AL HAROMAIN

DAFTAR

  • pakaian
  • buku

Daftar Blog

TEXT

text

zainimjkbgt

zainimjkbgt
zainimjkbgt

zainimjkbgt.blogspot.com

zainimjkbgt

alharomain

Penayangan bulan lalu

Populer

Entri Populer

5 Februari 2012

HARUSKAH ANDA MEMPERCAYAINYA

TOKO ALHAROMAIN MENJUAL PAKAIAN JADI D 54-D55 AND B19-B20 PASAR TANJUNG MOJOKERTO 



HARUSKAH ANDA MEMPERCAYAINYA?

APAKAH anda  percaya  kepada  Tritunggal?  Kebanyakan  orang dalam  usunan  Kristen  percaya.  Bagaimanapun juga, selama berabad-abad itu merupakan doktrin utama dari gereja-gereja.
Mengingat hal ini, anda tentu berpikir bahwa  tidak  mungkin ada yang perlu diragukan mengenai Tritunggal. Namun ada, dan belakangan bahkan  beberapa  dari  para  pendukungnya  telah menambah seru perdebatannya.
Mengapa  pokok  pembicaraan seperti ini harus mendapat lebih banyak perhatian?  Karena  Yesus  sendiri  berkata:  “Inilah hidup  yang  kekal  itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan  mengenal  Yesus  Kristus yang  telah  Engkau  utus.”  Jadi  seluruh  masa  depan kita bergantung pada mengenal sifat yang sebenarnya  dari  Allah, dan hal itu berarti memeriksa sampai ke akar dari perdebatan mengenai   Tritunggal.   Maka,   tidakkah   sebaiknya   anda mengujinya sendiri?-Yohanes 17:3.
Ada  berbagai  konsep Tritunggal. Tetapi pada umumnya ajaran Tritunggal adalah bahwa didalam Keilahian ada tiga  pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus; namun, bersama-sama, mereka hanya satu Allah. Doktrin itu mengatakan bahwa  ketiganya  setara, mahakuasa,   dan   tidak   diciptakan,   telah   ada   kekal selama-lamanya dalam Keilahian.
Namun, orang-orang lain berkata bahwa doktrin Tritunggal itu palsu,  bahwa  Allah  Yang Mahakuasa berdiri sendiri sebagai Pribadi  yang  terpisah,  kekal,   dan   mahakuasa.   Mereka mengatakan  bahwa  Yesus dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia, adalah sama seperti para malaikat, pribadi roh yang terpisah yang diciptakan oleh Allah, dan untuk alasan ini ia pasti mempunyai permulaan. Mereka  mengajarkan  bahwa  Yesus tidak  pernah  setara dengan Allah Yang Mahakuasa dalam arti apapun; ia  selalu  tunduk  kepada  Allah  dan  masih  tetap demikian.  Mereka juga percaya bahwa roh kudus bukan pribadi tetapi roh dari Allah, tenaga aktif-Nya.
Para pendukung Tritunggal mengatakan bahwa  ini  didasarkan, tidak  hanya  pada  tradisi  agama tetapi juga pada Alkitab.  Para pengritik doktrin tersebut mengatakan bahwa  itu  bukan ajaran  Alkitab, sebuah sumber sejarah bahkan berkata: “Asal usul [Tritunggal] sama sekali kafir.”-The  Paganism  in  Our Christianity.
Jika Tritunggal benar, akan merendahkan Yesus jika dikatakan bahwa ia tidak pernah setara  dengan  Allah  sebagai  bagian dari  suatu  Keilahian.  Namun  jika  Tritunggal salah, akan merendahkan Allah Yang Mahakuasa, jika ada pribadi lain yang dikatakan  setara  dengan  Dia,  dan bahkan lebih buruk lagi untuk menyebut Maria sebagai “Bunda Allah.” Jika  Tritunggal salah,  sungguh  tidak  menghormati  Allah untuk mengatakan, seperti ditulis dalam buku Catholicism: “Jika [orang]  tidak menjaga  Kepercayaan  ini  utuh  dan tidak tercela, [mereka] pasti akan lenyap untuk selamanya. Dan  Kepercayaan  Katolik adalah: kita menyembah satu Allah dalam Tritunggal.”
Jadi,  ada  alasan-alasan  yang baik mengapa anda seharusnya ingin  mengetahui  kebenaran  mengenai  Tritunggal.   Tetapi sebelum  memeriksa  asal  usulnya  dan  pengakuannya sebagai kebenaran, ada gunanya jika doktrin ini didefinisikan  lebih terinci.  Tepatnya, apa sebenarnya Tritunggal itu? Bagaimana para pendukungnya menjelaskan ajaran itu?
BAGAIMANA TRITUNGGAL DIJELASKAN?
GEREJA Katolik Roma berkata: “Tritunggal adalah istilah yang digunakan  untuk  menyatakan  doktrin utama agama Kristen... 
Jadi, dalam kata-kata Kredo  Athanasia:  ‘sang  Bapa  adalah Allah,  sang  Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga  Allah  melainkan  satu  Allah.’  Dalam Tritunggal  ini... Pribadi-Pribadinya sama kekal dan setara: semuanya  tidak  diciptakan  dan  mahakuasa.”-The   Catholic Encyclopedia.
 
Hampir    semua    gereja   lain   dalam   Susunan   Kristen menyetujuinya.  Misalnya,  Gereja   Ortodoks   Yunani   juga menyebut Tritunggal “doktrin dasar dari Kekristenan,” bahkan mengatakan: “Orang Kristen adalah orang-orang yang  menerima Kristus  sebagai  Allah.”  Dalam buku Our Orthodox Christian Faith,  gereja  yang  sama  berkata:  “Allah  adalah   suatu kesatuan   tiga   serangkai...   Sang   Bapa   adalah  Allah sepenuhnya. Sang Anak adalah  Allah  sepenuhnya.  Roh  Kudus adalah Allah sepenuhnya.”
 
Jadi,  Tritunggal  dianggap  sebagai  “satu Allah dalam tiga Pribadi.” Masing-masing dikatakan tidak mempunyai permulaan, ada   dari   kekal  sampai  kekal.  Masing-masing  dikatakan mahakuasa, dan masing-masing tidak lebih  besar  atau  lebih kecil daripada yang lainnya.
 
Apakah  gagasan  demikian  sukar  dimengerti?  Banyak  orang beriman   yang   tulus   merasa   hal   itu   membingungkan, bertentangan  dengan akal sehat, benar-benar sulit dipahami. 
 
Bagaimana mungkin, sang  Bapa  adalah  Allah,  Yesus  adalah Allah,  dan  roh  kudus  adalah  Allah, namun tidak ada tiga Allah melainkan hanya satu Allah?
 
“Di Luar Jangkauan Akal Manusia”
KEBINGUNGAN ini tersebar luas.  The  Encyclopedia  Americana mengatakan bahwa Tritunggal dianggap “di luar jangkauan akal manusia.”
Banyak  orang   yang   menerima   Tritunggal   menganggapnya demikian.  Monsignor  Eugene Clark berkata: “Allah itu satu, dan Allah itu tiga. Karena tidak ada  ciptaan  yang  seperti ini, kita tidak dapat mengertinya, tetapi menerimanya saja.”
 
Kardinal John O’Connor berkata: “Kami tahu ini suatu misteri yang  sangat  dalam,  yang sama sekali tidak kita mengerti.”
Dan Paus Yohanes Paulus II berkata  mengenai  “misteri  yang tidak dapat dimengerti tentang Allah Tritunggal.”
Jadi, A Dictionary of Religious Knowledge berkata: “Tepatnya apa doktrin itu, atau bagaimana hal  itu  harus  dijelaskan, para  penganut Tritunggal pun tidak mencapai kata sepakat di antara mereka sendiri.”
 
Maka, kita dapat mengerti mengapa New Catholic  Encyclopedia berkata:   “Hanya   sedikit   diantara   guru-guru   teologi Tritunggal di seminari-seminari  Katolik Roma yang pada suatu  waktu  tidak  dipojokkan  oleh pertanyaan, ‘Tetapi bagaimana kita  akan  berkhotbah   tentang   Tritunggal?’   Dan   jika pertanyaan  itu  merupakan  gejala kebingungan di pihak para siswa, kemungkinan hal itu juga merupakan gejala kebingungan yang serupa di pihak guru-guru mereka.”
 
Kebenaran  dari  pernyataan  di atas dapat dibuktikan dengan mengunjungi suatu perpustakaan dan memeriksa buku-buku  yang mendukung  Tritunggal.  Tak terhitung banyaknya halaman yang ditulis dalam upaya  untuk  menjelaskannya.  Namun,  setelah bersusah   payah   memeriksa  istilah-istilah  teologi  yang membingungkan dan penjelasannya, para peneliti  masih  tetap tidak puas.
 
Mengenai  ini,  imam  Yesuit Joseph Bracken mengatakan dalam bukunya What Are They Saying About the Trinity?: “Para  imam yang   dengan   cukup   banyak  upaya  telah  mempelajari... 
Tritunggal selama tahun-tahun mereka di seminari tentu  saja ragu-ragu  untuk  menyampaikannya  kepada jemaah mereka dari mimbar, bahkan pada hari  Minggu.  Tritunggal...  Untuk  apa seseorang  akan  membuat  umatnya  bosan dengan sesuatu yang pada akhirnya pun tidak akan mereka mengerti dengan  benar?” 
Ia juga berkata: “Tritunggal adalah soal kepercayaan formal, namun hal itu hanya sedikit atau tidak  [berpengaruh]  dalam kehidupan   dan   ibadat   Kristen   sehari-hari.”  Meskipun demikian, ini adalah “doktrin utama” dari gereja-gereja! 
Teolog  Katolik   Hans   Kung   menyatakan   dalam   bukunya Christianity   and  the  World  Religions  bahwa  Tritunggal merupakan satu alasan mengapa gereja-gereja  tidak  berhasil membuat  kemajuan  yang  berarti  di  kalangan  orang  bukan Kristen. Ia berkata: “Bahkan orang Muslim  yang  terpelajar,
sama   sekali   tidak   dapat   mengerti,  sebagaimana  juga orang-orang  Yahudi  sebegitu  jauh  tidak  dapat  memahami, gagasan  mengenai  Tritunggal...  Perbedaan yang dibuat oleh doktrin Tritunggal antara  satu  Allah  dan  tiga  hypostase [zat]  tidak  memuaskan  orang  Muslim, yang bukannya merasa mendapat penjelasan,  tetapi  justru  merasa  bingung,  oleh istilah-istilah  teologi  yang  berasal  dari  bahasa Syria, Yunani, dan Latin. 
 
Orang-orang Muslim menganggap  ini  semua permainan   kata...   Mengapa  seseorang  ingin  menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan dan  keunikan  Allah yang  hanya  dapat  mengencerkan atau meniadakan keesaan dan keunikan itu?”
 
“Bukan Allah yang Suka Pada Kekacauan”
BAGAIMANA  doktrin   yang   begitu   membingungkan   seperti Tritunggal  muncul?  The  Catholic  Encyclopedia menyatakan: 
“Sebelum adanya penyingkapan Ilahi, diperlukan sebuah  dogma yang misterius seperti itu.” Sarjana Katolik Karl Rahner dan Herbert Vorgrimler menyatakan dalam  Theological  Dictionary mereka:  “Tritunggal...  dalam  arti  yang  sesungguhnya..., adalah suatu misteri yang tidak dapat dipahami  tanpa  wahyu ilahi,   dan   bahkan   setelah   disingkapkan  tidak  dapat dimengerti sepenuhnya.”
 
Tetapi, dengan berkukuh bahwa Tritunggal adalah misteri yang begitu membingungkan karena berasal dari wahyu ilahi, mereka menciptakan problem besar lain. Mengapa? Karena dalam  wahyu ilahi  itu  sendiri  tidak  ada  pandangan demikian mengenai Allah: “Allah... bukan Allah yang  suka  pada  kekacauan.”-1 Korintus  14:33,  Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS).
 
Mengingat pernyataan itu, mungkinkah Allah akan  mencetuskan doktrin  mengenai diri-Nya sendiri yang begitu membingungkan sehingga bahkan para sarjana Ibrani, Yunani, dan Latin tidak dapat menjelaskannya?
Selain  itu,  apakah  orang-orang harus menjadi teolog untuk dapat ‘mengenal satu-satunya  Allah  yang  benar  dan  Yesus Kristus  yang  telah  Ia utus?’ (Yohanes 17:3) Jika demikian halnya, mengapa begitu  sedikit  dari  para  pemimpin  agama Yahudi   yang  terpelajar  mengakui  Yesus  sebagai  Mesias? 
 
Sebaliknya, murid-muridnya yang setia, adalah petani-petani, nelayan,   pemungut   cukai,   ibu-ibu   rumah  tangga  yang sederhana.  Orang-orang  sederhana  tersebut  begitu   yakin dengan  apa yang Yesus ajarkan tentang Allah sehingga mereka dapat mengajarkannya kepada orang lain dan bahkan rela  mati demi   kepercayaan  mereka-Matius  15:1-9;  21:  23-32,  43; 23:13-36; Yohanes 7:45-49; Kisah 4:13.

APAKAH ITU BENAR-BENAR AJARAN ALKITAB?

ANDAIKAN  Tritunggal   itu   benar,   hal   itu   seharusnya disampaikan   dengan  jelas  dan  konsisten  dalam  Alkitab. Mengapa? Karena,  seperti  ditegaskan  para  rasul,  Alkitab adalah  penyingkapan  Allah  mengenai  diri-Nya  kepada umat manusia. Dan karena kita perlu  mengenal  Allah  agar  dapat menyembah  Dia  dengan sepatutnya, Alkitab harus jelas dalam memberi tahu kita siapa Ia sebenarnya.

Orang-orang  beriman  pada  abad  pertama  menerima  Alkitab sebagai   penyingkapan  Allah yang otentik. Itu menjadi dasar kepercayaan mereka, wewenang yang mutlak.  Misalnya,  ketika rasul  Paulus  mengabarkan kepada orang-orang di kota Berea, “mereka menerima firman itu dengan segala kerelaan hati  dan setiap  hari mereka menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar demikian.”-Kisah 17:10,11.
Apa yang digunakan oleh pria-pria Allah  yang  terkemuka  di kala  itu  sebagai  wewenang  mereka?  Kisah  17:2,  3 (BIS) memberi tahu kita: ‘Paulus seperti biasa... bertukar pikiran dengan  orang-orang  di  situ  mengenai  ayat-ayat  Alkitab.  Berdasarkan   ayat-ayat   Alkitab   ia    menjelaskan    dan membuktikan.”
Yesus  sendiri  memberikan teladan dalam menggunakan Alkitab sebagai dasar ajarannya, dengan  berulang  kali  mengatakan:
Ada  tertulis.”  “Ia  menjelaskan  kepada  mereka  apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci.”-Matius  4:4, 7; Lukas 24:27.
Jadi,  Yesus,  Paulus,  dan  orang-orang  beriman  pada abad pertama menggunakan Alkitab  sebagai  dasar  ajaran  mereka.  Mereka  mengetahui bahwa “semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh  Allah  dan  berguna  untuk  mengajarkan  yang benar,  untuk  menegur dan membetulkan yang salah, dan untuk mengajar manusia supaya hidup menurut kemauan Allah.  Dengan Alkitab  itu  orang  yang  melayani  Allah  dapat dilengkapi dengan sempurna untuk segala macam pekerjaan  yang  baik.”-2 Timotius  3:16,  17,  BIS;  lihat  juga  1  Korintus  4:6; 1 Tesalonika 2:13: 2 Petrus 1:20, 21.
Karena Alkitab dapat “membetulkan yang salah,” ia seharusnya dengan   jelas  menyingkapkan  keterangan  mengenai  masalah Tritunggal yang kata orang merupakan  doktrin  dasar.  Namun apakah  para  teolog  dan sejarawan sendiri mengatakan bahwa hal itu benar-benar merupakan ajaran Alkitab?

“Tritunggal” apakah ada dalam Alkitab?

SEBUAH publikasi Protestan berkata: “Kata  Tritunggal  tidak terdapat  dalam  Alkitab...  Ia  baru mendapat tempat secara resmi dalam teologi gereja pada abad ke-4.” (The Illustrated Bible  Dictionary)  Dan seorang yang berwewenang dalam agama Katolik  mengatakan  bahwa  Tritunggal  “bukanlah...  secara langsung firman dari Allah.” -New Catholic Encyclopedia.
The  Catholic Encyclopedia juga mengomentari: “Dalam Alkitab belum terdapat satu istilah  pun  untuk  menyatakan  ke-Tiga Pribadi  Ilahi  tersebut secara bersama. Kata triaz [tri’as] (asal kata dari trinitas bahasa Latin)  mula-mula  ditemukan dalam  [tulisan] Teofilus dari Antiokhia kira-kira tahun 180 M.... Tidak lama kemudian itu muncul dalam  bentuk  Latinnya trinitas dalam [tulisan] Tertullian.”
Namun,  hal  ini  sendiri tidak membuktikan bahwa Tertullian mengajarkan Tritunggal. Karya tulis  Katolik  Trinitas  -  A Theological  Encyclopedia  of  the  Holy  Trinity  misalnya, menyatakan  bahwa   beberapa   dari   kata-kata Tertullian belakangan digunakan oleh orang-orang lain untuk menjelaskan Tritunggal. Kemudian ia memperingatkan:  “Tetapi  kesimpulan yang  tergesa-gesa  tidak  dapat  diambil  hanya berdasarkan pemakaian, karena ia  tidak  menerapkan  kata-kata  tersebut untuk teologi Tritunggal.”

Bukti dari Kitab-Kitab Ibrani

MESKIPUN  kata  “Tritunggal”  tidak  dapat  ditemukan  dalam Alkitab, apakah setidak-tidaknya gagasan tentang  Tritunggal dengan jelas diajarkan di dalamnya? Sebagai contoh, apa yang ditunjukkan oleh Kitab-Kitab Ibrani (“Perjanjian Lama”)?
The Encyclopedia of Religion mengakui: “Para  teolog  dewasa ini setuju bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin tentang Tritunggal.” Dan New Catholic Encyclopedia juga  mengatakan:
“Doktrin Tritunggal Kudus tidak diajarkan dalam P[erjanjian] L[ama].”
Demikian pula, dalam bukunya The  Triune  God,  imam  Yesuit Edmund  Fortman  mengakui:  “Perjanjian Lama... tidak secara tegas ataupun samar-samar memberi tahu kepada kita  mengenai Allah  Tiga  Serangkai  yang  adalah  Allah,  Anak  dan  Roh Kudus... Tidak ada bukti bahwa penulis tulisan suci  manapun bahkan   menduga   adanya   suatu   [Tritunggal]   di  dalam Keilahian... Bahkan mencari  di  dalam  [”Perjanjian  Lama”] kesan-kesan   atau   gambaran   di  muka  atau  ‘tanda-tanda terselubung’ mengenai trinitas dari pribadi-pribadi, berarti melampaui   kata-kata   dan   tujuan   dari   para   penulis tulisan-tulisan suci.”-Cetak miring red.
Penyelidikan  dalam  Kitab-Kitab  Ibrani  itu  sendiri  akan membuktikan  komentar-komentar  ini.  Jadi, tidak ada ajaran yang jelas mengenai Tritunggal dalam 39  buku  pertama  dari Alkitab  yang  membentuk  kanon  yang  asli dari Kitab-Kitab Ibrani yang terilham.

Bukti dari Kitab-Kitab Yunani

MAKA, apakah Kitab-Kitab Yunani Kristen (“Perjanjian  Baru”) dengan jelas berbicara tentang suatu Tritunggal?
The  Encydopedia of Religion mengatakan: “Para teolog setuju bahwa Perjanjian Baru juga tidak memuat doktrin  yang  jelas mengenai Tritunggal.”
Imam  Yesuit  Fortman  mengatakan:  “Para penulis Perjanjian Baru... tidak memberi kita  doktrin  Tritunggal  yang  resmi atau  dirumuskan,  juga  tidak ajaran yang jelas bahwa dalam satu Allah terdapat tiga pribadi  ilahi  yang  setara...  Di mana  pun  kita tidak menemukan doktrin tritunggal dari tiga subyek kehidupan  dan  kegiatan  ilahi  yang  berbeda  dalam Keilahian yang sama.”
The   New   Encyclopaedia   Britannica   menyatakan:   “Kata Tritunggal atau doktrinnya yang jelas tidak  terdapat  dalam Perjanjian Baru.”
Bernhard Lohse mengatakan dalam A Short History of Christian Doctrine: “Sejauh itu menyangkut Perjanjian Baru,  seseorang tidak menemukan di dalamnya doktrin Tritunggal yang aktual.”
The  New  International Dictionary of New Testament Theology juga mengatakan: “P[erjanjian] B[aru] tidak  memuat  doktrin Tritunggal   yang  diperkembangkan.  ‘Alkitab  tidak  memuat deklarasi yang terus terang bahwa Bapa, Anak dan  Roh  Kudus adalah  dari  zat  yang  sama’  [kata  teolog Protestan Karl Barth].”
Profesor  E.  Washburn   Hopkins   dari   Universitas   Yale meneguhkan:  “Bagi Yesus dan Paulus doktrin tritunggal jelas tidak dikenal;... mereka tidak mengatakan  apa-apa  mengenai itu.”-Origin and Evolution of Religion.
Sejarawan  Arthur  Weigall  menyatakan: “Yesus Kristus tidak pernah menyebutkan perwujudan demikian, dan di manapun dalam Perjanjian Baru tidak terdapat kata ‘Tritunggal.’ Gagasannya baru diterima oleh Gereja tiga ratus tahun setelah  kematian Tuhan kita.”-The Paganism in Our Christianity.
Jadi,  ke-39 buku dari Kitab-Kitab Ibrani ataupun kanon dari ke-27 buku yang terilham  dari  Kitab-Kitab  Yunani  Kristen tidak ada yang memuat ajaran yang jelas mengenai Tritunggal.
Apakah Diajarkan oleh Orang-Orang Kristen yang Mula-Mula?
APAKAH   orang-orang   Kristen  yang  mula-mula  mengajarkan Tritunggal? Perhatikan komentar-komentar berikut  dari  para sejarawan dan teolog:
“Kekristenan   yang   mula-mula   tidak   mempunyai  doktrin Tritunggal  seperti   yang   setelah   itu   dirinci   dalam kredo-kredo.”-The   New   International  Dictionary  of  New Testament Theology.
“Namun orang-orang Kristen yang pertama pada awal mula tidak pernah    mempunyai   pikiran   untuk   menerapkan   gagasan [Tritunggal]  kepada  kepercayaan  mereka  sendiri.   Mereka memberikan  pengabdian  mereka  kepada Allah Bapa dan kepada Yesus Kristus, Anak Allah, dan mereka mengakui... Roh Kudus; tetapi  tidak  ada  buah  pikiran  bahwa  ketiga pribadi ini adalah  suatu  Tritunggal,  setara  dan  dipersatukan  dalam Satu.”-The Paganism in Our Christianity.
“Pada  mulanya  kepercayaan  Kristen bukan kepada Allah Tiga Serangkai... Halnya tidak demikian  pada  zaman  rasul-rasul atau  sebelumnya,  seperti  diperlihatkan dalam P[erjanjian] B[aru]  dan  tulisan-tulisan   Kristen  yang  awal lainnya.”
Encyclopedia of Religion and Ethics.
 “Perumusan  ‘satu Allah dalam tiga Pribadi’ tidak ditetapkan dengan tegas, dan pasti belum dilebur  sepenuhnya  ke  dalam kehidupan  Kristen dan pengakuan imannya, sebelum akhir abad ke-4... Di antara  Bapa-Bapa  Rasuli,  tidak  pernah  bahkan sedikit  pun ada yang mendekati sikap atau pandangan seperti itu.” - New Catholic Encyclopedia.
Apa yang Diajarkan oleh Bapa-Bapa Pra-Nicea
BAPA-BAPA pra-Nicea  diakui  sebagai  guru-guru  agama  yang terkemuka   pada   abad-abad   permulaan  setelah  kelahiran Kristus. Apa yang mereka ajarkan patut diperhatikan.
Justin  Martyr,  yang  meninggal  kira-kira  tahun  165  M., menyebut  pramanusia  Yesus sebagai malaikat yang diciptakan yang  “tidak  sama  dengan  Allah  yang  menciptakan  segala perkara.”  Ia  mengatakan  bahwa Yesus lebih rendah daripada Allah dan  “tidak  pernah  melakukan  sesuatu  kecuali  yang Pencipta... ingin ia lakukan dan katakan.”
Irenaeus,  yang meninggal kira-kira tahun 200 M., mengatakan bahwa pramanusia Yesus keberadaannya terpisah dari Allah dan lebih  rendah  daripada  Dia.  Ia memperlihatkan bahwa Yesus tidak setara dengan “Allah  yang  benar  dan  satu-satunya,” yang  “lebih  tinggi  di atas segala-galanya, dan selain Dia tidak ada yang lain.”
Clement dari Aleksandria, yang meninggal kira-kira tahun 215
M,   menyebut  Yesus  dalam  keberadaannya  sebelum  menjadi manusia  sebagai  “suatu  ciptaan”  tetapi  menyebut   Allah sebagai  “yang  tidak  diciptakan dan tidak dapat binasa dan satu-satunya Allah yang benar.”  Ia  mengatakan  bahwa  sang Anak  “adalah  nomor  dua  setelah  satu-satunya  Bapa  yang mahakuasa” tetapi tidak setara dengan Dia.
Tertullian,  yang  meninggal   kira-kira   tahun   230   M., mengajarkan keunggulan Allah. Ia berkata: “Sang Bapa berbeda dari Anak (yang lain), karena Ia  lebih  besar;  sebagaimana yang  memperanakkan  berbeda dari yang diperanakkan, ia yang mengutus berbeda dari dia yang  diutus.”  Ia  juga  berkata:
Ada  masanya  ketika  sang  Anak tidak ada... Sebelum semua perkara ada, Allah berada sendirian.”
Hippolytus,  yang  meninggal   kira-kira   tahun   235   M., mengatakan  bahwa Allah adalah “Allah yang esa, Pribadi yang pertama dan satu-satunya,  Khalik  dan  Tuhan  dari  semua,” “tidak  ada  yang  [memiliki  umur  yang sama] dengan Dia...  Tetapi  Ia  adalah  Esa,  berada  sendirian;  yang,   karena menghendakinya,  membuat  ada  apa  yang dulunya tidak ada,” seperti misalnya pramanusia Yesus yang diciptakan.
Origen, yang meninggal kira-kira tahun  250  M.,  mengatakan bahwa  “sang  Bapa  dan  Anak  adalah dua hakekat... dua hal sehubungan   dengan   pokok   dasar   mereka,”   dan   bahwa “dibandingkan  dengan Bapa, [Anak] adalah terang yang sangat kecil.”
Meringkaskan bukti sejarah, Alvan  Lamson  mengatakan  dalam The Church of the First Three Centuries: “Doktrin Tritunggal yang modern dan  populer...  tidak  mendapat  dukungan  dari bahasa  Justin  [Martyr]: dan pernyataan ini dapat diperluas sehingga berlaku juga untuk  semua  Bapa  pra-Nicea;  yaitu, untuk   semua  penulis  Kristen  selama  tiga  abad  setelah kelahiran Kristus. Memang, mereka  berbicara  mengenai  sang Bapa,   Anak   dan...   Roh   kudus,  tetapi  tidak  sebagai [pribadi-pribadi] yang setara,  tidak  berjumlah  satu  zat, tidak  sebagai  Tiga  dalam  Satu,  dalam  arti  apapun yang sekarang diterima  oleh  para  penganut  Tritunggal.  Justru sebaliknyalah yang merupakan fakta.”
Jadi,  bukti  dari  Alkitab  dan  dari sejarah membuat jelas bahwa Tritunggal tidak dikenal sepanjang zaman  Alkitab  dan selama beberapa abad setelahnya.

BAGAIMANA DOKTRIN TRITUNGGAL BERKEMBANG?

SAMPAI  di  sini saudara mungkin bertanya:  ‘Jika Tritunggal bukan ajaran Alkitab, bagaimana itu menjadi doktrin  Susunan Kristen?’  Banyak  orang  berpikir bahwa ini dirumuskan pada Konsili di Nicea pada tahun 325 M.
Tetapi, hal itu tidak sepenuhnya tepat. Konsili Nicea memang meneguhkan  bahwa  Kristus adalah dari zat yang sama seperti Allah, dan hal ini menjadi fondasi untuk teologi  Tritunggal di   kemudian   hari.  Tetapi  konsili  ini  tidak  menyusun Tritunggal, karena  dalam  konsili  itu  sama  sekali  tidak
disebutkan  mengenai  roh  kudus sebagai pribadi ketiga dari
suatu Keilahian tiga serangkai.

Peranan Konstantin di Nicea

SELAMA  bertahun-tahun,  ada  banyak  tentangan  atas  dasar Alkitab  terhadap  gagasan yang makin berkembang bahwa Yesus adalah Allah. Dalam upaya untuk mengakhiri  pertikaian  itu, penguasa  Roma  Konstantin  memanggil  semua uskup ke Nicea.  Yang  hadir  kira-kira  300,  sebagian  kecil  dari   jumlah keseluruhan.
Konstantin   bukan   seorang  Kristen.  Menurut  dugaan,  ia belakangan  ditobatkan,  tetapi  baru  dibaptis  pada  waktu sedang  terbaring  sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam  The  Early  Church:  “Konstantin,  seperti bapanya,  menyembah  Matahari  Yang  Tidak  Tertaklukkan;...  pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan sebagai pengalaman kerelaan  yang  datang  dari  batin...  Ini  adalah  masalah militer. Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas   sekali,  tetapi  ia  yakin  bahwa  kemenangan  dalam pertempuran bergantung pada karunia dari  Allah  orang-orang Kristen.”
Peranan  apa  yang dimainkan oleh kaisar yang tidak dibaptis ini di Konsili Nicea? Encyclopaedia Britannica menceritakan:
“Konstantin  sendiri  menjadi  ketua,  dengan aktif memimpin pertemuan dan secara pribadi mengusulkan... rumusan  penting yang  menyatakan  hubungan  Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan  oleh  konsili  tersebut,  ‘dari  satu  zat dengan  Bapa’...  Karena  sangat segan terhadap kaisar, para uskup, kecuali dua orang  saja,  menandatangani  kredo  itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati.”
Karena  itu,  peran  Konstantin  penting sekali. Setelah dua bulan debat agama yang sengit, politikus  kafir  ini  campur tangan  dan  mengambil keputusan demi keuntungan mereka yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi  mengapa?  Pasti bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin pada dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan  yang  diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian  Doctrine.  Yang  ia  tahu adalah   bahwa   perpecahan  agama  merupakan  ancaman  bagi kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat wilayah kekuasaannya.
Namun, tidak seorang uskup pun di  Nicea  mengusulkan  suatu Tritunggal.  Mereka hanya memutuskan sifat dari Yesus tetapi bukan peranan roh kudus.  Jika  suatu  Tritunggal  merupakan kebenaran  Alkitab  yang  jelas,  tidakkah mereka seharusnya mengusulkannya pada waktu itu?

Perkembangan Selanjutnya

SETELAH Konsili Nicea, perdebatan mengenai pokok  ini  terus berlangsung  selama puluhan tahun. Mereka yang percaya bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat  angin  lagi untuk  beberapa  waktu.  Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang mereka.  Ia  meneguhkan  kredo dari  Konsili  Nicea  sebagai  standar  untuk  daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun  381  M.  untuk menjelaskan rumus tersebut.
Konsili  tersebut  menyetujui  untuk  menaruh roh kudus pada tingkat yang sama dengan Allah dan  Kristus.  Untuk  pertama kali,  Tritunggal  Susunan  Kristen  mulai  terbentuk dengan jelas.
Tetapi, bahkan setelah  Konsili  Konstantinopel,  Tritunggal tidak  menjadi kredo yang diterima secara luas. Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.

Baru  pada  abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam

kredo-kredo   yang   tetap.   The   Encyclopedia   Americana
mengatakan:   “Perkembangan  penuh  dari  ajaran  Tritunggal
terjadi di Barat, pada  pengajaran  dari  Abad  Pertengahan, ketika  suatu  penjelasan  dari  segi filsafat dan psikologi disetujui.”

Kredo Athanasia

TRITUNGGAL   didefinisikan   lebih   lengkap   dalam   Kredo Athanasia.  Athanasius adalah seorang pendeta yang mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang  memakai  namanya  berbunyi:
“Kami  menyembah  satu  Allah  dalam Tritunggal... sang Bapa adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan Roh  Kudus  adalah Allah; namun mereka bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”
Tetapi, para sarjana yang mengetahui benar masalahnya setuju bahwa  Athanasius  tidak  menyusun  kredo   ini.   The   New Encyclopasdia   Britannica  mengomentari:  “Kredo  itu  baru dikenal oleh Gereja Timur pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5... Pengaruh kredo itu tampaknya terutama ada di Perancis Selatan  dan  Spanyol pada  abad ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-kira  tidak  lama  setelah itu di Roma.”
Jadi  dibutuhkan waktu berabad-abad sejak zaman Kristus bagi Tritunggal untuk dapat diterima secara  luas  dalam  Susunan Kristen.  Dan  dalam semua hal tersebut, apa yang membimbing keputusan-keputusannya? Apakah  Firman  Allah,  atau  apakah pertimbangan  para  pendeta  dan  politik?  Dalam Origin and Evolution of Religion, E.  W.  Hopkins  menjawab:  “Definisi ortodoks yang terakhir dari tritunggal sebagian besar adalah masalah politik gereja.”

Kemurtadan Dinubuatkan

SEJARAH yang tidak baik dari Tritunggal ini cocok dengan apa yang Yesus dan rasul-rasulnya nubuatkan akan terjadi setelah zaman mereka. Mereka mengatakan bahwa akan  ada  kemurtadan, penyelewengan,   penyimpangan   dari  ibadat  sejati  sampai kembalinya Kristus, yaitu saat ibadat sejati akan dipulihkan sebelum    hari    manakala    Allah   membinasakan   sistem perkara-perkara ini tiba.
Mengenai “Hari” itu, rasul Paulus mengatakan: “Sebelum  Hari itu  haruslah  datang  dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka. “ (2 Tesalonika 2: 3, 7) Belakangan, ia  menubuatkan:  “Sesudah aku pergi, serigala-serigala yang ganas akan  masuk  ke  tengah-tengah  kamu  dan  tidak  akan menyayangkan  kawanan  itu.  Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan ajaran palsu  mereka berusaha  menarik  murid-murid  dari  jalan  yang  benar dan supaya mengikut mereka.” (Kisah 20:29, 30) Murid-murid Yesus yang  lain  juga  menulis  mengenai  kemurtadan  ini  dengan golongan  pendetanya  yang  “durhaka.”-Lihat,  misalnya,   2 Petrus 2: 1; 1 Yohanes 4:1-3; Yudas 3, 4.
Paulus  juga  menulis:  “Akan  datang  waktunya, orang tidak dapat  lagi  menerima  ajaran  sehat,  tetapi  mereka   akan mengumpulkan  guru-guru  menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan telinganya.  Mereka  akan  memalingkan  telinganya dari  kebenaran  dan  membukanya  bagi dongeng.” -2 Timotius 4:3, 4.
Yesus sendiri menjelaskan siapa yang ada di balik kemurtadan dari  ibadat  sejati.  Ia  mengatakan bahwa ia telah menabur benih yang baik tetapi musuhnya, Setan, akan menabur  lalang di  ladang.  Maka  ketika  muncul tunas pertama dari gandum, muncul juga  lalang.  Jadi,  penyimpangan  dari  Kekristenan sejati  harus  diharapkan  terjadi sampai tiba musim menuai, pada waktu Kristus akan membereskan perkara-perkara. (Matius 13:24-43)  The  Encyclopedia Americana mengomentari: “Ajaran Tritunggal dari abad ke-4 tidak dengan saksama  mencerminkan ajaran   Kristen   yang   mula-mula  mengenai  sifat  Allah; sebaliknya, ini adalah penyimpangan dari  ajaran  tersebut.”
Maka, dari mana asalnya penyimpangan ini?-1 Timotius 1: 6

Apa yang Mempengaruhi Hal Itu

DI  SELURUH dunia zaman purba, di Babel dulu, jibadat kepada dewa-dewa kafir yang  dikelompokkan  dalam  tiga  serangkai, sangat  umum.  Pengaruh  itu juga umum di Mesir, Yunani, dan Roma pada abad-abad sebelum, selama,  dan  setelah  Kristus.  Dan   setelah   rasul-rasul   meninggal,  kepercayaan  kafir tersebut menyusup ke dalam Kekristenan.
Sejarawan  Will  Durant   mengatakan:   “Kekristenan   tidak memusnahkan  kekafiran;  ia menerimanya... Dari Mesir datang gagasan mengenai trinitas ilahi.” Dan  dalam  buku  Egyptian Religion,  Siegfried  Morenz  berkata: “Tritunggal merupakan hal yang terutama menyita  perhatian  para  teolog  Mesir...  Tiga  allah  digabung  dan diperlakukan seperti satu pribadi tunggal,  disapa  dalam  bentuk  tunggal.  Dengan  cara  ini kekuatan  rohani  dari  agama  Mesir memperlihatkan hubungan yang langsung dengan teologi Kristen.”
Jadi, di Aleksandria, Mesir, tokoh-tokoh gereja  dari  akhir abad  ketiga dan permulaan abad keempat, seperti Athanasius, memperlihatkan pengaruh ini  pada  waktu  mereka  merumuskan ide-ide  yang  mengarah  kepada  Tritunggal. Pengaruh mereka sendiri  meluas,   sehingga   Morenz   menganggap   “teologi Aleksandria  sebagai  penghubung  antara warisan agama Mesir dan Kekristenan.”
Dalam kata  pengantar  buku  History  of  Christianity  dari Edward  Gibbon,  kita  membaca:  “Jika Kekafiran ditaklukkan oleh Kekristenan, halnya juga benar bahwa Kekristenan  telah dirongrong   oleh   Kekafiran.  Keilahian  yang  murni  dari orang-orang Kristen yang mula-mula...  diubah,  oleh  Gereja Roma,  menjadi  dogma  trinitas yang tidak dapat dimengerti.  Banyak  dari  kepercayaan  kafir,   yang   diciptakan   oleh orang-orang  Mesir  dan diidealkan oleh Plato, dipertahankan sebagai sesuatu yang patut dipercayai.”
A  Dictionary  of  Religious  Knowledge   menyatakan   bahwa Tritunggal  “adalah  suatu  penyelewengan yang dipinjam dari agama-agama kafir, dan dicangkokkan ke dalam iman  Kristen.” Dan  The  Paganism  in  Our Christianity berkata: “Asal usul [Tritunggal] seluruhnya kafir.”
Itu sebabnya, dalam Encyclopedia  of  Religion  and  Ethics, James  Hastings  menulis:  “Dalam  agama di India, misalnya, kita temukan kelompok  tiga  serangkai  Brahma,  Syiwa,  dan Wisnu; dan dalam agama Mesir kelompok tiga serangkai Osiris, Isis, dan  Horus...  Bukan  hanya  dalam  agama-agama  dalam sejarah,   kita   temukan   Allah   dianggap  sebagai  suatu Tritunggal.  Kita  khususnya   dapat   mengingat   pandangan Neo-Platonik  mengenai  Realitas  yang  Paling Tinggi,” yang “diwakili secara tiga serangkai.” Apa hubungan antara filsuf Yunani Plato dengan Tritunggal?
Platonisme
PLATO,  menurut  perkiraan,  hidup dari tahun 428 sampai 347 sebelum Kristus. Meskipun ia  tidak  mengajarkan  Tritunggal dalam  bentuknya  yang  sekarang,  filsafatnya membuka jalan untuk  itu.  Belakangan,  gerakan  filsafat  yang   mencakup kepercayaan    kepada   kelompok-kelompok   tiga   serangkai bermunculan, dan semua ini dipengaruhi  oleh  gagasan  Plato mengenai Allah dan alam.

Nouveau Dictionnaire Universel (Kamus Universal Baru) bahasa Perancis   mengatakan   mengenai   pengaruh   dari    Plato:
“Tritunggal   menurut   Plato,   yang   sebenarnya  hanyalah penyusunan kembali dari tritunggal-tritunggal yang lebih tua dan berasal dari orang-orang zaman dulu, tampaknya merupakan tritunggal yang rasional dan filosofis dari sifat-sifat yang melahirkan  ketiga  hypostase  (zat) atau pribadi ilahi yang diajarkan oleh gerejagereja Kristen... Konsep filsuf  Yunani mengenai  trinitas  ilahi ini... dapat ditemukan dalam semua agama [kafir] kuno.”

The New Schaff-Herzog Encyclopedia of Religious Knowledge memperlihatkan  pengaruh  dari filsafat Yunani ini: “Doktrin mengenai  Logos  dan  Tritunggal  menerima  bentuknya   dari Bapa-Bapa   Yunani,   yang...   sangat  dipengaruhi,  secara langsung atau tidak langsung, oleh filsafat  Plato...  Bahwa kesalahan dan kerusakan menyusup ke dalam Gereja dari sumber ini tidak dapat disangkal.”

The Church of the First Three Centuries mengatakan: “Doktrin Tritunggal  dibentuk  secara  bertahap  dan  baru belakangan terhitung;... ia berasal dari sumber yang sama sekali  tidak dikenal  dalam Kitab-Kitab Suci Yahudi maupun Kristen;... ia tumbuh,  dan  dicangkokkan  ke  dalam  Kekristenan,  melalui tangan Bapa-Bapa pengikut Plato.”
Menjelang  akhir  abad ketiga M., “Kekristenan” dan filsafat Plato  yang  baru,   berpadu   secara   tidak   terpisahkan.  Sebagaimana  dinyatakan  Adolf Harnack dalam Outlines of the History of Dogma, doktrin gereja  kemudian  “berakar  dengan kuat  di  tanah  Hellenisme  [paham  Yunani  kafir].  Dengan demikian ini menjadi suatu misteri bagi bagian terbesar dari orang-orang Kristen.”
Gereja mengaku bahwa doktrin-doktrin barunya didasarkan atas Alkitab.  Namun  Harnack  mengatakan:  “Dalam  kenyataan  di kalangannya sendiri [gereja] mengesahkan spekulasi Hellenik, pandangan dan  kebiasaan  takhyul  dari  ibadat  kafir  yang bersifat misteri.”
Dalam buku A Statement of Reasons, Andrews Norton menyatakan tentang Tritunggal: “Kita dapat menelusuri  sejarah  doktrin ini  dan  menemukan  sumbernya,  bukan  dalam wahyu Kristen, melainkan dalam filsafat Plato... Tritunggal  bukan  doktrin dari  Kristus dan Rasul-Rasulnya, melainkan suatu fiksi dari sekolah para pengikut Plato.”
Jadi, pada abad keempat M., kemurtadan yang dinubuatkan oleh Yesus  dan  para  rasul mulai berkembang penuh. Perkembangan dari Tritunggal hanya satu  bukti  dari  ini.  Gereja-gereja yang  murtad juga mulai menganut gagasan kafir lain, seperti api neraka, kekekalan jiwa, dan penyembahan berhala.  Secara rohani,    Susunan    Kristen   telah   memasuki   abad-abad kegelapannya yang telah dinubuatkan, dikuasai oleh  golongan pendeta  “manusia  durhaka”  yang  terus  bertambah besar.-2 Tesalonika 2:3, 7.
Mengapa Nabi-Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?
MENGAPA,  selama  ribuan  tahun,  tidak  seorang  pun   dari nabi-nabi  Allah  mengajarkan  umat-Nya mengenai Tritunggal?
Pada kesempatan terakhir, tidakkah  Yesus  akan  menggunakan kecakapannya sebagai Guru Agung untuk menjelaskan Tritunggal kepada  para  pengikutnya?  Apakah  Allah  akan   mengilhami ratusan   halaman   dari  Alkitab  namun  tidak  menggunakan pengajaran ini untuk mengajarkan  Tritunggal  jika  hal  itu memang “doktrin utama” dari iman?
Apakah  orang-orang Kristen harus percaya bahwa berabad-abad setelah Kristus dan setelah  mengilhami  penulisan  Alkitab, Allah  akan  mendukung  perumusan  suatu  doktrin yang tidak dikenal oleh hamba-hamba-Nya selama  ribuan  tahun,  doktrin yang  merupakan  “misteri  yang  tidak dapat dimengerti” “di luar jangkauan akal manusia,” doktrin yang diakui  mempunyai latar  belakang  kafir  dan  “sebagian  besar adalah masalah politik gereja?”
Bukti dari sejarah sudah  jelas:  Ajaran  Tritunggal  adalah penyimpangan dari kebenaran, kemurtadan darinya.

APA YANG ALKITAB KATAKAN MENGENAI ALLAH DAN YESUS?

JIKA  orang membaca Alkitab dari depan sampai belakang tanpa memiliki  gagasan  sebelumnya  mengenai  Tritunggal,  apakah mereka  dengan  sendirinya akan sampai pada konsep tersebut?  Sama sekali tidak.
Apa yang dengan  sangat  jelas  akan  timbul  dalam  pikiran seorang  pembaca  yang  netral  ialah  bahwa Allah saja Yang Mahatinggi, sang Pencipta, terpisah dan berbeda dari pribadi manapun, dan bahwa Yesus, bahkan dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia, juga terpisah dan  berbeda,  suatu  makhluk yang diciptakan, lebih rendah daripada Allah.

Allah Itu Satu, Bukan Tiga

AJARAN  Alkitab  bahwa  Allah  itu  esa  atau  satu  disebut monoteisme.  Dan  L.  L.  Paine,  profesor  sejarah  gereja, menyatakan  bahwa  monoteisme  dalam  bentuknya  yang paling murni tidak mengizinkan adanya Tritunggal: “Perjanjian  Lama secara  tegas adalah monoteistis. Allah adalah suatu pribadi tunggal. Gagasan bahwa suatu tritunggal dapat  ditemukan  di dalamnya... sama sekali tidak berdasar.”
Apakah ada perubahan dari monoteisme setelah Yesus datang ke bumi? Paine menjawab: “Mengenai hal ini  tidak  ada  pemisah antara   Perjanjian   Lama   dan  Perjanjian  Baru.  Tradisi monoteistis terus dilanjutkan. Yesus adalah seorang  Yahudi, dilatih  oleh  orang-tua Yahudi dalam kitab-kitab Perjanjian Lama. Ajarannya sepenuhnya Yahudi: memang suatu injil  baru, namun  bukan  suatu  teologi baru... Dan ia menerima sebagai kepercayaannya sendiri ayat agung  dari  monoteisme  Yahudi:
‘Dengarlah,  hai  orang Israel, Tuhan Allah kita adalah satu Allah’”
Kata-kata tersebut terdapat dalam Ulangan 6:4. New Jerusalem Bible  (NJB)  Katolik  berbunyi:  “Dengarlah, Israel: Yahweh Allah kita adalah esa,  satu-satunya  Yahweh.”[1] Dalam tata bahasa  dari  ayat  itu.  kata  ìesaî tidak mengandung sifat jamak untuk menyatakan bahwa kata itu  mempunyai  arti  yang lain, yaitu bukan satu pribadi.
Catatan kaki:
[1] Nama Allah dinyatakan “Yahweh” dalam beberapa terjemahan, “Jehovah” dalam  terjemahan-terjemahan  lain  (dalam  bahasa Inggris).

Rasul  Kristen  Paulus  tidak  menunjukkan  adanya perubahan dalam sifat Allah, bahkan setelah Yesus datang ke  bumi.  Ia menulis:  “Allah  adalah satu.” -Galatia 3: 20, lihat juga 1 Korintus 8:4-6.
Ribuan kali dalam seluruh Alkitab, Allah disebutkan  sebagai satu  Pribadi.  Bila  Ia  berfirman, ini adalah sebagai satu Pribadi yang tidak terbagi. Alkitab benar-benar sangat jelas dalam  hal  ini.  Seperti  Allah katakan: “Aku ini [Yehuwa], itulah namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu  kepada yang lain. “ (Yesaya 42 :8) “Akulah Yahweh Allahmu... Engkau tidak boleh memiliki allah-allah lain kecuali  aku.”  (Cetak miring red.)-Keluaran 20: 2, 3, JB.
Untuk  apa  semua  penulis  Alkitab yang diilhami Allah akan berbicara  mengenai  Allah  sebagai  satu  Pribadi  jika  Ia sebenarnya  adalah tiga Pribadi? Apa gunanya hal itu, selain dari menyesatkan orang? Tentu, jika Allah terdiri dari  tiga Pribadi,  la  akan  menyuruh  para penulis Alkitab-Nya untuk membuat hal itu benar-benar jelas sehingga tidak mungkin ada keraguan   mengenai   hal   itu.   Sedikitnya  para  penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen yang mempunyai  hubungan  pribadi dengan  Anak  Allah  sendiri  tentu  akan  berbuat demikian.  Ternyata tidak.
Sebaliknya, apa yang dinyatakan  dengan  sangat  jelas  oleh para  penulis Alkitab ialah bahwa Allah adalah satu Pribadi;
Pribadi yang unik,  tidak  terbagi-bagi  yang  tidak  setara dengan  siapapun  juga:  “Akulah [Yehuwa] dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. “ (Yesaya  45:5)  “Engkau sajalah  yang bernama [Yehuwa], Yang Mahatinggi atas seluruh bumi.”-Mazmur 83 :19.

Bukan Allah yang Jamak

YESUS menyebut  Allah  “satu-satunya  Allah  yang  benar.” (Yohanes  17:3) Ia tidak pernah menyebut Allah sebagai ilahi yang terdiri dari  pribadi-pribadi  jamak.  Itulah  sebabnya dalam  Alkitab tidak ada satu pribadi pun selain Yehuwa yang disebut Yang Mahakuasa. Jika tidak,  arti  kata  “mahakuasa” tidak  berlaku  lagi.  Yesus  maupun  roh kudus tidak pernah disebut demikian, karena hanya Yehuwa  yang  paling  tinggi.  Dalam   Kejadian   17:1   Ia  berkata:  “Akulah  Allah  Yang Mahakuasa.” Dan Keluaran  18:11  berbunyi:  “[Yehuwa]  lebih besar dari segala allah.”
Dalam  Kitab-Kitab  Ibrani,  kata ‘eloh’ah (allah) mempunyai dua  bentuk  jamak,  yaitu,  ‘elo-him’   (allah-allah)   dan ‘elo-heh’   (allah-allah   dari).  Bentuk-bentuk  jamak  ini umumnya memaksudkan Yehuwa,  dan  dalam  hal  itu  kata-kata tersebut diterjemahkan dalam bentuk tunggal sebagai “Allah.” Apakah  bentuk-bentuk  jamak   tersebut   menyatakan   suatu Tritunggal?  Tidak. Dalam A Dictionary of the Bible, William Smith   berkata:   “Gagasan   khayalan   bahwa   [’elo-him’] memaksudkan tritunggal dari pribadi-pribadi dalam Keilahian, sekarang hampir tidak mempunyai pendukung lagi  di  kalangan para sarjana. Hal itu adalah apa yang disebut para ahli tata bahasa bentuk jamak  dari  keagungan,  atau  itu  menyatakan kepenuhan   dari  kekuatan  ilahi.  Kuasa  keseluruhan  yang diperlihatkan oleh Allah.”

The American Journal of Semitic  Languages  and  Literatures mengatakan  tentang ‘elo-him.’ “Ini hampir selalu dijelaskan dengan suatu predikat kata kerja  tunggal,  dan  membutuhkan atribut  kata sifat tunggal.” Untuk menggambarkan ini, gelar ‘elo-him’ muncul  35  kali  secara  tersendiri  dalam  kisah penciptaan,  dan  setiap  kali kata kerja yang menggambarkan apa yang Allah  katakan  dan  lakukan  adalah  dalam  bentuk tunggal.    (Kejadian    1:1-2:4)    Jadi,   publikasi   itu menyimpulkan: “[’Elo-him’] agaknya harus dijelaskan  sebagai bentuk   jamak   yang  bersifat  intensif,  yang  menyatakan kebesaran dan keagungan.”
‘Elo-him’   bukan   berarti   “pribadi-pribadi,”   melainkan “allah-allah.”  Jadi  mereka  yang  berkukuh  bahwa kata ini menyatakan  suatu   Tritunggal   menjadikan   diri   sendiri politeis,  penyembah  lebih dari satu Allah. Mengapa? Karena ini berarti ada tiga allah dalam  Tritunggal.  Namun  hampir semua   pendukung   Tritunggal   menolak   pandangan   bahwa Tritunggal terdiri dari tiga allah yang terpisah.
Alkitab juga menggunakan kata-kata ‘elo-him’  dan  ‘elo-heh’ bila  menyebutkan  sejumlah  allah-allah berhala yang palsu.
(Keluaran 12:12; 20:23). Namun pada kesempatan lain hal  itu bisa  memaksudkan  hanya  satu  allah  palsu, seperti ketika orang-orang  Filistin  menyebutkan  “Dagon,   allah   mereka [’elo-heh’].”   (Hakim   16:23,   24)  Baal  disebut  “allah
[’elo-him]”  (1  Raja  18:27)  Selain  itu,   ungkapan   ini digunakan  untuk  manusia. (Mazmur 82:1, 6) Musa diberi tahu bahwa dia akan menjadi “Allah [’elo-him’]”  bagi  Harun  dan bagi Firaun.-Keluaran 4:16; 7:1.

Jelas, menggunakan gelar-gelar ‘elo-him’ dan ‘elo-heh ‘untuk allah-allah palsu,  dan  bahkan  manusia,  tidak  menyatakan bahwa  masing-masing adalah allah-allah yang jamak; demikian juga menerapkan ‘elo-him’ atau ‘elo-heh’ pada  Yehuwa  tidak berarti bahwa Ia lebih dari satu Pribadi, terutama bila kita mempertimbangkan bukti dari  ayat-ayat  lain  dalam  Alkitab mengenai pokok ini.

Yesus Ciptaan yang Terpisah

KETIKA  berada  di  atas bumi, Yesus adalah seorang manusia, meskipun  manusia   yang   sempurna   karena   Allah   telah memindahkan  daya kehidupan dari Yesus ke dalam rahim Maria.  (Matius 1: 18-25) Namun  itu  bukan  awal  kehidupannya.  Ia sendiri  menyatakan  bahwa  ia  “telah  turun  dari  sorga.” (Yohanes 3:13) Jadi  wajarlah  bila  ia  belakangan  berkata kepada para pengikutnya: “Bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia [Yesus] naik ke tempat di  mana  Ia  sebelumnya berada?”-Yohanes 6:62.
Jadi.  Yesus  sudah  hidup  di surga sebelum datang ke bumi.  Tetapi apakah sebagai salah  satu  pribadi  dalam  Keilahian tiga  serangkai  yang  mahakuasa  dan  kekal?  Tidak, karena Alkitab  dengan  jelas  menerangkan  bahwa  sebelum  menjadi manusia, Yesus adalah suatu makhluk roh yang diciptakan sama seperti malaikat-malaikat adalah  makhluk-makhluk  roh  yang diciptakan  oleh  Allah.  Para  malaikat  maupun Yesus tidak hidup sebelum mereka diciptakan.
Yesus, sebelum hidup sebagai manusia,  adalah  ‘yang  sulung dari  segala  yang  diciptakan.’  (Kolose  1:15)  Ia  adalah “permulaan dari ciptaan  Allah.”  (Wahyu  3:14)  “Permulaan” [bahasa Yunani, ar-khe’] tidak dapat ditafsirkan bahwa Yesus adalah ‘pemula’ dari ciptaan Allah. Dalam tulisan-tulisannya di  Alkitab,  Yohanes  menggunakan berbagai bentuk dari kata Yunani ar-khe’ lebih dari 20 kali, dan ini selalu  mempunyai arti  umum  “permulaan.”  Ya,  Yesus  diciptakan  oleh Allah sebagai permulaan  dari  ciptaan-ciptaan  Allah  yang  tidak kelihatan.
Perhatikan  betapa  erat  hubungan antara acuan-acuan kepada asal   usul   Yesus   dengan   pernyataan-pernyataan    yang diungkapkan   oleh  “hikmat”  kiasan  dalam  buku  Amsal  di Alkitab: “TUHAN [Yahweh, NJB] telah menciptakan aku  sebagai permulaan pekerjaanNya, sebagai    perbuatanNya   yang pertama-tama dahulu kala. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih  dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir; sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya  atau  debu  dataran yang  pertama  [”unsur-unsur  pertama  dari  dunia,”  NJB].” (Amsal  8:  12,  22,  25,  26) 
Meskipun  istilah   “hikmat” digunakan   untuk   mempersonifikasi   pribadi   yang  Allah ciptakan, kebanyakan sarjana  setuju  bahwa  ini  sebenarnya adalah  kata  kiasan untuk Yesus sebagai makhluk roh sebelum hidup sebagai manusia.

Sebagai “hikmat” sebelum menjadi manusia, Yesus  selanjutnya berkata  bahwa  ia  berada  “di  sampingNya [Allah], seorang pekerja ahli.” (Amsal 8:  30.  JB)  Selaras  dengan  peranan sebagai  pekerja  ahli  ini,  Kolose  1:16  (BIS) mengatakan tentang Yesus bahwa “melalui dialah Allah menciptakan segala sesuatu di surga dan di atas bumi.”

Jadi   melalui   pekerja   ahli  inilah,  seolah-olah  mitra kerja-Nya yang lebih muda, Allah Yang Mahakuasa  menciptakan semua  perkara lain. Alkitab meringkaskan masalahnya sebagai berikut: “Bagi kita hanya ada satu Allah saja,  yaitu  Bapa, yang  dari  padaNya berasal segala sesuatu... dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia, segala  sesuatu telah   dijadikan.”  (Cetak  miring  red.)-1  Korintus  8:6, Revised Standard Version, edisi Katolik; BIS.
Tiada sangsi lagi bahwa kepada  pekerja  ahli  inilah  Allah berkata: “Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kejadian  1:  26)  Ada  yang  mengatakan  bahwa “Kita”  dalam  pernyataan  ini menunjukkan suatu Tritunggal.  Namun jika anda mengatakan, ‘Baiklah  kita  membuat  sesuatu untuk  diri  kita,’  tidak  seorang  pun  akan  secara wajar memahami bahwa ini  menyatakan  beberapa  orang  digabungkan menjadi  satu  di  dalam  diri  anda. Anda hanya memaksudkan bahwa dua pribadi atau lebih akan  bersama-sama  mengerjakan sesuatu.  Maka,  demikian  pula,  ketika  Allah  menggunakan “Kita,” Ia hanya menyapa suatu pribadi lain, makhluk roh-Nya yang pertama, sang pekerja ahli, pramanusia Yesus.

Dapatkah Allah Dicobai?

DALAM  Matius  4:1, Yesus dikatakan “dicobai Iblis.” Setelah menunjukkan  kepada  Yesus  semua  kerajaan   dunia   dengan kemegahannya,”  Setan  berkata:  “Semua  itu  akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku.” (Matius 4:8,  9) Setan berupaya untuk membuat Yesus tidak loyal kepada Allah.
Tetapi  ujian  keloyalan  macam apakah itu jika Yesus adalah Allah? Dapatkah Allah memberontak melawan diri-Nya  sendiri?  Tidak,    tetapi   malaikat-malaikat   dan   manusia   dapat memberontak melawan Allah dan telah berbuat demikian. Cobaan atas  Yesus hanya masuk akal jika ia, bukan Allah, melainkan suatu pribadi yang terpisah yang mempunyai kehendak bebasnya sendiri,   pribadi  yang  bisa  saja  tidak  loyal  jika  ia memutuskan demikian, seperti halnya malaikat atau manusia.
Sebaliknya, kita tidak dapat membayangkan bahwa Allah  dapat berdosa   dan   tidak   loyal   kepada   diri-Nya   sendiri.  “PekerjaanNya sempurna...  Allah  yang  setia,...  adil  dan benar  Dia.” (Ulangan 32:4) Jadi jika Yesus adalah Allah, ia tidak mungkin dicobai.-Yakobus 1:13.
Karena bukan Allah, Yesus bisa saja tidak  loyal.  Namun  ia tetap  setia, dengan mengatakan: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis:  Engkau  harus  menyembah  Tuhan   [Yehuwa,   NW], Allahmu,    dan    hanya    kepada    Dia   sajalah   engkau berbakti!”-Matius 4:10.

Berapa Besar Harga Tebusan Itu?

SALAH satu alasan utama Yesus datang ke bumi juga  mempunyai hubungan  langsung  dengan  Tritunggal.  Alkitab menyatakan:
“Allah itu esa dan esa  pula  Dia  yang  menjadi  pengantara antara  Allah dan manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diriNya sebagai tebusan [yang sesuai,  NW] bagi semua manusia.”-1 Timotius 2: 5,6.
Yesus,  yang  tidak  lebih dan tidak kurang daripada seorang manusia  sempurna,  menjadi  tebusan   yang   dengan   tepat mengganti  rugi  apa  yang telah dihilangkan Adam -hak untuk hidup sebagai manusia sempurna di bumi.  Jadi  Yesus  dengan tepat  dapat  disebut  “Adam  yang akhir” oleh rasul Paulus, yang berkata dalam ikatan kalimat yang sama:  “Sama  seperti semua  orang  mati  dalam  persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali  dalam  persekutuan dengan  Kristus.”  (1 Korintus 15: 22, 45) Kehidupan manusia yang sempurna dari Yesus adalah “tebusan yang  sesuai”  yang dituntut  oleh  keadilan  ilahi-tidak  lebih,  tidak kurang.  Suatu prinsip dasar bahkan dari keadilan manusia ialah bahwa harga  yang  dibayar  harus  sesuai  dengan  kesalahan  yang dilakukan.
Tetapi, jika Yesus adalah bagian dari suatu Keilahian, harga tebusan  akan  sangat  jauh  lebih  tinggi daripada apa yang dituntut oleh  Taurat  Allah  sendiri.  (Keluaran  21:23-25;
Imamat  24:19-21) Yang berdosa di Eden hanya seorang manusia sempurna,  Adam,  bukan  Allah.  Maka  tebusan   itu,   agar benar-benar  selaras dengan keadilan Allah, harus tepat sama nilainya-seorang manusia sempurna, “Adam yang akhir.”  Maka, ketika  Allah mengutus Yesus ke bumi sebagai tebusan itu, Ia menjadikan  Yesus  sebagai  sesuatu   yang   akan   memenuhi keadilan,   bukan   suatu  inkarnasi,  bukan  manusia-allah, melainkan   manusia   sempurna,   “lebih   rendah   daripada malaikat-malaikat.” (Ibrani 2:9; bandingkan Mazmur 8: 6, 7.)
Bagaimana mungkin suatu bagian dari Keilahian yang mahakuasa Bapa,  Anak,  atau  roh  kudus-dapat  lebih rendah daripada malaikat-malaikat?
Bagaimana “Satu-Satunya yang Diperanakkan”?
ALKITAB menyebut Yesus  “Anak  Tunggal”  atau  dalam  bahasa Inggris,   “only-begotten   Son”  (“Anak  satu-satunya  yang diperanakkan”). (Yohanes 1:14; 3:16, 18; 1 Yohanes 4:9) Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana  seseorang  bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?
Para  penganut  Tritunggal mengatakan bahwa dalam hal Yesus, “satu-satunya yang diperanakkan” tidak sama dengan  definisi kamus  untuk  “memperanakkan” yang adalah “memberi kehidupan sebagai bapa.” (Webster’s Ninth New  Collegiate  Dictionary) Mereka  berkata bahwa dalam hal Yesus ini memaksudkan “sifat dari  hubungan  tanpa  asal  usul,”  semacam  hubungan  anak tunggal  tetapi  tanpa  ia  diperanakkan. (Vine’s Expository Dictionary of Old  and  New  Testament  Words,  karya  Vine) Apakah  hal  itu  kedengaran  masuk akal bagi anda? Dapatkah seorang pria menjadi ayah seorang anak  tanpa  memperanakkan dia?
Selain  itu,  mengapa  Alkitab  menggunakan kata Yunani yang sama untuk “satu-satunya yang diperanakkan” (seperti  diakui oleh  Vine  tanpa  penjelasan  apapun)  untuk  menggambarkan hubungan antara Ishak dengan Abraham? Ibrani 11:17  menyebut Ishak  sebagai  “anaknya [Abraham] yang tunggal,” atau dalam bahasa Inggris “anak satu-satunya yang diperanakkan.”  Tidak mungkin  ada keraguan bahwa dalam hal Ishak, ia satu-satunya yang diperanakkan dalam arti yang normal, tidak  sama  dalam umur atau kedudukkan dengan ayahnya.
Kata   dasar   bahasa   Yunani   untuk   “satu-satunya  yang diperanakkan” yang digunakan untuk  Yesus  dan  Ishak  ialah monogenes’,  dari  mo’nos,  yang berarti “satu-satunya,” dan gi’no-mai, sebuah akar  kata  yang  berarti  “menghasilkan,” “menjadi  (menjadi  ada),”  kata Exhaustive Concordance oleh Strong.    Maka,    monogenes’    didefinisikan     sebagai: “Satu-satunya    yang    dilahirkan,    satu-satunya    yang diperanakkan,  artinya  satu-satunya  anak.”-A   Greek   and English Lexicon of the New Testament, oleh E. Robinson. Theological   Dictionary   of  the  New  Testament,,  dengan penyunting Gerhard  Kittel,  berkata:  “[Monogenes]  berarti ‘keturunan satu-satunya’ yaitu, tanpa saudara laki-laki atau perempuan.” Buku ini juga  menyatakan  bahwa  dalam  Yohanes 1:18;  3:  16,  18; dan 1 Yohanes 4:9, “hubungan Yesus tidak hanya disamakan dengan hubungan seorang  anak  tunggal  atau satu-satunya anak dengan ayahnya. Ini memang hubungan antara anak satu-satunya yang diperanakkan oleh sang Bapa.”

Jadi, kehidupan Yesus, Anak satu-satunya yang  diperanakkan, mempunyai  permulaan.  Dan Allah Yang Mahakuasa dengan tepat dapat disebut Yang Memperanakkan dia,  atau  Bapa-Nya  dalam arti yang sama seperti seorang ayah jasmani di bumi, seperti Abraham, memperanakkan seorang anak.  (Ibrani  11:17)  Maka, bila  Alkitab  menyebut Allah sebagai “Bapa” dari Yesus, ini memaksudkan tepat seperti yang  dikatakannya  -bahwa  mereka adalah  dua  pribadi yang terpisah. Allah yang senior. Yesus yang yunior -dalam hal waktu atau  umur,  kedudukan,  kuasa, dan pengetahuan.
Bila    seseorang   mempertimbangkan   bahwa   Yesus   bukan satu-satunya makhluk roh,  anak  Allah  yang  diciptakan  di surga,  halnya  menjadi jelas mengapa istilah “Anak Tunggal” atau “Anak satu-satunya yang diperanakkan”  digunakan  dalam hal  Yesus.  Tidak terhitung banyaknya makhluk roh lain yang diciptakan,  malaikat-malaikat,  juga   disebut   “anak-anak Allah,”  dalam  arti  yang  sama seperti halnya Adam, karena daya kehidupan mereka  berasal  dari  Allah  Yehuwa,  Sumber Kehidupan.  (Ayub  38:7;  Mazmur  36:10;  Lukas  3:38) Namun mereka semua diciptakan melalui “Anak Tunggal,” yang  adalah pribadi   satu-satunya   yang   langsung  diperanakkan  oleh Allah.-Kolose 1 :15-17.

Apakah Yesus Dianggap Allah?

MESKIPUN Yesus sering  disebut  Anak  Allah  dalam  Alkitab, tidak  seorang  pun  pada abad pertama pernah menganggap dia sebagai Allah Anak. Bahkan hantu-hantu, yang ‘percaya  bahwa hanya  ada satu Allah,’ mengetahui dari pengalaman mereka di alam roh bahwa Yesus bukan Allah. Maka, dengan tepat  mereka menyapa  Yesus  sebagai “Anak Allah” yang terpisah. (Yakobus 2:19: Matius 8:29) Dan ketika Yesus mati, para prajurit Roma yang  kafir  itu  yang sedang berjaga cukup mengetahui untuk dapat mengatakan bahwa apa  yang  mereka  dengar  dari  para pengikut  Yesus pasti benar, bukan bahwa Yesus adalah Allah, melainkan bahwa “sungguh, ia ini adalah Anak  Allah.”-Matius 27: 54.
Maka,  ungkapan  “Anak  Allah” menunjuk kepada Yesus sebagai makhluk yang terpisah  dan  diciptakan,  bukan  bagian  dari Tritunggal.  Sebagai  Anak  Allah,  ia  tidak  mungkin Allah sendiri, karena Yohanes 1:18 berkata: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah.”
Murid-murid  memandang  Yesus  sebagai  ‘pengantara yang esa antara Allah dan manusia,’ bukan sebagai Allah  sendiri.  (1 Timotius  2:5)  Karena  menurut  definisi seorang pengantara adalah seorang yang terpisah dari  mereka  yang  membutuhkan pengantara,   suatu   kontradiksi  jika  Yesus  adalah  satu kesatuan dengan salah satu pihak yang ia  coba  perdamaikan.  Itu berarti ia pura-pura menjadi pengantara, padahal bukan.
Alkitab memang jelas dan konsisten berkenaan hubungan antara Allah dengan Yesus. Allah Yehuwa  saja  Yang  Mahakuasa.  Ia secara  langsung  menciptakan  pramanusia Yesus. Jadi, Yesus mempunyai permulaan dan tidak  pernah  dapat  setara  dengan Allah dalam kuasa atau kekekalan.

APAKAH ALLAH SELALU LEBIH UNGGUL DARIPADA YESUS?

YESUS  tidak  pernah  mengaku  sebagai Allah. Segala sesuatu yang ia katakan tentang dirinya menunjukkan bahwa  ia  tidak menganggap dirinya sama dengan Allah dalam hal apapun -tidak dalam hal kuasa, tidak dalam pengetahuan, tidak dalam umur.
Dalam setiap periode keberadaannya, tidak soal di surga atau di atas bumi, ucapan-ucapan dan tingkah lakunya mencerminkan kedudukan yang lebih rendah  daripada  Allah.  Allah  selalu yang  lebih  unggul,  Yesus adalah pribadi yang lebih rendah yang diciptakan oleh Allah.

Yesus Dibedakan Dari Allah

BERULANG kali, Yesus menunjukkan  bahwa  ia  adalah  makhluk yang  terpisah  dari  Allah  dan  bahwa ia, Yesus, mempunyai Allah di atas dirinya, Allah yang ia sembah, Allah  yang  ia sebut “Bapa.” Dalam doa kepada Allah, yaitu sang Bapa, Yesus berkata, “Engkau, satu-satunya Allah yang  benar.”  (Yohanes 17:3) Dalam Yohanes 20:17 ia berkata kepada Maria Magdalena:
“Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.”  Dalam  2  Korintus  1:3  rasul  Paulus meneguhkan hubungan ini: “Terpujilah  Allah,  Bapa  [dari]  Tuhan  kita Yesus  Kristus.”  Karena  Yesus mempunyai Allah, Bapanya, ia tidak mungkin pada waktu yang sama juga adalah Allah itu.
Rasul Paulus tidak mempunyai keraguan untuk  menyebut  Yesus dan Allah sebagai pribadi-pribadi yang terpisah dan berbeda:
“Bagi kita hanya ada satu Allah  saja,  yaitu  Bapa,...  dan satu  Tuhan  saja,  yaitu  Yesus  Kristus.” (1 Korintus 8:6) Rasul itu menunjukkan perbedaannya ketika ia menyebutkan “di hadapan  Allah  dan  Kristus  Yesus  dan  malaikat  malaikat pilihanNya.” (1 Timotius  5:21)  Jadi  sama  seperti  Paulus menyebut  Yesus  dan  para  malaikat sebagai pribadi-pribadi yang berbeda satu sama lain di surga,  demikian  pula  Yesus berbeda dengan Allah.
Kata-kata  Yesus  dalam  Yohanes  8:17,  18 juga penting. Ia berkata: “Dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa kesaksian dua  orang  adalah  sah; Akulah yang bersaksi tentang diriKu sendiri, dan juga Bapa, yang mengutus Aku, bersaksi  tentang Aku.”  Di  sini  Yesus  menunjukkan  bahwa ia dan sang Bapa, yaitu Allah Yang Mahakuasa, harus dua kesatuan yang berbeda, jika tidak bagaimana mungkin benar-benar ada dua saksi?
Yesus  selanjutnya  menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang terpisah dari Allah dengan mengatakan:  “Mengapa  kaukatakan Aku  baik?  Tak  seorangpun yang baik selain dari pada Allah saja.” (Markus 10:18) Jadi Yesus mengatakan bahwa tidak  ada pribadi lain manapun yang sebaik Allah, bahkan Yesus sendiri tidak.  Allah  adalah  baik  dengan  cara  yang  membuat  Ia terpisah dari Yesus.

Hamba Allah yang Menundukkan Diri

BERULANG   kali,   Yesus   memberikan  pernyataan-pernyataan seperti: “Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari  diriNya sendiri,  jikalau  tidak  Ia  melihat  Bapa mengerjakannya.” (Yohanes 5:19) “Aku  telah  turun  dari  sorga  bukan  untuk melakukan  kehendakKu,  tetapi  untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.”  (Yohanes  6:38)  “AjaranKu  tidak berasal  dari  diriKu  sendiri,  tetapi  dari Dia yang telah mengutus Aku.” (Yohanes 7:16) Bukankah yang  mengutus  lebih unggul dari yang diutus?
Hubungan  ini  nyata  dalam  perumpamaan Yesus tentang kebun anggur. Ia menyamakan Allah, Bapanya, dengan  pemilik  kebun anggur, yang pergi ke luar negeri dan meninggalkan kebun itu dalam tangan para  penggarap,  yang  melambangkan  imam-imam Yahudi.  Ketika sang pemilik kemudian mengutus seorang hamba untuk  mendapatkan  hasil  dari  kebun  anggur   itu,   para penggarap  memukul  hamba  tersebut  dan  mengusirnya dengan tangan kosong. Kemudian sang  pemilik  mengutus  hamba  yang kedua,  dan kemudian yang ketiga, yang kedua-duanya mendapat perlakuan sama. Akhirnya, pemilik kebun  itu  berkata:  “Aku akan  menyuruh  anakku [Yesus] yang kekasih, tentu ia mereka segani.” Namun para penggarap yang korup  itu  berkata:  “Ia adalah  ahli  waris, mari kita bunuh dia, supaya warisan ini menjadi milik kita. Lalu  mereka  melemparkan  dia  ke  luar kebun  anggur  itu  dan  membunuhnya.”  (Lukas 20:9-16) Jadi Yesus menggambarkan  kedudukannya  sendiri  sebagai  pribadi yang  diutus oleh Allah untuk melakukan kehendak Allah, sama seperti seorang ayah mengutus seorang anak yang tunduk.
Para pengikut Yesus selalu memandangnya sebagai hamba  Allah yang  menundukkan  diri,  bukan  sebagai  pribadi  yang sama dengan Allah. Mereka berdoa kepada  Allah  mengenai  “Yesus, HambaMu  yang  kudus,  yang Engkau urapi,... tanda-tanda dan mujizat-mujizat [dilakukan] oleh nama  Yesus,  HambaMu  yang kudus.”-Kisah 4:23, 27, 30.

Allah Lebih Unggul Sepanjang Zaman

PADA  awal  mula pelayanan Yesus, ketika ia ke luar dari air pembaptisan, suara Allah dari surga  berkata:  “Inilah  Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16, 17) Apakah Allah berkata bahwa Ia adalah Anak-Nya sendiri, bahwa Ia  berkenan  kepada  diri-Nya  sendiri,  bahwa  Ia mengutus diri-Nya sendiri?  Tidak,  Allah  sang  Pencipta  mengatakan bahwa Ia, sebagai yang lebih unggul, berkenan kepada pribadi yang  lebih  rendah,  Anak-Nya,   Yesus,   untuk   melakukan pekerjaan yang ada di hadapan.
Yesus  menyatakan keunggulan Bapanya ketika ia berkata: “Roh Tuhan [Yehuwa, NW] ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku,   untuk  menyampaikan  kabar  baik  kepada  orang-orang miskin.” (Lukas 4:18) Pengurapan adalah  pemberian  wewenang atau  tugas  oleh  orang  yang lebih tinggi kepada seseorang yang masih belum mempunyai wewenang. Di sini,  Allah  adalah jelas   yang   lebih  unggul,  karena  Ia  mengurapi  Yesus, memberinya wewenang yang tidak ia miliki sebelumnya.
Yesus membuat jelas keunggulan Bapanya ketika ibu  dari  dua murid  memohon  agar  putra-putranya  masing-masing duduk di sebelah kanan dan di sebelah kiri Yesus bila  ia  memerintah dalam  Kerajaannya.  Yesus  menjawab:  “Hal duduk di sebelah kananKu  atau  di   sebelah   kiriKu,   Aku   tidak   berhak memberikannya.  Itu  akan  diberikan kepada orang-orang bagi siapa BapaKu [yaitu Allah]  telah  menyediakannya.”  (Matius 20:23)  Jika  Yesus  adalah  Allah Yang Mahakuasa, ia berhak memberikan  kedudukan  tersebut.  Namun  Yesus  tidak  dapat melakukan  itu, karena ini adalah hak Allah, dan Yesus bukan Allah.
Doa  Yesus  sendiri  merupakan  contoh   yang   ampuh   dari kedudukannya  yang  lebih rendah. Ketika Yesus akan mati, ia memperlihatkan siapa pribadi yang lebih unggul daripada  dia dengan  berdoa:  “Ya  BapaKu,  jikalau  Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu; tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah  yang  terjadi.” (Lukas 22:42) Kepada siapakah ia berdoa? Kepada sebagian dari dirinya sendiri?  Tidak,  ia berdoa  kepada  pribadi  yang  sama sekali terpisah darinya, Bapanya, Allah, yang kehendak-Nya lebih unggul dan bisa saja berbeda  dari kehendaknya sendiri, satu-satunya Pribadi yang dapat ‘mengambil cawan ini.’
Kemudian,  ketika   mendekati   kematian,   Yesus   berseru:
“Allahku, Allahku, mengapa Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15:  34)  Kepada  siapakah  Yesus  berseru?  Kepada  dirinya sendiri   atau   bagian  dari  dirinya?  Pasti  seruan  itu, “Allahku,” tidak  berasal  dari  seseorang  yang  menganggap dirinya  sendiri  Allah.  Dan  jika Yesus adalah Allah, maka oleh siapa ia ditinggalkan? Dirinya sendiri? Hal  itu  tidak masuk  akal. Yesus juga berkata: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Lukas 23:46) Jika Yesus  adalah  Allah, mengapa ia harus menyerahkan nyawanya kepada sang Bapa?
Setelah  Yesus mati, ia berada dalam kuburan selama sebagian dari tiga hari. Jika ia adalah Allah, maka Habakuk 1:12 (NW)
keliru  ketika  berkata:  “Allahku,  Yang  Mahakudus, Engkau tidak mati.” Namun Alkitab  berkata  bahwa  Yesus  mati  dan tidak  sadar  dalam kuburan. Dan siapakah yang membangkitkan Yesus dari antara orang mati? Dan jika ia benar-benar  mati, ia  tidak  mungkin membangkitkan dirinya sendiri. Sebaliknya jika ia tidak benar-benar mati, kematiannya  yang  pura-pura tidak akan membayar harga tebusan untuk dosa Adam. Tetapi ia benar-benar   membayar   harga   itu   sepenuhnya    melalui kematiannya   yang   sungguh-sungguh.   Jadi  “Allah  [yang] membangkitkan [Yesus] dengan melepaskan  Dia  dari  sengsara maut.” (Kisah 2:24) Yang lebih unggul, Allah Yang Mahakuasa, membangkitkan yang  kurang  unggul,  hamba-Nya  Yesus,  dari kematian.

Apakah  kesanggupan Yesus untuk melakukan mukjizat-mukjizat, seperti membangkitkan orang,  menunjukkan  bahwa  ia  adalah Allah?  Nah, rasul-rasul dan nabi Elia serta nabi Elisa juga mempunyai kuasa itu, namun  hal  itu  tidak  membuat  mereka lebih  tinggi daripada manusia. Allah memberikan kuasa untuk melakukan mukjizat-mukjizat  kepada  nabi-nabi,  Yesus,  dan rasul-rasul  untuk  menunjukkan  bahwa  Ia mendukung mereka.  Namun  hal  itu  tidak  membuat  mereka  semua  bagian  dari Keilahian yang jamak.

Pengetahuan Yesus Terbatas

KETIKA Yesus memberikan nubuatnya mengenai akhir sistem ini, ia  berkata:  “Tetapi  tentang  hari  atau  saat  itu  tidak seorangpun  yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak, dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.” (Markus 13:32)  Jika  Yesus adalah  Anak  yang  setara,  bagian dari Keilahian, ia pasti mengetahui apa yang diketahui sang Bapa. Namun  Yesus  tidak tahu, karena ia tidak setara dengan Allah.
Demikian  pula,  kita  membaca  dalam Ibrani 5:8 bahwa Yesus “belajar menjadi taat  dari  apa  yang  telah  dideritaNya.” Dapatkah   kita   membayangkan  bahwa  Allah  harus  belajar sesuatu? Tidak, tetapi  Yesus  memang  demikian,  karena  ia tidak  mengetahui  segala sesuatu yang Allah ketahui. Dan ia harus belajar sesuatu yang Allah  tidak  akan  pernah  perlu pelajari   -ketaatan.   Allah  tidak  pernah  harus  menaati siapapun.
Perbedaan antara apa yang Allah ketahui dan apa yang Kristus ketahui  juga nyata ketika Yesus dibangkitkan ke surga untuk tinggal bersama Allah.  Perhatikan  kata-kata  pertama  dari buku  Alkitab  yang  terakhir:  “Wahyu  Yesus  Kristus, yang dikaruniakan  Allah  kepadaNya.”  (Wahyu  1:1)  Jika   Yesus sendiri adalah bagian dari Keilahian, apakah ia perlu diberi Wahyu oleh bagian lain dari Keilahian itu -Allah?  Pasti  ia sudah mengetahui semuanya, karena Allah mengetahuinya. Namun Yesus tidak tahu, karena ia bukan Allah.

Yesus Tetap Lebih Rendah Kedudukannya

DALAM kehidupannya sebelum menjadi manusia, dan juga  ketika ia  berada  di  atas  bumi,  Yesus  lebih rendah dari Allah.  Setelah dibangkitkan, ia tetap berada dalam  kedudukan  yang lebih rendah, nomor dua.
Ketika  berbicara  tentang  kebangkitan  Yesus,  Petrus  dan orang-orang  yang  besertanya  mengatakan  kepada  Sanhedrin Yahudi:  “Dialah  [Yesus]  yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan [”ke,” NW]  tangan  kananNya.”  (Kisah  5:31) Paulus berkata: “Allah sangat meninggikan Dia.” (Filipi 2:9) Jika   Yesus   adalah   Allah,   bagaimana   mungkin   Yesus ditinggikan,  yaitu  dinaikkan  kepada  kedudukan yang lebih tinggi yang sudah  ia  miliki  sebelumnya?  Ia  tentu  sudah merupakan  bagian  dari  Tritunggal  dengan  kedudukan  yang tinggi.  Jika,  sebelum  ditinggikan,  Yesus  setara  dengan Allah,  meninggikan  dia  lebih  tinggi lagi akan membuatnya lebih unggul daripada Allah.
Paulus juga berkata bahwa  Kristus  masuk  “ke  dalam  sorga sendiri  untuk  menghadap  hadirat  Allah  guna  kepentingan kita.” (Ibrani 9:24) Jika anda  muncul  di  hadapan  hadirat seseorang,  bagaimana  mungkin  anda  adalah orang itu juga?  Tidak mungkin. Anda harus berbeda dan terpisah.
Demikian pula, tepat sebelum  dilempari  batu  sampai  mati, sang  martir  Stefanus  “menatap  ke  langit,  lalu  melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di sebelah  kanan  Allah.” (Kisah  7:55)  Maka  jelas,  ia  melihat  dua  pribadi  yang terpisah -namun  tidak  melihat  roh  kudus,  tidak  melihat Keilahian Tritunggal.
Dalam  kisah  di Wahyu 4: 8 sampai 5: 7, Allah diperlihatkan duduk di atas takhta surgawi-Nya,  tetapi  Yesus  tidak.  Ia harus menghampiri Allah untuk mengambil gulungan dari tangan kanan Allah. Ini menunjukkan  bahwa  di  surga  Yesus  bukan Allah tetapi terpisah dari Dia.
Sesuai  dengan  yang dikatakan di atas, Bulletin of the John Rylands Library  di  Manchester,  Inggris,  berkata:  “Dalam kehidupannya    di   surga   setelah   dibangkitkan,   Yesus digambarkan tetap memiliki  kepribadian  tersendiri  sebagai individu  dalam  segala  hal, yang berbeda dan terpisah dari pribadi Allah tepat seperti ketika ia  hidup  di  atas  bumi sebagai  Yesus  di  bumi.  Di samping Allah dan dibandingkan dengan Allah, ia memang muncul sebagai suatu pribadi surgawi lain  lagi  di  tempat  surgawi  Allah,  sama  seperti  para malaikat -walaupun  sebagai  Anak  Allah,  ia  berada  dalam tingkatan yang berbeda, dan mempunyai kedudukan jauh di atas mereka.” -Bandingkan Filipi 2 :11.
Bulletin juga berkata: “Namun, apa yang  dikatakan  mengenai kehidupan dan fungsi-fungsinya sebagai Kristus surgawi tidak berarti ataupun  menyatakan  bahwa  dalam  status  ilahi  ia berdiri setingkat dengan Allah sendiri dan adalah sepenuhnya Allah. Sebaliknya, dalam gambaran Perjanjian  Baru  mengenai pribadi  surgawi dan pelayanannya kita melihat seorang tokoh yang terpisah dari Allah dan lebih rendah daripadaNya.”
Di masa depan yang kekal di surga, Yesus akan terus  menjadi hamba   Allah   yang  terpisah  dan  lebih  rendah.  Alkitab mengatakannya sebagai berikut: “Kemudian tiba  kesudahannya, yaitu  bilamana  Ia  [Yesus  di  surga] menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa ... maka Ia sendiri sebagai Anak akan menaklukkan diriNya  di bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah menjadi semua di  dalam  semua.”-1 Korintus 15:24, 28.

Yesus Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah

SIKAP  Alkitab  jelas.  Allah  Yang Mahakuasa, Yehuwa, bukan hanya  suatu  Pribadi  yang  terpisah  dari   Yesus   tetapi sepanjang zaman Ia adalah Pribadi yang lebih unggul daripada Yesus. Yesus selalu  dinyatakan  sebagai  hamba  Allah  yang rendah  hati,  terpisah  dan  lebih  rendah. Itulah sebabnya Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa “Kepala  dari  Kristus ialah  Allah”  dalam  arti  yang  sama  bahwa  “Kepala  dari tiap-tiap laki-laki ialah Kristus.” (1  Korintus  11:3)  Dan itulah  sebabnya  Yesus  sendiri  berkata: “Bapa lebih besar dari padaAku.”-Yohanes 14: 28.
Faktanya ialah, Yesus bukan Allah dan tidak  pernah  mengaku demikian.  Hal  ini  diakui  oleh  semakin  banyak  sarjana.  Seperti dikatakan Bulletin  dari  Rylands:  “Faktanya  harus dihadapi  bahwa  penelitian Perjanjian Baru selama kira-kira tiga puluh atau  empat  puluh  tahun  belakangan  ini  telah menuntun semakin banyak sarjana Perjanjian Baru yang ternama kepada  kesimpulan  bahwa  Yesus  ...  jelas  tidak   pernah menganggap dirinya sendiri Allah.”
Bulletin  itu  juga  mengatakan  tentang orang-orang Kristen abad pertama: “Maka, ketika mereka menyebut  [Yesus]  dengan gelar-gelar penghormatan seperti Kristus, Anak manusia, Anak Allah dan Tuhan, ini adalah cara mengatakan bahwa ia adalah, bukan Allah, melainkan yang melakukan pekerjaan Allah.”
Jadi, bahkan ada sarjana-sarjana yang mengakui bahwa gagasan Yesus adalah Allah  bertentangan  dengan  seluruh  kesaksian Alkitab.  Di sana, Allah selalu yang lebih unggul, dan Yesus adalah hamba yang lebih rendah.

ROH KUDUS TENAGA AKTIF ALLAH

MENURUT doktrin Tritunggal, roh kudus adalah pribadi  ketiga dari  Keilahian,  setara  dengan  sang  Bapa  dan sang Anak.  Seperti dikatakan buku Our Orthodox  Christian  Faith:  “Roh Kudus adalah Allah sepenuhnya.”
Dalam  Kitab-Kitab Ibrani, kata yang paling sering digunakan untuk “roh” ialah ru’ach, yang berarti “nafas; angin;  roh.” Dalam  Kitab-Kitab Yunani, kata tersebut ialah pneu’ma, yang mempunyai arti sama. Apakah kata-kata ini menunjukkan  bahwa roh kudus adalah bagian dari suatu Tritunggal?

Tenaga Aktif

“ROH  kudus” yang digunakan dalam Alkitab n menyatakan bahwa ini adalah suatu kekuatan atau tenaga yang dikendalikan yang digunakan  oleh  Allah  Yehuwa  untuk  melaksanakan berbagai maksud-tujuan-Nya.  Sampai   taraf   tertentu,   ini   dapat disamakan  dengan listrik, tenaga yang dapat digunakan untuk melakukan beragam fungsi.
Dalam  Kejadian  1:2  Alkitab  berkata  bahwa  “Roh  [bahasa Ibrani,  ru’ach]  Allah  melayang-layang  di  atas permukaan air.” Di  sini,  Roh  Allah  adalah  tenaga  aktif-Nya  yang bekerja untuk membentuk bumi.
Allah menggunakan roh-Nya untuk memberikan penerangan kepada mereka  yang  melayani  Dia.  Daud  berdoa:   “Ajarlah   aku melakukan   kehendakMu,  sebab  Engkaulah  Allahku!  Kiranya Roh[ru’ach]Mu yang baik  itu  menuntun  aku  di  tanah  yang rata!”  (Mazmur  143:10)  Ketika 70 pria yang cakap ditunjuk untuk membantu Musa, Allah berkata kepadanya: “Sebagian dari Roh  [ru’ach]  yang  hinggap  padamu  itu  akan  Kuambil dan Kutaruh atas mereka.” -Bilangan 11:17.
Nubuat  Alkitab  dicatat  ketika  orang-orang   dari   Allah ‘didorong  oleh Roh [bahasa Yunani, dari pneu’ma] Kudus.” (2 Petrus 1:20, 21) Dengan cara ini Alkitab “diilhamkan Allah.”
Kata  Yunani  untuk  itu ialah The-o’pneu-stos, yang berarti “dinafaskan oleh Allah.” (2 Timotius  3:16)  Dan  roh  kudus membimbing     orang-orang     tertentu    untuk    mendapat penglihatan-penglihatan atau mimpi-mimpi nubuat.  -2  Samuel 23:2; Yoel 2:28, 29; Lukas 1:67; Kisah 1:16; 2:32, 33
Roh  kudus  mendorong  Yesus  untuk  pergi  ke  padang gurun setelah ia dibaptis. (Markus 1:12) Roh itu seperti api dalam diri  hamba-hamba Allah, yang menyebabkan mereka mendapatkan kekuatan dari tenaga itu. Dan ini memungkinkan mereka  untuk berbicara   dengan  berani  dan  tabah.  -Mikha  3:8;  Kisah 7:55-60; 18:25; Roma 12:11; 1 Tesalonika 5:19.
Melalui roh-Nya, Allah melaksanakan  vonisNya  atas  manusia dan  bangsa-bangsa.  (Yesaya  30: 27, 28; 59:18, 19) Dan roh Allah dapat sampai ke mana-mana, bertindak demi  orang-orang atau melawan mereka. -Mazmur 139:7-12.

“Kekuatan yang Melimpah-limpah”

ROH    Allah    dapat   juga   memberikan   “kekuatan   yang melimpah-limpah [”melebihi yang normal,” NW]” kepada mereka yang  melayani Dia. (2 Korintus 4:7) Ini memungkinkan mereka untuk bertekun dalam ujian iman atau melakukan hal-hal  yang sewajarnya tidak dapat mereka lakukan.
Sebagai  contoh,  mengenai  Simson, Hakim 14:6 menceritakan:
“Pada waktu itu berkuasalah Roh TUHAN [Yahweh, JB] atas dia, sehingga   singa   itu   dicabiknya  ...  tanpa  apa-apa  di tangannya.” Apakah suatu pribadi ilahi benar-benar  memasuki atau   berkuasa  atas  Simson,  menggunakan  tubuhnya  untuk melakukan apa yang ia lakukan? Tidak, ini benar-benar “kuasa TUHAN [yang] membuat Simson kuat.” -Today ‘s English Version (TEV).
Alkitab berkata bahwa ketika Yesus dibaptis, roh kudus turun ke  atasnya  dalam bentuk seekor burung merpati, tidak dalam bentuk manusia. (Markus 1:10) Tenaga aktif  dari  Allah  ini memungkinkan   Yesus  untuk  menyembuhkan  orang  sakit  dan membangkitkan orang  mati.  Seperti  dikatakan  dalam  Lukas 5:17:  “Kuasa  Tuhan [Allah] menyertai Dia [Yesus], sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit.”
Roh Allah juga memberi kuasa kepada murid-murid Yesus  untuk melakukan   hal-hal  yang  bersifat  mukjizat.  Kisah  2:1-4 menceritakan bahwa murid-murid itu sedang berkumpul  bersama pada  hari  Pentakosta  ketika  ‘tiba-tiba turun dari langit bunyi seperti  tiupan  angin  keras.  Maka  penuhlah  mereka dengan  Roh  Kudus,  lalu  mereka  mulai  berkata-kata dalam bahasa-bahasa lain, seperti  yang  diberikan  oleh  Roh  itu kepada mereka untuk mengatakannya.’
Jadi roh kudus memberi Yesus dan hamba-hamba Allah yang lain kuasa  untuk  melakukan  apa  yang  biasanya   tidak   dapat dilakukan oleh manusia.
Bukan suatu Pribadi
TETAPI,  bukankah  ada  ayat-ayat  Alkitab yang menyebut roh kudus dengan istilah-istilah yang menyatakan ia  seolah-olah suatu  pribadi?  Memang, namun perhatikan apa yang dikatakan teolog Edmund Fortman mengenai hal ini dalam The Triune God:
“Walaupun  roh  ini  sering dipersonifikasikan, tampak jelas sekali bahwa para penulis kitab-kitab suci [dari Kitab-Kitab Ibrani]  tidak  pernah  menganggap atau menyatakan bahwa roh ini adalah suatu pribadi tersendiri.”
Dalam Alkitab, bukan suatu hal yang tidak lazim jika sesuatu dipersonifikasikan.  Hikmat  dikatakan  mempunyai anak-anak.  (Lukas 7:35, Bode) Dosa  dan  kematian  dikatakan  berkuasa.  (Roma  5  :14, 2 1) Dalam Kejadian 4:7 The New English Bible (NE) berkata: “Dosa adalah hantu yang  mendekam  di  pintu,” dosa   dipersonifikasikan   sebagai  suatu  roh  jahat  yang mendekam di pintu  Kain.  Tetapi,  tentu  dosa  bukan  suatu pribadi  roh;  demikian  pula  mempersonifikasikan roh kudus tidak membuatnya menjadi suatu pribadi roh.
Demikian pula, dalam 1 Yohanes 5:6-8 bukan hanya roh  tetapi juga  “air  dan  darah” dikatakan memberi “kesaksian.” Namun air dan darah jelas bukan pribadi-pribadi, demikian pula roh kudus bukan suatu pribadi.
Selaras  dengan  ini  ialah  penggunaan  umum dari kata “roh kudus” dalam Alkitab dengan cara yang  tidak  menunjukkannya sebagai  suatu  pribadi, seperti pada waktu menyejajarkannya dengan air dan api. (Matius 3:11;  Markus  1:8)  Orang-orang dianjurkan  agar  menjadi  penuh  dengan roh kudus dan bukan dengan  anggur.  (Efesus  5:18)  Mereka  dikatakan  dipenuhi dengan  roh  kudus  dengan  cara  yang  sama  seperti mereka dipenuhi  dengan  sifat-sifat  seperti  hikmat,  iman,   dan sukacita.  (Kisah  6:3;  11: 24; 13:52) Dan dalam 2 Korintus 6:6  roh  kudus  dimasukkan  di   antara   sejumlah   sifat.  Pernyataan-pernyataan  seperti itu tidak akan digunakan jika roh kudus benar-benar suatu pribadi.
Kemudian, walaupun beberapa ayat  Alkitab  mengatakan  bahwa roh  itu  berbicara,  ayat-ayat  lain  menunjukkan bahwa ini sebenarnya dilakukan melalui manusia atau malaikat.  (Matius 10:19,  20;  Kisah 4:24, 25; 28:25; Ibrani 2:2) Tindakan roh dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti  gelombang radio  yang  mengirimkan berita dari satu orang kepada orang lain di tempat yang jauh.
Dalam Matius 28:19 disebutkan “nama ...  Roh  Kudus.”  Namun kata  “nama” tidak selalu berarti nama pribadi, dalam bahasa Yunani maupun bahasa Indonesia. Bila kita  mengatakan  “atas nama  hukum” kita tidak menunjuk seseorang. Kita memaksudkan apa yang diwakili oleh hukum itu,  yaitu  wewenangnya.  Word Pictures  in  the  New Testament karya Robertson mengatakan:
“Penggunaan  nama  (onoma)  di  sini  umum  dilakukan  dalam Septuaginta  dan  papirus  lain  untuk kuasa atau wewenang.” Jadi pembaptisan ‘dalam nama Roh Kudus’ menyatakan seseorang mengakui  wewenang roh itu, bahwa ini berasal dari Allah dan berfungsi melalui kehendak ilahi.
“Penolong”
YESUS menyebut roh kudus sebagai “seorang Penolong,” dan  ia berkata   bahwa  roh  ini  akan  mengajar,  membimbing,  dan berbicara. (Yohanes 14:16, 26; 16:13) Kata  Yunani  yang  ia gunakan   untuk  penolong  (para’kletos)  adalah  kata  yang berjenis  laki-laki  atau  maskulin.   Jadi   ketika   Yesus menyatakan   apa   yang  akan  dilakukan  penolong  itu,  ia menggunakan kata  ganti  nama  pribadi  laki-laki.  (Yohanes 16:7,  8)  Sebaliknya, bila kata Yunani yang berjenis netral untuk roh (pneu’ma) digunakan, kata ganti yang  netral  “it” dalam bahasa Inggris itulah yang digunakan.

Kebanyakan     penerjemah     yang    menganut    Tritunggal menyembunyikan fakta ini, seperti diakui oleh  New  American Bible  Katolik  berkenaan  Yohanes 14:17: “Kata Yunani untuk ‘Roh’ ialah berjenis netral, dan walaupun  kita  menggunakan kata  ganti  nama pribadi dalam bahasa Inggris (‘he,’ ‘his,’ ‘him’), kebanyakan MSS [manuskrip] Yunani  menggunakan  kata [bahasa Inggris] ‘it.’”
Jadi  bila  Alkitab  menggunakan  kata  ganti  nama  pribadi berjenis  laki-laki  sehubungan  dengan  para’kletos   dalam Yohanes  16:7,  8,  hal  ini  sesuai  dengan  peraturan tata bahasa, bukan menyatakan suatu doktrin.

Bukan Bagian dari suatu Tritunggal

BERBAGAI  sumber  mengakui  bahwa  Alkitab  tidak  mendukung gagasan  bahwa  roh  kudus  adalah pribadi ketiga dari suatu Tritunggal. Sebagai contoh:
The Catholic Encyclopedia: “Kita tidak menemukan  satu  ayat pun  dalam  Perjanjian  Lama  yang  dengan jelas menunjukkan adanya suatu Pribadi Ketiga.”
Teolog Katolik Fortman:  “Orang-orang  Yahudi  tidak  pernah menganggap  roh  itu  sebagai  suatu pribadi; juga tidak ada bukti yang kuat  bahwa  ada  penulis  Perjanjian  Lama  yang menganut  pandangan  ini  ...  Roh Kudus biasanya dinyatakan dalam Sinoptiks [Injil-Injil] dan dalam buku  Kisah  sebagai suatu kekuatan atau kuasa ilahi.”
New Catholic Encyclopedia: “P[erjanjian] L[ama] dengan jelas tidak menggambarkan roh Allah  sebagai  suatu  pribadi.  Roh Allah  hanyalah  kuasa  dari  Allah.  Jika ini kadang-kadang dinyatakan sebagai sesuatu  yang  berbeda  dari  Allah,  ini adalah karena nafas Yahweh bertindak di luar diri-Nya.” Buku itu juga mengatakan: “Mayoritas  naskah-naskah  P[erjanjian] B[aru]   menyatakan   roh   Allah   sebagai  sesuatu,  bukan seseorang; ini terutama terlihat  dalam  kesejajaran  antara roh dan kuasa Allah.” -Cetak miring red.
A Catholic Dictionary: “Secara keseluruhan, Perjanjian Baru, seperti [Perjanjian] Lama, berbicara tentang roh itu sebagai suatu energi atau kuasa ilahi.”
Jadi,  orang-orang  Yahudi  maupun  orang-orang Kristen yang mula-mula tidak memandang  roh  kudus  sebagai  bagian  dari suatu  Tritunggal.  Ajaran itu muncul berabad-abad kemudian.  Seperti dikatakan A Catholic Dictionary: “Pribadi ketiga itu diteguhkan  pada  Konsili Aleksandria pada tahun 362 ... dan akhirnya   oleh   Konsili    Konstantinopel    pada    tahun 381”-kira-kira tiga setengah abad setelah roh kudus memenuhi murid-murid pada hari Pentakosta!
Tidak, roh kudus bukan suatu pribadi dan bukan  bagian  dari suatu  Tritunggal.  Roh kudus adalah tenaga aktif Allah yang Ia gunakan untuk melaksanakan kehendak-Nya. Roh kudus  tidak setara dengan Allah tetapi selalu dipakai oleh-Nya dan lebih rendah daripada Dia.

BAGAIMANA DENGAN “AYAT-AYAT BUKTI” UNTUK TRITUNGGAL?

DIKATAKAN bahwa beberapa ayat Alkitab memberikan bukti untuk mendukung Tritunggal. Tetapi, apabila kita membaca ayat-ayat tersebut, kita  harus  selalu  mengingat  bahwa  bukti-bukti Alkitab maupun sejarah tidak mendukung Tritunggal.
Ayat-ayat  Alkitab  apapun yang diajukan sebagai bukti harus dipahami sejalan dengan konteks dari ajaran seluruh  Alkitab yang konsisten. Sering kali arti yang sesungguhnya dari ayat yang diajukan tersebut dijelaskan oleh konteks  atau  ikatan kalimat ayat-ayat sebelum dan sesudahnya.

Tiga dalam Satu

NEW  Catholic  Encyclopedia  mengajukan  tiga  “ayat  bukti” demikian tetapi juga  mengakui:  “Doktrin  Tritunggal  Kudus tidak    diajarkan    dalam   P[erjanjian]   L[ama].   Dalam P[erjanjian]  B[aru]  bukti  yang  tertua   terdapat   dalam surat-surat  Paulus,  khususnya  2  Kor 13.13 [ayat 14 dalam beberapa Alkitab], dan 1 Kor  12.4-6.  Dalam  keempat  Injil bukti  mengenai Tritunggal secara jelas hanya terdapat dalam rumus pembaptisan di Mat 28.19.”
Dalam ayat-ayat tersebut ketiga  “pribadi”  itu  didaftarkan sebagai  berikut.  Dua  Korintus  13:13  (14)  menggabungkan ketiganya dengan cara berikut: “Kasih  karunia  Tuhan  Yesus Kristus,   dan   kasih  Allah,  dan  persekutuan  Roh  Kudus menyertai kamu sekalian.”  Satu  Korintus  12:4-6  berbunyi:
Ada  rupa-rupa  karunia, tetapi satu Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan,  tetapi  satu  Tuhan.  Dan   ada   berbagai-bagai perbuatan  ajaib,  tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua  orang.”  Dan  Matius  28:19  berbunyi:
“Karena  itu  pergilah,  jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Apakah ayat-ayat ini menyatakan bahwa  Allah,  Kristus,  dan roh   kudus  membentuk  suatu  Keilahian  Tritunggal,  bahwa ketiganya  sama  dalam  bentuk,  kekuasaan,  dan  kekekalan?  Tidak,  tidak  demikian, sama halnya menyebutkan tiga orang, seperti Amir, Budi dan Bambang, tidak berarti  bahwa  mereka tiga dalam satu.
Bukti   semacam   ini,   menurut   Cyclopedia  of  Biblical, Theological, and Ecclesiastical Literature karya  McClintock dan  Strong,  “hanya  membuktikan bahwa ada tiga subyek yang disebutkan, ... tetapi hal  itu  sendiri  tidak  membuktikan bahwa ketiga-tiganya pasti tergabung dalam satu sifat ilahi, dan memiliki kemuliaan ilahi yang sama.”
Meskipun  mendukung  Tritunggal,   sumber   itu   mengatakan mengenai  2  Korintus  13:13  (14): “Kita tidak dapat dengan tepat menarik kesimpulan bahwa mereka memiliki wewenang yang sama,  atau  sifat  yang sama.” Dan mengenai Matius 28:18-20 dikatakan: “Tetapi, ayat ini jika diambil begitu saja, tidak akan  membuktikan  dengan  pasti  bahwa  ketiga  subyek yang disebutkan masing-masing adalah  satu  pribadi,  atau  bahwa mereka setara atau bersifat ilahi.”
Ketika  Yesus  dibaptis,  Allah,  Yesus,  dan roh kudus juga disebutkan dalam konteks yang sama. Yesus “melihat roh Allah seperti  burung  merpati  turun  ke  atasNya.” (Matius 3:16) Tetapi, ini  tidak  berarti  bahwa  ketiganya  adalah  satu.
Abraham,   Ishak,   dan   Yakub   banyak   kali   disebutkan bersama-sama, tetapi hal itu tidak  membuat  mereka  menjadi satu.  Petrus,  Yakobus dan Yohanes disebutkan bersama-sama, tetapi itu tidak membuat  mereka  menjadi  satu  juga.  Lagi pula,   roh   Allah   turun   ke   atas   Yesus   pada  saat pembaptisannya, yang menunjukkan  bahwa  sebelum  itu  Yesus tidak diurapi dengan roh. Maka, bagaimana mungkin ia menjadi bagian dari suatu Tritunggal padahal ia  tidak  selalu  satu dengan roh kudus?

Kutipan   lain   yang   menyebutkan  ketiganya  bersama-sama terdapat dalam beberapa terjemahan Alkitab  yang  lebih  tua dalam  1  Yohanes  5:7.  Namun,  para sarjana mengakui bahwa kata-kata ini pada mulanya  tidak  terdapat  dalam  Alkitab, tetapi  baru  ditambahkan  belakangan. Kebanyakan terjemahan modern dengan benar menghilangkan ayat yang palsu ini.
“Ayat-ayat  bukti”  yang  lainnya  hanya  mengupas  hubungan antara  dua  -sang  Bapa dan Yesus. Mari kita bahas beberapa dari antaranya.

“Aku dan Bapa Adalah Satu”

AYAT  itu,  dalam  Yohanes  10:30,  sering   dikutip   untuk mendukung   Tritunggal,   meskipun   pribadi   ketiga  tidak disebutkan di sana. Tetapi  Yesus  sendiri  menunjukkan  apa yang ia maksud dengan menjadi “satu” dengan sang Bapa. Dalam Yohanes   17:21,   22,   ia   berdoa   kepada   Allah   agar murid-muridnya  “semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di  dalam Kita, ... supaya mereka menjadi satu, sama seperti Kita adalah satu.” Apakah Yesus berdoa agar  semua  muridnya menjadi  satu  kesatuan  tunggal?  Tidak, Yesus jelas berdoa agar mereka dipersatukan dalam pikiran dan  tujuan,  seperti halnya dia dan Allah. -Lihat juga 1 Korintus 1:10.

Dalam  1  Korintus  3:6,  8,  Paulus  berkata: “Aku menanam, Apolos menyiram, ... Baik yang menanam maupun yang  menyiram adalah  sama.”  Paulus tidak memaksudkan bahwa ia dan Apolos adalah dua pribadi  di  dalam  satu;  ia  memaksudkan  bahwa mereka  menjadi  satu  dalam tujuan. Kata Yunani yang Paulus gunakan di sini untuk “sama” (hen) berjenis  netral,  secara aksara:  “satu  (perkara),” yang menunjukkan persatuan dalam tindakan. Ini adalah kata yang sama yang Yesus gunakan dalam Yohanes  10:30 untuk menjelaskan hubungannya dengan Bapanya.  Ini juga kata yang sama yang  Yesus  gunakan  dalam  Yohanes 17:21,  22.  Jadi  ketika  ia  menggunakan kata “satu” (hen) dalam  kasus-kasus  ini,  ia  memaksudkan  persatuan   dalam pikiran dan tujuan.
Mengenai   Yohanes  10:30,  John  Calvin  (seorang  penganut Tritunggal) mengatakan dalam buku Commentary on  the  Gospel According  to  John:  “Orangorang zaman dulu menyalahgunakan ayat ini untuk membuktikan bahwa Kristus adalah ... dari zat yang  sama  dengan  sang  Bapa. Karena di sini Kristus tidak berbicara mengenai  persatuan  dalam  zat,  tetapi  mengenai kesepakatan antara dia dengan sang Bapa.”
Dalam  konteks  dari  ayat-ayat setelah Yohanes 10:30, Yesus dengan tegas menjelaskan bahwa kata-katanya bukan  pengakuan dirinya sebagai Allah. Ia bertanya kepada orang-orang Yahudi yang salah mengambil kesimpulan itu dan  ingin  melemparinya dengan  batu: “Mengapa kalian mengatakan aku menghujat Allah karena berkata aku Anak Allah? Padahal aku dipilih oleh Bapa dan  diutus  ke dunia.” (Yohanes 10:31-36, BIS) Tidak, Yesus tidak mengaku bahwa ia, Allah Anak, melainkan Anak Allah.

“Menyamakan DiriNya dengan Allah?”

AYAT lain yang diajukan untuk  mendukung  Tritunggal  adalah Yohanes  5:18.  Di  sana  dikatakan bahwa orang-orang Yahudi (seperti dalam Yohanes 10:31-36) ingin membunuh Yesus karena ia “menyamakan diriNya dengan Allah.”
Tetapi  siapa yang mengatakan bahwa Yesus menyamakan dirinya dengan  Allah?  Bukan  Yesus.  Ia  membela  diri  menghadapi tuduhan-tuduhan  palsu  ini  langsung  dalam ayat berikutnya (19): “Maka Yesus menjawab mereka, katanya: ... ‘Anak  tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya sendiri jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya.’”
Dengan ini Yesus menunjukkan kepada orang-orang Yahudi bahwa ia  tidak  sama  dengan  Allah  dan  karena  itu tidak dapat bertindak   atas   prakarsanya   sendiri.   Dapatkah    kita membayangkan   seseorang   yang  setara  dengan  Allah  Yang Mahakuasa berkata bahwa ia “tidak dapat mengerjakan  sesuatu dari   diriNya   sendiri?”  (Bandingkan  Daniel  4:34,  35.) Menarik, bahwa ikatan kalimat dari Yohanes 5:18 maupun 10:30 menunjukkan    bahwa    Yesus   membela   dirinya   terhadap tuduhan-tuduhan palsu dari orang-orang Yahudi, yang  seperti para  penganut  Tritunggal,  mengambil kesimpulan-kesimpulan yang salah!

“Setara Dengan Allah?”

DALAM Filipi 2:6 Alkitab Katolik Douay  Version  (Dy)  tahun 1609  berkata mengenai Yesus: “Yang karena dalam rupa Allah, tidak menganggap salah  kesetaraannya  dengan  Allah.”  King James  Version (KJ) tahun 1611 juga berkata serupa. Sejumlah versi terjemahan seperti itu masih digunakan  oleh  beberapa orang  untuk  mendukung gagasan bahwa Yesus setara atau sama dengan Allah. Tetapi perhatikan bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan ayat ini:
1869:  “yang,  karena  dalam  rupa  Allah,  tidak menganggap sebagai sesuatu yang harus diupayakan agar [ia] menjadi sama dengan Allah.” The New Testament oleh G. R. Noyes.
1965:  “Ia  -yang  benar-benar bersifat ilahi!- tidak pernah dengan sombong menganggap dirinya sama  dengan  Allah.”  Das Neue Testament, edisi revisi, oleh Friedrich Pfafflin.
1968:  “yang,  meskipun  dalam  rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah  sesuatu  hal  yang  dengan  serakah harus ia miliki.” La Bibbia Concordata.
1976:  “Ia  senantiasa memiliki sifat Allah, tetapi ia tidak pernah berpikir bahwa ia perlu berupaya dengan  paksa  untuk menjadi sama dengan Allah.” Today’s English Version.
1984:  “yang, meskipun berada dalam rupa Allah, tidak pernah berupaya untuk merampas [kedudukan], yaitu, bahwa  ia  harus sama  dengan  Allah.”  New  World  Translation  of  the Holy Scriptures.
1985: “Yang, dalam rupa  Allah,  tidak  menganggap  kesamaan dengan  Allah  sebagai  sesuatu yang harus dikejar.” The New Jerusalem Bible.
Tetapi,   beberapa    orang    mengatakan    bahwa    bahkan terjemahan-terjemahan yang lebih saksama ini memaksudkan (1) Yesus sudah setara dengan Allah tetapi tidak ingin  berkukuh memegang  hal  itu  atau  bahwa  (2) ia tidak perlu mengejar kesamaan dengan Allah karena memang ia sudah setara.
Sehubungan dengan ini, Ralph Martin, dalam  The  Epistle  of Paul  to  the  Philippians.  berkata  mengenai bahasa Yunani aslinya: “Namun, dipertanyakan apakah makna dari kata  kerja itu   dapat   bergeser   dari  arti  yang  sebenarnya  yaitu ‘merampas’, ‘merebut dengan kekerasan’  dan  diubah  menjadi ‘mempertahankan.’”  The  Expositor’s  Greek  Testament  juga berkata: “Kami tidak dapat menemukan ayat  yang  menyebutkan bahwa  arpazw  [harpa’zo] atau kata-kata turunannya memiliki makna ‘memiliki,’ ‘mempertahankan.’ Tampaknya hal itu selalu berarti  ‘merebut,’  ‘merampas dengan kekerasan’. Jadi tidak boleh ada  penggeseran  dari  makna  yang  sebenarnya  yaitu ‘berupaya  mendapat’  menjadi makna yang sama sekali berbeda yaitu, ‘mempertahankan.’”
Dari  pembahasan  ini  terlihat  dengan  jelas  bahwa   para penerjemah dari Alkitab seperti Douay dan King James membuat perubahan-perubahan untuk mendukung  Tritunggal.  Sebaliknya dari  mengatakan  bahwa  Yesus  merasa  pantas  untuk setara dengan Allah, Filipi 2:6 dalam bahasa  Yunani,  bila  dibaca secara  obyektif, justru menunjukkan sebaliknya, bahwa Yesus merasa hal itu tidak pantas.
Ikatan kalimat dari ayat-ayat sebelum dan  sesudahnya  (3-5, 7,  8)  membuat  jelas  bagaimana  ayat  6  harus  dipahami.  Orang-orang Filipi dianjurkan: “Hendaklah dengan rendah hati yang  seorang menganggap yang lain lebih utama [”mulia,” Dy] dari pada  dirinya  sendiri.”  Kemudian  Paulus  menggunakan Kristus  sebagai  contoh  yang  sangat baik untuk sikap ini:
“Biarlah pikiran ini ada dalam kamu,  yang  juga  ada  dalam Kristus  Yesus.” (Dy) “Pikiran” apa? ‘Menganggap bahwa bukan sesuatu yang salah untuk setara dengan  Allah?’  Tidak,  itu justru  bertentangan  dengan pokok yang sedang ditekankan di sini! Sebaliknya, Yesus, yang ‘menganggap Allah lebih  mulia dari  pada  dirinya  sendiri,’  tidak  akan pernah ‘berupaya menjadi   sama   dengan   Allah.’   Tetapi   sebaliknya   ia “merendahkan diriNya dan taat sampai mati.”
Tentu,  semua  ini  tidak  mungkin berlaku atas suatu bagian dari Allah Yang Mahakuasa. Pembicaraan ini  adalah  mengenai Yesus Kristus, yang dengan sempurna menggambarkan pokok yang ditandaskan Paulus di sini -yaitu pentingnya kerendahan hati dan  ketaatan  kepada  yang lebih tinggi dan Pencipta, Allah Yehuwa.

“Aku Adalah”

DALAM  Yohanes  8:58  sejumlah  terjemahan,   misalnya   The Jerusalem  Bible  mengutip  Yesus  berkata: “Sebelum Abraham jadi, Aku adalah.”  Apakah,  seperti  dinyatakan  oleh  para penganut  Tritunggal, Yesus di sini sedang mengajarkan bahwa ia dikenal dengan gelar “Aku  adalah?”  Dan,  sesuai  dengan pengakuan  mereka,  apakah  ini  memaksudkan bahwa ia adalah Yehuwa yang terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani, karena  dalam Keluaran  3:14  berbunyi:  “Firman  Allah  kepada  Musa; AKU ADALAH AKU?”
Dalam Keluaran 3:14 ungkapan “AKU ADALAH” digunakan  sebagai gelar  bagi Allah untuk menunjukkan bahwa Ia sungguh-sungguh ada dan akan  melaksanakan  janji-Nya.  The  Pentateuch  and Haftorahs,  dengan  penyunting  Dr.  J.  H.  Hertz,  berkata mengenai  ungkapan  ini:  “Bagi  orang-orang  Israel   dalam perbudakan,  arti  kata-kata  ini adalah, ‘Meskipun Ia belum menunjukkan kuasa-Nya terhadap kamu, Ia akan  melakukan  hal itu;  Ia  kekal  dan  pasti  akan membebaskanmu.’ Kebanyakan penerjemah modern mengikuti Rashi  [komentator  Alkitab  dan Talmud berkebangsaan Perancis] dalam menerjemahkan [Keluaran 3:14] ‘Aku akan menjadi apa yang Aku akan menjadi. ‘ “

Pernyataan  dalam  Yohanes  8:58  jauh  berbeda  dari   yang digunakan  dalam  Keluaran 3:14. Yesus tidak menggunakan hal itu  sebagai  nama  atau  gelar,  ia  menggunakannya   untuk menunjukkan  keberadaannya  sebelum  menjadi  manusia. Maka, perhatikan  bagaimana  beberapa  terjemahan   Alkitab   lain menyatakan Yohanes 8:58:
1869:  “Sejak  sebelum  Abraham ada, aku telah ada.” The New Testament, oleh G. R Noyes.
1935:  “Aku  ada  sebelum  Abraham  lahir!”  The  Bible  -An American  Translation,  oleh  J.  M.  P.  Smith  dan  E.  J.  Goodspeed.
1965: “Sebelum Abraham lahir, aku sudah  menjadi  siapa  aku ini.” Das Neue Testament, oleh Jorg Zink.
1981:  “Aku  sudah  hidup sebelum Abraham lahir!” The Simple English Bible.
1984: “Sebelum Abraham menjadi  ada,  Aku  telah  ada.”  New World Translation of the Holy Scriptures.
1985:  “Sebelum  Abraham lahir aku sudah ada.” Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari.
1987: “Sebelum Abraham  jadi,  Aku  Ada.”  Terjemahan  Baru.

Lembaga Alkitab Indonesia

Jadi,  makna  yang  sesungguhnya  dari  bahasa  Yunani  yang digunakan di sini adalah  bahwa  ‘anak  sulung’  Allah  yang diciptakan,  Yesus,  telah  ada  lama sebelum Abraham lahir.
Kolose 1: 15; Amsal 8:22, 23,30; Wahyu 3:14.

Sekali lagi, ikatan kalimatnya menunjukkan bahwa ini  adalah pengertian  yang  benar.  Kali  ini orang-orang Yahudi ingin melempari Yesus dengan batu karena  mengaku  “telah  melihat Abraham” padahal seperti mereka katakan, ia belum berumur 50 tahun.  (Ayat  57)  Tanggapan  Yesus   yang   wajar adalah memberitahukan  kebenaran mengenai usianya. Jadi pantas jika ia mengatakan kepada mereka bahwa ia  “sudah  hidup  sebelum Abraham lahir!” -The Simple English Bible.

“Firman itu Adalah Allah”

YOHANES  1:1  berbunyi:  “Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah  Allah.” Para  penganut  Tritunggal mengaku bahwa ini berarti “Firman itu” (Yunani, ho lo’gos) yang datang ke bumi  sebagai  Yesus Kristus adalah Allah Yang Mahakuasa sendiri.
Tetapi,  perhatikan  bahwa  di  sini  pula ikatan kalimatnya memberikan dasar  untuk  pengertian  yang  benar.  Ayat  itu berbunyi  “Firman  itu  bersama-sama  dengan  Allah.” (Cetak miring red.) Seseorang yang  “bersama-sama”  dengan  pribadi lain tidak mungkin sama dengan pribadi yang lain itu. Sesuai dengan  ini,  Journal   of   Biblical   Literature,   dengan penyunting  imam  Yesuit  Joseph  A.  Fitzmyer, mengomentari bahwa  jika  bagian  akhir   dari   Yohanes   1:1   dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini “akan bertentangan dengan ungkapan  sebelumnya,”  yang  mengatakan  bahwa  Firman  itu bersama-sama dengan Allah.
Perhatikan   juga,   bagaimana   terjemahan-terjemahan  lain menyatakan bagian dari ayat ini:
1808: “dan firman itu adalah suatu allah.” The New Testament in  an  Improved  Version,  Upon  the  Basis  of  Archbishop Newcome’s New Translation With a Corrected Text.
1864: “dan suatu allah firman itu.”  The  Emphatic  Diaglott terjemahan baris demi baris, oleh Benyamin Wilson.
1928: “dan Firman itu adalah “suatu pribadi ilahi.” La Bible du Centenaire, L’Evangile selon Jean, oleh Maurice Goguel.
1935:  “dan  Firman  itu  ilahi.”  The  Bible  -An  American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
1946:  “dan  Firman  itu  memiliki  sifat  ilahi.”  Das Neue Testament, oleh Ludwig Thimme.
1950:  “dan  Firman  itu  adalah  suatu  allah.”  New  World Translation of the Christian Greek Scriptures.
1958: “dan Firman itu adalah suatu Allah.” The New Testament oleh James L. Tomanek.
1975: “dan suatu allah (atau, memiliki sifat  ilahi)  Firman itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Siegfried Schulz.
1978:  “dan  bersifat  ilahi Logos itu.” Das Evangelium nach Johannes, oleh Johannes Schneider.
Dalam Yohanes 1:1 kata benda Yunani the-os’  (allah)  muncul dua  kali.  Yang  pertama  memaksudkan Allah Yang Mahakuasa, dengan  siapa  Firman  itu  ada  bersama-sama  (“Firman  itu [lo’gos]  bersama-sama  dengan Allah [bentuk dari the-os’”).  The-os’  yang  pertama  didahului  oleh  kata  ton   (bahasa Inggris,  the),  suatu  bentuk  kata sandang tertentu bahasa Yunani yang menunjuk kepada identitas yang pasti, dalam  hal ini  Allah  Yang  Mahakuasa (“Firman itu bersama-sama dengan Allah [bahasa Inggris, “(the) God”]”).
Sebaliknya, tidak ada kata sandang  di  depan  kata  the-os’ yang  kedua  dalam  Yohanes 1:1. Jadi terjemahan yang aksara akan berbunyi, “Firman itu allah.” Namun kita telah  melihat bahwa banyak terjemahan menyebutkan the-os’ (kata benda yang menjadi predikat) yang kedua ini sebagai  “bersifat  ilahi,” “seperti  allah,”  atau  “suatu  allah.” Dengan wewenang apa mereka melakukan ini?
Bahasa Yunani Koine  (sehari-hari)  mempunyai  kata  sandang tertentu  (bahasa  Inggris,  the), namun tidak memiliki kata sandang tidak tentu (bahasa Inggris, a atau an, atau suatu).  Jadi  bila  sebuah  kata  benda  yang menjadi predikat tidak didahului oleh kata sandang tertentu, bisa  jadi  ini  tidak tentu, bergantung pada ikatan kalimatnya.
Journal of Biblical Literature berkata bahwa istilah-istilah “yang  mempunyai  predikat   [tanpa   kata   sandang]   yang mendahului  kata  kerja, terutama mengandunq arti kualitatif [menunjukkan sifat sesuatu].” Seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan  bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah.  Juga dikatakan tentang  Yohanes  1:1:  “Kekuatan  kualitatif dari  predikatnya  begitu  menonjol  sehingga  kata bendanya [the-os’l tidak dapat dianggap tertentu.”
Jadi Yohanes 1:1 menonjolkan sifat  dari  Firman,  bahwa  ia “ilahi,”  “seperti  allah,” “suatu allah,” namun bukan Allah Yang Mahakuasa. Ini  selaras  dengan  ayat-ayat  lain  dalam Alkitab,  yang menunjukkan bahwa Yesus, yang di sini disebut “Firman” dalam peranannya sebagai Juru Bicara Allah,  adalah suatu  pribadi  lebih  rendah yang taat, diutus ke bumi oleh Atasan-Nya, Allah Yang Mahakuasa.
Ada banyak ayat-ayat Alkitab lain  yang  oleh  hampir  semua penerjemah  secara  konsisten  disisipi kata sandang “suatu” (bahasa  Inggris,  a)  pada   waktu   mereka   menerjemahkan kalimat-kalimat  Yunani  yang mempunyai susunan yang sama ke dalam bahasa-bahasa lain. Sebagai contoh,  dalam  Markus  6:
49,  ketika  murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, King James Version menyatakan:  “Mereka  mengira  bahwa  ini adalah suatu roh.” Dalam bahasa Yunani Koine, tidak ada kata “suatu” di depan “roh.” Namun hampir semua terjemahan  dalam bahasa  lain  menambahkan  kata  “suatu”  agar  cocok dengan ikatan kalimatnya. Dengan cara yang sama, karena Yohanes 1:1 memperlihatkan  bahwa  Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak mungkin adalah Allah melainkan “suatu allah,”  atau “ilahi.”
Joseph  Henry  Thayer,  seorang teolog dan sarjana yang ikut mengerjakan American  Standard  Version,  menyatakan  dengan sederhana:  “Logos  itu ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu sendiri.” Dan imam Yesuit John L. McKenzie menulis dalam karyanya  Dictionary  of  the  Bible:  “Yoh 1:1 harus dengan saksama diterjemahkan ... ‘firman itu suatu pribadi ilahi.’”
Melanggar Aturan?
TETAPI,  ada  yang  mengatakan  bahwa  terjemahan-terjemahan seperti  itu melanggar suatu aturan dalam tata bahasa Yunani Koine yang diterbitkan oleh  sarjana  bahasa  Yunani  E.  C.  Colwell  pada  tahun  1933. Ia menegaskan bahwa dalam bahasa Yunani sebuah kata benda yang  menjadi  predikat  “mempunyai kata  sandang  [tertentu]  bila kata itu sesudah kata kerja;
[tetapi]  tidak  mempunyai  kata  sandang  [tertentu]   bila mendahului  kata  kerjanya.”  Dengan  ini ia maksudkan bahwa sebuah kata benda yang menjadi predikat yang mendahului kata kerjanya harus dimengerti seolah-olah mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, “the”) di depannya. Dalam  Yohanes 1:  1  kata benda kedua (the-os’), predikatnya, sebelum kata kerjanya -“dan [the-os’]  adalah  Firman  itu.”  Jadi,  kata Colwell,   Yohanes  1:1  harus  dibaca  “dan  Allah  [bahasa Inggris, “(the) God”] adalah Firman itu.”
Namun pertimbangkan dua contoh yang terdapat  dalam  Yohanes 8:44.  Di  sana  Yesus  berkata tentang si Iblis: “Ia adalah pembunuh manusia” dan “ia  adalah  pendusta.”  Sama  seperti dalam  Yohanes  1:  1, kata-kata benda yang menjadi predikat (“pembunuh manusia”  dan  “pendusta”)  dalam  bahasa  Yunani mendahului  kata  kerja  (“adalah”).  Tidak ada kata sandang tidak tentu di depan masing-masing kata benda  karena  dalam bahasa  Yunani  Koine  tidak  ada  kata sandang tidak tentu.  Namun kebanyakan terjemahan menyisipkan kata  “adalah”  atau “adalah  seorang”  (bahasa  Inggris,  a)  karena tata bahasa Yunani dan  ikatan  kalimatnya  menuntut  itu.  -Lihat  juga Markus 11:32; Yohanes 4:19; 6:70; 9:17; 10:1; 12:6.
Colwell harus mengakui ini sehubungan dengan kata benda yang menjadi predikatnya, karena ia berkata:  “[Kata  sandangnya] tidak  tertentu  [”suatu”  atau  “seorang”] dalam hal ini, hanya bila ikatan kalimatnya menuntut hal tersebut.” Jadi ia pun  mengakui  bahwa  bila  ikatan kalimat menuntut hal itu, para penerjemah dapat menyisipkan kata sandang  tidak  tentu di depan kata benda dalam susunan kalimat sejenis ini.
Apakah  ikatan  kalimatnya menuntut kata sandang tidak tentu dalam Yohanes 1: 1 ? Ya, karena bukti dari  seluruh  Alkitab menunjukkan  bahwa  Yesus  bukan Allah Yang Mahakuasa. Jadi, yang harus membimbing penerjemah dalam hal-hal  seperti  itu bukan  peraturan  tata  bahasa  dari Colwell yang meragukan, tetapi   ikatan   kalimatnya.   Dan   jelas   dari    banyak terjemahan-terjemahan  yang  menyisipkan  kata sandang tidak tentu “suatu” dalam Yohanes 1:1 dan di ayat-ayat lain, bahwa banyak  sarjana  tidak menyetujui peraturan yang dibuat-buat seperti di atas, demikian juga Firman Allah.
Tidak Bertentangan
APAKAH mengatakan bahwa Yesus Kristus adalah  “suatu  allah” bertentangan  dengan  ajaran  Alkitab  bahwa  hanya ada satu Allah?  Tidak,  karena  kadang-kadang  Alkitab   menggunakan istilah  itu untuk memaksudkan pribadi yang berkuasa. Mazmur 8:6  (Klinkert)  berbunyi:  “Engkau  telah  menjadikan   dia [manusia]  kurang  sedikit dari pada segala malaekat [bahasa Ibrani,  ‘elohim’,  NW,  pribadi-pribadi  seperti  Allah”].” Dalam  pembelaan  Yesus terhadap tuduhan orang Yahudi, bahwa ia  mengaku  sebagai  Allah,  ia  mengatakan  bahwa  “Taurat menggunakan  kata  allah-allah  untuk  mereka  kepada  siapa firman Allah ditujukan,” yaitu yang dimaksudkan  hakim-hakim manusiawi.  (Yohanes  10:  34,  35,  Jerusalem Bible; Mazmur 8Z:1-6) Bahkan  Setan  disebut  “ilah  zaman  ini”  dalam  2 Korintus 4:4.
Yesus  mempunyai  kedudukan  yang jauh lebih tinggi daripada para malaikat, manusia  yang  tidak  sempurna,  atau  Setan.
Karena pribadi-pribadi itu disebutkan sebagai “allah-allah,” pribadi-pribadi  yang  berkuasa,  tentu  Yesus   pun   dapat dianggap   “suatu   allah”   dan   memang  demikian.  Karena kedudukannya yang  unik  dalam  hubungannya  dengan  Yehuwa, Yesus adalah “Allah Yang Perkasa [”Berkuasa,” NW].” -Yohanes 1: 1; Yesaya 9: 5.
Namun bukankah  “Allah  Yang  Berkuasa”  dengan  huruf-huruf besar  menunjukkan  bahwa  Yesus  dalam  hal tertentu setara dengan  Allah  Yehuwa?  Sama  sekali  tidak.  Yesaya   hanya menubuatkan ini sebagai salah satu dari empat nama yang akan diberikan kepada Yesus, dan dalam bahasa Indonesia nama-nama tersebut ditulis dengan huruf besar. Tetapi, sekalipun Yesus disebut “Berkuasa,” hanya ada satu pribadi yang “Mahakuasa.” Menyebut  Allah Yehuwa “Mahakuasa” tidak akan mempunyai arti jika  tidak  ada  pribadi-pribadi  lain  yang  juga  disebut allah-allah namun menduduki jabatan lebih rendah.
Bulletin  of  the John Rylands Library di Inggris menyatakan bahwa menurut teolog Katolik Karl Rahner,  meskipun  the-os’ digunakan   dalam  ayat-ayat  seperti  Yohanes  1:  1  untuk menyebutkan Kristus, “dalam ayat-ayat tersebut the-os’ tidak pernah  digunakan  sedemikian rupa sehingga menyatakan Yesus sama dengan Dia yang di tempat lain  dalam  Perjanjian  Baru disebut   sebagai  ‘ho  Theos,’  yaitu,  Allah  Yang  Paling tinggi.”  Dan  Bulletin  menambahkan:  ‘Jika  para   penulis Perjanjian  Baru  menganggap sangat penting agar orang-orang yang setia mengakui Yesus sebagai ‘Allah,’ mengapa pengakuan semacam ini tidak ada sama sekali dalam Perjanjian Baru?’

Tetapi  bagaimana  dengan kata-kata rasul Tomas, “Ya Tuhanku dan Allahku!” kepada Yesus dalam Yohanes 20:28? Bagi  Tomas, Yesus  adalah  seperti “allah,” terutama dalam mukjizat yang ia lihat yang mendorongnya untuk  mengeluarkan  seruan  itu.  Beberapa   sarjana  mengatakan  bahwa  Tomas  mungkin  hanya mengucapkan seruan keheranan yang emosional, yang  diucapkan kepada Yesus namun ditujukan kepada Allah. Dalam hal apapun, Tomas  tidak  berpikir  bahwa  Yesus   adalah   Allah   Yang Mahakuasa,  karena  ia dan semua rasul lain tahu bahwa Yesus tidak  pernah  mengaku  dirinya  sebagai   Allah   melainkan mengajar  bahwa Yehuwa saja “satu-satunya Allah yang benar.”
Yohanes 17:3.
Sekali lagi, ikatan kalimatnya membantu  kita  memahami  hal ini.  Beberapa hari sebelumnya Yesus yang telah dibangkitkan menyuruh Maria Magdalena memberi tahu murid-murid: “Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.” (Yohanes 20:17) Meskipun Yesus  sudah  dibangkitkan  sebagai roh  yang  berkuasa,  Yehuwa masih tetap Allahnya. Dan Yesus terus menyebut Dia demikian bahkan dalam buku terakhir  dari Alkitab, setelah ia dimuliakan. -Wahyu 1: 5,6: 3:2,12.
Tepat  tiga  ayat setelah seruan Tomas, dalam Yohanes 20:31, Alkitab menjelaskan   masalahnya   lebih   lanjut   dengan menyatakan  “Semua  yang  tercantum  di  sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa  Yesuslah  Mesias,  Anak  Allah,” bukan  bahwa ia adalah Allah Yang Mahakuasa. Dan ini berarti “Anak” secara aksara, sebagaimana seorang  ayah  aksara  dan seorang anak, bukan sebagai suatu bagian yang misterius dari Keilahian Tritunggal.

Harus Selaras Dengan Alkitab

ORANG-ORANG mengatakan bahwa beberapa  ayat  lain  mendukung Tritunggal.  Namun  sama  dengan yang telah dibahas di atas, bila  diperiksa  dengan   saksama.   ayat-ayat   itu   tidak benar-benar    mendukungnya.    Ayat-ayat tersebut hanya menggambarkan bahwa dalam mempertimbangkan  pernyataan yang dikatakan mendukung  Tritunggal,  seseorang harus bertanya:
Apakah penjelasannya selaras dengan  ajaran  yang  konsisten dari  seluruh  Alkitab -bahwa hanya Allah Yehuwa yang Paling Tinggi? Jika tidak, maka penjelasannya pasti salah.
Kita juga perlu ingat bahwa tidak ada satu “ayat bukti”  pun yang  mengatakan  bahwa  Allah,  Yesus, dan roh kudus adalah satu dalam suatu Keilahian yang misterius.  Tidak  ada  satu ayat  pun dalam Alkitab yang mengatakan bahwa ketiga-tiganya sama dalam zat,  kuasa,  dan  kekekalan.  Alkitab  konsisten dalam  menyingkapkan  bahwa  Allah  Yang  Mahakuasa, Yehuwa, adalah satu-satunya Pribadi Yang Paling Tinggi, Yesus adalah Anak-Nya  yang diciptakan, dan roh kudus adalah tenaga aktif Allah.

SEMBAHLAH ALLAH MENURUT SYARAT-SYARAT DIA

YESUS berkata dalam doa kepada  Allah:  “Inilah  hidup  yang kekal  itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar, dan  mengenal  Yesus  Kristus  yang  telah Engkau  utus.”  (Yohanes  17: 3) Pengenalan atau pengetahuan macam  apa?  “[Allah]   menghendaki   supaya   semua   orang diselamatkan  dan  memperoleh pengetahuan [yang saksama, NW] akan  kebenaran.”  (1  Timotius  2:4)  The  Amplified  Bible menerjemahkan bagian terakhir dari ayat ini sebagai berikut:
“Mengetahui dengan tepat dan benar tentang Kebenaran [ilahi].”    
Jadi    Allah    ingin    agar   kita   mengenal   Dia   dan maksud-tujuan-Nya dengan saksama  selaras  dengan  kebenaran ilahi.   Dan  Firman  Allah,  Alkitab,  adalah  sumber  dari kebenaran tersebut. (Yohanes 17:17;  2  Timotius  3:  16,17) Bila  orang  belajar dengan saksama apa yang Alkitab katakan tentang  Allah,  maka  mereka  tidak  akan  menjadi  seperti orang-orang   yang   disebut   dalam   Roma  10:2,  3,  yang “sungguh-sungguh giat untuk Allah, tetapi  tanpa  pengertian yang  benar.” Atau seperti orang-orang Samaria, kepada siapa Yesus berkata: “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal.  “
Yohanes 4:22.

Maka,  jika  kita  ingin mendapat perkenan Allah, kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri: Apa  yang  Allah  katakan mengenai  diri Dia sendiri? Bagaimana Ia ingin disembah? Apa maksud-tujuanNya dan bagaimana kita harus menyesuaikan  diri dengan  itu? Pengetahuan yang saksama tentang kebenaran akan memberi    kita    jawaban-jawaban    yang    benar     atas pertanyaan-pertanyaan  tersebut.  Dengan demikian kita dapat menyembah Allah menurut syarat-syarat Dia.

Tidak Menghormati Allah

“SIAPA yang menghormati Aku, akan Kuhormati,” kata Allah. (1 Samuel  2 :30) Apakah kita menghormati Allah dengan menyebut pribadi lain setara dengan Dia? Apakah kita menghormati  Dia dengan  menyebut  Maria  “Bunda  Allah”  dan  “Perantara ...  antara sang Pencipta  dengan  makhluk-makhluk  ciptaan-Nya,” seperti  disebutkan  dalam New Catholic Encyclopedia? Tidak, gagasan tersebut menghina Allah. Tidak ada  pribadi  manapun yang setara dengan Dia, Ia juga tidak mempunyai ibu jasmani, karena  Yesus  bukan  Allah.  Dan  tidak   ada   “Perantara” perempuan  karena  Allah  hanya  mengangkat ‘satu pengantara antara Allah dan manusia,’ yaitu Yesus. -1 Timotius  2:5;  1 Yohanes 2:1,2.
Tiada  sangsi  lagi,  doktrin Tritunggal telah membingungkan dan mengencerkan pengertian orang  tentang  kedudukan  Allah yang  sesungguhnya.  Hal  itu menghalangi orang untuk dengan saksama mengenal Penguasa Universal, Allah Yehuwa, dan untuk menyembah  Dia  menurut syarat-syarat-Nya. Seperti dikatakan teolog Hans Kung: “Untuk  apa  seseorang  ingin  menambahkan sesuatu  kepada  gagasan  tentang keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau  meniadakan  keesaan  dan keunikan  itu?”  Namun  itulah  yang  telah dilakukan dengan percaya kepada Tritunggal.
Mereka  yang  percaya  kepada  Tritunggal  tidak  “berpegang kepada  Allah  dalam  pengetahuan yang saksama.” (Roma 1:28, NW; Bode) Ayat itu juga berkata: “Allah  menyerahkan  mereka kepada   pikiran-pikiran   yang  terkutuk,  sehingga  mereka melakukan apa yang tidak  pantas.”  (Terjemahan  Baru)  Ayat 29-31  menyebutkan beberapa dari hal-hal yang “tidak pantas” itu, seperti ‘pembunuhan, perselisihan, tidak  setia,  tidak penyayang,  tidak  mengenal  belas  kasihan.’ Justru hal-hal itulah  yang  telah  dipraktikkan  oleh   agama-agama   yang menerima Tritunggal.
Sebagai  contoh,  para penganut Tritunggal sering menganiaya dan  bahkan  membunuh  orang-orang  yang   menolak   doktrin Tritunggal.  Dan  mereka  bahkan telah bertindak lebih jauh.  Mereka telah membunuh sesama penganut Tritunggal dalam  masa perang.  Apa  yang  lebih “tidak pantas” lagi daripada orang Katolik membunuh  orang  Katolik,  orang  Ortodoks  membunuh orang    Ortodoks,    orang    Protestan    membunuh   orang Protestan-semua dalam nama Allah Tritunggal yang sama?
Namun, Yesus dengan jelas berkata:  “Dengan  demikian  semua orang  akan  tahu,  bahwa  kamu  adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu saling mengasihi.” (Yohanes 13:35) Firman Allah berbicara  lebih  banyak  mengenai  hal ini, dengan berkata:
“Inilah tandanya anak-anak Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang  yang  tidak  berbuat  kebenaran,  tidak  berasal dari Allah,  demikian  juga  barangsiapa  yang  tidak   mengasihi saudaranya.”  Mereka  yang  membunuh  saudara-saudara rohani mereka disamakan dengan “Kain, yang berasal  dari  si  jahat [Setan] dan yang membunuh adiknya.” -1 Yohanes 3: 10-12.
Jadi,   diajarkannya   doktrin-doktrin   yang  membingungkan tentang  Allah  telah  menimbulkan  tindakan-tindakan   yang melanggar  hukum-hukum-Nya.  Sesungguhnya,  apa  yang  telah terjadi  dalam  seluruh  Susunan  Kristen   adalah   seperti digambarkan  oleh teolog Denmark Søren Kierkegaard: “Susunan Kristen telah menyingkirkan  Kekristenan  tanpa  benar-benar menyadarinya.”
Keadaan  rohani  Susunan  Kristen  sesuai  dengan  apa  yang ditulis rasul Paulus: “Mereka mengaku mengenal Allah, tetapi dengan  perbuatan mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat  sesuatu  yang  baik.”
Titus 1: 16.
 Tidak  lama  lagi,  pada  waktu Allah mengakhiri sistem yang jahat yang  ada  sekarang,  Susunan  Kristen  yang  menganut Tritunggal  akan  dimintai  pertanggungjawaban.  Dan ia akan mendapat vonis yang  mencelakakan  karena  tindakan-tindakan dan doktrin-doktrinnya yang tidak menghormati Allah. -Matius 24: 14,34; 25:3134, 41, 46; Wahyu 17:1-6,  16;  18:1-8,  20, 24; 19: 17-21.
Tolaklah Tritunggal
KEBENARAN  Allah  tidak dapat dikompromikan. Maka, menyembah Allah menurut  syarat-syarat  Dia  berarti  menolak  doktrin Tritunggal.  Doktrin  tersebut  bertentangan dengan apa yang dipercayai dan diajarkan oleh para nabi, Yesus, rasul-rasul, dan  orang  Kristen  yang  mula-mula.  Hal  itu bertentangan dengan  apa  yang  Allah  katakan  mengenai  diriNya   dalam Firman-Nya  sendiri  yang  terilham.  MakaIa  menasihati:
‘Akuilah bahwa aku Allah, dan tak ada lainnya, dan  tak  ada yang seperti aku.’ -Yesaya 46:9, BIS.
Kepentingan Allah dirugikan dengan membuat Dia membingungkan dan misterius.  Sebaliknya,  makin  bingung  orang  mengenai Allah dan maksud tujuan Dia, makin senang musuh Allah, Setan si Iblis, ‘ilah dunia ini.’ Dialah yang menganjurkan doktrin palsu  tersebut  untuk  ‘membutakan pikiran orang-orang yang tidak percaya.’ (2 Korintus 4:4)
Dan doktrin  Tritunggal  juga  menjadi  alat  bagi  golongan pendeta   yang  ingin  mempertahankan  kendali  mereka  atas orang-orang, karena mereka memberi  kesan  seolah-olah  para teolog saja yang dapat mengertinya. -Lihat Yohanes 8:44.
Pengetahuan   yang   saksama   tentang   Allah   benar-benar mendatangkan  kelegaan.  Hal  itu  membebaskan   kita   dari ajaran-ajaran  yang  bertentangan dengan ajaran Firman Allah dan dari organisasi-organisasi yang  telah  murtad.  Seperti Yesus   katakan:   “Kamu   akan  mengetahui  kebenaran,  dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” -Yohanes 8:32.

Dengan menghormati Allah  sebagai  yang  paling  tinggi  dan menyembah   Dia   menurut   syarat-syaratNya,   kita   dapat menghindari  hukuman  yang  segera  akan  Ia  timpakan  atas Susunan   Kristen   yang   murtad.   Sebaliknya  kita  dapat menantikan perkenan Allah pada waktu  sistem  ini  berakhir:
“Dunia  ini  sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak Allah tetap  hidup  selama-lamanya.”
1 Yohanes 2:17.

HARUSKAH ANDA PERCAYA KEPADA TRITUNGGAL?

©1989 Watch Tower Bible and Tract Society of Pennsylvania
Penerbit:
Watch Tower Bible and Tract Society Of New York. Inc.
International Bible Students Association
Brooklyn, New York, U.S.A.

Haruskah Anda  Percaya Trinitas?

Saksi Jehovah sebagai salah satu sekte Kristiani Unitarian menjelaskan akidah mereka: menentang Trinitas yang dipercaya oleh Kristen mainstream.

Isi Lengkap
Haruskah Percaya ?
A . Bgmn Trinitas Dijelaskan ?
- Di Luar Jangkauan Akal Manusia
- Bukan Allah yang Suka Pada Kekacauan

B. Ajaran Alkitab ?
- Apakah ada dalam Alkitab ?
- Bukti dari Kitab Ibrani
- Bukti dari Kitab Yunani
- Apakah Diajarkan Orang Kristen Awal ?
- Apa yang Diajarkan Ulama Pra-Nicea

C. Bgmn Trinitas Berkembang ?
- Peranan Konstantin di Nicea
- Perkembangan Selanjutnya
- Kredo Athanasia
- Kemurtadan Dinubuatkan
- Apa yang Mempengaruhi Hal Itu
- Platonisme
- Mengapa Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?

D. Apa Kata Alkitab ?
- Allah Itu Satu, Bukan Tiga
- Bukan Allah yang Jamak
- Yesus Ciptaan yang Terpisah
- Dapatkah Allah Dicobai ?
- Berapa Besar Harga Tebusan Itu ?
- Satu-Satunya yang Diperanakkan ?
- Apakah Yesus Dianggap Allah ?

E. Apakah Allah Unggul ?
- Yesus Dibedakan Dari Allah
- Hamba Allah
- Allah Lebih Unggul
- Pengetahuan Yesus Terbatas
- Yesus Lebih Rendah
- Tidak Pernah Mengaku Allah

F. Tenaga Aktif Allah
- Tenaga Aktif
- Kekuatan yang Melimpah
- Bukan suatu Pribadi
- Penolong
- Bukan Bagian Tritunggal

G. Bgmn Ayat-Bukti Trinitas ?
- Tiga dalam Satu
- Aku dan Bapa Adalah Satu
- Menyamakan DiriNya dengan Allah ?
- Setara Dengan Allah ?
- Aku Adalah
- Firman itu Adalah Allah
- Melanggar Aturan
- Tidak Bertentangan
- Harus Selaras Alkitab

H. Sembahlah Allah Menurut Syarat Dia
- Tidak Menghormati Allah
- Tolaklah Tritunggal

Tidak ada komentar: