah
lainnya adalah raja’ (pengharapan)
sebagaimana firman Allah
فَمَنْ كَانَ يَرْجُوا لِقَاءَ
رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ
أَحَدًا [الكهف 110].
Barangsiapa mengharap
perjumpaan dengan Tuhannya maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan
janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (al-Kahfi;110)
Kemudian tawakkal,
sebagaimana firman Allah
وَعَلَى اللهِ تَوَكَّلُوْا
إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِيْنَ [المائدة : 23].
Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal,
jika kamu benar-benar orang yang beriman". (al-Maidah;23)
Kemudian rughbah,
ruhbah dan khusyu’, sebagaimana firman Allah
إِنَّهُمْ
كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا
وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ [الأنبياء 90].
Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu
bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdo`a
kepada Kami dengan harap dan cemas. Dan mereka adalah orang-orang yang khusyu
kepada Kami. (al-Anbiya’:90)
Selanjutnya
khasyyah, sebagaimana firman Allah
فَلَا
تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِي وَلِأُتِمَّ نِعْمَتِي عَلَيْكُمْ وَلَعَلَّكُمْ
تَهْتَدُونَ [البقرة 150].
Maka janganlah kamu, takut kepada mereka dan takutlah
kepada-Ku. Dan agar Kusempurnakan ni`mat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat
petunjuk. (al-baqarah;150)
Contoh
selanjutnya yaitu inabah seperti diterangkan di dalam firman Allah
وَ أَنِيْبُوْا إِلَى رَبِّكُمْ وَ أَسْلِمُوْا
لَهُ [الزّمر:54].
Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah
dirilah kepada-Nya (az-Zumar:54)
Contoh
selanjutnya Isti’anah (memohon pertolongan) seperti dijelaskan dalam firman
Allah
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَ إِيَّاكَ نَسْتَعِيْنُ
[الفاتحة :5 ].
Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu
kami memohon pertolongan (al-Fatihah:5)
Contoh
selanjutnya adalah isti’adzah, (mohon perlindungan) seperti di dalam firman Allah
قُلْ
أَعُوْذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ [الفلق :1].
Katakanlah: "Aku berlindung
kepada Tuhan Yang Menguasai subuh, (al-falq: 1)
قُلْ أَعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسِ [النّاس
:1].
Katakanlah: "Aku berlindung kepada Tuhan (yang
memelihara dan menguasai) manusia. (an-Nas:1)
Selanjutnya
istighatsah (mohon pertolongan dalam keadaan sulit) seperti di dalam firman
Allah
إِذْ تَسْتَغِيْثُوْنَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ
لَكُمْ [الأنفال :9].
(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Tuhanmu, lalu
diperkenankan-Nya bagimu.
(al-Anfal:9)
Bentuk
ibadah lainnya adalah penyembelihan, sebagaimana diterangkan di dalam firman
Allah
قُلْ
إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ () لَا
شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِينَ [الأنعام 162 - 163].
Katakanlah: "Sesungguhnya
shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta
alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku
dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". (al-An’am:162-163)
Selanjutnya
nadzar sebagaimana firman Allah
يُوفُونَ
بِالنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُ مُسْتَطِيرًا [الإنسان :7].
Mereka menunaikan nazar dan takut
akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana. (al-Insan:7)
Kemudian
mengikut (Itba’), sebagiamana diterangkan di dalam
firman Allah
اتَّبِعُوا
مَا أُنْزِلَ إِلَيْكُمْ مِنْ رَبِّكُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا مِنْ دُونِهِ
أَوْلِيَاءَ [الأعراف 3].
Ikutilah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin
selain-Nya. (al-A’raf:3)
Ibadah
selanjutnya adalah taat, sebagiamana diterangkan di dalam firman Allah
قُلْ
أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ
الْكَافِرِينَ [آل عمران 32].
Katakanlah: "Ta`atilah Allah
dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang kafir". (Ali Imran:32)
Termasuk
juga ke dalam jenis ibadah adalah berhukum atau meminta keputusan hukum,
sebagiamana diterangkan di dalam firman Allah
لاَ يُشْرِكُ فِيْ
حُكْمِهِ أَحَدًا [الكهف :26].
Dia tidak mengambil seorangpun
menjadi sekutu-Nya dalam menetapkan keputusan". (al-Kahfi:26)
Pengesaan
Allah dalam hal Itba’, thaat, dan meminta keputusan hukum termasuk ke dalam mengesakan
Allah dalam hal ibadah –yang disebut juga dengan tauhid uluhiyyah– sebagaimana
mengesakan Allah dengan shalat, do’a dan macam-macam ibadah lainnya yang
tersebut di atas. Firman Allah swt;
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ
لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا [النساء
65].
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya. (an-Nisa’:65)
أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ ءَامَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ
وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ
وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَنْ يُضِلَّهُمْ
ضَلَالًا بَعِيدًا [النساء 60]،
Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan
kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim
kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan
syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. (an-Nisa’:60).
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ الله ُفَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُوْنَ [المائدة 44]
Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
kafir. (al-Maidah:44)
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ الله ُفَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُوْنَ [المائدة 45]
Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
dzalim. (al-Maidah:45)
وَمَنْ
لَمْ يَحْكُمْ بِمَا اَنْزَلَ الله ُفَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُوْنَ [المائدة
47].
Barangsiapa yang tidak memutuskan
menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
fasik. (al-Maidah:47)
أَفَحُكْمَ
الْجَاهِلِيَّةِ يَبْغُونَ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ
يُوقِنُونَ [المائدة 50]
Apakah hukum Jahiliyah yang
mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah
bagi orang-orang yang yakin?(al-Maidah:50)
أَفَغَيْرَ
اللَّهِ أَبْتَغِي حَكَمًا [الأنعام 114].
Maka patutkah aku mencari hakim
selain daripada Allah, (al-An’am:114)
Segala
sesuatu yang diikuti, ditaati, dimintai keputusan hokum selain dari Allah baik
ia dari golongan syetan, manusia yang masih hidup maupun yang sudah mati,
binatang, benda-benda mati seperti batu, pohon atau planet (bintang), baik
disembah dengan mengorbankan binatang, berdo’a kepadanya, atau shalat
kepadanya, maka ia menjadi thaghut yang disembah selain dari Allah[1].
Adapun orang yang mentaati, mengikuti dan meminta putusan hukum kepada selain
Allah, maka ia menjadi hamba thaghut[2]
Iman
kepada thaghut terjadi
karena berpaling dari salah satu bentuk ibadah kepada Allah atau karena berpaling
dari meminta keputusan hukum kepada-Nya. Dan kufur kepada thaghut terjadi
dengan cara meninggalkan ibadah kepadanya, meyakini kebathilannya, tidak
meminta keputusan hukum kepadanya, memusuhi hamba thaghut, mengkafirkan dan
memerangi mereka.
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ [الأنفال :39]،
Dan perangilah mereka, supaya
jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (al-Anfal:39)
Fitnah yang
dimaksud pada ayat di atas adalah syirik
الَّذِينَ
ءَامَنُوا يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَالَّذِينَ كَفَرُوا يُقَاتِلُونَ
فِي سَبِيلِ الطَّاغُوتِ فَقَاتِلُوا أَوْلِيَاءَ الشَّيْطَانِ إِنَّ كَيْدَ
الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا [النساء : 76].
Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang
kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu,
karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah. (an-Nisa’:76)
Maka
kufur terhadap thaghut adalah rukun pertama di antara rukun tauhid, berdasarkan
kepada dua hal:
Pertama, berdasarkan pada nash-nash syara’ yang mendahulukan
penyebutan kufur terhadap taghut daripada iman kepada Allah, sebagaimana di
dalam firman Allah,
فَمَنْ
يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ
الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا
Karena itu
barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka
sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak
akan putus.(al-Baqarah:256).
Demikian
juga dalam ucapan syahadat tauhid, laa ilaha illallah. Dalam ucapan itu
lebih didahulukannya penafian terhadap ilah bisa difahami sebagai bentuk
kufur terhadap thaghut lebih dikedepankan daripada penetapan (itsbat) yang
bermakna iman kepada Allah.
Kedua, dan inilah yang lebih penting, bahwa iman dan amal shalih
lainnya apabila tidak disertai dengan kekufuran terhadap thaghut manjadi tidak
ada manfaatnya bagi pelakunya. Seorang yang beriman kepada Allah dan juga
beriman kepada thaghut maka ia seperti orang yang membawa sesuatu dan lawannya
dalam waktu yang sama, maka akibatnya pelaku itu tidak mendapatkan manfaat
apa-apa dari imannya dan dari amal shalih yang dilakukannya sampai ia
mengingkari thaghut, sebagaimana firman Allah
وَلَوْ
أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
Seandainya mereka mempersekutukan
Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. (al-An’am:88)
إِنَّهُ مَنْ يُشْرِكْ بِاللهِ فَقَدْ حَرَّمَ اللهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ
Sesungguhnya orang
yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah mengharamkan
kepadanya surga (al-Maidah:72)
Sorga tidak akan diharamkan bagi orang
mukmin apabila iman dan amal yang dimilikinya itu bermanfaat
Dalil yang menunjukkan didahulukannya
kufur terhadap thaghut dan menjauhi segala macam syirik daripada iman, adalah
firman Allah
وَالَّذِينَ
اجْتَنَبُوا الطَّاغُوتَ أَنْ يَعْبُدُوهَا وَأَنَابُوا إِلَى اللهِ لَهُمُ
الْبُشْرَى فَبَشِّرْ عِبَادِ [الزمر 17].
Dan orang-orang yang menjauhi
thaghut (yaitu) tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita
gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, (az-Zumar:17)
Maka menampakkan
keterlepasan (bara’) dari orang musyrik dan sesembahan mereka yang
bathil, dan menyatakan kekufuran kepada mereka dan ilah mereka, manhaj mereka,
undang-undang mereka dan aturan-aturan mereka yang berbau syirik, menampakkan
permusuhan dan kebencian kepada mereka, kedudukan dan keadaan mereka yang kufur
sehingga kembali kepada Allah, serta memerangi mereka sehingga tidak ada fitnah
adalah jalan para nabi. Dan inilah agama Nabi kita Muahammad saw, dan millah
Nabi Ibrahim As.
قَدْ
كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِي إِبْرَاهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُ إِذْ
قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ
اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ
وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُ [الممتحنة 4].
Sesungguhnya telah ada suri
tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia;
ketika mereka berkata kepada kaum mereka: "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu
sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata antara kami
dan kamu permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman
kepada Allah saja. (al-Mumtahanah:4)
Ketahuilah
wahai saudaraku pengikut tauhid, rahimakallah, bahwasannya adalah suatu
keniscayaan untuk memurnikan mutaba’ah kepada Rasulullah saw dalam tasyri’
(perundang-ndangan), dalam ketaatan, serta menghalalkan dan mengharamkan
sesuatu.
Yang
merusakkan prinsip ini adalah seseorang meyakini bahwa ia boleh mengikuti
ajaran atau agama apapun, baik berupa syariat yang mansukh, agama
tradisional, agama buatan, atau syariat buatan manusia, atau melakukan tindakan
tersebut dengan suka rela meskipun tanpa adanya keyakinan,
Apabila ada
orang yang berkata, kami muslim, kami berpuasa, shalat, dan berhaji, tetapi
kami dalam urusan harta ingin mengambil ajaran Taurat, sebab ajaran itu mudah,
ringan dan jelas. Kalau ada orang yang mengatakan demikian maka berarti ia
telah kufur terhadap al-Qur’an dan din secara keseluruhan. Pernyataan
tersebut membatalkan keimanan, dan yang mengatakannya menjadi murtad dari agama
Islam.
Kalau ada
orang yang mengatakan, kami tidak menginginkan ajaran Taurat karena ajaran itu yang
telah lampau, tetapi kami ingin code Napoleon, atau undang-undang Perancis,
Undang-undang Amerika, Inggris atau undang-undang lainnya… Itu pun hanya untuk
mengatur persoalan keuangan saja, atau hanya untuk mengatur perdagangan saja,
adapun shalat, puasa, zakat, dan haji tetap kita lakukan, sehingga kita tetap
seorang muslim.
Pernyataan
ini kita jawab, itu semua tidak ada artinya karena hal itu telah merusakkan
imannya, sebab ia mengikuti syariat selain dari syariat Allah. Hal tersebut
merusakkan syahadat anna muhammadar rasulullah dengan kerusakan yang sangat parah. Pada permulaan
ayat berikut Allah menegaskan tiadanya iman.
فَلَا
وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ
لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا
Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati
mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan
sepenuhnya. (an-Nisa’:65)
Pada ayat
tersebut Allah menafikan iman dari mereka, sehingga mereka menjadikan Rasul
sebagai pemutus perkara yang terjadi di antara mereka. Mengapa dalam hal
seperti itu saja membatalkan iman? Persoalannya adalah sebagaimana firman Allah
وَمَا
أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلَّا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ [النساء :64].
Dan kami tidak mengutus seseorang
rasul, melainkan untuk dita`ati dengan seizin Allah. (an-Nisa’:64)
Mentaati
Rasul adalah suatu keharusan, sebagaimana difirmankan oleh Allah di dalam
berbagai ayat, antara lain;.
أطيعوا
الله وأطيعوا الرسول [النساء :59].
Ta`atilah Allah dan ta`atilah
Rasul (Nya), (an-Nisa’:59)
وَمَا
ءَاتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانْتَهُوا [الحشر :7].
Apa yang diberikan Rasul kepadamu
maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah; (al-Hasyr:7)
قُلْ
إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ () قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا
فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ [آل عمران :31 - 32]،
Katakanlah: "Jika kamu
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu." Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Katakanlah: "Ta`atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir". (ali Imran-31-32)
Maka apabila
seseorang berpaling dari ketaatan kepada Rasulullah saw, dan menolak untuk
mengikutinya, maka ia termasuk golongan orang kafir.
Seseorang
tidak akan menjadi mukmin kecuali ia bertahkim kepada Rasulullah saw. Ibnu
al-Qayyim berkata ketika menafsirkan ayat; Maka demi Tuhanmu, mereka (pada
hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara
yang mereka perselisihkan (an-Nisa’:65) Allah bersumpah dengan diri-Nya
sendiri yang Maha Suci, sumpah yang digunakan untuk menekankan penafian iman
seseorang sehingga mereka berhukum kepada Rasulullah di dalam setiap persoalan
yang terjadi di antara mereka, baik yang bersifat ushul (prinsip) mapun furu’
(cabang), dalam hukum syara’, tempat kembali, seluruh sifat dan
lain-lainnya. Dan tidak ditetapkan adanya iman kalau hanya bersedia meminta
keputusan kepada Rasulullah sehingga di dalam jiwa mereka tidak ada perasaan
berat dan hati merasa sesak menerima keputusan itu. Sebaliknya hati mereka
terasa lapang, senang, puas, dan menerima keputusan itu dengan sepenuh hati.
Dan tidak ditetapkan adanya iman itu sehingga ia menerima keputusan rasul
dengan penuh keridlaan, penyerahan diri, tidak ada keinginan untuk membantah
dan tidak ingin berpaling dari keputusan itu.
TAUHID ASMA’ WA SHIFAT
Tibalah saatnya
kita untuk membahas tauhid yang ketiga; yaitu tauhid asma’ wa sifat. Yaitu
beriman kepada asma’ Allah yang indah, dan sifat-Nya yang mulia,
sebagaimana disebutkan di dalam al-Qur’an dan ditetapkan oleh Rasulullah saw
tanpa tahrif, ta’thil, takyif dan tamtsil. Asma’ dan sifat itu harus
ditetapkan sebagaimana dijelaskan tanpa bertanya bagaimana, dan disertai dengan
keimanan terhadap makna agung yang ditunjukkannya. Itulah sifat-sifat Allah,
yang harus disifatkan demikian secara layak, dan tidak oleh diserupakan dengan
sifat-sifat makhluk-Nya. Allah berfirman
لَيْسَ
كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ [الشورى : 11]،
Tidak ada sesuatupun yang serupa
dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (as-Syura:11)
فَلَا
تَضْرِبُوا لِلَّهِ الْأَمْثَالَ إِنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
[النحل : 74].
Maka janganlah kamu mengadakan
sekutu-sekutu bagi Allah. Sesungguhnya Allah mengetahui, sedang kamu tidak
mengetahui. (an-Nahl:74)
Al-Auza’iy
mengatakan, kami dan para tabi’in merasa cukup dengan mengatakan, “Sesungguhnya
Allah berada di atas Arsy-Nya. Kami mengimani penjelasan tentang sifat Allah
yang ada di dalam sunnah”
Ketika Rabi’
bin Abu Abdurrahman, gurunya Imam Malik, ditanya tentang bersemayamnya Allah,
maka ia menjawab, “Bersemayam itu sudah diketahui maknanya, bertanya bagaimana
itu tidak masuk akal. Dari Allah lah turunnya risalah, dan tugas rasul adalah
menyampaikan dengan sejelas-jelasnya, dan kewajiban kita adalah membenarkannya”.
Dan ketika
Imam Malik yang ditanya tentang hal tersebut, maka ia menjawab, “Bersemayam itu
sudah diketahui maknanya, bertanya bagaimana justru tidak diketahui asalnya, mengimaninya
wajib dan menanyakannya adalah bid’ah”
Syaikh
al-Mujahid Imam Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Kita mengenal Rabb kita bahwa
Dia berada di atas langit-Nya, ada di atas arsy-Nya, yang sangat jauh dari
makhluk-Nya”
Al-Auza’iy
berkata, az-Zuhri dan al-Mak-hul ditanya tentang ayat sifat, keduanya menjawab,
“Ikutilah sebagaimana diterangkan”
Al-Walid bin
Muslim berkata, Malik, al-Auza’I, al-Laits bin Sa’d dan Sufyan ats-Tsauri
ditanya tentang khabar mengenai sifat Allah, mereka semua menjawab, “Ikutilah
sebagaimana diterangkan”[3].
Ahlus Sunnah
wal Jama’ah menetapkan asma’ dan sifat bagi Allah
sebagaimana yang Dia tetapkan untuk Diri-Nya sendiri di dalam kitab-Nya, atau
yang ditetapkan oleh Rasulullah Muhammad saw di dalam sunnah beliau yang
shahih. Mereka mensucikan nama-nama Allah dari musyabahah (penyerupaan)
terhadap makhluk-Nya, dengan metode penyucian yang terlepas dari ta’thil
(peniadaan). Dengan demikian mereka bisa selamat dari paradoks dan mereka
mengamalkan semua hal berdasarkan kepada dalil-dalil. Inilah sunnatullah bagi
orang yang berpegang teguh pada kebenaran yang dibawa oleh Rasul-Nya,
sunnatullah bagi orang yang mencurahkan kekuatannya untuk berpegang teguh pada
al-haq, dan ikhlas dalam memohon kepada Allah agar Dia memberi taufiq pada
al-haq, dan menampakkan hujjah-Nya sebagaimana firman Allah;
بَلْ
نَقْذِفُ بِالْحَقِّ عَلَى الْبَاطِلِ فَيَدْمَغُهُ فَإِذَا هُوَ زَاهِقٌ [ الأنبياء:18 ].
Sebenarnya
Kami melontarkan yang hak kepada yang batil lalu yang hak itu menghancurkannya,
maka dengan serta merta yang batil itu lenyap. (al-Anbiya’:18)
Seseorang
menjadi kafir
atau rusak imannya apabila menafikan asma’ dan sifat yang ditetapkan sendiri oleh
Allah atau ditetapkan oleh Rasulullah saw. Sebagaimana firman Allah, “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha
Mendengar lagi Maha Melihat, Allah
memiliki sifat-sifat yang sempurna dan agung. Segala asma’ dan sifat yang
diterangkan di dalam Kitabullah dan Sunnah, maka hal itu menunjukkan kepada
makna yang demikian. Meskipun oleh sebagian kalangan dinyatakan mustahil karena
tidak masuk akal dan adanya sebagian asma dan sifat itu justru merendahkan
Allah, atau meniadakan sebagian sifat yang tidak masuk akal itu adalah untuk
mensucikan Allah, menurut pengakuan mereka.
Terhadap
argumen itu kami jawab, sesungguhnya orang yang menafikan asma dan sifat Allah,
tak diragukan lagi ia telah keluar dari din ini, keluar dari iman,
tentunya tergantung pada sejauh mana ia melakukan penyimpangan. Ada di antara mereka yang
hanya keluar secara parsial dan ada pula yang keluar secara keseluruhan, kepada
Allahlah kita berlindung dari kekeliruan tersebut.
Al-Hafidz
Ibnu katsir menukil dari Nu’aim bin Hammad al-Khaza’iy, gurunya Imam Bukhari,
ia mengatakan, “Orang yang menyerupakan Allah dengan makhluk maka ia kufur,
orang yang menolak sifat yang diberikan oleh Allah untuk diri-Nya sendiri maka
ia telah kafir, Dan dalam sifat yang telah diberikan oleh Allah untuk diriNya
sendiri, atau dijelaskan oleh Rasulullah tidak ada keserupaan dengan apa pun.
Maka orang yang menetapkan asma’ dan sifat yang diterangkan di dalam ayat yang
sharih (jelas) dan khabar yang sahih secara benar, sesuai dengan keagungan Allah,
serta menafikan kekurangan dari Allah, maka ia telah meniti jalan petunjuk.
Dalam
masalah ini telah terjadi kekacauan sejak masa lalu sehingga muncul
kelompok-kelompok sesat, dilihat dari kaca mata tauhid, khususnya dalam Asma’
wa sifat Allah. Di antara kelompok sesat itu adalah Jahmiyah yang
menafikan Asma’ wa sifat, Mu’tazilah yang menetapkan adanya asma
Allah tetapi menafikan sifat Allah, Asy’ariyyah yang menetapkan
asma Allah dan sebagian sifat tetapi menafikan sebagian sifat yang lain. Yang
benar dan yang lurus, adalah pendapat salafus shalih, yang menetapkan segala
yang ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya, tanpa ta’thil, takyif, tahrif dan
tamtsil. Mereka mengatakan bahwa asma’ dan sifat Allah itu, Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. (as-Syura:11)
Al-WALA’ WAL BARA’
Al-wala’ (loyalitas) itu hanya untuk Allah, rasul-Nya dan orang-orang mukmin, dan
al-Bara’ (berlepas diri) dilakukan terhadap kekufuran dan orang-orang
kafir
Persoalan al-wala’
wa al-bara’ ini adalah persoalan yang sangat penting. Kita lihat banyak
kaum muslimin melakukan tindakan yang merusak imannya karena memberikan wala’
kepada musuh-musuh Allah, dan sebaliknya justru memusuhi wali-wali Allah.
Kita memohon ampunan dan perlindungan kepada Allah dari tindakan seperti itu.
Allah swt berfirman.
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا عَدُوِّي وَعَدُوَّكُمْ أَوْلِيَاءَ
تُلْقُونَ إِلَيْهِمْ بِالْمَوَدَّةِ وَقَدْ كَفَرُوا بِمَا جَاءَكُمْ مِنَ
الْحَقِّ [الممتحنة :1]،
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil musuh-Ku dan musuhmu menjadi teman-teman setia yang
kamu sampaikan kepada mereka (berita-berita Muhammad), karena rasa kasih
sayang; padahal sesungguhnya mereka telah ingkar kepada kebenaran yang datang
kepadamu (al-Mumtahanah:1)
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ
بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ فَإِنَّهُ مِنْهُمْ [المائدة :51].
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi dan Nasrani menjadi
pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah pemimpin bagi sebahagian yang
lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil mereka menjadi pemimpin, maka
sesungguhnya orang itu termasuk golongan mereka. (al-Maidah:51)
Lihatlah
dalam firman Allah di atas, “Dan barangsiapa memberikan loyalitas kepada mereka
maka ia termasuk ke dalam golongan mereka”. Selain pada ayat di atas, sikap
bara’ terhadap orang kafir juga ditunjukkan di dalam surat al-kafirun
ö@è% $pkr'¯»t crãÏÿ»x6ø9$#
ÇÊÈ Iw
ßç6ôãr&
$tB tbrßç7÷ès? ÇËÈ Iwur
óOçFRr& tbrßÎ7»tã
!$tB
ßç7ôãr&
ÇÌÈ Iwur
O$tRr&
ÓÎ/%tæ $¨B ÷Lnt6tã ÇÍÈ Iwur
óOçFRr& tbrßÎ7»tã
!$tB
ßç6ôãr&
ÇÎÈ ö/ä3s9
ö/ä3ãYÏ uÍ<ur
ÈûïÏ ÇÏÈ [الكافرون].
Katakanlah: "Hai orang-orang
yang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan
penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa
yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku
sembah. Bagimu agamamu, dan bagiku, agamaku". (al-Kafirun:1-6)
Di dalam
syariat diajarkan supaya membaca Surat al-Kafirun
ini setiap usai shalat Maghrib dan Subuh, bersama dengan membaca surat al-Ikhlas. Dengan
demikian, sesungguhnya kaum msulimin selalu diingatkan pada setiap pagi dan
petang untuk berlepas diri (bara’) dari orang musyrik dan sesembahan
mereka. Rasulullah saw bersabda;
أَنَا بَرِيءٌ مِنْ كُلِّ مُسْلِمٍ يُقِيْمُ بَيْنَ أَظْهُرِ الْمُشْرِكِيْنَ
قَالُوْا يَا رَسُوْلَ اللهِ وَلِمَ؟ قَالَ: لاَ تَرَايَا نَارَاهُمَا [ رواه الترمذي أبو داود والنسائي].
Saya berlepas diri dari setiap
muslim yang tinggal di antara orang-orang musyrik. Para shahabat bertanya,
Mengapa demikian wahai Rasulullah, Beliau bersabda, “Agar tidak saling melihat api
mereka” (HR Tirmidzi, Abu Dawud dan an-Nasa’i)
Agar antara
api muslim dan api orang kafir tidak saling melihat, karena masing-masing
memiiki jalan yang sangat berbeda. Yang terjadi pada umat Islam saat ini,
adalah kerusakan Islam, karena mereka bermudahanah (meninggalkan kewajiban
agama untuk mencari kemaslahatan dunia) terhadap orang kafir dan musyrik, mencintai
dan memberikan oyalitas kepada mereka, bahkan meminta nasehat kepada mereka,
dan bahkan meminta hukum kepada mereka. Allah berfirman
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا بِطَانَةً مِنْ دُونِكُمْ لَا يَأْلُونَكُمْ
خَبَالًا وَدُّوا مَا عَنِتُّمْ قَدْ بَدَتِ الْبَغْضَاءُ مِنْ أَفْوَاهِهِمْ
وَمَا تُخْفِي صُدُورُهُمْ أَكْبَرُ [آل
عمرن:118]
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu ambil menjadi teman kepercayaanmu orang-orang yang di luar
kalanganmu (karena) mereka tidak henti-hentinya (menimbulkan) mudarat bagimu.
Mereka menyukai apa yang menyusahkan kamu. Telah nyata kebencian dari mulut
mereka, dan apa yang disembunyikan oleh hati mereka lebih besar lagi. (Ali Imran:118)
Subhanallahal
‘Adzim, betapa besarnya kesesuaian ayat ini terhadap realitas
kita saat ini. Al-Wala’ wa al-bara’ inilah sebesar-besar konsekuensi tauhidullah.
Dan sebagaimana dinyatakan oleh para ulama’, yang paling banyak disebut oleh
Allah setelah tauhid dan mengesakan-Nya dengan ibadah adalah al-wala’ dan
al-bara’ dari orang kafir. Al-Bara’ itu merupakan salah satu
ushul (prinsip) di antara prinsip-prinsip Islam. Dan setiap muslim harus
menjaga al-wala’ dan al-bara’nya
Di dalam
sunnah juga dikemukakan oleh Abu Dawud dan lain-lainnya, dari Samurah bin
Jundub ra, dari rasululllah saw, beliau bersabda;
مَنْ
جَامَعَ الْمُشْرِكِ وَسَكَنَ مَعَهُ فَهُوَ مِثْلُهُ.
Barangsiapa yang berkumpul dengan
orang musyrik dan tinggal bersama mereka maka ia seperti mereka.
Syaikh
Sulaiman bin Syaikh Abdullah bin Muhammad bin Abdul Wahhab berkata, “Di dalam
hadis barangsiapa yang berkumpul dengan orang musyrik ini, maksudnya
adalah bergaul dan berbaur dengan mereka, dan tinggal bersama mereka maka ia
seperti mereka, lalu bagaimanakah halnya dengan orang yang memberikan
pertolongan kepada mereka yang berkaitan dengan agama mereka, memberikan tempat
tinggal dan membantu mereka. Kalau mereka mengatakan, karena kami dalam keadaan
takut, maka jawabannya, “kalian telah berbohong” [ad-Durar as-Saniyyah,
j. VIII, h. 142]
Al-Allamah
Ibnu al-Qayyim berkata, ketika Allah melarang kaum mukmin untuk memberikan
loyalitas kepada orang kafir, maka terkandung maksud permusuhan terhadap
mereka, berlepas diri dari mereka, dan menampakkan permusuhan itu dalam segala
hal [Badai’ al-Fawaid, j. III, h.69].
Syaikh Muhammad
bin Abdul Wahhab berkata, “Ketahuilah, semoga Allah merahmatimu, bahwa kaum salaf
mengatakan agar memusuhi ahlul bid’ah dan kelompok sesat, bersikap
keras dalam memusuhi kelompok sesat, dan melarang duduk semajelis dengan
mereka, lalu bagaimana menurutmu tentang duduk semajelis dengan orang kafir dan
munafik, berkumpul dengan orang Arab yang tidak beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya, berusaha mendatangkan kemaslahatan bagi mereka, berbaur dengan
mereka dan bersikap ramah kepada mereka? Kondisi mereka adalah satu di antara
dua hal, kafir atau munafik, dan di antara mereka yang memberikan perhatian
kepada Islam pun sangat sedikit. Firman Allah;
احْشُرُوا
الَّذِينَ ظَلَمُوا وَأَزْوَاجَهُمْ [الصافات : 22]
“(Kepada malaikat diperintahkan):
"Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka (ash-Shoffat:22)
وَإِذَا
النُّفُوسُ زُوِّجَتْ [التكوير :7]
Dan apabila ruh-ruh dipertemukan
(dengan tubuh) (at-Takwir:7)
Dan juga
hadis nabi saw
لاَ
يُحِبُّ الرَّجُلُ قَوْماً إِلاَّ حَشَرَ مَعَهُمْ
Seorang tidak mencintai suatu
kaum jika ia tidak mau berkumpul bersama mereka [Ad-Durar as-Saniyyah, j. VIII, h. 153]
Syaikh
Muhammad bin Abdul Lathif berkata, ketahuilah, semoga Allah memberikan taufiq
kepada kita terhadap hal-hal yang Dia cintai dan Dia ridlai, Islam dan din
seseorang tidak akan lurus melainkan ia memusuhi musuh Allah dan rasul-Nya
dan memberikan loyalitas kepada wali Allah dan Rasul-Nya saw. Firman Allah,
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا لَا تَتَّخِذُوا ءَابَاءَكُمْ وَإِخْوَانَكُمْ أَوْلِيَاءَ
إِنِ اسْتَحَبُّوا الْكُفْرَ عَلَى الْإِيمَانِ
Hai orang-orang yang beriman,
janganlah kamu jadikan bapa-bapa dan saudara-saudaramu pemimpin-pemimpinmu,
jika mereka lebih mengutamakan kekafiran atas keimanan (at-Taubah:23)[Ad-Durar
as-Saniyyah, cet lama, juz al-Jihad, h. 208]
Syaikh
Sulaiman bin asy-Syaikh Muhammad berkata, Allah berfirman
تَرَى
كَثِيرًا مِنْهُمْ يَتَوَلَّوْنَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَبِئْسَ مَا قَدَّمَتْ
لَهُمْ أَنْفُسُهُمْ أَنْ سَخِطَ اللَّهُ عَلَيْهِمْ وَفِي الْعَذَابِ هُمْ
خَالِدُونَ [المائدة 80]
Kamu melihat kebanyakan dari
mereka tolong-menolong dengan orang-orang yang kafir (musyrik). Sesungguhnya
amat buruklah apa yang mereka sediakan untuk diri mereka, yaitu kemurkaan Allah
kepada mereka; dan mereka akan kekal dalam siksaan. (al-Maidah:80)
Allah
menyebutkan bahwa memberikan al-wala’ (loyalitas) kepada orang kafir itu
meniscayakan kebencian kepada Allah, sehingga tindakan itu menyebabkan kekal di
dalam neraka, meskipun seseorang melakukan itu karena merasa takut. Tetapi hal
ini mengecualikan orang yang dipaksa, inilah syarat pengecualiannya. Lalu
bagaimana jika seorang mukmin berkumpul dengan orang yang jelas-jelas kufur, ia
memusuhi tauhid dan pengikutnya, membantu upaya untuk menghambat da’wah kepada
Allah, dan menetapkan da’wah kepada yang lainnya? [ad-Durar as-Saniyyah,
j. VIII, h. 128]
Syaikh
Sulaiman juga berkata dengan panjang lebar, “Sesungguhnya sekuat-kuat ikatan
Iman adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah. Dan bahwasannya Allah
telah mewajibkan orang mukmin untuk memusuhi orang musyrik, kafir dan munafik,
menjauhi kaum baduwi yang dikenal munafik, tidak beriman kepada Allah dan
rasul-Nya saw. Dan bahwa Allah memerintahkan untuk berjihad melawan mereka, bersikap
keras kepada mereka dalam kata-kata maupun tindakan, dan mengancam mereka
dengan laknat dan pembunuhan. Firman Allah
مَلْعُونِينَ
أَيْنَمَا ثُقِفُوا أُخِذُوا وَقُتِّلُوا تَقْتِيلًا [الأحزاب : 61]
Dalam keadaan terla`nat. Di mana
saja mereka dijumpai, mereka ditangkap dan dibunuh dengan sehebat-hebatnya. (al-Ahzab:61)
Selain itu,
Allah juga telah memutuskan kesetiaan antara kaum mukminin dan orang kafir. Kemudian
Allah memberitakan bahwa orang yang memberikan loyalitas kepada orang kafir berarti
termasuk ke dalam golongan mereka. Lalu bagaimanakah ada orang yang mengaku
cinta kepada Allah sedangkan ia juga mencintai musuh-musuh-Nya yang membantu
syetan-syetan dalam memerangi ahlu tauhid dan menjadikan mereka sebagai
pelindung selain dari Allah [ad-Durar as-Saniyyah, j. II, h. 144]
Sesungguhnya
dalil-dalil berkaitan dengan al-wala’ wa al-bara’ ini masih sangat
banyak, tetapi kami cukupkan sampai disini saja.
Dan sebagai
akhir dari seruan kami, al-hamdulillahi rabbil alamin.
REFERENSI
Kitabullah swt
Hadis-hadis Nabi Muhammad saw
Pendapat-pendapat kaum as-salaf ash-shalih ra
Kitab Durar as-Saniyyah fi al-Ajwibah asn-Najdiyyah.
Karya Imam al-A’lam min Ahli Nejd
Kitab al-Intishar li ahli at-tauhid, karya Syaikh Abu
Bashir asy-Syamiy
Kitab Qawa’id fi at-Takfir, karya Syaikh Abu Bashir
asy-Syamiy
Kitab al-Jami’ fi Thalab al-Ilmi asy-Syarif, karya
Syaikh Abdul Qadir Abdul Aziz
Risalah Nawaqidh al-Iman, karya Dr. Safar al-Hawali
[1] Dia dikatakan thaghut apabila menerima
penyembahan dengan senang hati
[2] Menurut pendapat yang dinukil dari Imam Malik,
bahwa thaghut adalah segala sesuatu selain Allah yang disembah.
Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah berkata, Thaghut
adalah segala sesuatu yang diperlakukan oleh seseorang secara melampaui batas,
baik dalam hal penyembahan, ketaatan atau ikutan. Karena itu thaghut adalah segala
sesuatu yang diminta untuk memutuskan perkara selain dari Allah dan Rasul-Nya,
selain Allah yang disembah, yang diikuti padahal tidak selaras dengan syariat
Allah, atau ditaati dalam hal-hal yang tidak diketahui sebagai bentuk ketaatan
kepada Allah. Ini semua adalah thaghut dunia ini. Apabila Anda mencermati
kondisi manusia saat ini niscaya anda melihat kebanyakan mereka melakukan
penyelewengan, dari penyembahan Allah kepada dan penyembahan thaghut, dari
berhukum kepada Allah dan rasul-Nya kepada berhukum kepada thaghut, dari
mentaati dan mengikuti Rasul-Nya menjadi taat dan mengikuti thaghut. (A’lamul
Muwaqqi’in, Jil. I, h. 50)
Syaikh Sulaiman bin Sahman an-Najdi berkata,
“Thaghut itu ada tiga macam, thaghut dalam hukum, thaghut dalam peribadatan dan
thaghut dalam ikutan (ad-Durar as-Saniyyah, Jil VIII, h. 272
Dari berbagai pendapat tersebut di muka saya
simpulkan; Definsi makna thaghut yang paling umum adalah pendapat yang
menyatakan, “Thaghut adalah segala selain Allah yang disembah”, yakni pendapat
Imam Malik. Pendapat yang menyatakan bahwa thaghut adalah syetan, adalah
pendapatnya mayoritas shahabat dan tabi’in. Adapun pendapat-pendapat yang lain
merupakan cabang dari kedua pendapat umum tersebut. Dua pendapat itu merujuk
kepada satu dasar yang memiliki segi dhahir dan hakikat. Orang yang melihat
dari segi dhahirnya ia akan mengatakan, “Thaghut adalah segala selain Allah
yang disembah”. Sedangkan orang yang melihat dari segi hakekat ia akan
mengatakan, “Thaghut adalah syetan”. Sebab syetan adalah makhluk yang selalu
mengajak untuk menyembah selain dari Allah, sebagaimana ia mengajak untuk
mengikuti segala bentuk kekafiran. Firman Allah
أَلَمْ تَرَ أَنَّا أَرْسَلْنَا الشَّيَاطِينَ عَلَى الْكَافِرِينَ
تَؤُزُّهُمْ أَزًّا - مريم : 83-.
Tidakkah kamu lihat, bahwasanya
Kami telah mengirim syaitan-syaitan itu kepada orang-orang kafir untuk
menghasung mereka berbuat ma`siat dengan sungguh-sungguh? (Maryam:83)
Maka setiap orang yang kufur, dan setiap
orang yang menyembah selain dari Allah adalah akibat dari tazyin syetan. Setiap
orang yang menyembah selain Allah hakekatnya ia adalah menyembah syetan,
sebagaimana firman Allah
أَلَمْ أَعْهَدْ إِلَيْكُمْ يَابَنِي ءَادَمَ أَنْ لَا تَعْبُدُوا
الشَّيْطَانَ - يس : 60
Bukankah Aku telah
memerintahkan kepadamu hai Bani Adam supaya kamu tidak menyembah syaitan? (Yasin:60)
Firman Allah kepada Nabi Ibrahim as.
يا أبت لا تعبد الشيطان مريم : 44
Wahai bapakku, janganlah kamu
menyembah syaitan. (Maryam:44)
Padahal ayah Nabi Ibrahim adalah penyembah
berhala, sebagaimana firman Allah
وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ ءَازَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا
ءَالِهَةً - الأنعام : 74.-
Dan (ingatlah) di waktu Ibrahim
berkata kepada bapaknya Azar: "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala
sebagai tuhan-tuhan? (al-An’am:74)
Karena
itu syetan adalah thaghut yang terbesar. Setiap orang yang menyembah berhala,
baik berupa batu, kayu, atau manusia, sesungguhnya ia adalah menyembah syetan.
Dan setiap orang yang berhukum kepada manusia atau undang-undang positif, atau
undang-undang selain buatan Allah, maka sesungguhnya ia telah berhukum kepada
syetan. Dan inilah makna berhukum kepada thaghut
[3] Pendapat para ulama’ dalam hal ini sangat
banyak. Bagi yang ingin mendapatkan penjelasan lebih banyak silakan melihat
kitab-kitab ulama’ sunnah dalam persoalan ini, seperti kitab as-Sunnah,
karya Abdullah bin Imam Ahmad, kitab at-Tauhid karya Muhammad bin
Khuzaimah, kitab as-Sunnah karya Abu al-Qasim al-Alka’iy
ath-Thabari, kitab as-Sunnah
karya Abu Bakar bin Abu Ashim, dan ar-Risalah at-Tadmiriyyah karya
Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyyah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar