TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG MOJOKERTO
Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum
Mafahim Ma’ani Kalimati’l Ikhwati, As Syuruth wa Khosoisuhum
II. SYARAT UNTUK MERAIH GELAR IKHWAN (IKHWAN
FIDDIN, IKHWAN NABI, IKHWAN FILLAH) DAN SYARAT MENJADI ORANG YANG BERSAUDARA
BESERTA KARAKTERISTIKNYA
- Harus mengerti syarat meraih gelar Ikhwan dengan ilmunya
- Harus masuk Islam (siap menjadi muslim secara kaffah) dan meninggalkan pola hidup jahiliyyah dan mati dalam keadan muslim
- Harus beriman, siap berhijrah atau menjadi kaum anshor dan siap berjihad fi sabilillah
- Menjadi orang yang Sholih
- Siap berupaya untuk bertaqwa (menjadi Muttaqin)
- Berakhlaq Islami (Akhaq Karimah)
- Siap dan aktif untuk berdakwah (mengajak manusia ke jalan Allah dan beramar ma;ruf nahi mungkar)
- Siap menempuh Shirotol Mustaqim (jalan hidup orang-orang yang istiqomah/lurus)
- Siap menghadapi ujian yang banyak, berat dan sengsara serta menyakitkan dengan sabar, karena yakin dengan pertolongan Allah dan jannah-Nya
- Tidak menjadi orang munafiq, zholim dan fasiq
- Harus benar-benar berwala (menolong, setia dan cinta) kepada Allah, RasulNya dan orang- orang yang beriman saja dan Baro (mengadakan permusuhan, berlepas diri dan benci) terhadap orang-orang kafir, musyrik, munafiq dan kaum jahiliyyah
- Meninggalkan perbuatan Tabdzir dan Laghwun
- Tidak turut andil membantu program-program syaithon yang bertujuan untuk menipu dan merusak serta menyesatkan manusia
- Mau berbusana muslim (berjilbab bagi muslimah) dan berhiaskan pakaian taqwa dan perilaku hidupnya tidak bertasabuh (menyerupai) orang-orang jahiliyyah, kafirin/musyrikin
- Mau mewujudkan Ukhuwah Islamiyyah
- Mau menjadikan Ikhwan/Akhwat sebagai pasangan hidupnya (suami/istri)
- Mau dan rela diatur oleh Allah, RasulNya dan Ulil Amri yang beriman
- Siap mengadakan janji/sumpah setia kepada Allah, RasulNya atau Ulil almri yang beriman dan menepati sumpah setia yang diikrarkannya
- Mau berinfak dalam keadaan longgar atau sempit membayar zakat dan shodaqoh
- Harus mengikuti Al Jama’ah dan Iltizam (komitmen) dengannya, tidak bertafarruq (mengikuti firqoh
I. SIAPAKAH ITU IKHWAN ?
A. IKHWAN FIDDIN
Ikhwan fiddin adalah gelar yang diberikan
langsung oleh Allah Azza wa Jalla, bagi yang telah bertaubat, menegakkan sholat
dan menunaikan zakat.
Bagi orang orang yang belum bertobat (dari
kesyirikan, kekafiran dll), belum dapat disebut Ikhwan Fiddin. Juga bagi orang
yang tidak sholat atau hanya sekedar mengerjakan sholat tanpa memahami ma’na
dari sholat tersebut, sehingga sholat yang dikerjakan hanya sebatas ritual
tanpa mempengaruhi pola hidup, sehingga tidak nampak bekas-bekas sholat mereka
( min atsaris sujud ), sebagaimana para sahabat Rosul adanya. Sebagaimana yang
digambarkan dalam surat Al-Fath ayat 29,namun sebaliknya sholat mereka hanya
siulan dan tepuk tangan belaka, sebagaimana disebutkan dalam surat Al Anfal
ayat 35. Sholatnya tanpa dapat mencegah dari perbuatan Fahsya dan munkar (QS.
Al Ankabut : 45) serta dapat lebih mengingat Allah (QS. Toha : 14 ), tidak
mengabaikan dan tidak melalaikan apa-apa yang telah diikrarkan dihadapan Allah
ketika sedang sholat, berjanji untuk tunduk patuh, rela diatur akan
meng-Ilahkan Allah semata dan tidak mensekutukan Nya dengan sesuatu apapun.
Juga tidak disebut Ikhwan fiddin bagi yang
belum menunaikan zakat, atau menunaikan zakat tetapi disalurkan fi sabilit
Thoghut yang akan digunakan mereka untuk menghalangi manusia dari jalan Allah (
QS. Al Anfal : 36 )
Dan Allah menerangkan gelar Ikhwan fiddin
adalah bagi kaum yang mengetahui bukan diberikan kepada sembarangan orang yang
tidak mengetahui hakikat ini.
"Jika mereka bertaubat dan mendirikan
sholat serta membayar zakat maka mereka itu adalah Ikhwan-Ikhwan fiddin. Dan kami
menjelaskan ayat-ayat ini bagi kaum yang mengetahui". ( QS. At Taubah :
11)
B. IKHWAN NABI
"Bilakah aku bertemu Ikhwan-ikhwan ku ?
" Para sahabat berkata : " Bukankah kami Ikhwan- Ikhwan mu ? "
Nabi Saw menjawab : "Kalian adalah sahabat-sahabat ku, sedangkan ikhwan-
ikhwanku adalah orang-orang yang beriman kepadaku tetapi tidak pernah melihatku
dan aku rindu kepada mereka". (HR Abu Syaikh)
"Aku rindu bertemu ikhwan-ikhwanku, yaitu
orang-orang yang beriman kepadaku namun tidak pernah melihatku". (HR
Ahmad)
Betapa indahnya gelar Ikhwan dan betapa semua
orang mendambakannya, siapa yang tidak dirindukan oleh sang kekasih Allah.
Merekalah Ummat beliau yang istiqomah, yang
tidak pernah menyimpang dari sunnah nya, menapaki manhajnya dan mereka beriman
kepadanya dengan keimanan yang Amiq walaupun tak pernah melihatnya, apalagi
melihatnya, mereka menghidupkan sunnahnya dikala manusia mengabaikannya, mereka
menapaki manhajnya ketika manusia meninggalkannya, pantaslah kalau Rasulullah
merindukannya. Itulah Ikhwan Nabi Saw yang didunia tidak bertemu Nabi, lain
halnya dengan para sahabat mereka menyaksikan langsung pribadinya,
kemu’jizatannya, kemuliaan akhlaqnya, keberaniannya dalam membela Al Haq,
kelembutannya terhadap sesama, kegagahan nya dalam mengobarkan jihad bagi
ummatnya, kearifan nya dalam menyelesaikan setiap permasalahan ummatnya,
wajarlah kalau mereka beriman kepada beliau, lain hal dengan Ikhwan yang tidak
pernah sama sekali bertemu dengannya, yang tersisa hanya jejak yang samar
dikelabui zaman yang penuh fitnah, namun hanya Ikhwan /Akhwat sajalah yang
dengan rahmat Allah dapat menapak tilasi jejak /manhaj yang pernah beliau Saw
bersama para sahabatnya praktekkan, sehingga Dinul Islam dapat kembali zhohir
ditengah-tengah gelombang kegelapan. Walaupun ibarat memegang bara api, tetapi
Ikhwan/Akhwat Nabi tetap iltizam menempuh jalan Nabi yang penuh tantangan,
karena mereka ingin bert emu Allah Swt dan Nabi Nya yang menunggu di telaga
yang indah.
Dari Abu Hurairah ra. Katanya : "Suatu
ketika Rasulullah berkunjung ke sebuah pekuburan, lalu mengucapkan salam :
’Assalamu’alaikum daara qaumin mu’minin. Wa inna insya Allah bikum laahiquun’ (
selamat engkau wahai penduduk kampung kaum mu’min Insya Allah kami akan
menyusul kalian). Setelah itu Nabi Saw berkata : " Aku ingin benar
kalaulah kita dapat melihat Ikhwan-Ikhwan kita", para sahabat berkata :
"bukanlah kami Ikhwan-Ikhwan mu, ya Rasulullah ? ", jawab Nabi:
" Anda semua adalah sahabatku, Ikhwan-Ikhwan kita yang kumaksudkan adalah
orang-orang yang belum datang ( tetapi akan datang kelak pada hari
kiamat)", mereka bertanya: " Bagaimana anda dapat mengenal ummat anda
yang belum datang tetapi akan datang di hari kemudian ya Rasulullah ?",
jawab Rasulullah Saw: "Bagaimana pendapat anda jika seseorang mempunyai kuda
putih keningnya, kakinya dan tangannya, kemudian kuda itu berada di tengah
kuda-kuda lainnya tetapi hitam semua, dapatkah orang mengenali kudanya ?",
mereka menjawab: "tentu ya Rasulullah, tentu dapat ", Sabda Nabi Saw:
" Nah! mereka nanti akan datang dalam keadaan putih bercahaya-cahaya
mukanya, tangannya dan kakinya, karena dari bekas wudhu. Dan aku mendahului
mereka datang ke telagaku. Ketahuilah ada orang-orang yang aku larang mendekati
ke telaga ku itu, seperti halnya seeko r
unta sesat, lalu kupanggil mereka: "kemarilah !", tetapi nanti ada
yang mengatakan: "mereka itu telah bertukar agama sepeninggal anda
!", karena itu kuusir mereka, "pergilah jauh-jauh !", kataku. (
HR. Muslim)
C. IKHWAN / AKHWAT FILLAH
Orang-orang yang bersatu dibawah aqidah yang satu (diikat dengan tali
Allah) yang di dalamnya penuh keikhlasan karena Allah mereka itulah
Ikhwan’Akhwat fillah. Mereka saling mencintai karena Allah, saling menyayangi
dengan ghiroh karena Allah, tolong-menolong, lindung-melindungi semata-mata hanya
karena Allah, karena kemuliaan Nya, walaupun diantara mereka tidak ada hubungan
nasab, karib kerabat, bisnis/harta benda tapi semata- mata cinta karena Allah,
benci karena Allah, berkumpul karena Allah, berpisah karena Allah.
"Sungguh diantara hamba-hamba Allah itu ,
ada orang-orang yang bukan nabi dan syuhada, tetapi nabi dan syuhada
menginginkan keadaan seperti mereka, karena kedudukannya di sisi Allah",
sahabat bertanya:" Kabarkan kepada kami siapa mereka itu ?", Rasul
Saw menjawab:" mereka adalah suatu kaum yang saling mencintai karena
kemuliaan Allah walaupun tak ada hubungan karib kerabat diantara diantara
mereka serta tak ada hubungan harta benda yang ada pada mereka, maka Demi Allah
wajah-wajah mereka sungguh bercahaya, sedang mereka tidak takut apa-apa di kala
orang lain takut, dan mereka tidak berduka cita di kala orang lain berduka
cita". (HR Abu Daud)
"Dua orang yang saling mencintai karena
Allah keduanya berkumpul karenanya dan berpisah karenanya"(Bukhori Muslim)
II. SYARAT UNTUK MERAIH GELAR IKHWAN
(IKHWAN FIDDIN, IKHWAN NABI, IKHWAN FILLAH) DAN SYARAT MENJADI ORANG YANG
BERSAUDARA BESERTA KARAKTERISTIKNYA
1. Harus mengerti syarat meraih gelar
Ikhwan dengan ilmunya
Untuk meraih gelar ikhwan harus mengerti akan
ilmunya, karena ilmu merupakan yang pertama bagi amal, dan gelar tanpa mengerti
ilmunya adalah sia-sia dan hina. Dengan mengerti ilmunya, maka Ikhwan dan
Akhwat sadar akan dirinya yang menyandang gelar tersebut, harus bagaimana
hidupnya, apa tugas dan kewajibannya, apa tujuan hidupnya dan balasan apa yang
akan didapatnya jika dia komitmen dengan gelar tersebut. Kalau ada orang yang
merasa (mengaku) telah meraih gelar Ikhwan atau Akhwat tetapi tidak mengerti
dan sadar akan gelar tersebut dikarenakan tidak memahami ilmunya, maka orang
itu dusta dan tidak pantas disebut Ikhwan/ AKhwat. Tentang ilmu Rasulullah Saw
pernah bersabda dalam hadist riwayat Bukhori:
"Ilmu itu sebelum perkataan dan
perbuatan"
2. Harus masuk Islam ( siap menjadi
muslim secara kaffah) dan meninggalkan pola hidup jahiliyyah dan mati dalam
keadaan muslim.
Tidak mungkin mejadi Ikhwan/Akhwat tanpa
mejadi muslim apalagi jika masih jahiliyyah (berkehidupan ala jahiliyyah),
karena jahiliyyah lawannya Islam. Al Hadist:
"Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara .. Muslim itu adalah Ikhwan (saudara) muslim lainya"
Apabila semasa hidupnya menjadi muslim
kemudian matinya kafir, mati munafiq/ fasiq, mati jahiliyyah atau mati zholim,
maka dia bukan Ikhwan/Akhwat lagi namanya, gelar Ikhwan Akhwat gugur baginya
dan tidak disebut Almarhum ketika matinya, melainkan dia mendapat gelar baru,
yaitu A’Mal’un (yang di la’nat) na’udzu billahi min dzalik.
3. Harus beriman, siap berhijrah atau
menjadi kaum anshor dan siap berjihad fi sabilillah.
Tentang orang beriman Allah menegaskan :
"Sesungguhnya hanya orang-orang yang
beriman saja yang bersaudara ...." (QS. 49:10)
Dengan menjadi mu’min dan konsekuensi dengan
keimanannya, maka seseorang disebut Ikhwanul Mu’minin. Hadist Nabi :
"Orang yang beriman itu adalah cermin
saudaranya. Mu’min itu adalah Ikhwan (saudara) mu’min lainnya, ia menjaga
ladangnya atas dirinya dan memeliharanya ketika ia tidak ada". (HR.
Bukhori)
Juga sebutan mu’minin, Muhajirin, Anshor dan
Mujahiddin fi sabilillah harus menyatu dalam kehidupan diri seseorang yang
telah meraih gelar Ikhwan. Sebab iman tanpa hijrah ( baik secara ma’nawi maupun
makani) adalah kedzoliman, Mu’min tanpa mau menolong (menjadi Anshor) bagi
mu’min lainnya adalah iman yang dusta dan iman tanpa jihad fi sabilillah adalah
kemunafikan atau kefasikan . Ketika keempatnya telah menyatu barulah seseorang
disebut Mu’min Haq (Mu’min yang sebenarnya) yang akan mendapat kemenangan.
Allah berfirman dalam surat Al Anfal ayat 74 yang artinya :
"Dan orang-orang yang beriman dan
berhijrah serta berjihad fi sabilillah dan orang-orang yang memberikan tempat
kediaman dan memberikan pertolongan ( kepada orang-orang muhajirin), mereka
itulah orang-orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan
rezeki (ni’mat) yang mulia".
Dan dalam hal ini Allah menggambarkan dengan
begitu indahnya dalam ayat lain :
"Dan orang-orang yang telah menempati
Daar dan telah beriman (Anshor) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin ),
mereka mencintai orang-orang yang telah berhijrah kepada mereka.. Dan mereka tiada
menaruh keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang telah diberikan
kepada mereka (Muhajirin ), dan mereka mengutamakan mereka (kaum Muhajirin ),
atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan
itu). Dan barang siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah
orang-orang yang beruntung".
"Dan Orang-orang yang datang sesudah
mereka (Muhajirain dan anshor), mereka berdo’a : Yaa Robb kami ampunilah kami
dan Ikhwan kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau
membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman , ya
Robb kami, sesungguhnya Engkau maha penyantun lagi maha penyayang". (QS.
Al Hasyr : 9-10)
Secara Konsepsional hijrah dibagi menjadi dua:
1. Hijrah Ma’nawi
yang tersirat dalam ayat 5 surat Al Mudatsir
"Dan dari perbuatan dosa hijrahlah
(tinggalkan)".
Juga sabda Nabi Saw :
"Orang-orang yang berhijrah adalah
orang-orang yang meninggalkan apa-apa yang dilarang Allah darinya".(Shohih
Bukhori, kitabul iman, 1/53 Hadist No.10)
2. Hijrah Makani,
Secara bahasa hijrah berarti pindah ,
sedangkan secara ishtilahan, berarti :
"Perpindahan dari daerah (negara) kafir
ke daerah (negara) beriman".
Sebagaimana yang tersirat dalam Al Qur’an
surat Al Ankabut : 56
"Wahai hamba-hambaku yang beriman
sesungguhnya bumiku luas, maka sembahlah aku saja".
*Albaghowi (Rahimahullah/436-510 H) seorang
ahli bidang fiqih hadist dan tafsir berkata: Ayat ini sababun nuzulnya
ditujukan kepada orang-orang muslim yang masih berada di makkah, mereka belum
berhijrah, maka dari itu Allah mengkhitob mereka dengan seruan "Wahai
hamba-hambaku yang beriman", dalam ayat ini tersirat perintah bagi
orang-orang muslim untuk berhijrah dari suatu tempat (negara) yang disana tidak
diberlakukan hukum Islam, berusaha dan terus berusaha untuk mencari bumi hijrah
jangan sampai kita menjadi orang yang mati dalam keadaan menzholimi diri
dikarenakan tidak mau berhijrah, sebagaimana firman Allah Swt, yang artinya:
"Sesungguhnya orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menzholimi diri sendiri (kepada mereka ) malaikat berkata:
"Dalam keadaan bagaimana kamu ini", mereka menjawab :"Adalah
kami orang-orang yang tertindas di negeri (kami)", para malaikat berkata:
"Bukankah bumi Allah itu luas sehingga kamu dapat berhijrah di bumi
itu". Orang-orang itu tempatnya neraka jahannam dan jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali".(QS An Nisaa: 97).
Sedangkan jihad fi sabilillah yang terdapat
setelah kata hijrah adalah wajib bagi segenap Ikhwan/Akhwat, dengan pengamalan
yang seluas-luasnya tanpa harus membatasi kata jihad dengan pengertian sungguh-
sungguh, karena para sahabat tidak mengenal kata-kata jihad kecuali mengandung
arti Qital, memerangi musuh-musuh Allah karena jihad merupakan puncaknya Islam,
pasport surga dan tamasya nya ummat Nabi Muhammad Saw, agar mendapatkan syahid
yang menjadi cita-cita segenap Ikhwan / Akhwat.
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di
antaramu dan belum nyata orang—orang yang bersabar". (Qs Ali Imron: 142)
"Pokok urusan adalah Islam, sendi
tiangnya adalah sholat dan inti/pokoknya adalah jihad"(sunan Attirmidzi
7/281, hadist no 2619, ibnu Majah 2/1314 dan terdapat dalam Hadist Arba’in,
Hadist shohih).
"Sesungguhnya tamasya umatku adalah jihad
fi sabilillah" (Sunan Abu Daud kitabul jihad, 3/12, hadist nomor 2486,
Mustadrak Al Hakim, 2/73 sanadnya Hasan)
Rasulullah bersabda, yang artinya: "Bagi
orang yang mati syahid terdapat enam hal yang akan diterimanya:
Allah memberikan ampunan ketika mula pertama
bergerak dan akan melihat tempatnya di surga
Selamat dari siksa kubur
Selamat dari denyutan hari kiamat
Akan diberikan kepadanya mahkota yang terbuat
dari yakut sebagai tanda penghormatan yang jauh lebih mahal dari dunia dan
seluruh isinya
Akan dikawinkan dengan tujuh puluh bidadari
Bisa memberikan syafa’at tujuh puluh anggota
keluarganya", (HR. At Tirmidzi dan Ibnu Majah)
"Sesungguhnya nyawa orang yang mati
syahid itu berada di dalam burung-burung berwarna hijau dan baginya terdapat
lampu-lampu yang digantungkan di Arsy. Nyawa-nyawa itu kesana kemari di surga
sesuka hati mereka", (HR At Tirmidzi, Ad Darimi)
4. Menjadi orang yang Sholih
Apabila kita menjadi orang sholih sudah barang
tentu akan menjadi Ikhwan (saudara) orang sholih lainnya. Orang sholih artinya
orang yang beriman dan banyak melakukan amal sholih, dengan demikian akan
dipersatukan dan dimasukkan kedalam golongan hamba-hamba yang sholih,
sebagaimana Allah menyatakan dalam surat Al Ankabut : 9,
"Dan orang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal sholih benar-benar akan kami masukkan mereka kedalam
(golongan) orang yang sholih".
Dan kaum/jama’ah yang anggotanya orang-orang
yang sholih itulah akan mewarisi bumi dan dapat berkuasa di bumi serta mewujudkan
khilafah (pemerintahan Islam dunia) sebagai janji Allah yang benar-benar akan
ditepati.
"Dan Sungguh kami telah tulis di dalam
Zabur sesudah (kami tulis di dalam) dalam lauhul Mahfudz, bahwa bumi ini
diwarisi kepada hamba-???
"Dan Allah telah berjanji kepada
orang-orang yang beriman diantara kamu & mengerjakan amal yang sholih bahwa
Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia
telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan
meneguhkan bagi mereka dien yang telah diridhoi-Nya untuk mereka dan Dia
benar-benar menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan
menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mensyirikan
sesuatu apapun dengan Aku, dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji)
itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasiq". (Qs An Nur : 55)
5. Siap berupaya untuk bertaqwa (menjadi
Muttaqin)
Mengapa syarat menjadi Ikhwan/ Akhwat harus
bertaqwa ?, karena jika tidak bertaqwa, kita semua yang tadinya bergaul di
dunia dengan akrab, dengan saling memanggil Akhi.., Ukhti .., tapi jika tidak
diiringi saling taqwa dalam artian saling takut kepada Allah, tidak saling
memelihara diri dari yang tidak diridhoi Nya, tidak saling hati-hati dalam
berbuat, maka ketidaktaqwaan nya itu akan menodai gelar Ikhwan/Akhwat yang
telah diraihnya. Akan merusak citra Ikhwan yang seharusnya menjadi himpunan
kaum yang baik atau sebagai Khoiru Ummah, dan akibat dari itu pula akan menjadi
tidak harmonis, hilang rasa ukhuwah yang merupakan ni’mat dari Allah yang
seharusnya disyukuri, sehingga Allah mencabut ni’mat yang tidak disyukuri itu,
maka ni’mat berubah menjadi azab berupa tafarruq, perpecahan atau saling iri,
dengki hasut dan permusuhan.
"Teman-teman akrab pada hari itu sebahagian
nya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang
bertqwa". (Qs Az Zukhruf : 67)
Terdapat pula dalam hadist yang diterangkan
dalam Fi Zhilali Qur’an :
"sesungguhnya manusia yang paling baik
bagiku adalah orang-orang yang bertaqwa, siapapun mereka dan bagaimanapun
mereka".
6. Berakhlaq Islami (Akhaq Karimah)
Untuk menjadi Ikhwan/Akhwat harus berupaya
untuk berprilaku dengan akhlaq yang islami bukan akhlaq jahiliyyah yang buruk.
Dengan akhlaq Islami yang mulia itu, Ikhwan/ Akhwat akan menjadi ummat yang
terbaik. Karena diantara maksud dan tujuan yang terbaik. Karena diantara maksud
dan tujuan diutusnya Nabi adalah untuk menyempurnakan kemuliaan akhlaq.
"Sesungguhnya aku diutus untuk
menyempurnakan akhlaq mulia". (al Hadist)
"Mumin yang paling sempurna imannya
adalah orang yang paling baik akhlaqnya". (Hr.At Tirmidzi)
"Allah itu indah dan mencintai yang indah
, murah hati dan menyukai kemurahan hati, menyukai akhlaq yang terpuji dan
membenci akhlaq yang rendah". (HR Al Baihaqi)
7. Siap dan aktif untuk berdakwah
(mengajak manusia ke jalan Allah dan beramar ma’ruf nahi mungkar)
Sebagai konsekuensi dari ikhwan yang merupakan
pengikut Nabi, wajib bagi ikhwan untuk berdakwah dan beramar ma’ruf nahi
mungkar sebagai tugas fariyyah dan jama’i.
"Katakanlah inilah jalan (dien) ku, aku
dan pengikut-pengikutku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata,
Maha suci Allah dan aku bukanlah termasuk musyrikin". (Qs Yusuf :108)
"Dan hendaklah ada diantara kamu
segolongan ummat yang berdakwah kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
mungkar, merekalah orang-orang yang beruntung". (Qs Ali Imron : 104)
Ikhwan adalah bukan orang yang cuma memikirkan
dirinya sendiri atau istrinya dan anaknya saja atau hanya memikirkan cari
nafkah saja tetapi juga memikirkan bagaimana agar ummat manusia mengikuti
Risalah Islam, tunduk kepada aturan-aturan islam dan bagaimana agar Islam bisa
berkembang dengan penuh izzah. Tentu ini adalah tugas para Ikhwan agar
menjalankan kewajiban da’wah, karena menjadi da’i keuntungannya sangat besar,
ikhwan harus tahu akan keuntungan ini.
"Barang yang berdakwah (mengajak) kepada
hidayah, mereka memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya
tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikitpun" (Hr. Muslim dan Ahabus
Sunan)
Dari Ali Karromallahu wajhah, bahwasanya Nabi
Saw bersabda :
"Demi Allah, melalui kamu Allah memberi
hidayah kepada satu orang itu lebih baik bagimu dari Humrun Na’am ( kendaraan
termewah yang menjadi kebanggaan)" dalam riwayat lain lebih baik dari pada
apa-apa yang disinari matahari dan terbenamnya". (Hr Bukhori)
Humrun Na’am adalah unta merah yang
orang-orang arab dulu saling membanggakan diri karena kehebatan dan keindahan
unta tersebut.
Dan juga Allah menegaskan gambaran mengenai
ummat terbaik, yaitu mereka yang ber amar ma’ruf nahi munkar (Qs. Ali Imron:
110 )
Apabila ikhwan/akhwat enggan dan malas dalam
menunaikan tugas da’wah dan ber amar ma’ruf nahi munkar niscaya Allah akan
menimpakan kehinaan, kemerosotan dan kekacauan padanya sebagaimana yang dialami
bani Israil dahulu.
"Sesungguhnya kemerosotan dan kejatuhan
bani Israil bermula dari orang sholih dikalangan mereka, ketika melihat
seseorang (pelaku kemungkaran) lalu Ia (orang sholih) itu berkata, wahai
saudaraku, bertaqwalah kepada Allah tinggalkan apa yang kamu perbuat karena hal
itu tidak halal kamu lakukan. Esoknya ia pun kembali menjumpainya dan dia masih
tetap melakukan kemungkaran dan dia tidak melarangnya, bahkan turut makan,
minum dan duduk bersamanya, karena perbuatan mereka itulah Allah mengunci
masing-masing hati mereka, kemudian Nabi membacakan ayat : Telah dila’nat
orang-orang kafir dari bani Israil ... (surat Al Maidah : 78 dst) Kemudian dia
bersabda : tidak, sekali-kali tidak!, Demi Allah kalian harus beramar ma’ruf
nahi mungkar, mencegah ulah si zholim dan mengembalikan dia kepada yang haq
atau jika tidak, Allah akan jadikan sama hati sebagian kamu dengan sebagian
yang lain (terkunci dari melihat kemungkaran) lalu Dia mela’nat mu sebagaimana
mela’nat mereka". (Hr Abu Daud dan At Tirmidzi berkata ini hadist hasan)
8. Siap menempuh Shirotol Mustaqim
(jalan hidup orang-orang yang istiqomah/ lurus)
Jalan itu adalah jalan yang teramat berat dan
memayahkan tapi akhirnya akan meraih keni’matan, yaitu jalan hidup yang ditempuh
oleh para Nabi, shiddiqin, syuhada dan sholihin. Bukankah ini yang sering kali
kita pinta kepada Allah
"Berikanlah kami hidayah ke jalan yang
lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau berikan ni’mat kepada
mereka, bukan (pada jalan yang sesat". (Qs Al Fatihah : 6-7)
Coba hayati kehidupan yang dihadapi para Nabi,
shiddiqin, syuhada dan sholihin, kemudian ikuti, teladani, dan titilah
(tempuhlah), walaupun berat kita akan dapatkan ni’mat sebab tanpa
meniti/menempuh jalan yang sama mustahil do’a kita terkabul walaupun kita baca
berulang-ulang dalam sholat (yaitu surat Al Fatihah:6-7 pent.), yang maksudnya
agar ditunjuki kepada shirothol mustaqim (jalan yang lurus) yaitu jalannya
orang-orang yang diberi ni’mat.
"Dan barang siapa yang mentaati Allah dan
Rasul, mereka itu akan bersama-sama orang- orang yang diberi ni’mat oleh Allah,
yaitu : nabi-nabi, para shidiqqin, para syuhada dan sholihin dan mereka itulah
sebaik-baiknya teman". (Qs An Nisa :69)
9. Siap menghadapi ujian yang banyak,
berat dan sengsara serta menyakitkan dengan sabar, karena yakin dengan
pertolongan Allah dan jannah-Nya
Ikhwan/akhwat adalah orang-orang yang beriman
yang pasti diuji dan selalu diuji keimanannya oleh Allah yang maha Rahman dan
Rahim sebagai sunnatullah menjadi pengikut Nabi.
"Apakah manusia itu mengira bahwa mereka
dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka
tidak diuji lagi ? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum
mereka, maka sungguh Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sungguh Dia
mengetahui orang-orang yang dusta". (Qs. Al Ankabut :2-4)
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk jannah, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya
orang-orang terdahulu sebelum kamu ? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan
kesengsaraan, serta digoncangkan (bermacam-macam cobaan), sehingga berkatalah
Rasul dan orang-orang beriman yang bersamanya: "Kapankah datangnya
pertolongan Allah ?" ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat
dekat". (Qs. Al Baqoroh:214).
"Dan berapa banyak nabi yang berperang
bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang bertaqwa. Mereka itu
menjadi lemah terhadap apa-apa yang menimpa mereka di jalan Allah, dan mereka
tidak lemah dan tidak(pula) menyerah (kepada musuh) dan Allah mencintai
orang-orang yang bersabar". (Qs Ali ‘Imron :146)
Ikhwan/akhwat adalah orang-orang yang akan
mengalami masa-masa yang mana pada saat itu diperlukan kesabaran.
"Sesungguhnya masa setelah kalian ada
hari-hari kesabaran, sabar pada masa itu beratnya seperti memegang bara api,
bagi yang beramal (dengan As Sunnah) dikalangan mereka, pahalanya lima puluh
kali lipat orang-orang yang berbuat seperti amalnya", dan menambah padaku
riwayat lainnya dia berkata, "Ya, Rasulullah ! Pahala lima puluh dari
mereka ?, Rasul menjawab : " Pahala lima puluh orang dari kalian ".
(Hr Abu Daud)
Ikhwan/akhwat seharusnya merasa malu apabila
tidak sabar dalam menghadapi ujian hidup yang merupakan perjuangan (jihad),
karena Allah menyindir dalam Surat Ali Imron : 142 yang artinya:
"Apakah kamu mengira bahwa kamu akan
masuk jannah ?, padahal belum nyata bagi Allah orang- orang yang berjihad
diantaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar".
Ikhwan/akhwat harus tahu dengan itulah pantas
mengharapkan jannah dan memang mu’min yang sabar akan dimasukkan jannah
sebagaimana Allah memberikan keterangan dalam surat Al- Insan:12.
"Dan dia memberikan balasan kepada mereka
karena kesabaran mereka (dengan jannah dan pakaian sutra).
kemudian bacalah sampai ayat terakhir surar Al
Insan itu agar menambah keyakinan , keteguhan dalam bersabar.
"Ketahuilah bahwa pertolongan
(kemenangan) datangnya dengan kesabaran". (Al Hadist dalam buku Ikrar Amal
Islami hal 265 pent.)
"Dan barang siapa yang berusaha
menyabar-nyabarkan diri, maka Allah akan memberikan kesabaran itu
padanya". (al Hadist)
10. Tidak menjadi orang munafiq, zholim
dan fasiq
Orang munafiq adalah ikhwannya orang-orang
munafiq dan juga ikhwannya orang-orang kafir, bukan termasuk Ikhwan fiddin,
Ikhwan Nabi atau Ikhwan fillah.
"Apakah kamu tidak memperhatikan
orang-orang munafiq yang berkata kepada Ikhwan mereka yang kafir diantara ahli
kitab..." (Qs Al Hasyr :11)
Meskipun mereka berada di dalam barisan jamaah
kaum muslimin, namun mereka adalah musuh yang sebenarnya karena mereka merusak
jamaah kaum muslimin dari dalam sehingga pantas mendapat imbalan nereka yang
paling dalam, Munafiq biasanya terdiri dari para infiltran thoghut, yahudi dan
lainnya dan orang-orang yang imannya dusta (malas berjihad dengan harta dan
jiwanya fi sabilillah)
Walaupun demikian kebusukan dan tipu daya
orang munafiq akan diperlihatkan oleh Allah, dan mereka akan diuji, dibongkar
kedoknya dan ditimpakan musibah-musibah dalam satu tahun sekali atau dua kali.
"Dan tidaklah mereka (orang-orang
munafiq) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali dalam setiap
tahun kemudian mereka tidak juga bertaubat dan tidak pula mengambil
pelajaran". (Qs. At Taubah:126)
Ikhwan fiddin, ikhwan nabi, ikhwan fillah
adalah orang-orang yang meninggalkan kedzoliman dan kefasikan contoh orang
zholim dan fasiq dalam Al Qur’an yaitu orang yang tidak mau diatur (tidak
berhukum) dengan hukum Allah dan Rasulnya (hukum Islam)
"Barang siapa yang tidak berhukum menurut
apa yang diturunkan Allah maka mereka itu adalah orang-orang zholim" (Qs
Al Maidah :45)
"Barang siapa yang tidak berhukum menurut
apa yang diturunkan Allah kepada mereka, maka mereka itulah orang-orang yang
fasiq". (Qs Al Maidah: 47)
Disamping itu, syirik juga merupakan
kezholiman yang paling besar
"Sesungguhnya syirik itu merupakan
kezholiman yang paling besar" (Qs. Luqman :13)
Ikhwan harus terbebas dari kesyirikan, baik
syirik dalam Rubbubiyyah Allah, Uluhiyyah dan Mulkiyyah Nya.
Sedangkan yang termasuk orang fasiq, contohnya
adalah orang yang lupa kepada Allah, menyukai dan mencintai selain dari pada
Allah, RasulNya dan jihad fi sabilillah.
"Dan janganlah kamu seperti orang-orang
yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada diri mereka
sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasiq". (Qs. Al Hasyr:19)
"Katakanlah: jika bapak-bapak mu,
anak-anakmu, saudara-saudara mu, istri-istrimu, kaum keluargamu, harta kekayaan
yang kamu usahakan, bisnis yang kamu khawatiri kerugiannya, dan rumah-rumah
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasulnya serta berjihad di jalanNya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan
keputusannya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang fasiq".
(Qs. At Taubah : 24)
11. Harus benar-benar berwala (menolong,
setia dan cinta) kepada Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman saja dan
Baro (mengadakan permusuhan, berlepas diri dan benci) terhadap orang-orang
kafir, musyrik, munafiq dan kaum jahiliyyah.
Wala adalah loyalitas (kesetiaan) yang
merupakan ukuran yang membedakan apakah seseorang termasuk mu’min atau bukan.
Ikhwan/akhwat harus mengambil wali (pemimpin, pelindung, kekasih dan teman
setia) Allah, RasulNya dan orang-orang yang beriman saja. Apabila mengambil
wali selain dari itu semua bukan Ikhwan namanya, bahkan dia adalah munafik.
"Sesungguhnya wali-wali kamu hanya Allah,
Rasulnya, dan orang-orang yang beriman yang mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa yang mengambil
Allah, RasulNya dan orang-orang beriman menjadi walinya, maka sesungguhnya
pengikut Allah itulah yang pasti menang". (Qs Al Maidah :55-56)
"Kabarkan kepada orang-orang munafiq,
bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih, (yaitu) orang-orang yang
mengambil orang-orang kafir menjadi auliyaa (pemimpin, pelindung, kawan) dengan
meninggalkan orang-orang mu’min. Apakah mereka mencari izzah di sisi orang
kafir itu ? maka sesungguhnya semua izzah kepunyaan Allah". (Qs An Nisaa :
138-139 )
Kata-kata Auliyaa adalah bentuk jama’ dari
wali
12. Meninggalkan perbuatan Tabdzir dan
Laghwun
Ikhwan/akhwat adalah mereka yang selamat dari
perbuatan tabdzir karena sangat tidak pantas, bahkan dikarenakan hal tersebut
mereka dapat dikategorikan sebagai ikhwannya syaithon.
"Sesungguhnya orang-orang yang melakukan
tabdzir adalah ikhwan nya syaithon, dan syaithon itu adalah sangat ingkar
kepada Robb nya". (Qs Al Israa : 27)
Dan Ikhwan/Akhwat adalah orang-orang yang
senang kepada perbuatan yang bermanfaat, yaitu melakukan amal-amal sholih dan
meninggalkan perkataan dan perbuatan yang sia-sia, bertaubat dengan
sebenar-benarnya dan tidak palsu syahadahnya.
"Dan orang yang bertaubat dengan
sebenar-benarnya dan mengerjakan amal sholih, maka sesungguhnya dia bertaubat
kepada Allah dengan taubat yang sebenar-benarnya. Dan orang- orang yang tidak
memberikan syahadah palsu dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang
mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja)
dengan menjaga kehormatan dirinya". (Qs 25: 71-72)
13. Tidak turut andil membantu program-program
syaithon yang bertujuan untuk menipu dan merusak serta menyesatkan manusia.
Siapa saja yang mengaku sebagai Ikhwan/Akhwat
tetapi mereka masih terlibat dalam membantu program-program syaithon (dari
manusia dan jin) dalam rangka menyesatkan ummat, maka mereka sebenarnya
mendapat gelar ikhwan syaithon atau ikhwan kafirin dan ikhwan fasiqin.
"Dan Ikhwan-Akhwat mereka (orang-orang
kafir dan fasiq) membantu syaithon-syaithon salam menyesatkan dan mereka tidak
henti-hentinya (menyesatkan) ". (Qs Al ‘Araf : 202)
14. Mau berbusana muslim (berjilbab bagi
muslimah) dan berhiaskan pakaian taqwa dan perilaku hidupnya tidak bertasabuh
(menyerupai) orang-orang jahiliyyah, kafirin/musyrikin.
Bagi orang-orang yang belum berbusana muslim
secara syar’i belum pantas disebut ikhwan/ akhwat, karena tidak berbusana
muslim/ berjilbab berarti berbusana jahiliyyah yang merupakan bentuk (tasabbuh/
meniru/ menyerupai) orang jahiliyyah dan budaya kafir. Apabila bertasabbuh
dengan mereka berarti termasuk golongan mereka bukan golongan Ikhwan.
"Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka
dia termasuk golongan mereka". (Sunan Abu Daud, Kitabul Libas 4/134,
Hadist no. 4031, Musnan Ahmad 7/142, Hadist No. 5114 Isnadnya Shohih)
Dengan berbusana muslim/muslimah (jilbab)
secara zhohir dan dihiasi dengan ketaqwaan dalam perilaku hidupnya akan
menambah keindahan dalam penampilan. Sebaliknya walaupun berbusana muslim atau
berjilbab (bagi Akhwat) namun perilakunya tidak menampilkan ketaqwaan, yang
demikian itu justru merusak kemuliaan ikhwan, merusak izzah para Akhwat
berjilbab. Hal ini karena mereka bertabarruj (bergaya/ berdandan dan bertingkah
laku) seperti orang jahiliyyah. Padahal itu sangat dilarang seperti yang
terdapat di dalam Al Quur’an Al Ahzab ayat 33.
Seorang Ikhwan/Akhwat yang sejati tentu
mengerti dan sadar bahwa kehidupan seorang mu’min berbeda dengan orang kafir,
orang jahiliyyah dan musyrikin dalam segala hal, baik dalam beraqidah (prinsip
dan tujuan hidup), berhukum dan berakhlaq serta lain-lainnya. Sebab apabila pola
hidupnya menyerupai mereka berarti bukan golongan Ikhwan Fiddin atau Ikhwan
Nabi tapi termasuk golongan mereka (Jahiliin, kafiriin, musyrikin), dalam suatu
hadist diterangkan :
"Bukan termasuk golongan kami orang yang
menyerupai selain golongan kami", (Hr At Tirmidzi, 7/ 333. hadist No2696,
Al Bani menganggap hasan)
"Hai anak Adam sesungguhnya kami telah
menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk
perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. Yang demikian itu adalah
sebagian dari tanda-tanda kekuasaan Allah, mudah-mudahan mereka selalu
ingat". (Qs Al’Araf :26)
15. Mau mewujudkan Ukhuwah Islamiyyah
Ikhwan fiddin, ikhwan Nabi dan Ikhwan fillah
adalah suatau kaum yang didalamnya tumbuh rasa cinta yang ikhlas diantara
sesama (ikhwan). Bantu membantu, saling menjaga kehoramtannya,
lindung-melindungi, saling melengkapi kekurangan masing-masing, bagaikan
banguan yang amat kokoh. Mengapa demikian ?, karena ikhwan sudah dijadikan
orang yang bersaudara. Sebagaimana dulu pada zaman Nabi Saw. berkata Ibnu Abdi
Bar:
"Bahwa ukhuwah (persaudaraan) itu dua
kali satu antara muhajirin secara khusus di Mekkah dan satu kali antara
muhajirin dan anshor". (Lihat Fathul Barri hal 7/191)
Allah Azza wa jalla menerangkan dalam Al Quran
ayat 73:
"Adapun orang-orang yang kafir sebagian
mereka menjadi Auliya (pelindung, penolong, teman setia) bagi sebagian yang
lain, jika kamu (Hai para muslimin) tidak melakukan apa yang telah
diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar".
Yang dimaksud perintah Allah dalam ayat itu
adalah keharusan adanya ukhuwah yang teguh antara sesama kaum muslimin (lihat
catatan kaki Al Qur’an terjemah Depag RI no 625 -pent)
Bukan Ikhwan/Akhwat namanya apabila tidak melaksanakan/menjalin
ukhuwah.
16. Mau menjadikan Ikhwan/Akhwat sebagai
pasangan hidupnya (suami/istri)
Ikhwan/Akhwat adalah kaum yang bertujuan untuk
menegakan dien dengan jalan jihad fi sabilillah. Oleh karena itu haram menikah
dan dinikahi oleh orang kafir, orang jahil dan orang yang masih berstatus
musyrik. Apabila dia sudah berumah tangga ia akan menawarkan kepada suami atau
istri dengan tegas dan cara yang baik, dengan menggunakan bahasa yang
indah:"Wahai suamiku/ istriku, aku sayang padamu, maukah engkau ikut Islam
? Jika mau, kita tetap bersatu tetapi jika engkau menolak Islam, tentu Allah
akan memisahkan kita berdua" kemudian dia membacakan ayat-ayat Allah sbb:
"Dan janganlah kamu nikahi wanita-wanita
musyrik, sebelum mereka beriman sesungguhnya wanita budak yang mu’min lebih
baik dari wanita musyrik, walaupun dia menarik hatimu dan janganlah kamu
menikahi orang-orang musyrik (dengan wanita-wanita mu’min)". (Qs Al
Baqorah : 221)
"Wanita-wanita yang keji untuk laki-laki
yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita- wanita yang keji (pula),
dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik, dan laki- laki
yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula)...".(Qs An Nur:26)
Berpisah dengan suami/istri yang dicintai
memang berat, pada saat itulah dia ingat dengan surat At Taubah ayat 24 :
"Katakanlah: "jika bapak-bapak,
anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang
kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatirkan kerugiannya, dan rumah- rumah
tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai daripada Allah dan
Rasul Nya dan (dari) berjihad di jalan Nya, maka tunggulah sampai Allah
mendatangkan keputusanNya, dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
fasiq".
Dia harus lebih mencintai Allah, Rasul dan
berjihad dari pada istri/suami. Berpisah memang berat tapi itulah demi
mengharap cinta dan ridho Allah dan RasulNya dan itu adalah bagian cinta yang
perlu pengorbanan. Walaupun suaminya tampan/istrinya cantik; tetapi dia ingat
pasangannya yang lebih tampan dan lebih cantik bagaikan Al Lu’lu dan Marjan di
jannah (surga) sana. Mari kita bayangkan indah dan asyiknya pasangan-pasangan
di jannah bercengkrama dengan bidadari- bidadari surga.
Dalam ayat lain Allah menegaskan pula, yaitu
dalam surat Al Mumtahanah ayat 10:
"Mereka (wanita-wanita mu’minah) tidak
halal bagi orang-orang kafir, dan orang-orang kafir itu tidak halal bagi
mereka".
Juga ditegaskan dalam ayat yang sama:
"Dan janganlah kamu tetap berpegang pada
tali (perkawinan) dengan wanita-wanita kafir".
Ibnu Jarir juga berkata: "Maka Umar
menceraikan dua istrinya yang musyrikah, saat itu pula", (Tafsir At
Thobari, 16/100, Ahkamu ahlidz Dzimmah Ibnul Qoyyim,1/69)
Kita memahami, dalam ayat ini, bahwa
orang-orang kafir yaitu, mereka yang tidak mau berhukum kepada hukum Allah,
mereka tidak rela diatur Allah dan RasulNya dengan aturan yang telah ditetapkan
dalam Alqur’an dan As sunnah (lihat pembahasan point 10)
17. Mau dan rela diatur oleh Allah,
RasulNya dan Ulil Amri yang beriman
Untuk menjadi Ikhwan/Akhwat harus bersedia
patuh dalam keadaan bagaimanapun, suka atau tidak suka, setuju atau tidak
setuju, tanpa keterpaksaan, sebab kepatuhan yang didasari keterpaksaan akan
menyebabkan kemunafikan dan kedzoliman.
"Hai orang-orang yang beriman ta’tilah
Allah dan ta’atilah Easul Nya dan Ulil amri diantara kalian ..".(Qs. An
Nisaa : 59)
Ta’at harus dilandasi dengan kecintaan dan
keikhlasan agar terasa indah walaupun berat.
Dari Abu Hurairah ra. berkata, berkata
Rasulullah Saw: "Siapa yang ta’at kepadaku, berarti ta’at kepada Allah,
dan siapa yang ma’syiat kepadaku berarti ma’syiat kepada Allah. Dan siapa yang
ta’at kepada Amir (pemimpinnya), berarti ta’at kepadaku, dan siapa yang
ma’syiat kepada Amir (pemimpin)nya berarti ma’syiat kepada ku".(Hr
Bukhori)
"Dengarlah dan ta’atilah meskipun yang
terangkat memimpin kamu seorang budak Habasyah yang kepalanya bagaikan
kismis".(Hr Bukhori)
Dari Umar Ra. berkata bahwasanya Nabi Saw
bersabda: "Seorang muslim wajib mendengar dan ta’at pada Amirnya dalam apa
yang disetujui atau tidak disetujui, kecuali jika diperintah ma’syiat, maka
apabila diperintah ma’syiat tidak wajib mendengar dan ta’at".(Hr Bukhori
dan Muslim)
18. Siap mengadakan janji/sumpah setia
kepada Allah, RasulNya atau Ulil almri yang beriman dan menepati sumpah setia
yang diikrarkannya.
Di dunia ini ada tiga macam pegawai, yaitu
pegawai negeri (pemerintah) dan pegawai swasta serta yang ketiga bebas dari
keduanya yaitu orang yang tidak mau terikat dengan kedua itu dinamakan pegawai
wiraswasta. Pegawai negeri yang jujur, walaupun upahnya kecil dia mempunyai
harapan untuk masa depannya yaitu jaminan pensiunan, adapun halnya dengan
pegawai swasta, seandainya dia berada di tingkat tinggi, maka gajinya pun
tinggi namun bila berada di tingkat rendah sama saja dengan pegawai negeri
gajinya kecil yang diterima pada waktu-waktu penerimaan gaji tanpa harapan
pensiunan dia hanya mendapatkan upah ketika dia ada tenaganya jika tidak tak
sedikitpun uang diterimanya. Langit dan bumi adalah kerajaan/ pemerintahan
Allah, silahkan baca surat Al Furqon ayat 2 dan ayat-ayat lainnya:
"Yang kepunyaan Nyalah kerajaan langit
dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada kesyirikan baginya dalam
kekuasaan/ pemerintahanNya ...".
Salah satu syarat untuk menjadi pegawai negeri
adalah pertama kali masuk harus siap dan bersedia diambil sumpah/jani setianya,
apalagi bagi tentara-tentaranya, tentu tingkatan sumpah/janji setianya lebih
kokoh lagi, begitu juga pegawai swasta untuk memasuki ada syarat-syarat yang
harus dipenuhi. Lain halnya dengan wiraswasta dia tidak ada persyaratan yang
mengikatnya untuk dipatuhi. Nah, sumpah/ janji setia untuk menjadi pegawai
negeri atau tentara secara resmi dalam bahasa syari’at Islam disebut Bai’ah.
Persyaratan Bai’ah terdapat dalam Al Qur’an dan merupakann sunnah Nabi yang
pernah dipraktekkan bersama para sahabatnya, baik ketika belum tegaknya
pemerintahan Islam (di Mekkah), ketika bumi Mekkah saat itu dikuasai oleh
orang-orang kafir, maupun ketika sudah tegaknya pemerintahan/ kekuasaan Islam
(di Yastrib) dan juga setelah hari kemenangan (Futuh Mekkah). Dan dalam
perjalanan Nabi dan sahabat berikutnya juga ada dalil-dalil tentang pelaksanaan
Bai’ah. Jadi bai’ah merupakan sunnah Nabi dan para sahabatnya yang wajib
diikuti. Namun disayangkan karena adanya kelompok-kelompok tertentu yang
memusuhi Islam mengetahui bahwa diantara pilar-pilar perjuangan yang amat kokoh
adalah bai’ah, lalu mereka sengaja menyalah gunakan bai’ah untuk merusak citra
bai’at dan untuk menghapuskan pensyari’atan bai’at. Bai’ah mereka untuk
mengkafirkan orang lain, menanggap jahiliyyah muslim lain yang belum berbai’at
pada kelompoknya, padahal kelompok itu adalah firqoh bathil yang sengaja
direkayasa oleh para thogut, anehnya para pengikutnya tidak menyadari dan
mengkaji hal itu dengan melihat siroh Nabi dan para sahabatnya, sehingga karena
hal itu, masyarakat muslim yang masih awam phobi demi mendengar kata-kata
bai’ah itu.
Dan ulama-ulama corong thogut juga menyebarkan
fitnah-fitnah terhadaphal itu, sehingga menambah rusaknya citra bai’ah yang
syar’i. Disamping itu memang diakui bahwa ada kelompok-kelompok tertentu yang
karena kedangkalan ilmu dan kefanatikan yang membabi buta dalam mempraktekan
bai’ah tanpa melihat dalil yang shohih dan penafsiran para sahabat dan
ulama-ulama salaf, mereka dangan sembrono menggunakan dalil-dalil bai’ah,
sehingga terlalu berlebih-lebihan dalam perkara itu. Sungguh amat disayangkan
hal yang seperti ini, hanya dikarenakan tokohnya yang tidak faqih dalam
berbagai disiplin ilmu dien sehingga menafsirkan bai’ah dan syari’at lainnya
tidak tepat pada proporsinya, hanya demi membela ketokohannya dan kelompok yang
diikuti.
Semangat tanpa diiringi ilmu hanya akan
menimbulkan kedzoliman yang menyesatkan banyak orang, sebagaimana hadist yang
diriwayatkan Imam Malik, bahwa Nabi Saw bersabda :
"Jika terdapat sedikit ilmu, maka akan
muncul kebencian dan kebathilan, dan jika pengetahuan atsar (hadist &
riwayat) sedikit maka akan muncul kemauan hawa nafsu, oleh karena itu akan
didapati suatu kaum yang jumlahnya banyak, yang mencintai dan membenci suatu
kaum hanya berdasarkan hawa nafsu tanpa mengetahui ma’na dan dalilnya. Bahkan
mereka mendukung (umumnya) tanpa mengambil hadist shohih dari Nabi Saw dan
salaf ummat ini, tanpa memikirkan ma’nanya, tidak pula mengetahui kewajiban dan
ketentuan- nya (diambil dari kita Ahlus sunnah wal Jama’ah Ma’alimul Inthilaqoh
al kubro oleh : Muh Abd. Hadi Al Misri penerbit Daar Toyyibah a li’i Musyri wat
tauzi’ Riyadh)
Dilain pihak juga mereka orang-orang munafik
dan musuh-musuh Islam berusaha dan sengaja ingin menghilangkan syariat bai’ah
dari kalangan ummat islam, sehingga janji setia ummat Islam diserahkan kepada
penguasa kafir (zholim) dan aparat-aparatnya untuk menjadi budak-budak thogut
dan kaki tangan PBB yang nota bene orang kafir, sehingga tunduk kepada yahudi
dan nasrani dengan memberikan wala kepadanya yang justru seharusnya dijauhi
(Baro).
Dengan itu semua apabila kita ingin mengadakan
bai’at sebagai pengukuhan menjadi pegawai negeri dalam Mulkiyah (pemerintahan)
Allah , harus pada wadah (jama’ah) yang benar dan dengan ulil amri yang benar-
benar beriman yang tidak syirik Mulkiyyah, sebagaimana dalam surat Al Furgon
ayat 2 diterangkan bahwa tidak ada bagi Allah kesyirikan dalam pemerintahan
nya.
Setiap oraganisasi/kelompok yang bernaung
dibawah firqoh & berwala kepada pemerintahan sekuler, kafir (yang tidak
memberlakukan hukum Allah) seperti pemerintahan nasionalis, demokrasi, monarki,
republik, sosialis ,yang merupakan budak-budak PBB. Mereka itu adalah himpunan
manusia-manusia bathil, munafiq, jahiliyyah dan musyrik (kafir) walaupun mereka
mengaku-ngaku sebagai orang-orang beriman, mereka bukanlah orang-orang beriman.
"Diantara menusia ada yang mengatakan
:"Kami beriman kepada Allah dan hari kemudian, padahal mereka itu
sesungguhnya bukan orang yang beriman. Mereka itu hendak menipu Allah dan
orang-orang beriman, padahal mereka hanya menipu dirinya sendiri sedangkan
mereka tidak sadar. Dalam hati mereka ada penyakit lalu ditambah Allah
penyakitnya, dan bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka berdusta. Dan
apabila dikatakan kepada mereka ; "janganlah kamu membuat kerusakan di
muka bumi", mereka menjawab: "Sesungguhnya kami orang-orang yang
mengadakan perbaikan". Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang
yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar". (Qs Al Baqoroh: 8-12)
(Baca buku Al Wala Wal Baro Terjemahan Indonesia hal 2-5, pent)
Lihatlah negara yang mengaku negara Islam,
mereka bukan malah menegakan Khilafah Islamiyyah tapi malah mendaftarkan diri
menjadi anggota PBB yang kafir itu. PBB adalah sekutu (tandingan) Mulkiyya
(pemerintahan) Allah yang paling besar saat ini. Badan dunia itu adalah
tandingan tegaknya khilafah Islamiyyah ( pemerintahan Islam secara
internasional) negara mana saja yang menjadi anggota PBB dengan ber wala ganda
kepada Allah yang mempunyai Mulkiyyah langit dan bumi dan berwala kepada PBB
berarti telah menghinakan bangsanya untuk diperbudak yahudi. Apabila mengaku
negara Islam, berarti negara dan rakyatnya yang loyal terutama kepada
penguasanya, mereka telah melakukan kemunafikan dan mereka berstatus musyrik
dalam mulkiyah Allah. Padahal Allah sudah menegaskan agar jangan melakukan
kesyirikan dalam Mulkiyyah Nya sebagaimana juga larangan syirik terhadap Uluhiyyah
Nya, surat Furqon ayat 2, Al Israa ayat 111:
"Dan tidak ada baginya kesyirikan
(tandingan) dalam pemerintahan Nya (kerajaan Nya)".
"Tidak ada Ilah kecuali Allah dan tidak
ada kesyirikan baginya (dalam uluhiyyah Nya), baginya segala pemerintahan (kerajaan)
dan pujian dan dia berkuasa atas segala sesuatu".
Sekali lagi ditekankan bahwa masyru’iyyah
(persyariatan) Bai’at tercantum dalilnya dalam Al Qur’an dan sunnah nabi dan
sahabatnya, maka kita wajib berpegang teguh kepada keduanya dan menjalankannya.
Bagi siapa saja yang ingin mendapatkan gelar Ikhwan/Akhwat yang sekaligus akan
menjadi pegawai negeri dalam pemerintahan Allah dan menjadi tentara-tentaranya
(Mujahid/ Mujahidah), agar meneliti apakah jama’ahnya atau negaranya dan ulil
amrinya serta pelaksanaan bai’ah (sumpah setia) nya sesuai dengan syariat Allah
dan contoh NabiNya atau tidak. Hal ini harus dengan hati-hati kalau perlu
bermusyawarah dan beristikhoroh (minta petunjuk dan pilihan) kepada Allah
berulang-ulang. Bagi Ulil amri yang mengambil bai’ah juga demikian hendaknya
bermusyawarah dan istikhoroh, karena banyak infiltran dari musuh-musuh Islam
(thogut) yang sengaja masuk dan pura-pura berbai’ah tetapi tujuannya adalah
untuk menghancurkan barisan dari dalam. Walaupun para infiltran (yang disebut
munafiq) keadaannya solid namun mereka tak luput dari ujian-ujian dengan
ditimpakan musibah-musibah, dibuka kedok dan makar-makar mereka oleh Allah
melalui tangan orang-orang mu’min yang ikhlas, dan pada akhirnya infiltran
(munafik) yang didunianya menjadi kaki tangan para thogut, akan dicampakkan
kedalam neraka yang paling dalam, karena mereka adalah musuh yang sebenarnya.
Amatlah kasihan mereka para infiltran dari thogut, didunia capek, susah payah
menjadi budak-budak thogut dengan upah yang tidak memuaskan di akhiratpun
disiksa dengan siksaan yang amat mengerikan, dan mereka harus kekal didalamnya,
padahal satu hari di sisi Allah sama dengan seribu tahun. Wahai para infiltran
yahudi dan nasrani, usaha kalian akan dibalas dengan kobaran api neraka yang
menyala-nyala lebih dasyat daripada orang-orang kafir, karena kalian telah
menipu Allah dan orang-orang beriman, wahai infiltran thogut yang mengaku
muslim bertaubatlah kalian, kalian sholat, kalian shaum, kalian pergi haji,
supaya kalian dianggap muslim padahal kalian telah menggadaikan aqidah kalian,
kalian telah menggadaikan loyalitas kalian kepada para thogut jahannam, kalian
menjadi antek-antek pemerintahan zholim, kalian menjadi penjilat-penjilat yang
hina, walaupun kalian dari militer, kalian tentara, apakah kalian berani
menghadapi tentara-tentara Allah (para malaikat dan orang-orang beriman),
bertaubatlah sebelum terlambat, perhatikanlah Allah mengancam kalian, jika
kalian tidak bertaubat wahai orang-orang munafiq.
"Sesungguhnya orang-orang munafik itu
(dicampakkan) di tempat yang paling bawah dari neraka. Kamu sekali-kali tidak
akan mendapatkan seorang penolongpun bagi mereka. Kecuali orang-orang yang
bertaubat dan mengadakan perbaikan dan berpegang teguh pada (dien) Allah dan
tulus ikhlas (mengamalkan) dien mereka karena Allah. Maka mereka itu adalah
bersama-sama orang-orang beriman dan kelak Allah akan memberikan kepada
orang-orang yang beriman pahala yang besar. Mengapa Allah akan menyiksamu, jika
kamu bersyukur dan beriman ?. Dan Allah maha mensyukuri dan Maha
Mengetahui". (Qs An Nisaa 145-147)
"Dan tidaklah mereka (orang-orang
munafik) memperhatikan bahwa mereka diuji sekali atau dua kali setiap tahun,
kemudian mereka tidak (juga) bertaubat dan tidak (pula) mengambil
pelajaran". (Qs. At taubah : 126)
Kembali kepada masalah bai’at, bahwa bai’at
pada zaman Rasulullah dan sahabatnya banyak sekali peristiwa dan
pelaksanaannya, bertahap dengan rapih, sengaja kami kutip agak banyak agar
menambah kejelasan dalil-dalilnya. Disamping permasalahan bai’ah merupakan
masalah yang sensitif dikalangan para aktivis harokah, sehingga menimbulkan
polemik yang cukup serius, yang tidak pernah tuntas, seandainya mereka
menempatkan bai’ah pada proporsinya (Sesuai dengan ketentuan allah dan sunnah
Nabi dan para sahabatnya), maka permasalahan tersebut tidak akan terjadi.
Bai’ah yang paling awal sebelum bai’ah-bai’ah lain, yaitu dinamakan Bai’ah Alal
Islam (bai’ah untuk/ atas dasar Islam) sebagaimana yang pertama kali terjadi di
Aqobah yang memuat enam point prinsip seperti yang terdapat dalam surat Al
Mumtahanah : 12, Ibnu Ishaq berkata :
"Pada tahun berikutnya datanglah orang
dari Yastrib menemui Rasulullah di Aqobah, Aqobah pertama. Mereka kemudian
membai’at Rasulullah seperti bai’at kaum wanita, Bai’at sebelum perang.
Diantara mereka terdapat As’ad bin Zurarah, Rafi’ bin Malik, Ubadah bin Shamit
dan Abul Haitsam bin tihan. Dari Ubadah bin Shamit berkata: " Aku termasuk
salah seorang yang hadir pada bai’at pertama, kami berjumlah dua belas
laki-laki. Kemudian kami mengucapkan bai’at kepada Rasulullah seperti bai’at
kaum wanita, sebelum diwajibkan perang, :"Bahwasanya kami tidak akan
syirik kepada Allah dengan apapun juga, kami tidak akan mencuri, kami tidak
akan berzina, kami tidak akan membunuh anak-anak kami, kami tidak akan berdusta
untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakang kami dan tidak akan
membantah perintah beliau dalam hal ma’ruf...".
Ketika itu Rasulullah mengaskan: "Jika
kalian memenuhi janji, niscaya kalian akan memperoleh jannah, tetapi jika
kalian merusak sesuatu dari janji itu, maka persoalan itu terserah kepada
Allah. Bila menghendaki, Allah akan menjatuhkan siksa atau memberi ampunan
menurut kehendaknya " (al Manhaj al Haraki Lis siroh An Nabawiyyah Juz1).
Bai’at Islam ini perlu kita contoh dan kita
praktekkan dalam kehidupan meniti sunnah Nabi (Dalam rangka Iqomatuddin).
Karena Bai’at ini berulang kali dilakukan Nabi dalam masa perjuangan beliau
dengan para sahabat-sahabatnya, baik di Mekkah maupun di Madinah dsb. Sebagai
realisasi kita mengikuti sunnah Nabi, maka kita harus mengikuti cara-cara
beliau dalam menjalankan Dien. Baiat Alal Islam ini mempunyai pengaruh jiwa dan
Aqidah yang menghunjam kesetiap pribadi-pribadi yang mengikrarkan Bai’at pada
saat itu.
Bai’at yang terjadi sesudah tegaknya
pemerintah Islam (periode Medinnah) diantaranya sbb:
Thabrani meriwayatkan dalam kitab Al Kabir dan
Al ausad dari Chalifah binti Abil Haris r.a katanya : "Aku dan Ummi
Kuraira datang menghadap kepada Nabi Saw dalam rombongan wanita muhajirah untuk
berbai’at. Waktu itu Nabi sedang dalam suatu kemah di Abtah. Dalam bai’at itu
Nabi mengisyaratkan untuk tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun, dll
sebagaimana yang disebutkan dalam ayat". Setelah kami sepakati isi bai’at
tadi, kami ulurkan tangan kepada Nabi Saw, namun Nabi Saw menolal sambil
bersabda: "Aku tidak pernah berjabat tangan dengan wanita".
Kemudian beliau memintakan ampun bagi kami.
(Haisamy jilij 6 hal 39)
Aisyah berkata : "Biasanya wanita
mu’minat jika berhijrah maka diuji menrut perintah Allah dalam ayat ke 10 surat
Al Mumtahanah, dan ujianya sebagaimana terdapat dalam ayat 12 surat Al
Mumtahanah. "Hai Nabi Saw jika datang kepadamu wanita mu’minat untuk
berbai’at, tidak akan melakukan syirik terhadap Allah dengan sesuatu apapun dan
tidaka akan mencuri dan tidak akan berzina dan tidak akan membunuh anak-anaknya
dan tidak akan melakukan suatu kebohongan yang diada-adakan diantara tangan
atau kaki dan tidak ma’syiat kepadamu dalam kebaikan, maka terimalah bai’at
mereka dan mintakan ampun kepada Allah untuk mereka, sesungguh Allah Maha
pengampun lagi maha Penyayang". Aisyah berkata:" maka siapa yang
menerima syarat-syarat ini berarti lulus dalam ujian. Dan Nabi Saw bersabda
kepada mereka :" Pergilah kalian aku telah membai’at kalian. Demi Allah
tangan Nabi Saw tidak pernah sama sekali menyentuh wanita yang bukan mahrom,
hanya selalu Nabi Saw jika membai’at wanita cukup dengan kata- kata, Demi Allah
Rasulullah Saw tidak menuntut kepada wanita kecuali menurut apa yang
diperintahkan Allah kepadanya, dan bila selesai lalu bersabda kepada mereka:
Aku telah membai’at kalian berupa ucapan sabdanya dengan lisan". (Bukhori,
Muslim)
Malik meriwayatkan suatu hadist dan
dishahihkan oleh Ibnu Hibban dari Umaimah bin Rakikah ra. katanya:"Aku dan
beberapa wanita datang kepada Rasulullah untuk berbai’at, kami berkata:
"ya Rasulullah kami datang untuk membai’atmu dalam hal tidak menyekutukan
Allah dengan suatu apapun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak
kami, tidak berbuat nista dan tidak melanggar yang ma’ruf", tanya Nabi Saw
: "Apakah kamu dapat mengerjakan itu semua ?" Jawab kaum wanita itu:
"Allah dan Rasulullah lebih kasihan kepada kami dari diri kami sendiri.
Marilah ulurkan tanganmu untuk kami bai’at ya Rasulullah".
Bahkan dalam satu riwayat istrinya Nabi
sendiri (Aisyah ra.) dan shahabiyah yang lain mengikrarkan bai’at alal Islam
sebagaimana hadist berikut:
Ahmad dan Bazzar meriwayatkan dari Aisyah ra.
Katanya: "Fatimah binti Utbah bin Rabiah datang kepada Nabi Saw untuk
berbai’at, dalam bai’at itu Nabi saw mengajarkan agar tidak menyekutukan Allah
dengan sesuatu dan tidak berzina seperti yang terdapat dalam ayat bai’at.
Ketika Fatimah diajak berbai’at seperti itu ia meletakkan tangannya diatas
kepalanya karena malu sehingga nabi sangat heran melihat kelakuan Fatimah,
Aisyah menegur Fatimah, "Hai Fatimah ikrarkanlah dengan bai’at itu, demi
Allah kami semuanya berbai’at sperti itu juga". jwab Fatimah: "kalau
begitu sungguh sangat baik sekali", dan ia pun akhirnya ikut berbai’at. (Al
Majma’ Zawaid jilid 6 hal 37)
Bai’at Alal Islam yang terjadi pada masa
kemenangan Islam (Futuh Mekkah) meliputi seluruh kalangan baik tua, muda,
anak-anak, lkai-laki, wanita semuanya turut berbai’at dan sekaligus
mengikrarkan syahadah di hadapan Rasulullah sebagaimana diceritakan dalam
hadist berikut: Ahmad meriwayatkan bahwa Awad ra. berkata: "Aku pernah
melihat Rasulullah Saw pada hari penaklukan kota Mekkah beliau sedang duduk di
bukit Safa sambil menghadap kepada orang banyak yang hendak berbai’at. Beliau
membai’at mereka Alal Islam dan bersyahadat. Dan waktu itu semua orang baik
wanita, laki-laki, orang tua, maupun anak kecil semuanya ikut berbai’at Alal
Islam dan syahadat".(Haisamy jilid II hal 7)
Ahmad menceritakan dari Abdullah bin Utsman
bin Khaitsam bahwa Muhammad bin Aswad bin khalaf mengabarkan perihal bapaknya,
Al Aswad ra., yang melihat Rasulullah Saw, membai’at manusia pada hari
kemenangan ( Al Fath), ia berkata:
"Nabi Saw duduk di atas puncak bukit yang
berhadapan, mak beliau membai’at manusia atas/ dasar Islam dan syahadat. Saya
berkata: "Apakah syahadat itu ?", ia berkata: "Mengabariku
Muhammad bin al Aswas bin Khalad bahwa ia membai’at manusia untuk iman dan
syahadat bahwa tiada Ilah kecuali Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusanNya,
Nabi Saw membai’at laki-laki dan wanita setelah Futuh Mekkah, Hindun binti
Utbah, istri Abu Sofyan termasuk wanita yang dibai’at". (Bai’at, M Ramli
Kabiy Hayatus Shohabah Al Kandahlawi)
Hindun berkata: "Aku ingin berbai’at
kepada Nabi Saw", Nabi bersabda: " Kulihat engkau adalah seorang
kafir", Hindun berkata: "Demi Allah !, Demi Allah ! aku tidak melihat
hamba Allah yang bersungguh-sungguh dalam beribadah di mesjid ini sebelum malam
tiba. Demi Allah mereka datang hanya untuk sholat, ruku dan sujud", Nabi
bersabda: "Sesungguhnya kamu telah melakukan apa yang engkau telah
lakukan, maka pergilah dengan seorang laki-laki dari kaummu!", kemudian ia
pergi kepada Umar dan Umar berangkat bersamanya, Nabipun mengizinkannya, lalu
ia masuk Islam, memakai cadar dan berbai’at. Dalam dialog bersama Nabi ia
sangat mengesankan sekali, karena setiap teks-teks bai’at itu dibacakan
kepadanya, maka ia minta kepada beliau untuk mengulanginya dan menafsirkannya,
sebab ia ingin benar-benar yakin dan mantap dan menerimanya secara gamblang dan
sempurna.
Pada ayat (walaa tazniin) Ia bertanya: "Apakah berzina dengan
orang merdeka ya Rasulullah ?". Dan pada Ayat (walaa taqtulna aulad kunna)
ia berkata lagi: "Kami telah memelihara mereka sejak kecil tapi engkau
bunuh mereka setelah mereka besar seraya berkata: "Adakah seorang anak
kami yang tersisa pada perang Badar itu ?", dan ketika nabi menyampaikan
ayat: (walaa tasriqun) ia berkata: "sesungguhnya Abu Sufyan adalah suami
yang pelit tidak memberi sesuatupun kepadaku, maka untuk mencukupi keperluanku
terpaksa kuambil dengan tidak memberitahukan kepadanya", Nabi bersabda:
"Ambillah hartanya dengan cara yang baik untuk mencukupi keperluanmu dan
anak-anakmu", diriwayatkan bahwa Abu Sufyan pernah berkata dalam hal ini: "Hindun
tidak mengambil hartaku, apa yang diambilnya dulu sudah kuhalalkan".
Banyak lagi peristiwa lain yang terjadi
berkenaan dengan permasalahan Bai’at, tetapi kami mengetengahkan contoh-contoh
ini karena hal itu, memberikan gambaran proses bai’at bagi kaum wanita secara
konkrit dalam aspek bentuk, cara dan batasan-batasan jalannya.
Setelah bai’at Alal Islam pada Aqobah pertama
maka kemudian juga Nabi membai’at beberapa orang dari yastrib pada tahun
berikutnya sebagaimana yang terjadi pada bai’at Aqobah kedua yang salah satu
isinya adalah masalah keta’atan dsb. Adapun isi bai’at tersebut yaitu sbb:
Imam Ahmad meriwayatkan dari Jabir Ra. berkata
Jabir: "Ya Rasulullah apakah yang perlu kami nyatakan dalam bai’at ini
kepadamu ?" Nabi Saw menjawab: "Berjanji taat dan setia dalam keadaan
sibuk dan senggang, Berinfak baik dalam keadaan sempit dan longgar, Menegakkan
amar ma’ruf nahi munkar, Teguh membela kebenaran Allah tanpa takut di cela
orang, Tetap membantu dan membelaku bila aku berada ditengah-tengah kalian
sebagaimana kalian membela diri kalian sendiri dan anak istri. Dengan demikian
kalian akan memperoleh surga".
"Sesungguhnya orang-orang yang berbai’at
kepadamu, sesungguhnya mereka berbai’at kepada Allah. Tangan Allah diatas
tangan mereka, maka barangsiapa yang melanggar bai’atnya niscaya akibat ia
melanggar bai’at itu akan menimpa dirinya sendiri dan barangsiapa menepati
bai’atnya kepada Allah, maka Allah akan memberikan balasan yang besar".
(Qs 48: 10)
"Siapa yang melepaskan tangan dari ta’at
akan bertemu Allah pada hari kiamat, dengan tidak dapat berhujjah, dan siapa
yang mati sedang tiada di lehernya suatu bai’at, mati sebagai jahiliyyah".
(Hr. Muslim)
Keterangan tentang dalil-dalil bai’ah tentunya
masih berpuluh-puluh dalil. Bai’ah itu merupakan pengukuhan untuk menjadi
pegawai Mulkiyyah (pemerintahan) Allah, yang walaupun gajinya kecil tapi punya
harapan untuk mendapatkan pensiunan, menempati rumah dan taman indah komplek
surga yang penuh kenikmatan dengan segala isinya, dilayani dengan pelayan
(bidadari yang cantik-cantik). Sedangkan pegawai swasta (orang yang tidak ikut
menjadi pegawai Khilfah Islam, negara Islam/ Jama’ah Islamiyyah mereka tidak
dapat pensiunan surga, sebab balasan/ gajinya sudah dini’mati di dunia,
sehingga yang mereka dapatkan di akhirat hanyalah pensiunan yang tidak
diharapkan yaitu berupa azab karena mereka bersekutu menjadi pegawai
pemerintahan zholim, kafir musyrik dengan berloyalitas kepada toghut demi
membela pemerintahan tandingan Allah tersebut. Berarti justru merekalah yang
dianggap oleh Allah (penguasa pemerintahan dunia/ Akhirat) sebagai orang-orang
ekstrim dan pengacau kedaulatan Allah diwilayah bumi. Apalagi bagi pegawai
wiraswasta, mereka itu adalah orang-orang jahil (bodoh) yang matinya adalah
jahiliyyah, karena mereka menganggap hidup di dunia ini untuk bebas tidak
terikat dengan siapapun juga. Padahal hidup ini harus terikat dengan pengabdian
untuk menjadi abdi-abdi Allah di pemerintahan Nya. (Qs Adz Dzariyaat : 56)
Maka bai’at itu merupakan pengikatan diri
degan bersumpah setia kepada Allah melalui tangan-tangan Ulil Amri yang beriman
yang merupakan pejabat-pejabat pegawai negeri Allah. Kesimpulan Bai’at adalah
syarat syahnya menjadi pegawai negeri dalam Mulkiyayah (pemerintahan) Allah,
tanpa mengikrarkan bai’at berarti belum di resmikan sebagai pegawai negeri/
tentara negeri Allah.
19. Mau berinfak dalam keadaan longgar
atau sempit membayar zakat dan shodaqoh.
Menjadi ikhwan/ Akhwat tanpa mau berinfak
adalah munafiq hal itu termasuk kekikiran (Qs. Al Munafiquun : 7-11). Dan berinfak
adalah tand-tand muttaqin dan Muhsinin, (Qs. Ali Imron : 133-134). Isi bai’at
yang kedua setelah mendengar dan ta’at adalah berinfak dalam keadaan longgar
atau sempit.
"Dan infakkanlah (harta bendamu) di jalan
Allah dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan..". (Qs. Al Baqoroh : 195)
"Hai orang-orang yang beriman infakkanlah
(di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari
apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang
buruk-buruk lalu kamu infakkan dari padanya...".(Qs. Al Baqaroh: 267)
Tentang kewajiban zakat itu adalah fardhu
hukumnya, oleh karena itu Ikhwan/ Akhwat harus membayar zakat dan disalurkan fi
sabilillah melalui Ulil amri yang beriman bukan disalurkan pada
penguasa-penguasa dan aparat-aparatnya yang berada di jalan thoghut, jika
Ikhwan/ Akhwat menyalurkan infak atau zakatnya kesana maka batallah apa-apa
yang dinfakkan dan dizakatkannya itu, karena para thoghut menyalurkan infak
atau zakat yang diberikan untuk menghalangi manusia dari jalan Allah.
"Sesungguhnya orang-orang kafir itu
menginfakkan harta mereka untuk menghalangi (manusia) dari jalan Allah. Mereka
akan menginfakkan harta mereka itu kemudian menjadi sesalan bagi mereka dan
mereka akan dikalahkan, dan ke neraka jahannamlah orang-prang kafir itu
dikumpulkan". (Qs Al Anfaal : 36)
Dalam kita zakat (Yusuf Qordhowi) menerangkan
bahwa zakat tidak boleh diberikan kepada orang kafir, murtad dan orang-orang
yang memerangi Islam (pent). Ulil amri mu’min wajib memperhatikan mai’syah
ummatnya (apakah halal atau haram) dan memungut zakat, infak shodaqoh dari
tiap-tiap ummatnya dan mendo’akan mereka, sehingga ummatnya bersih dan suci
serta tentram jiwanya.
"Ambillah dari sebgian harta mereka
shodaqoh (zakat), yang dengan itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka, dan
mendo’alah untuk mereka. Sesungguhnya do’a kamu itu (menjadi) ketentraman jiwa
bagi mereka, dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (Qs. At
Taubah : 103)
Nabi tidak mau membai’at sahabat yang tidak
mau berzakat (bershodaqoh) dan tidak mau berjihad, dengan sabdanya:
"Hai .. Basyir kalau kamu tidak mau
berzakat (bershodaqoh) dan tidak mau berjihad, dengan amalan apakah kamu akan
masuk jannah ?"
(diceritakan Hasan bin sufya, Thabrani dalam
kitan Al Ausal, abu Nu’aim, Al Hakim dan abu As Sakir semua meriwayatkan dari
Basyir ra Dan dalam Hayatus Sahabah, Al Kandahlawi dan Kanzul Ummal jilid 7 hal
12) atau dalam keterangan lain menolak dengan bersabda :
"Dien tanpa shodaqoh dan jihad, lalu
dengan apa kalian masuk jannah". (Al Hadist)
Harta adalah modal jihad yang harus
diinfakkan, di korbankan untuk ditukar dengan jannah, oleh karena itu harta
yang diinfakkan , dizakatkan, dishodaqohkan harus harta yang didapat dari cara
yang bersih, karena Allah tidak menerima harta yang didapat dengan cara yang
haram, jika jihadnya tercampur barang haram, maka jihadnya tidak berkah dan
tidak membawa ni’mat (keberuntungan) jihadnya batal, karena Allah baik, tidak
menerima kecuali yang baik.
20. Harus mengikuti Al Jama’ah dan
Iltizam (komitmen) dengannya, tidak bertafarruq (mengikuti firqoh).
Untuk mendapatkan gelar Ikhwan/ Akwat harus
benar-benar mengetahui keberadaan Al Jama’ah yang akan dijadikan wadah dalam
keimanan dan jihadnya. Beramal diluar Al Jama’ah hanyalah kesia-siaan belaka,
diluar Al Jama’ah adalah firqoh dan firqoh adalah merupakan bid’ah dholalah,
dan Allah tidak menerima amalan ahli bid’ah sampai dia meninggalkan bid’ahnya
itu. Demikian pentingnya Al Jama’ah sehingga Umar ra. yang digelari Al Faruq
(pembeda Al Haq dengan Al Bathil) menyatakan dalam hadistnya
"Sesungguhnya tiada Islam tanpa Jama’ah
dan tiada jama’ah tanpa Imaroh dan tiada Imaroh tanpa keta’atan. Maka
barangsipa yang dijadikan pemimpin oleh kaumnya atas dasar kefaqihan (pengetahuan
Dien) adalah suatu kehidupan baginya dan juga bagi mereka (kaumnya) dan barang
siapa yang dijadikan pemimpin tidak karena dasar kefaqihan (dien) adalah suatu
kehancuran baginya (pemimpin tsb) dan juga bagi mereka". (Hr. Dailami)
Pengukuhan untuk menjadi Ikhwan/ Akhwat
fiddin, Ikhwan nabi dan ikhwan fillah adalah dalam Al Jama’ah bukan dalam
firqoh.
"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada
Hablillah, dan janganlah kamu berfirqoh-firqoh dan ingatlah akan ni’mat Allah
kepada kamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyyah) bermusuh-musuhan, maka Allah
menjinakkan hati-hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni’mat Allah orang-orang
yang bersaudara (Ikhwan)...". (Qs. ali Imron : 103)
Hablullah menurut sahabat Nabi (Abdullah ra. )
artinya adalah Al Jama’ah. Tanpa mengikuti Al Jama’ah bukan Ikhwan/ Akhwat
namanya atau tidak menjadi orang- orang yang bersaudara, bahkan yang terjadi
hanyalah perselisihan dan permusuhan karena mereka berada dalam firqoh,
sehingga dalam ayat itu disebutkan kata-kata "Ingatlah kamu ketika kamu
dahulu (masa jahiliyyah/ berfirqoh-firqoh) lalu menjadilah kamu karena ni’mat
Allah orang-orang yang bersaudara".
Ikhwan/ Akhwat harus bergabung/ mengikuti Al
Jama’ah, maksudnya adalah harus mengikuti jama’ah yang merupakan himpunan
orang-orang yang menetapi kebenaran. Karena arti jam’ah itu sendiri bukan
berarti sembarang kumpulan, organisasi, golongan atau harokah, tetapi jama’ah
sebagaimana menurut sahabat Nabi Saw ang mendapatkan gelar Baabul ‘ilmi (Ali
ra) yaitu berarti:
"Dan jama’ah itu adalah demi Allah
himpunan orang-orang yang menetapi kebenaran walaupun mereka itu sedikit, dan
firqoh itu adalah himpunan orang-orang yang menetapi kebathilan sekalipun
mereka banyak jumlahnya".
Bagaimana untuk mengetahui bahwa sebuah
organisasi, kelompok, golongan, harokah, atau suatu negara itu sebagai jama’ah
atau firqoh ? ( Baca buku Gelar Ikhwan seri kedua, sedang di terjemahkan Insya
Allah segera terbit).
Jadi, orang walaupun:
mengaku muslim, mu’min, muhajir, mujahid
mengaku berwala dan baro, sholihin, muttaqiin
mengaku menjalankan ukhuwwah, menjaga istri
dan keluarga dari api neraka
mengaku berakhlaq Islami, Da’i (mubaligh)
mengaku menempuh jalan yang lurus, shobirin
mengaku tidak zholim, munafik, fasiq
mengaku tidak bertasabbuh dengan orang-orang
musyrik, kafir, jahil
mengaku tidak membantu program syetan
mengaku zakat, infaq, dan shodaqohnya diterima
Allah
mengaku rela diatur oleh Allah, RasulNya dan
Ulil Amri Mu’minin
Mengaku menepati bai’at (janji setianya)
kepada Allah
Anggapan dan semua pengakuannya itu adalah
dusta, apabila mereka tidak mau menetapi/ melazimi Al Jama’ah atau hidupnya
berpisah dari Al Jama’ah, masih mengikuti firqoh sesat. Karena berjihad fi
sabilillah, yang merupakan inti/ puncaknya Islam itu harus dilaksanakan melalui
proses atau manajemen yang sudah ditentukan Allah dan RasulNya.
Berikut ini hadist mengenai proses/ manajemen
(manhaj) untuk dapat berjihad fi sabilillah.
(tulis hadist bhs arab)
"Aku perintahkan kepadamu dengan lima
perkara, sebagaimana Allah telah memerintahkan aku dengan lima perkara
tersebut: Dengan Al Jama’ah, Mendengar dan Tha’at dan Jihad fi sabilillah,
karena sesungguhnya barang siapa keluar dari Al Jama’ah kadar sejengkal, maka
ia telah melepaskan tali ikatan Islam dari lehernya sampai dia kembali. Dan barangsiapa
yang berdakwah dengan da’wahan Jahiliyyah, maka ia bertekuk lutut dalam neraka
Jahannam", sahabat bertanya: "ya Rasulullah sekalipun dia shaum dan
dia sholat ?", jawab Rasulullah Saw: "Sekalipun dia shaum dan dia
sholat dan sekalipun dia mengaku muslim".
(Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/202, At Thayalisy,
no 1161, Ibnu Hibban, no 1550, Al Hakim, 1.236, dari jalan Al Harits Al
Asy’ary, sanadnya shohih)
Jihad fi sabilillah yang merupakan Tijaroh
(bisnis) (Qs 61: 10-12), jika dilaksanakan tanpa manajemen yang benar, maka
akan mengalami kerugian dan kesia-siaan. Tanpa mengaplikasikan manajemen
(manhaj) yang ditetapkan tersebut jihad hanya omongan kosong tanpa arti. Jadi
sebelum melaksanakan jihad fi sabilillah untuk menegakkan sebuah pemerintahan
Islam, baik tingkat negara, maupun tingkat Internasional, terlebih dahulu harus
memahami manajemen (manhaj) yang telah ditetapkan oleh sang Top Manajer (Allah
Al Malik) dengan mengambil silabus/juklak sebagaimana yang dijalankan Rasul Saw
dan para sahabatnya ra. Proses setelah keimanan yaitu, Jama’ah (organiting),
mendengar (listening), Ta’at (obeying), hijrah (depenturing/ to evacuating),
Jihad (struggle) dan Iltizam (comitmen) dengan Jama’ah.
Yang jadi persoalan kita sekarang dan juga
merupakan permasalahan kaum muslimin seluruh dunia pada zaman sekarang, Jama’ah
mana ? atau negara Islam mana ? yang harus kita lazimi dan kita ikuti untuk
menjadi wadah bagi kita yang ingin menjadi Ikhwan Nabi dan para sahabatnya,
untuk menjadi Mujahid/ Mujahidah fi sabilillah dalam rangka menegakkan wujudnya
Mulkiyyah Allah (Khilafah Islamiyah), Walaupun di zaman yang penuh fitnah ini,
zamannya MULKAN JABARIYYAH, dimana ummat Islam dikuasai oleh penguasa- penguasa
diktator, namun kita perlu ingat akan janji Rasul Saw, bahwa Al Jama’ah
(Thoifah) penegakkan kebenaran akan tetap eksis, akan tetap zhohir, hingga
datang urusan Allah, bersegeralah menggabungkan diri dimanapun mereka berada.
"Senantiasa akan akan sekelompok ummatku
yang menegakkan kebenaran, sampai datang ketentuan Allah". (Al Haditst)
Mudah-mudahan pembahasan dalam buku seri II
dari buku ini (sedang diterjemahkan) dapat memberikan jawaban bagi kita
sekalian. buku ini merupakan pembahasan yang lebih rinci dari buku seri I ini.
Ambilllah dan amalkan isi buku ini bila sesuai dengan Allah dan RasulNya.
Terimalah kebenaran, apapun resikonya, Jangan menolak Al Haq, karena Al Haq itu
datangnya dari Allah. Menolak Al Haq karena ashobiyyah (bangga dengan golongan/
ketokohannya), menolak Al Haq karena kesombongan adalah kebinasaan, karena
orang- orang sombong tidak akan masuk surga sampai unta masuk ke lubang jarum
(Qs. 7:40).
"Tidak masuk surga orang yang didalam
hatinya terdapat seberat atom (zarrah) kesombongan", seorang berkata:
"Bagaimana kalau orang suka pakaian bagus dan sandal bagus, apakah itu
termasuk kesombongan? ", jawab Rasulullah Saw : "Sesungguhnya Allah
indah dan suka kepada keindahan, kesombongan itu adalah : Menolak/ menentang
kebenaran dan merendahkan orang lain". (Hr. Muslim)
Wallahu A’lam bisshowaab !!
Dari Abu Hurairah ra. katanya: "Suatu
ketika Rasulullah berkunjung ke sebuah pekuburan, lalu beliau mengucapkan
salam: "Assalamu’alaikum daara qaumin mu’minin. Wa inna Insya Allah bikum
laahiquun’ (selamatlah engkau wahai penduduk kampung kaum mu’min Insya Allah kami
akan menyusul kalian). Setelah itu Nabi saw. berkata: "Aku ingin benar
kalaulah kita dapat melihat ikhwan-ikhwan kita", para sahabat berkata:
"bukankah kami ikhwan-ikhwanmu, ya Rasulullah ?", jawab Nabi:
"Anda semua adalah sahabatku, Ikhwan-ikhwan kita yang kumaksudkan adalah
orang-orang yang belum datang (tetapi akan datang kelak pada hari kiamat",
mereka bertanya: "Bagaimana anda dapat mengenal ummat anda yang belum
datang tetapi akan datang di hari kemudian ya Rasulullah ?", jawab Rasulullah
saw: "Bagaimana pendapat anda jika seseorang mempunyai kuda putih
keningnya, kakinya dan tangannya, kemudian kuda itu berada ditengah-tengah
kuda-kuda banyak tetapi hitam semuanya, dapatkah orang mengenali kudanya
?", mereka menjawab, "tentu ya Rasulullah, tentu dapat". Sabda
Nabi Saw: "Nah ! mereka nanti akan datang nanti dalam keadaan putih
bercahaya-cahaya mukanya, tangan dan kakinya, karena dari bekas wudhu. Dan aku
mendahului mereka datang ke telagaku, Ketahuilah ada orang-orang yang aku
larang mendekati ke telagaku itu, seperti halnya seeko r
unta sesat, lalu kupanggil mereka: "kemarilah !" tetapi nanti ada
yang mengatakan: "mereka itu telah bertukar agama sepeninggal anda
!", karena itu kuusir mereka, "pergilah jauh-jauh!", kataku.
(Hr. Muslim).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar