TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG MOJOKERTO
Ada
berbagai konsep Tritunggal.
Tetapi pada umumnya ajaran Tritunggal adalah bahwa didalam Keilahian ada
tiga pribadi, Bapa, Anak, dan Roh Kudus;
namun, bersama-sama, mereka hanya satu Allah. Doktrin itu mengatakan bahwa ketiganya
setara, mahakuasa, dan tidak
diciptakan, telah ada
kekal selama-lamanya dalam Keilahian.
Para
pendukung Tritunggal mengatakan bahwa
ini didasarkan, tidak hanya
pada tradisi agama tetapi juga pada Alkitab. Para
pengritik doktrin tersebut mengatakan bahwa
itu bukan ajaran Alkitab, sebuah sumber sejarah bahkan berkata:
“Asal usul [Tritunggal] sama sekali kafir.”-The
Paganism in Our Christianity.
APAKAH ITU BENAR-BENAR AJARAN ALKITAB?
“Tritunggal” apakah ada dalam Alkitab?
Bukti
dari Kitab-Kitab Ibrani
Bukti
dari Kitab-Kitab Yunani
Apakah
Diajarkan oleh Orang-Orang Kristen yang Mula-Mula?
Apa
yang Diajarkan oleh Bapa-Bapa Pra-Nicea
BAGAIMANA DOKTRIN TRITUNGGAL BERKEMBANG?
Peranan Konstantin di Nicea
Perkembangan Selanjutnya
Baru pada
abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam
Kredo Athanasia
Kemurtadan
Dinubuatkan
Apa
yang Mempengaruhi Hal Itu
Platonisme
Mengapa
Nabi-Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?
APA YANG ALKITAB KATAKAN MENGENAI ALLAH DAN
YESUS?
Allah Itu Satu, Bukan Tiga
Bukan
Allah yang Jamak
Yesus Ciptaan yang Terpisah
Dapatkah
Allah Dicobai?
Berapa
Besar Harga Tebusan Itu?
Bagaimana
“Satu-Satunya yang Diperanakkan”?
Apakah
Yesus Dianggap Allah?
APAKAH ALLAH SELALU LEBIH UNGGUL DARIPADA YESUS?
Yesus Dibedakan Dari Allah
Hamba Allah yang Menundukkan Diri
Para
pengikut Yesus selalu memandangnya sebagai hamba Allah yang menundukkan
diri, bukan sebagai
pribadi yang sama dengan Allah.
Mereka berdoa kepada Allah mengenai
“Yesus, HambaMu yang kudus,
yang Engkau urapi,... tanda-tanda dan mujizat-mujizat [dilakukan] oleh
nama Yesus, HambaMu
yang kudus.”-Kisah 4:23, 27, 30.
Allah Lebih Unggul Sepanjang Zaman
Pengetahuan Yesus Terbatas
Yesus Tetap Lebih Rendah Kedudukannya
Yesus
Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah
ROH KUDUS TENAGA AKTIF ALLAH
Tenaga
Aktif
“Kekuatan
yang Melimpah-limpah”
Bukan
suatu Pribadi
“Penolong”
Bukan Bagian dari suatu Tritunggal
BAGAIMANA DENGAN “AYAT-AYAT BUKTI” UNTUK
TRITUNGGAL?
Tiga dalam Satu
“Aku dan Bapa Adalah Satu”
“Menyamakan DiriNya dengan Allah?”
“Setara
Dengan Allah?”
“Aku Adalah”
Lembaga
Alkitab
“Firman itu Adalah Allah”
Melanggar
Aturan?
Tidak
Bertentangan
Harus
Selaras Dengan Alkitab
SEMBAHLAH ALLAH MENURUT SYARAT-SYARAT DIA
Tidak
Menghormati Allah
Tolaklah
Tritunggal
HARUSKAH
ANDA PERCAYA KEPADA TRITUNGGAL?
Watch Tower
Bible and Tract Society Of New York .
Inc.
Brooklyn ,
New York , U.S.A.
HARUSKAH ANDA MEMPERCAYAINYA?
APAKAH anda percaya
kepada Tritunggal? Kebanyakan
orang dalam usunan Kristen
percaya. Bagaimanapun juga,
selama berabad-abad itu merupakan doktrin utama dari gereja-gereja.
Mengingat hal ini, anda tentu
berpikir bahwa tidak mungkin ada yang perlu diragukan mengenai
Tritunggal. Namun ada, dan belakangan bahkan
beberapa dari para
pendukungnya telah menambah seru
perdebatannya.
Mengapa pokok
pembicaraan seperti ini harus mendapat lebih banyak perhatian? Karena
Yesus sendiri berkata:
“Inilah hidup yang kekal
itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau, satu-satunya Allah yang benar,
dan mengenal Yesus
Kristus yang telah Engkau
utus.” Jadi seluruh
masa depan kita bergantung pada
mengenal sifat yang sebenarnya dari Allah, dan hal itu berarti memeriksa sampai
ke akar dari perdebatan mengenai
Tritunggal. Maka, tidakkah
sebaiknya anda mengujinya
sendiri?-Yohanes 17:3.
Namun, orang-orang lain berkata
bahwa doktrin Tritunggal itu palsu,
bahwa Allah Yang Mahakuasa berdiri sendiri sebagai Pribadi yang
terpisah, kekal, dan
mahakuasa. Mereka mengatakan bahwa
Yesus dalam keberadaannya sebelum menjadi manusia, adalah sama seperti
para malaikat, pribadi roh yang terpisah yang diciptakan oleh Allah, dan untuk
alasan ini ia pasti mempunyai permulaan. Mereka
mengajarkan bahwa Yesus tidak
pernah setara dengan Allah Yang
Mahakuasa dalam arti apapun; ia
selalu tunduk kepada
Allah dan masih
tetap demikian. Mereka juga
percaya bahwa roh kudus bukan pribadi tetapi roh dari Allah, tenaga aktif-Nya.
Jika Tritunggal benar, akan
merendahkan Yesus jika dikatakan bahwa ia tidak pernah setara dengan
Allah sebagai bagian dari
suatu Keilahian. Namun
jika Tritunggal salah, akan merendahkan
Allah Yang Mahakuasa, jika ada pribadi lain yang dikatakan setara
dengan Dia, dan bahkan lebih buruk lagi untuk menyebut
Maria sebagai “Bunda Allah.” Jika
Tritunggal salah, sungguh tidak
menghormati Allah untuk
mengatakan, seperti ditulis dalam buku Catholicism: “Jika [orang] tidak menjaga
Kepercayaan ini utuh
dan tidak tercela, [mereka] pasti akan lenyap untuk selamanya. Dan Kepercayaan
Katolik adalah: kita menyembah satu Allah dalam Tritunggal.”
Jadi, ada
alasan-alasan yang baik mengapa
anda seharusnya ingin mengetahui kebenaran
mengenai Tritunggal. Tetapi sebelum memeriksa
asal usulnya dan
pengakuannya sebagai kebenaran, ada gunanya jika doktrin ini
didefinisikan lebih terinci. Tepatnya, apa sebenarnya Tritunggal itu?
Bagaimana para pendukungnya menjelaskan ajaran itu?
BAGAIMANA TRITUNGGAL DIJELASKAN?
GEREJA Katolik Roma berkata: “Tritunggal adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan doktrin utama agama Kristen...
Jadi, dalam kata-kata Kredo Athanasia: ‘sang Bapa adalah Allah, sang Anak adalah Allah, dan Roh Kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah melainkan satu Allah.’ Dalam Tritunggal ini... Pribadi-Pribadinya sama kekal dan setara: semuanya tidak diciptakan dan mahakuasa.”-The Catholic Encyclopedia.
Hampir semua gereja lain dalam Susunan Kristen menyetujuinya. Misalnya, Gereja Ortodoks Yunani juga menyebut Tritunggal “doktrin dasar dari Kekristenan,” bahkan mengatakan: “Orang Kristen adalah orang-orang yang menerima Kristus sebagai Allah.” Dalam buku Our Orthodox Christian Faith, gereja yang sama berkata: “Allah adalah suatu kesatuan tiga serangkai... Sang Bapa adalah Allah sepenuhnya. Sang Anak adalah Allah sepenuhnya. Roh Kudus adalah Allah sepenuhnya.”
Jadi, Tritunggal dianggap sebagai “satu Allah dalam tiga Pribadi.” Masing-masing dikatakan tidak mempunyai permulaan, ada dari kekal sampai kekal. Masing-masing dikatakan mahakuasa, dan masing-masing tidak lebih besar atau lebih kecil daripada yang lainnya.
Apakah gagasan demikian sukar dimengerti? Banyak orang beriman yang tulus merasa hal itu membingungkan, bertentangan dengan akal sehat, benar-benar sulit dipahami.
Bagaimana mungkin, sang Bapa adalah Allah, Yesus adalah Allah, dan roh kudus adalah Allah, namun tidak ada tiga Allah melainkan hanya satu Allah?
KEBINGUNGAN ini tersebar luas. The Encyclopedia Americana mengatakan bahwa Tritunggal dianggap “di luar jangkauan akal manusia.”
Banyak orang yang menerima Tritunggal menganggapnya demikian. Monsignor Eugene Clark berkata: “Allah itu satu, dan Allah itu tiga. Karena tidak ada ciptaan yang seperti ini, kita tidak dapat mengertinya, tetapi menerimanya saja.”
Kardinal John O’Connor berkata: “Kami tahu ini suatu misteri yang sangat dalam, yang sama sekali tidak kita mengerti.”
Dan Paus Yohanes Paulus II berkata mengenai “misteri yang tidak dapat dimengerti tentang Allah Tritunggal.”
Jadi, A Dictionary of Religious Knowledge berkata: “Tepatnya apa doktrin itu, atau bagaimana hal itu harus dijelaskan, para penganut Tritunggal pun tidak mencapai kata sepakat di antara mereka sendiri.”
Maka, kita dapat mengerti mengapa New Catholic Encyclopedia berkata: “Hanya sedikit diantara guru-guru teologi Tritunggal di seminari-seminari Katolik Roma yang pada suatu waktu tidak dipojokkan oleh pertanyaan, ‘Tetapi bagaimana kita akan berkhotbah tentang Tritunggal?’ Dan jika pertanyaan itu merupakan gejala kebingungan di pihak para siswa, kemungkinan hal itu juga merupakan gejala kebingungan yang serupa di pihak guru-guru mereka.”
Kebenaran dari pernyataan di atas dapat dibuktikan dengan mengunjungi suatu perpustakaan dan memeriksa buku-buku yang mendukung Tritunggal. Tak terhitung banyaknya halaman yang ditulis dalam upaya untuk menjelaskannya. Namun, setelah bersusah payah memeriksa istilah-istilah teologi yang membingungkan dan penjelasannya, para peneliti masih tetap tidak puas.
Mengenai ini, imam Yesuit Joseph Bracken mengatakan dalam bukunya What Are They Saying About the Trinity?: “Para imam yang dengan cukup banyak upaya telah mempelajari...
Tritunggal selama tahun-tahun mereka di seminari tentu saja ragu-ragu untuk menyampaikannya kepada jemaah mereka dari mimbar, bahkan pada hari Minggu. Tritunggal... Untuk apa seseorang akan membuat umatnya bosan dengan sesuatu yang pada akhirnya pun tidak akan mereka mengerti dengan benar?”
Ia juga berkata: “Tritunggal adalah soal kepercayaan formal, namun hal itu hanya sedikit atau tidak [berpengaruh] dalam kehidupan dan ibadat Kristen sehari-hari.” Meskipun demikian, ini adalah “doktrin utama” dari gereja-gereja!
Teolog Katolik Hans Kung menyatakan dalam bukunya Christianity and the World Religions bahwa Tritunggal merupakan satu alasan mengapa gereja-gereja tidak berhasil membuat kemajuan yang berarti di kalangan orang bukan Kristen. Ia berkata: “Bahkan orang Muslim yang terpelajar,
sama sekali tidak dapat mengerti, sebagaimana juga orang-orang Yahudi sebegitu jauh tidak dapat memahami, gagasan mengenai Tritunggal... Perbedaan yang dibuat oleh doktrin Tritunggal antara satu Allah dan tiga hypostase [zat] tidak memuaskan orang Muslim, yang bukannya merasa mendapat penjelasan, tetapi justru merasa bingung, oleh istilah-istilah teologi yang berasal dari bahasa Syria, Yunani, dan Latin.
Orang-orang Muslim menganggap ini semua permainan kata... Mengapa seseorang ingin menambahkan sesuatu kepada gagasan mengenai keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan atau meniadakan keesaan dan keunikan itu?”
BAGAIMANA doktrin yang begitu membingungkan seperti Tritunggal muncul? The Catholic Encyclopedia menyatakan:
“Sebelum adanya penyingkapan Ilahi, diperlukan sebuah dogma yang misterius seperti itu.” Sarjana Katolik Karl Rahner dan Herbert Vorgrimler menyatakan dalam Theological Dictionary mereka: “Tritunggal... dalam arti yang sesungguhnya..., adalah suatu misteri yang tidak dapat dipahami tanpa wahyu ilahi, dan bahkan setelah disingkapkan tidak dapat dimengerti sepenuhnya.”
Tetapi, dengan berkukuh bahwa Tritunggal adalah misteri yang begitu membingungkan karena berasal dari wahyu ilahi, mereka menciptakan problem besar lain. Mengapa? Karena dalam wahyu ilahi itu sendiri tidak ada pandangan demikian mengenai Allah: “Allah... bukan Allah yang suka pada kekacauan.”-1 Korintus 14:33, Alkitab dalam Bahasa Indonesia Sehari-hari (BIS).
Mengingat pernyataan itu, mungkinkah Allah akan mencetuskan doktrin mengenai diri-Nya sendiri yang begitu membingungkan sehingga bahkan para sarjana Ibrani, Yunani, dan Latin tidak dapat menjelaskannya?
Selain itu, apakah orang-orang harus menjadi teolog untuk dapat ‘mengenal satu-satunya Allah yang benar dan Yesus Kristus yang telah Ia utus?’ (Yohanes 17:3) Jika demikian halnya, mengapa begitu sedikit dari para pemimpin agama Yahudi yang terpelajar mengakui Yesus sebagai Mesias?
Sebaliknya, murid-muridnya yang setia, adalah petani-petani, nelayan, pemungut cukai, ibu-ibu rumah tangga yang sederhana. Orang-orang sederhana tersebut begitu yakin dengan apa yang Yesus ajarkan tentang Allah sehingga mereka dapat mengajarkannya kepada orang lain dan bahkan rela mati demi kepercayaan mereka-Matius 15:1-9; 21: 23-32, 43; 23:13-36; Yohanes 7:45-49; Kisah 4:13.
APAKAH ITU BENAR-BENAR AJARAN ALKITAB?
ANDAIKAN Tritunggal
itu benar, hal
itu seharusnya disampaikan dengan
jelas dan konsisten
dalam Alkitab. Mengapa?
Karena, seperti ditegaskan
para rasul, Alkitab adalah penyingkapan
Allah mengenai diri-Nya
kepada umat manusia. Dan karena kita perlu mengenal
Allah agar dapat menyembah Dia
dengan sepatutnya, Alkitab harus jelas dalam memberi tahu kita siapa Ia
sebenarnya.
Orang-orang beriman
pada abad pertama
menerima Alkitab sebagai penyingkapan Allah yang otentik. Itu menjadi dasar
kepercayaan mereka, wewenang yang mutlak.
Misalnya, ketika rasul Paulus
mengabarkan kepada orang-orang di kota
Berea , “mereka
menerima firman itu dengan segala kerelaan hati
dan setiap hari mereka
menyelidiki Kitab Suci untuk mengetahui, apakah semuanya itu benar
demikian.”-Kisah 17:10,11.
Apa yang digunakan oleh
pria-pria Allah yang terkemuka
di kala itu sebagai
wewenang mereka? Kisah
17:2, 3 (BIS) memberi tahu kita:
‘Paulus seperti biasa... bertukar pikiran dengan orang-orang
di situ mengenai
ayat-ayat Alkitab. Berdasarkan
ayat-ayat Alkitab ia
menjelaskan dan membuktikan.”
Yesus sendiri
memberikan teladan dalam menggunakan Alkitab sebagai dasar ajarannya,
dengan berulang kali
mengatakan:
“Ada
tertulis.” “Ia menjelaskan
kepada mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh
Kitab Suci.”-Matius 4:4, 7; Lukas 24:27.
Jadi, Yesus,
Paulus, dan orang-orang
beriman pada abad pertama
menggunakan Alkitab sebagai dasar
ajaran mereka. Mereka
mengetahui bahwa “semua yang tertulis dalam Alkitab, diilhami oleh Allah
dan berguna untuk
mengajarkan yang benar, untuk
menegur dan membetulkan yang salah, dan untuk mengajar manusia supaya
hidup menurut kemauan Allah. Dengan
Alkitab itu orang
yang melayani Allah
dapat dilengkapi dengan sempurna untuk segala macam pekerjaan yang
baik.”-2 Timotius 3:16, 17,
BIS; lihat juga
1 Korintus 4:6; 1 Tesalonika 2:13: 2 Petrus 1:20, 21.
Karena Alkitab dapat
“membetulkan yang salah,” ia seharusnya dengan
jelas menyingkapkan keterangan
mengenai masalah Tritunggal yang
kata orang merupakan doktrin dasar.
Namun apakah para teolog
dan sejarawan sendiri mengatakan bahwa hal itu benar-benar merupakan
ajaran Alkitab?
“Tritunggal” apakah ada dalam Alkitab?
SEBUAH publikasi Protestan
berkata: “Kata Tritunggal tidak terdapat dalam
Alkitab... Ia baru mendapat tempat secara resmi dalam
teologi gereja pada abad ke-4.” (The Illustrated Bible Dictionary)
Dan seorang yang berwewenang dalam agama Katolik mengatakan
bahwa Tritunggal “bukanlah...
secara langsung firman dari Allah.” -New Catholic Encyclopedia.
The Catholic Encyclopedia juga mengomentari:
“Dalam Alkitab belum terdapat satu istilah
pun untuk menyatakan
ke-Tiga Pribadi Ilahi tersebut secara bersama. Kata triaz [tri’as]
(asal kata dari trinitas bahasa Latin)
mula-mula ditemukan dalam [tulisan] Teofilus dari Antiokhia kira-kira
tahun 180 M.... Tidak lama kemudian itu muncul dalam bentuk
Latinnya trinitas dalam [tulisan] Tertullian.”
Namun, hal
ini sendiri tidak membuktikan
bahwa Tertullian mengajarkan Tritunggal. Karya tulis Katolik
Trinitas - A Theological
Encyclopedia of the
Holy Trinity misalnya, menyatakan bahwa
beberapa dari kata-kata Tertullian belakangan digunakan
oleh orang-orang lain untuk menjelaskan Tritunggal. Kemudian ia
memperingatkan: “Tetapi kesimpulan yang tergesa-gesa
tidak dapat diambil
hanya berdasarkan pemakaian, karena ia
tidak menerapkan kata-kata
tersebut untuk teologi Tritunggal.”
Bukti
dari Kitab-Kitab Ibrani
MESKIPUN kata
“Tritunggal” tidak dapat
ditemukan dalam Alkitab, apakah
setidak-tidaknya gagasan tentang
Tritunggal dengan jelas diajarkan di dalamnya? Sebagai contoh, apa yang
ditunjukkan oleh Kitab-Kitab Ibrani (“Perjanjian Lama”)?
The Encyclopedia of Religion
mengakui: “Para teolog
dewasa ini setuju bahwa Alkitab Ibrani tidak memuat doktrin tentang
Tritunggal.” Dan New Catholic Encyclopedia juga
mengatakan:
“Doktrin Tritunggal Kudus tidak
diajarkan dalam P[erjanjian] L[ama].”
Demikian pula, dalam bukunya
The Triune God,
imam Yesuit Edmund Fortman
mengakui: “Perjanjian Lama...
tidak secara tegas ataupun samar-samar memberi tahu kepada kita mengenai Allah Tiga
Serangkai yang adalah
Allah, Anak dan
Roh Kudus... Tidak ada bukti bahwa penulis tulisan suci manapun bahkan menduga
adanya suatu [Tritunggal] di
dalam Keilahian... Bahkan mencari
di dalam [”Perjanjian
Lama”] kesan-kesan atau gambaran
di muka atau
‘tanda-tanda terselubung’ mengenai trinitas dari pribadi-pribadi,
berarti melampaui kata-kata dan
tujuan dari para
penulis tulisan-tulisan suci.”-Cetak miring red.
Penyelidikan dalam
Kitab-Kitab Ibrani itu
sendiri akan membuktikan komentar-komentar ini.
Jadi, tidak ada ajaran yang jelas mengenai Tritunggal dalam 39 buku
pertama dari Alkitab yang
membentuk kanon yang
asli dari Kitab-Kitab Ibrani yang terilham.
Bukti
dari Kitab-Kitab Yunani
MAKA, apakah Kitab-Kitab Yunani
Kristen (“Perjanjian Baru”) dengan jelas
berbicara tentang suatu Tritunggal?
The Encydopedia of Religion mengatakan: “Para teolog setuju bahwa Perjanjian Baru juga tidak
memuat doktrin yang jelas mengenai Tritunggal.”
Imam Yesuit
Fortman mengatakan: “Para penulis Perjanjian Baru... tidak
memberi kita doktrin Tritunggal
yang resmi atau dirumuskan,
juga tidak ajaran yang jelas
bahwa dalam satu Allah terdapat tiga pribadi
ilahi yang setara...
Di mana pun kita tidak menemukan doktrin tritunggal dari
tiga subyek kehidupan dan kegiatan
ilahi yang berbeda
dalam Keilahian yang sama.”
The New
Encyclopaedia Britannica menyatakan:
“Kata Tritunggal atau doktrinnya yang jelas tidak terdapat
dalam Perjanjian Baru.”
Bernhard Lohse mengatakan dalam
A Short History of Christian Doctrine: “Sejauh itu menyangkut Perjanjian
Baru, seseorang tidak menemukan di
dalamnya doktrin Tritunggal yang aktual.”
The New
International Dictionary of New Testament Theology juga mengatakan:
“P[erjanjian] B[aru] tidak memuat doktrin Tritunggal yang
diperkembangkan. ‘Alkitab tidak
memuat deklarasi yang terus terang bahwa Bapa, Anak dan Roh
Kudus adalah dari zat
yang sama’ [kata
teolog Protestan Karl Barth].”
Profesor E.
Washburn Hopkins dari
Universitas Yale
meneguhkan: “Bagi Yesus dan Paulus
doktrin tritunggal jelas tidak dikenal;... mereka tidak mengatakan apa-apa
mengenai itu.”-Origin and Evolution of Religion.
Sejarawan Arthur
Weigall menyatakan: “Yesus
Kristus tidak pernah menyebutkan perwujudan demikian, dan di manapun dalam
Perjanjian Baru tidak terdapat kata ‘Tritunggal.’ Gagasannya baru diterima oleh
Gereja tiga ratus tahun setelah kematian
Tuhan kita.”-The Paganism in Our Christianity.
Jadi, ke-39 buku dari Kitab-Kitab Ibrani ataupun
kanon dari ke-27 buku yang terilham
dari Kitab-Kitab Yunani
Kristen tidak ada yang memuat ajaran yang jelas mengenai Tritunggal.
Apakah
Diajarkan oleh Orang-Orang Kristen yang Mula-Mula?
APAKAH orang-orang
Kristen yang mula-mula
mengajarkan Tritunggal? Perhatikan komentar-komentar berikut dari
para sejarawan dan teolog:
“Kekristenan yang
mula-mula tidak mempunyai
doktrin Tritunggal seperti yang
setelah itu dirinci
dalam kredo-kredo.”-The New International Dictionary
of New Testament Theology.
“Namun orang-orang Kristen yang
pertama pada awal mula tidak pernah
mempunyai pikiran untuk
menerapkan gagasan
[Tritunggal] kepada kepercayaan
mereka sendiri. Mereka memberikan pengabdian
mereka kepada Allah Bapa dan
kepada Yesus Kristus, Anak Allah, dan mereka mengakui... Roh Kudus; tetapi tidak
ada buah pikiran
bahwa ketiga pribadi ini
adalah suatu Tritunggal,
setara dan dipersatukan
dalam Satu.”-The Paganism in Our Christianity.
“Pada mulanya
kepercayaan Kristen bukan kepada
Allah Tiga Serangkai... Halnya tidak demikian
pada zaman rasul-rasul atau sebelumnya,
seperti diperlihatkan dalam
P[erjanjian] B[aru] dan tulisan-tulisan Kristen
yang awal lainnya.”
Encyclopedia of Religion and Ethics.
“Perumusan
‘satu Allah dalam tiga Pribadi’ tidak ditetapkan dengan tegas, dan pasti
belum dilebur sepenuhnya ke
dalam kehidupan Kristen dan
pengakuan imannya, sebelum akhir abad ke-4... Di antara Bapa-Bapa
Rasuli, tidak pernah
bahkan sedikit pun ada yang
mendekati sikap atau pandangan seperti itu.” - New Catholic Encyclopedia.
Apa
yang Diajarkan oleh Bapa-Bapa Pra-Nicea
BAPA-BAPA pra-Nicea diakui
sebagai guru-guru agama
yang terkemuka pada abad-abad
permulaan setelah kelahiran Kristus. Apa yang mereka ajarkan
patut diperhatikan.
Justin Martyr,
yang meninggal kira-kira
tahun 165 M., menyebut
pramanusia Yesus sebagai malaikat
yang diciptakan yang “tidak sama
dengan Allah yang
menciptakan segala perkara.” Ia
mengatakan bahwa Yesus lebih
rendah daripada Allah dan “tidak pernah
melakukan sesuatu kecuali
yang Pencipta... ingin ia lakukan dan katakan.”
Irenaeus, yang meninggal kira-kira tahun 200 M.,
mengatakan bahwa pramanusia Yesus keberadaannya terpisah dari Allah dan
lebih rendah daripada
Dia. Ia memperlihatkan bahwa
Yesus tidak setara dengan “Allah
yang benar dan
satu-satunya,” yang “lebih tinggi
di atas segala-galanya, dan selain Dia tidak ada yang lain.”
Clement dari Aleksandria, yang
meninggal kira-kira tahun 215
M, menyebut
Yesus dalam keberadaannya
sebelum menjadi manusia sebagai
“suatu ciptaan” tetapi
menyebut Allah sebagai “yang
tidak diciptakan dan tidak dapat
binasa dan satu-satunya Allah yang benar.”
Ia mengatakan bahwa
sang Anak “adalah nomor
dua setelah satu-satunya
Bapa yang mahakuasa” tetapi tidak
setara dengan Dia.
Tertullian, yang
meninggal kira-kira tahun
230 M., mengajarkan keunggulan
Allah. Ia berkata: “Sang Bapa berbeda dari Anak (yang lain), karena Ia lebih
besar; sebagaimana yang memperanakkan
berbeda dari yang diperanakkan, ia yang mengutus berbeda dari dia
yang diutus.” Ia
juga berkata:
“Ada
masanya ketika sang
Anak tidak ada... Sebelum semua perkara ada, Allah berada sendirian.”
Hippolytus, yang
meninggal kira-kira tahun
235 M., mengatakan bahwa Allah adalah “Allah yang esa, Pribadi
yang pertama dan satu-satunya,
Khalik dan Tuhan
dari semua,” “tidak ada
yang [memiliki umur
yang sama] dengan Dia...
Tetapi Ia adalah
Esa, berada sendirian;
yang, karena
menghendakinya, membuat ada
apa yang dulunya tidak ada,”
seperti misalnya pramanusia Yesus yang diciptakan.
Origen, yang meninggal
kira-kira tahun 250 M.,
mengatakan bahwa “sang Bapa
dan Anak adalah dua hakekat... dua hal sehubungan dengan
pokok dasar mereka,”
dan bahwa “dibandingkan dengan Bapa, [Anak] adalah terang yang sangat
kecil.”
Meringkaskan bukti sejarah,
Alvan Lamson mengatakan
dalam The Church of the First Three Centuries: “Doktrin Tritunggal yang
modern dan populer... tidak
mendapat dukungan dari bahasa
Justin [Martyr]: dan pernyataan
ini dapat diperluas sehingga berlaku juga untuk semua
Bapa pra-Nicea; yaitu, untuk
semua penulis Kristen
selama tiga abad
setelah kelahiran Kristus. Memang, mereka berbicara
mengenai sang Bapa, Anak
dan... Roh kudus,
tetapi tidak sebagai [pribadi-pribadi] yang setara, tidak
berjumlah satu zat, tidak
sebagai Tiga dalam
Satu, dalam arti
apapun yang sekarang diterima
oleh para penganut
Tritunggal. Justru sebaliknyalah
yang merupakan fakta.”
Jadi, bukti
dari Alkitab dan
dari sejarah membuat jelas bahwa Tritunggal tidak dikenal sepanjang
zaman Alkitab dan selama beberapa abad setelahnya.
BAGAIMANA DOKTRIN TRITUNGGAL BERKEMBANG?
SAMPAI di
sini saudara mungkin bertanya:
‘Jika Tritunggal bukan ajaran Alkitab, bagaimana itu menjadi doktrin Susunan Kristen?’ Banyak
orang berpikir bahwa ini
dirumuskan pada Konsili di Nicea pada tahun 325 M.
Tetapi, hal itu tidak sepenuhnya
tepat. Konsili Nicea memang meneguhkan
bahwa Kristus adalah dari zat
yang sama seperti Allah, dan hal ini menjadi fondasi untuk teologi Tritunggal di kemudian
hari. Tetapi konsili
ini tidak menyusun Tritunggal, karena dalam
konsili itu sama
sekali tidak
disebutkan mengenai
roh kudus sebagai pribadi ketiga
dari
suatu Keilahian tiga serangkai.
Peranan Konstantin di Nicea
SELAMA bertahun-tahun, ada
banyak tentangan atas
dasar Alkitab terhadap gagasan yang makin berkembang bahwa Yesus
adalah Allah. Dalam upaya untuk mengakhiri
pertikaian itu, penguasa Roma
Konstantin memanggil semua uskup ke Nicea. Yang
hadir kira-kira 300,
sebagian kecil dari
jumlah keseluruhan.
Konstantin bukan
seorang Kristen. Menurut
dugaan, ia belakangan ditobatkan,
tetapi baru dibaptis
pada waktu sedang terbaring
sekarat. Mengenai dirinya, Henry Chadwick mengatakan dalam The
Early Church: “Konstantin,
seperti bapanya, menyembah Matahari
Yang Tidak Tertaklukkan;... pertobatannya hendaknya tidak ditafsirkan
sebagai pengalaman kerelaan yang datang
dari batin... Ini
adalah masalah militer.
Pengertiannya mengenai doktrin Kristen tidak pernah jelas sekali,
tetapi ia yakin
bahwa kemenangan dalam pertempuran bergantung pada karunia
dari Allah orang-orang Kristen.”
Peranan apa
yang dimainkan oleh kaisar yang tidak dibaptis ini di Konsili Nicea?
Encyclopaedia Britannica menceritakan:
“Konstantin sendiri
menjadi ketua, dengan aktif memimpin pertemuan dan secara
pribadi mengusulkan... rumusan penting
yang menyatakan hubungan
Kristus dengan Allah dalam kredo yang dikeluarkan oleh
konsili tersebut, ‘dari
satu zat dengan Bapa’...
Karena sangat segan terhadap
kaisar, para uskup, kecuali dua orang
saja, menandatangani kredo
itu, kebanyakan dari mereka dengan sangat berat hati.”
Karena itu,
peran Konstantin penting sekali. Setelah dua bulan debat agama
yang sengit, politikus kafir ini
campur tangan dan mengambil keputusan demi keuntungan mereka
yang mengatakan bahwa Yesus adalah Allah. Tetapi mengapa?
Pasti bukan karena keyakinan apapun dari Alkitab. “Konstantin pada
dasarnya tidak mengerti apa-apa tentang pertanyaan pertanyaan yang
diajukan dalam teologi Yunani,” kata A Short History of Christian Doctrine.
Yang ia tahu adalah
bahwa perpecahan agama
merupakan ancaman bagi kekaisarannya, dan ia ingin memperkuat
wilayah kekuasaannya.
Namun, tidak seorang uskup pun
di Nicea
mengusulkan suatu
Tritunggal. Mereka hanya memutuskan sifat
dari Yesus tetapi bukan peranan roh kudus.
Jika suatu Tritunggal
merupakan kebenaran Alkitab yang
jelas, tidakkah mereka seharusnya
mengusulkannya pada waktu itu?
Perkembangan Selanjutnya
SETELAH Konsili Nicea,
perdebatan mengenai pokok ini terus berlangsung selama puluhan tahun. Mereka yang percaya
bahwa Yesus tidak setara dengan Allah bahkan mendapat angin
lagi untuk beberapa waktu.
Namun belakangan, Kaisar Theodosius mengambil keputusan menentang
mereka. Ia meneguhkan
kredo dari Konsili Nicea
sebagai standar untuk
daerahnya dan mengadakan Konsili Konstantinopel pada tahun 381 M. untuk menjelaskan rumus tersebut.
Konsili tersebut
menyetujui untuk menaruh roh kudus pada tingkat yang sama
dengan Allah dan Kristus. Untuk
pertama kali, Tritunggal Susunan
Kristen mulai terbentuk dengan jelas.
Tetapi, bahkan setelah Konsili
Konstantinopel, Tritunggal tidak menjadi kredo yang diterima secara luas.
Banyak orang menentangnya dan karena itu mengalami penindasan yang kejam.
Baru pada
abad-abad belakangan Tritunggal dirumuskan dalam
kredo-kredo yang
tetap. The Encyclopedia Americana
mengatakan: “Perkembangan penuh
dari ajaran Tritunggal
terjadi di Barat, pada pengajaran
dari Abad Pertengahan, ketika suatu
penjelasan dari segi filsafat dan psikologi disetujui.”
Kredo Athanasia
TRITUNGGAL didefinisikan lebih
lengkap dalam Kredo Athanasia. Athanasius adalah seorang pendeta yang
mendukung Konstantin di Nicea. Kredo yang
memakai namanya berbunyi:
“Kami menyembah
satu Allah dalam Tritunggal... sang Bapa adalah Allah,
sang Anak adalah Allah, dan Roh
Kudus adalah Allah; namun mereka
bukan tiga allah, tetapi satu Allah.”
Tetapi, para sarjana yang
mengetahui benar masalahnya setuju bahwa
Athanasius tidak menyusun
kredo ini. The
New Encyclopasdia
Britannica mengomentari: “Kredo
itu baru dikenal oleh Gereja
Timur pada abad ke-12. Sejak abad ke-17, para sarjana pada umumnya setuju bahwa
Kredo Athanasia tidak ditulis oleh Athanasius (meninggal tahun 373) tetapi
mungkin disusun di Perancis Selatan pada abad ke-5... Pengaruh kredo itu
tampaknya terutama ada di Perancis Selatan
dan Spanyol pada abad ke-6 dan ke-7. Ini digunakan dalam
liturgi gereja di Jerman pada abad ke-9 dan kira-kira tidak
lama setelah itu di Roma.”
Jadi dibutuhkan waktu berabad-abad sejak zaman
Kristus bagi Tritunggal untuk dapat diterima secara luas
dalam Susunan Kristen. Dan
dalam semua hal tersebut, apa yang membimbing keputusan-keputusannya?
Apakah Firman Allah,
atau apakah pertimbangan para
pendeta dan politik?
Dalam Origin and Evolution of Religion, E. W. Hopkins menjawab:
“Definisi ortodoks yang terakhir dari tritunggal sebagian besar adalah
masalah politik gereja.”
Kemurtadan
Dinubuatkan
SEJARAH yang tidak baik dari
Tritunggal ini cocok dengan apa yang Yesus dan rasul-rasulnya nubuatkan akan
terjadi setelah zaman mereka. Mereka mengatakan bahwa akan ada
kemurtadan, penyelewengan,
penyimpangan dari ibadat
sejati sampai kembalinya Kristus,
yaitu saat ibadat sejati akan dipulihkan sebelum hari
manakala Allah membinasakan sistem perkara-perkara ini tiba.
Mengenai “Hari” itu, rasul
Paulus mengatakan: “Sebelum Hari
itu haruslah datang
dahulu murtad dan haruslah dinyatakan dahulu manusia durhaka. “ (2
Tesalonika 2: 3, 7) Belakangan, ia
menubuatkan: “Sesudah aku pergi,
serigala-serigala yang ganas akan
masuk ke tengah-tengah
kamu dan tidak
akan menyayangkan kawanan itu.
Bahkan dari antara kamu sendiri akan muncul beberapa orang, yang dengan
ajaran palsu mereka berusaha menarik
murid-murid dari jalan
yang benar dan supaya mengikut
mereka.” (Kisah 20:29, 30) Murid-murid Yesus yang lain
juga menulis mengenai
kemurtadan ini dengan golongan pendetanya
yang “durhaka.”-Lihat, misalnya,
2 Petrus 2: 1; 1 Yohanes 4:1-3; Yudas 3, 4.
Paulus juga
menulis: “Akan datang
waktunya, orang tidak dapat
lagi menerima ajaran
sehat, tetapi mereka
akan mengumpulkan guru-guru menurut kehendaknya untuk memuaskan keinginan
telinganya. Mereka akan
memalingkan telinganya dari kebenaran
dan membukanya bagi dongeng.” -2 Timotius 4:3, 4.
Yesus sendiri menjelaskan siapa
yang ada di balik kemurtadan dari
ibadat sejati. Ia
mengatakan bahwa ia telah menabur benih yang baik tetapi musuhnya,
Setan, akan menabur lalang di ladang.
Maka ketika muncul tunas pertama dari gandum, muncul juga lalang.
Jadi, penyimpangan dari
Kekristenan sejati harus diharapkan
terjadi sampai tiba musim menuai, pada waktu Kristus akan membereskan
perkara-perkara. (Matius 13:24-43)
The Encyclopedia Americana mengomentari: “Ajaran Tritunggal
dari abad ke-4 tidak dengan saksama
mencerminkan ajaran Kristen yang
mula-mula mengenai sifat
Allah; sebaliknya, ini adalah penyimpangan dari ajaran
tersebut.”
Maka, dari mana asalnya
penyimpangan ini?-1 Timotius 1: 6
Apa
yang Mempengaruhi Hal Itu
DI SELURUH dunia zaman purba, di Babel dulu,
jibadat kepada dewa-dewa kafir yang
dikelompokkan dalam tiga
serangkai, sangat umum. Pengaruh
itu juga umum di Mesir, Yunani, dan Roma pada abad-abad sebelum, selama, dan
setelah Kristus. Dan
setelah rasul-rasul
meninggal, kepercayaan kafir tersebut menyusup ke dalam Kekristenan.
Sejarawan Will
Durant mengatakan: “Kekristenan tidak memusnahkan kekafiran;
ia menerimanya... Dari Mesir datang gagasan mengenai trinitas ilahi.”
Dan dalam buku
Egyptian Religion, Siegfried Morenz
berkata: “Tritunggal merupakan hal yang terutama menyita perhatian
para teolog Mesir...
Tiga allah digabung
dan diperlakukan seperti satu pribadi tunggal, disapa
dalam bentuk tunggal.
Dengan cara ini kekuatan
rohani dari agama
Mesir memperlihatkan hubungan yang langsung dengan teologi Kristen.”
Jadi, di Aleksandria, Mesir,
tokoh-tokoh gereja dari akhir abad
ketiga dan permulaan abad keempat, seperti Athanasius, memperlihatkan
pengaruh ini pada waktu
mereka merumuskan ide-ide yang
mengarah kepada Tritunggal. Pengaruh mereka sendiri meluas,
sehingga Morenz menganggap
“teologi Aleksandria sebagai penghubung
antara warisan agama Mesir dan Kekristenan.”
Dalam kata pengantar
buku History of
Christianity dari Edward Gibbon,
kita membaca: “Jika Kekafiran ditaklukkan oleh Kekristenan,
halnya juga benar bahwa Kekristenan telah
dirongrong oleh Kekafiran.
Keilahian yang murni
dari orang-orang Kristen yang mula-mula... diubah,
oleh Gereja Roma, menjadi
dogma trinitas yang tidak dapat
dimengerti. Banyak dari
kepercayaan kafir, yang
diciptakan oleh orang-orang Mesir
dan diidealkan oleh Plato, dipertahankan sebagai sesuatu yang patut
dipercayai.”
A Dictionary
of Religious Knowledge
menyatakan bahwa Tritunggal “adalah
suatu penyelewengan yang dipinjam
dari agama-agama kafir, dan dicangkokkan ke dalam iman Kristen.” Dan
The Paganism in Our
Christianity berkata: “Asal usul [Tritunggal] seluruhnya kafir.”
Itu sebabnya, dalam
Encyclopedia of Religion
and Ethics, James Hastings
menulis: “Dalam agama di India, misalnya, kita temukan
kelompok tiga serangkai
Brahma, Syiwa, dan Wisnu; dan dalam agama Mesir kelompok
tiga serangkai Osiris, Isis, dan
Horus... Bukan hanya
dalam agama-agama dalam sejarah, kita
temukan Allah dianggap
sebagai suatu Tritunggal. Kita
khususnya dapat mengingat
pandangan Neo-Platonik
mengenai Realitas yang
Paling Tinggi,” yang “diwakili secara tiga serangkai.” Apa hubungan
antara filsuf Yunani Plato dengan Tritunggal?
Platonisme
PLATO, menurut
perkiraan, hidup dari tahun 428
sampai 347 sebelum Kristus. Meskipun ia
tidak mengajarkan Tritunggal dalam bentuknya
yang sekarang, filsafatnya membuka jalan untuk itu.
Belakangan, gerakan filsafat
yang mencakup kepercayaan kepada
kelompok-kelompok tiga serangkai bermunculan, dan semua ini
dipengaruhi oleh gagasan
Plato mengenai Allah dan alam.
Nouveau Dictionnaire Universel
(Kamus Universal Baru) bahasa Perancis
mengatakan mengenai pengaruh
dari Plato:
“Tritunggal menurut
Plato, yang sebenarnya
hanyalah penyusunan kembali dari tritunggal-tritunggal yang lebih tua
dan berasal dari orang-orang zaman dulu, tampaknya merupakan tritunggal yang
rasional dan filosofis dari sifat-sifat yang melahirkan ketiga
hypostase (zat) atau pribadi
ilahi yang diajarkan oleh gerejagereja Kristen... Konsep filsuf Yunani mengenai trinitas
ilahi ini... dapat ditemukan dalam semua agama [kafir] kuno.”
The New Schaff-Herzog
Encyclopedia of Religious Knowledge memperlihatkan pengaruh
dari filsafat Yunani ini: “Doktrin mengenai Logos
dan Tritunggal menerima
bentuknya dari Bapa-Bapa Yunani,
yang... sangat dipengaruhi,
secara langsung atau tidak langsung, oleh filsafat Plato...
Bahwa kesalahan dan kerusakan menyusup ke dalam Gereja dari sumber ini
tidak dapat disangkal.”
The Church of the First Three
Centuries mengatakan: “Doktrin Tritunggal
dibentuk secara bertahap
dan baru belakangan terhitung;...
ia berasal dari sumber yang sama sekali
tidak dikenal dalam Kitab-Kitab
Suci Yahudi maupun Kristen;... ia tumbuh,
dan dicangkokkan ke
dalam Kekristenan, melalui tangan Bapa-Bapa pengikut Plato.”
Menjelang akhir
abad ketiga M., “Kekristenan” dan filsafat Plato yang
baru, berpadu secara
tidak terpisahkan. Sebagaimana
dinyatakan Adolf Harnack dalam
Outlines of the History of Dogma, doktrin gereja kemudian
“berakar dengan kuat di
tanah Hellenisme [paham
Yunani kafir]. Dengan demikian ini menjadi suatu misteri
bagi bagian terbesar dari orang-orang Kristen.”
Gereja mengaku bahwa
doktrin-doktrin barunya didasarkan atas Alkitab. Namun
Harnack mengatakan: “Dalam
kenyataan di kalangannya sendiri
[gereja] mengesahkan spekulasi Hellenik, pandangan dan kebiasaan
takhyul dari ibadat
kafir yang bersifat misteri.”
Dalam buku A Statement of
Reasons, Andrews Norton menyatakan tentang Tritunggal: “Kita dapat
menelusuri sejarah doktrin ini
dan menemukan sumbernya,
bukan dalam wahyu Kristen, melainkan
dalam filsafat Plato... Tritunggal
bukan doktrin dari Kristus dan Rasul-Rasulnya, melainkan suatu
fiksi dari sekolah para pengikut Plato.”
Jadi, pada abad keempat M.,
kemurtadan yang dinubuatkan oleh Yesus
dan para rasul mulai berkembang penuh. Perkembangan
dari Tritunggal hanya satu bukti dari
ini. Gereja-gereja yang murtad juga mulai menganut gagasan kafir
lain, seperti api neraka, kekekalan jiwa, dan penyembahan berhala. Secara rohani, Susunan
Kristen telah memasuki
abad-abad kegelapannya yang telah dinubuatkan, dikuasai oleh golongan pendeta “manusia
durhaka” yang terus
bertambah besar.-2 Tesalonika 2:3, 7.
Mengapa
Nabi-Nabi Allah Tidak Mengajarkannya?
MENGAPA, selama
ribuan tahun, tidak
seorang pun dari nabi-nabi Allah
mengajarkan umat-Nya mengenai Tritunggal?
Pada kesempatan terakhir,
tidakkah Yesus akan
menggunakan kecakapannya sebagai Guru Agung untuk menjelaskan Tritunggal
kepada para pengikutnya?
Apakah Allah akan
mengilhami ratusan halaman dari
Alkitab namun tidak
menggunakan pengajaran ini untuk mengajarkan Tritunggal
jika hal itu memang “doktrin utama” dari iman?
Apakah orang-orang Kristen harus percaya bahwa berabad-abad
setelah Kristus dan setelah
mengilhami penulisan Alkitab, Allah akan
mendukung perumusan suatu
doktrin yang tidak dikenal oleh hamba-hamba-Nya selama ribuan
tahun, doktrin yang merupakan
“misteri yang tidak dapat dimengerti” “di luar jangkauan
akal manusia,” doktrin yang diakui
mempunyai latar belakang kafir
dan “sebagian besar adalah masalah politik gereja?”
Bukti dari sejarah sudah jelas:
Ajaran Tritunggal adalah penyimpangan dari kebenaran,
kemurtadan darinya.
APA YANG ALKITAB KATAKAN MENGENAI ALLAH DAN
YESUS?
JIKA orang membaca Alkitab dari depan sampai
belakang tanpa memiliki gagasan sebelumnya
mengenai Tritunggal, apakah mereka
dengan sendirinya akan sampai
pada konsep tersebut? Sama sekali tidak.
Apa yang dengan sangat
jelas akan timbul
dalam pikiran seorang pembaca
yang netral ialah
bahwa Allah saja Yang Mahatinggi, sang Pencipta, terpisah dan berbeda
dari pribadi manapun, dan bahwa Yesus, bahkan dalam keberadaannya sebelum
menjadi manusia, juga terpisah dan
berbeda, suatu makhluk yang diciptakan, lebih rendah
daripada Allah.
Allah Itu Satu, Bukan Tiga
AJARAN Alkitab
bahwa Allah itu
esa atau satu
disebut monoteisme. Dan L.
L. Paine, profesor
sejarah gereja, menyatakan bahwa
monoteisme dalam bentuknya
yang paling murni tidak mengizinkan adanya Tritunggal: “Perjanjian Lama secara
tegas adalah monoteistis. Allah adalah suatu pribadi tunggal. Gagasan
bahwa suatu tritunggal dapat
ditemukan di dalamnya... sama
sekali tidak berdasar.”
Apakah ada perubahan dari
monoteisme setelah Yesus datang ke bumi? Paine menjawab: “Mengenai hal ini tidak
ada pemisah antara Perjanjian
Lama dan Perjanjian
Baru. Tradisi monoteistis terus
dilanjutkan. Yesus adalah seorang
Yahudi, dilatih oleh orang-tua Yahudi dalam kitab-kitab Perjanjian
Lama. Ajarannya sepenuhnya Yahudi: memang suatu injil baru, namun
bukan suatu teologi baru... Dan ia menerima sebagai
kepercayaannya sendiri ayat agung dari monoteisme
Yahudi:
‘Dengarlah, hai orang
Israel ,
Tuhan Allah kita adalah satu Allah’”
Kata-kata tersebut terdapat
dalam Ulangan 6:4. New Jerusalem
Bible (NJB) Katolik
berbunyi: “Dengarlah , Israel :
Yahweh Allah kita adalah esa,
satu-satunya Yahweh.”[1] Dalam
tata bahasa dari ayat
itu. kata ìesaî tidak mengandung sifat jamak untuk
menyatakan bahwa kata itu mempunyai arti
yang lain, yaitu bukan satu pribadi.
Catatan kaki:
[1] Nama Allah dinyatakan
“Yahweh” dalam beberapa terjemahan, “Jehovah” dalam terjemahan-terjemahan lain
(dalam bahasa Inggris).
Rasul Kristen
Paulus tidak menunjukkan
adanya perubahan dalam sifat Allah, bahkan setelah Yesus datang ke bumi.
Ia menulis: “Allah adalah satu.” -Galatia 3: 20, lihat juga 1
Korintus 8:4-6.
Ribuan kali dalam seluruh
Alkitab, Allah disebutkan sebagai
satu Pribadi. Bila Ia berfirman, ini adalah sebagai satu Pribadi
yang tidak terbagi. Alkitab benar-benar sangat jelas dalam hal
ini. Seperti Allah katakan: “Aku ini [Yehuwa], itulah
namaKu; Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu
kepada yang lain. “ (Yesaya 42 :8) “Akulah Yahweh Allahmu... Engkau
tidak boleh memiliki allah-allah lain kecuali
aku.” (Cetak miring
red.)-Keluaran 20: 2, 3, JB.
Untuk apa
semua penulis Alkitab yang diilhami Allah akan
berbicara mengenai Allah
sebagai satu Pribadi
jika Ia sebenarnya adalah tiga Pribadi? Apa gunanya hal itu,
selain dari menyesatkan orang? Tentu, jika Allah terdiri dari tiga Pribadi,
la akan menyuruh
para penulis Alkitab-Nya untuk membuat hal itu benar-benar jelas
sehingga tidak mungkin ada keraguan
mengenai hal itu.
Sedikitnya para penulis Kitab-Kitab Yunani Kristen yang
mempunyai hubungan pribadi dengan Anak
Allah sendiri tentu
akan berbuat demikian. Ternyata tidak.
Sebaliknya, apa yang dinyatakan dengan
sangat jelas oleh para
penulis Alkitab ialah bahwa Allah adalah satu Pribadi;
Pribadi yang unik, tidak
terbagi-bagi yang tidak
setara dengan siapapun juga:
“Akulah [Yehuwa] dan tidak ada yang lain; kecuali Aku tidak ada Allah. “
(Yesaya 45:5) “Engkau sajalah yang bernama [Yehuwa], Yang Mahatinggi atas
seluruh bumi.”-Mazmur 83 :19.
Bukan
Allah yang Jamak
YESUS menyebut Allah
“satu-satunya Allah yang
benar.” (Yohanes 17:3) Ia tidak
pernah menyebut Allah sebagai ilahi yang terdiri dari pribadi-pribadi jamak.
Itulah sebabnya dalam Alkitab tidak ada satu pribadi pun selain
Yehuwa yang disebut Yang Mahakuasa. Jika tidak,
arti kata “mahakuasa” tidak berlaku
lagi. Yesus maupun
roh kudus tidak pernah disebut demikian, karena hanya Yehuwa yang
paling tinggi. Dalam
Kejadian 17:1 Ia
berkata: “Akulah Allah
Yang Mahakuasa.” Dan Keluaran 18:11 berbunyi:
“[Yehuwa] lebih besar dari segala
allah.”
Dalam Kitab-Kitab
Ibrani, kata ‘eloh’ah (allah)
mempunyai dua bentuk jamak,
yaitu, ‘elo-him’ (allah-allah) dan ‘elo-heh’ (allah-allah dari).
Bentuk-bentuk jamak ini umumnya memaksudkan Yehuwa, dan
dalam hal itu
kata-kata tersebut diterjemahkan dalam bentuk tunggal sebagai “Allah.”
Apakah bentuk-bentuk jamak
tersebut menyatakan suatu Tritunggal? Tidak. Dalam A Dictionary of the Bible,
William Smith berkata: “Gagasan
khayalan bahwa [’elo-him’] memaksudkan tritunggal dari
pribadi-pribadi dalam Keilahian, sekarang hampir tidak mempunyai pendukung
lagi di
kalangan para sarjana. Hal itu adalah apa yang disebut para ahli tata
bahasa bentuk jamak dari keagungan,
atau itu menyatakan kepenuhan dari
kekuatan ilahi. Kuasa
keseluruhan yang diperlihatkan
oleh Allah.”
The American Journal of
Semitic Languages and
Literatures mengatakan tentang
‘elo-him.’ “Ini hampir selalu dijelaskan dengan suatu predikat kata kerja tunggal,
dan membutuhkan atribut kata sifat tunggal.” Untuk menggambarkan ini,
gelar ‘elo-him’ muncul 35 kali
secara tersendiri dalam
kisah penciptaan, dan setiap
kali kata kerja yang menggambarkan apa yang Allah katakan
dan lakukan adalah
dalam bentuk tunggal. (Kejadian
1:1-2:4) Jadi, publikasi
itu menyimpulkan: “[’Elo-him’] agaknya harus dijelaskan sebagai bentuk jamak
yang bersifat intensif,
yang menyatakan kebesaran dan
keagungan.”
‘Elo-him’ bukan
berarti “pribadi-pribadi,” melainkan “allah-allah.” Jadi
mereka yang berkukuh
bahwa kata ini menyatakan
suatu Tritunggal menjadikan
diri sendiri politeis, penyembah
lebih dari satu Allah. Mengapa? Karena ini berarti ada tiga allah
dalam Tritunggal. Namun
hampir semua pendukung Tritunggal
menolak pandangan bahwa Tritunggal terdiri dari tiga allah yang
terpisah.
Alkitab juga menggunakan
kata-kata ‘elo-him’ dan ‘elo-heh’ bila menyebutkan
sejumlah allah-allah berhala yang
palsu.
(Keluaran 12:12 ; 20:23 ).
Namun pada kesempatan lain hal itu bisa memaksudkan
hanya satu allah
palsu, seperti ketika orang-orang
Filistin menyebutkan “Dagon,
allah mereka [’elo-heh’].” (Hakim
16:23 , 24)
Baal disebut “allah
[’elo-him]” (1
Raja 18:27 )
Selain itu, ungkapan
ini digunakan untuk manusia. (Mazmur 82:1, 6) Musa diberi tahu
bahwa dia akan menjadi “Allah [’elo-him’]”
bagi Harun dan bagi Firaun.-Keluaran 4:16 ; 7:1.
Jelas, menggunakan gelar-gelar
‘elo-him’ dan ‘elo-heh ‘untuk allah-allah palsu, dan
bahkan manusia, tidak
menyatakan bahwa masing-masing
adalah allah-allah yang jamak; demikian juga menerapkan ‘elo-him’ atau
‘elo-heh’ pada Yehuwa tidak berarti bahwa Ia lebih dari satu
Pribadi, terutama bila kita mempertimbangkan bukti dari ayat-ayat
lain dalam Alkitab mengenai pokok ini.
Yesus Ciptaan yang Terpisah
KETIKA berada
di atas bumi, Yesus adalah
seorang manusia, meskipun manusia yang
sempurna karena Allah
telah memindahkan daya kehidupan
dari Yesus ke dalam rahim Maria. (Matius
1: 18-25) Namun itu bukan
awal kehidupannya. Ia sendiri
menyatakan bahwa ia
“telah turun dari
sorga.” (Yohanes 3:13) Jadi
wajarlah bila ia
belakangan berkata kepada para
pengikutnya: “Bagaimanakah, jikalau kamu melihat Anak Manusia [Yesus] naik ke
tempat di mana Ia
sebelumnya berada?”-Yohanes 6:62.
Jadi. Yesus sudah
hidup di surga sebelum datang ke
bumi. Tetapi apakah sebagai salah satu
pribadi dalam Keilahian tiga serangkai
yang mahakuasa dan
kekal? Tidak, karena Alkitab dengan
jelas menerangkan bahwa
sebelum menjadi manusia, Yesus
adalah suatu makhluk roh yang diciptakan sama seperti malaikat-malaikat
adalah makhluk-makhluk roh
yang diciptakan oleh Allah.
Para
malaikat maupun Yesus tidak hidup
sebelum mereka diciptakan.
Yesus, sebelum hidup sebagai
manusia, adalah ‘yang
sulung dari segala yang
diciptakan.’ (Kolose 1:15)
Ia adalah “permulaan dari
ciptaan Allah.” (Wahyu
3:14) “Permulaan” [bahasa Yunani,
ar-khe’] tidak dapat ditafsirkan bahwa Yesus adalah ‘pemula’ dari ciptaan
Allah. Dalam tulisan-tulisannya di
Alkitab, Yohanes menggunakan berbagai bentuk dari kata Yunani
ar-khe’ lebih dari 20 kali, dan ini selalu
mempunyai arti umum “permulaan.”
Ya, Yesus diciptakan
oleh Allah sebagai permulaan
dari ciptaan-ciptaan Allah
yang tidak kelihatan.
Perhatikan betapa
erat hubungan antara acuan-acuan
kepada asal usul Yesus
dengan
pernyataan-pernyataan yang diungkapkan oleh
“hikmat” kiasan dalam
buku Amsal di Alkitab: “TUHAN [Yahweh, NJB] telah
menciptakan aku sebagai permulaan
pekerjaanNya, sebagai
perbuatanNya yang pertama-tama
dahulu kala. Sebelum gunung-gunung tertanam dan lebih dahulu dari pada bukit-bukit aku telah lahir;
sebelum Ia membuat bumi dengan padang-padangnya
atau debu dataran yang
pertama [”unsur-unsur pertama
dari dunia,” NJB].” (Amsal
8: 12, 22,
25, 26)
Meskipun istilah
“hikmat” digunakan untuk mempersonifikasi pribadi
yang Allah ciptakan, kebanyakan
sarjana setuju bahwa
ini sebenarnya adalah kata
kiasan untuk Yesus sebagai makhluk roh sebelum hidup sebagai manusia.
Sebagai “hikmat” sebelum menjadi
manusia, Yesus selanjutnya berkata bahwa
ia berada “di
sampingNya [Allah], seorang pekerja ahli.” (Amsal 8: 30.
JB) Selaras dengan
peranan sebagai pekerja ahli
ini, Kolose 1:16 (BIS) mengatakan tentang Yesus bahwa “melalui
dialah Allah menciptakan segala sesuatu di surga dan di atas bumi.”
Jadi melalui
pekerja ahli inilah,
seolah-olah mitra kerja-Nya yang
lebih muda, Allah Yang Mahakuasa
menciptakan semua perkara lain.
Alkitab meringkaskan masalahnya sebagai berikut: “Bagi kita hanya ada satu
Allah saja, yaitu Bapa, yang
dari padaNya berasal segala
sesuatu... dan satu Tuhan saja, yaitu Yesus Kristus, yang melalui dia,
segala sesuatu telah dijadikan.”
(Cetak miring red.)-1
Korintus 8:6, Revised Standard
Version, edisi Katolik; BIS.
Tiada sangsi lagi bahwa
kepada pekerja ahli
inilah Allah berkata: “Baiklah
Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita.” (Kejadian 1:
26) Ada
yang mengatakan bahwa “Kita”
dalam pernyataan ini menunjukkan suatu Tritunggal. Namun jika anda mengatakan, ‘Baiklah kita
membuat sesuatu untuk diri
kita,’ tidak seorang
pun akan secara wajar memahami bahwa ini menyatakan
beberapa orang digabungkan menjadi satu
di dalam diri
anda. Anda hanya memaksudkan bahwa dua pribadi atau lebih akan bersama-sama
mengerjakan sesuatu. Maka, demikian
pula, ketika Allah
menggunakan “Kita,” Ia hanya menyapa suatu pribadi lain, makhluk roh-Nya
yang pertama, sang pekerja ahli, pramanusia Yesus.
Dapatkah
Allah Dicobai?
DALAM Matius
4:1, Yesus dikatakan “dicobai Iblis.” Setelah menunjukkan kepada
Yesus semua kerajaan
dunia dengan kemegahannya,” Setan
berkata: “Semua itu
akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku.” (Matius
4:8, 9) Setan berupaya untuk membuat
Yesus tidak loyal kepada Allah.
Tetapi ujian
keloyalan macam apakah itu jika
Yesus adalah Allah? Dapatkah Allah memberontak melawan diri-Nya sendiri?
Tidak, tetapi malaikat-malaikat dan
manusia dapat memberontak
melawan Allah dan telah berbuat demikian. Cobaan atas Yesus hanya masuk akal jika ia, bukan Allah,
melainkan suatu pribadi yang terpisah yang mempunyai kehendak bebasnya
sendiri, pribadi yang bisa saja
tidak loyal jika
ia memutuskan demikian, seperti halnya malaikat atau manusia.
Sebaliknya, kita tidak dapat
membayangkan bahwa Allah dapat
berdosa dan tidak
loyal kepada diri-Nya
sendiri. “PekerjaanNya
sempurna... Allah yang
setia,... adil dan benar
Dia.” (Ulangan 32:4) Jadi jika Yesus adalah Allah, ia tidak mungkin
dicobai.-Yakobus 1:13.
Karena bukan Allah, Yesus bisa
saja tidak loyal. Namun
ia tetap setia, dengan
mengatakan: “Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau
harus menyembah Tuhan
[Yehuwa, NW], Allahmu, dan
hanya kepada Dia
sajalah engkau berbakti!”-Matius
4:10.
Berapa
Besar Harga Tebusan Itu?
SALAH satu alasan utama Yesus
datang ke bumi juga mempunyai
hubungan langsung dengan
Tritunggal. Alkitab menyatakan:
“Allah itu esa dan esa pula
Dia yang menjadi
pengantara antara Allah dan
manusia, yaitu manusia Kristus Yesus, yang telah menyerahkan diriNya sebagai
tebusan [yang sesuai, NW] bagi semua
manusia.”-1 Timotius 2: 5,6.
Yesus, yang
tidak lebih dan tidak kurang
daripada seorang manusia sempurna, menjadi
tebusan yang dengan
tepat mengganti rugi apa
yang telah dihilangkan Adam -hak untuk hidup sebagai manusia sempurna di
bumi. Jadi Yesus
dengan tepat dapat disebut
“Adam yang akhir” oleh rasul
Paulus, yang berkata dalam ikatan kalimat yang sama: “Sama
seperti semua orang mati
dalam persekutuan dengan Adam,
demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam
persekutuan dengan Kristus.” (1 Korintus 15: 22, 45) Kehidupan manusia
yang sempurna dari Yesus adalah “tebusan yang
sesuai” yang dituntut oleh
keadilan ilahi-tidak lebih,
tidak kurang. Suatu prinsip dasar
bahkan dari keadilan manusia ialah bahwa harga
yang dibayar harus
sesuai dengan kesalahan
yang dilakukan.
Tetapi, jika Yesus adalah
bagian dari suatu Keilahian, harga tebusan
akan sangat jauh
lebih tinggi daripada apa yang
dituntut oleh Taurat Allah
sendiri. (Keluaran 21:23-25;
Imamat 24:19-21) Yang berdosa di Eden hanya seorang manusia sempurna, Adam,
bukan Allah. Maka
tebusan itu, agar benar-benar selaras dengan keadilan Allah, harus tepat
sama nilainya-seorang manusia sempurna, “Adam yang akhir.” Maka, ketika
Allah mengutus Yesus ke bumi sebagai tebusan itu, Ia menjadikan Yesus
sebagai sesuatu yang
akan memenuhi keadilan, bukan
suatu inkarnasi, bukan
manusia-allah, melainkan
manusia sempurna, “lebih
rendah daripada malaikat-malaikat.”
(Ibrani 2:9; bandingkan Mazmur 8: 6, 7.)
Bagaimana mungkin suatu bagian
dari Keilahian yang mahakuasa Bapa,
Anak, atau roh
kudus-dapat lebih rendah daripada
malaikat-malaikat?
Bagaimana
“Satu-Satunya yang Diperanakkan”?
ALKITAB menyebut Yesus “Anak
Tunggal” atau dalam
bahasa Inggris,
“only-begotten Son” (“Anak
satu-satunya yang diperanakkan”).
(Yohanes 1:14 ; 3:16 , 18; 1 Yohanes 4:9) Para penganut Tritunggal mengatakan bahwa karena Allah
itu kekal, maka Anak Allah juga kekal. Namun bagaimana seseorang
bisa menjadi anak dan pada waktu yang sama umurnya setua ayahnya?
Para penganut
Tritunggal mengatakan bahwa dalam hal Yesus, “satu-satunya yang
diperanakkan” tidak sama dengan definisi
kamus untuk “memperanakkan” yang adalah “memberi
kehidupan sebagai bapa.” (Webster’s Ninth New
Collegiate Dictionary)
Mereka berkata bahwa dalam hal Yesus ini
memaksudkan “sifat dari hubungan tanpa
asal usul,” semacam
hubungan anak tunggal tetapi
tanpa ia diperanakkan. (Vine’s Expository Dictionary
of Old and New
Testament Words, karya
Vine) Apakah hal itu
kedengaran masuk akal bagi anda?
Dapatkah seorang pria menjadi ayah seorang anak
tanpa memperanakkan dia?
Selain itu,
mengapa Alkitab menggunakan kata Yunani yang sama untuk
“satu-satunya yang diperanakkan” (seperti
diakui oleh Vine tanpa
penjelasan apapun) untuk
menggambarkan hubungan antara Ishak dengan Abraham? Ibrani 11:17 menyebut Ishak sebagai
“anaknya [Abraham] yang tunggal,” atau dalam bahasa Inggris “anak
satu-satunya yang diperanakkan.” Tidak
mungkin ada keraguan bahwa dalam hal
Ishak, ia satu-satunya yang diperanakkan dalam arti yang normal, tidak sama
dalam umur atau kedudukkan dengan ayahnya.
Kata dasar
bahasa Yunani untuk
“satu-satunya yang diperanakkan”
yang digunakan untuk Yesus dan
Ishak ialah monogenes’, dari
mo’nos, yang berarti
“satu-satunya,” dan gi’no-mai, sebuah akar
kata yang berarti
“menghasilkan,” “menjadi
(menjadi ada),” kata Exhaustive Concordance oleh Strong. Maka,
monogenes’ didefinisikan sebagai: “Satu-satunya yang
dilahirkan, satu-satunya yang diperanakkan, artinya
satu-satunya anak.”-A Greek
and English Lexicon of the New Testament, oleh E. Robinson. Theological Dictionary
of the New
Testament,, dengan penyunting
Gerhard Kittel, berkata:
“[Monogenes] berarti ‘keturunan
satu-satunya’ yaitu, tanpa saudara laki-laki atau perempuan.” Buku ini juga menyatakan
bahwa dalam Yohanes 1:18;
3: 16 , 18; dan 1 Yohanes 4:9, “hubungan Yesus tidak
hanya disamakan dengan hubungan seorang
anak tunggal atau satu-satunya anak dengan ayahnya. Ini
memang hubungan antara anak satu-satunya yang diperanakkan oleh sang Bapa.”
Jadi, kehidupan Yesus, Anak
satu-satunya yang diperanakkan,
mempunyai permulaan. Dan Allah Yang Mahakuasa dengan tepat dapat
disebut Yang Memperanakkan dia,
atau Bapa-Nya dalam arti yang sama seperti seorang ayah
jasmani di bumi, seperti Abraham, memperanakkan seorang anak. (Ibrani
11:17) Maka, bila Alkitab
menyebut Allah sebagai “Bapa” dari Yesus, ini memaksudkan tepat seperti
yang dikatakannya -bahwa
mereka adalah dua pribadi yang terpisah. Allah yang senior.
Yesus yang yunior -dalam hal waktu atau
umur, kedudukan, kuasa, dan pengetahuan.
Bila seseorang
mempertimbangkan bahwa Yesus
bukan satu-satunya makhluk roh,
anak Allah yang
diciptakan di surga, halnya
menjadi jelas mengapa istilah “Anak Tunggal” atau “Anak satu-satunya
yang diperanakkan” digunakan dalam hal
Yesus. Tidak terhitung banyaknya
makhluk roh lain yang diciptakan, malaikat-malaikat, juga
disebut “anak-anak Allah,” dalam
arti yang sama seperti halnya Adam, karena daya
kehidupan mereka berasal dari
Allah Yehuwa, Sumber Kehidupan. (Ayub
38:7; Mazmur 36:10;
Lukas 3:38) Namun mereka semua
diciptakan melalui “Anak Tunggal,” yang
adalah pribadi satu-satunya yang
langsung diperanakkan oleh Allah.-Kolose 1 :15-17.
Apakah
Yesus Dianggap Allah?
MESKIPUN Yesus sering disebut
Anak Allah dalam
Alkitab, tidak seorang pun
pada abad pertama pernah menganggap dia sebagai Allah Anak. Bahkan
hantu-hantu, yang ‘percaya bahwa
hanya ada satu Allah,’ mengetahui dari
pengalaman mereka di alam roh bahwa Yesus bukan Allah. Maka, dengan tepat mereka menyapa Yesus
sebagai “Anak Allah” yang terpisah. (Yakobus 2:19: Matius 8:29) Dan
ketika Yesus mati, para prajurit Roma yang
kafir itu yang sedang berjaga cukup mengetahui untuk
dapat mengatakan bahwa apa yang mereka
dengar dari para pengikut
Yesus pasti benar, bukan bahwa Yesus adalah Allah, melainkan bahwa
“sungguh, ia ini adalah Anak
Allah.”-Matius 27: 54.
Maka, ungkapan
“Anak Allah” menunjuk kepada
Yesus sebagai makhluk yang terpisah dan diciptakan,
bukan bagian dari Tritunggal. Sebagai
Anak Allah, ia
tidak mungkin Allah sendiri,
karena Yohanes 1:18
berkata: “Tidak seorangpun yang pernah melihat Allah.”
Murid-murid memandang
Yesus sebagai ‘pengantara yang esa antara Allah dan
manusia,’ bukan sebagai Allah
sendiri. (1 Timotius 2:5)
Karena menurut definisi seorang pengantara adalah seorang
yang terpisah dari mereka yang
membutuhkan pengantara, suatu kontradiksi
jika Yesus adalah
satu kesatuan dengan salah satu pihak yang ia coba
perdamaikan. Itu berarti ia
pura-pura menjadi pengantara, padahal bukan.
Alkitab memang jelas dan
konsisten berkenaan hubungan antara Allah dengan Yesus. Allah Yehuwa saja
Yang Mahakuasa. Ia secara
langsung menciptakan pramanusia Yesus. Jadi, Yesus mempunyai
permulaan dan tidak pernah dapat
setara dengan Allah dalam kuasa
atau kekekalan.
APAKAH ALLAH SELALU LEBIH UNGGUL DARIPADA YESUS?
YESUS tidak
pernah mengaku sebagai Allah. Segala sesuatu yang ia katakan
tentang dirinya menunjukkan bahwa
ia tidak menganggap dirinya sama
dengan Allah dalam hal apapun -tidak dalam hal kuasa, tidak dalam pengetahuan,
tidak dalam umur.
Dalam setiap periode
keberadaannya, tidak soal di surga atau di atas bumi, ucapan-ucapan dan tingkah
lakunya mencerminkan kedudukan yang lebih rendah daripada
Allah. Allah selalu yang
lebih unggul, Yesus adalah pribadi yang lebih rendah yang
diciptakan oleh Allah.
Yesus Dibedakan Dari Allah
BERULANG kali, Yesus
menunjukkan bahwa ia
adalah makhluk yang terpisah
dari Allah dan
bahwa ia, Yesus, mempunyai Allah di atas dirinya, Allah yang ia sembah,
Allah yang ia sebut “Bapa.” Dalam doa kepada Allah,
yaitu sang Bapa, Yesus berkata, “Engkau, satu-satunya Allah yang benar.”
(Yohanes 17:3) Dalam Yohanes 20:17
ia berkata kepada Maria Magdalena:
“Aku akan pergi kepada BapaKu
dan Bapamu, kepada AllahKu dan Allahmu.”
Dalam 2 Korintus
1:3 rasul Paulus meneguhkan hubungan ini:
“Terpujilah Allah, Bapa
[dari] Tuhan kita Yesus
Kristus.” Karena Yesus mempunyai Allah, Bapanya, ia tidak
mungkin pada waktu yang sama juga adalah Allah itu.
Rasul Paulus tidak mempunyai
keraguan untuk menyebut Yesus dan Allah sebagai pribadi-pribadi yang
terpisah dan berbeda:
“Bagi kita hanya ada satu
Allah saja, yaitu
Bapa,... dan satu Tuhan
saja, yaitu Yesus
Kristus.” (1 Korintus 8:6) Rasul itu menunjukkan perbedaannya ketika ia
menyebutkan “di hadapan Allah dan
Kristus Yesus dan
malaikat malaikat pilihanNya.” (1
Timotius 5:21) Jadi
sama seperti Paulus menyebut Yesus
dan para malaikat sebagai pribadi-pribadi yang berbeda
satu sama lain di surga, demikian pula
Yesus berbeda dengan Allah.
Kata-kata Yesus
dalam Yohanes 8:17,
18 juga penting. Ia berkata: “Dalam kitab Tauratmu ada tertulis, bahwa
kesaksian dua orang adalah
sah; Akulah yang bersaksi tentang diriKu sendiri, dan juga Bapa, yang
mengutus Aku, bersaksi tentang
Aku.” Di
sini Yesus menunjukkan
bahwa ia dan sang Bapa, yaitu Allah Yang Mahakuasa, harus dua kesatuan
yang berbeda, jika tidak bagaimana mungkin benar-benar ada dua saksi?
Yesus selanjutnya
menunjukkan bahwa ia adalah pribadi yang terpisah dari Allah dengan
mengatakan: “Mengapa kaukatakan Aku baik?
Tak seorangpun yang baik selain
dari pada Allah saja.” (Markus 10:18) Jadi Yesus mengatakan bahwa tidak ada pribadi lain manapun yang sebaik Allah,
bahkan Yesus sendiri tidak. Allah adalah
baik dengan cara
yang membuat Ia terpisah dari Yesus.
Hamba Allah yang Menundukkan Diri
BERULANG kali,
Yesus memberikan pernyataan-pernyataan seperti: “Anak tidak
dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya
sendiri, jikalau tidak
Ia melihat Bapa mengerjakannya.” (Yohanes 5:19)
“Aku telah turun
dari sorga bukan
untuk melakukan kehendakKu, tetapi
untuk melakukan kehendak Dia yang telah mengutus Aku.” (Yohanes
6:38) “AjaranKu tidak berasal
dari diriKu sendiri,
tetapi dari Dia yang telah
mengutus Aku.” (Yohanes 7:16) Bukankah yang
mengutus lebih unggul dari yang
diutus?
Hubungan ini
nyata dalam perumpamaan Yesus tentang kebun anggur. Ia
menyamakan Allah, Bapanya, dengan
pemilik kebun anggur, yang pergi
ke luar negeri dan meninggalkan kebun itu dalam tangan para penggarap,
yang melambangkan imam-imam Yahudi. Ketika sang pemilik kemudian mengutus seorang
hamba untuk mendapatkan hasil
dari kebun anggur
itu, para penggarap memukul
hamba tersebut dan
mengusirnya dengan tangan kosong. Kemudian sang pemilik
mengutus hamba yang kedua,
dan kemudian yang ketiga, yang kedua-duanya mendapat perlakuan sama. Akhirnya,
pemilik kebun itu berkata:
“Aku akan menyuruh anakku [Yesus] yang kekasih, tentu ia mereka
segani.” Namun para penggarap yang korup
itu berkata: “Ia adalah
ahli waris, mari kita bunuh dia,
supaya warisan ini menjadi milik kita. Lalu
mereka melemparkan dia
ke luar kebun anggur
itu dan membunuhnya.”
(Lukas 20:9-16) Jadi Yesus menggambarkan
kedudukannya sendiri sebagai
pribadi yang diutus oleh Allah
untuk melakukan kehendak Allah, sama seperti seorang ayah mengutus seorang anak
yang tunduk.
Allah Lebih Unggul Sepanjang Zaman
PADA awal
mula pelayanan Yesus, ketika ia ke luar dari air pembaptisan, suara
Allah dari surga berkata: “Inilah
Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan.” (Matius 3:16, 17) Apakah
Allah berkata bahwa Ia adalah Anak-Nya sendiri, bahwa Ia berkenan
kepada diri-Nya sendiri,
bahwa Ia mengutus diri-Nya
sendiri? Tidak, Allah
sang Pencipta mengatakan bahwa Ia, sebagai yang lebih
unggul, berkenan kepada pribadi yang
lebih rendah, Anak-Nya,
Yesus, untuk melakukan pekerjaan yang ada di hadapan.
Yesus menyatakan keunggulan Bapanya ketika ia
berkata: “Roh Tuhan [Yehuwa, NW] ada padaKu, oleh sebab Ia telah mengurapi
Aku, untuk menyampaikan
kabar baik kepada
orang-orang miskin.” (Lukas 4:18) Pengurapan adalah pemberian
wewenang atau tugas oleh
orang yang lebih tinggi kepada
seseorang yang masih belum mempunyai wewenang. Di sini, Allah
adalah jelas yang lebih
unggul, karena Ia
mengurapi Yesus, memberinya
wewenang yang tidak ia miliki sebelumnya.
Yesus membuat jelas keunggulan
Bapanya ketika ibu dari dua murid
memohon agar putra-putranya masing-masing duduk di sebelah kanan dan di
sebelah kiri Yesus bila ia memerintah dalam Kerajaannya.
Yesus menjawab: “Hal duduk di sebelah kananKu atau
di sebelah kiriKu,
Aku tidak berhak memberikannya. Itu
akan diberikan kepada orang-orang
bagi siapa BapaKu [yaitu Allah]
telah menyediakannya.” (Matius 20:23) Jika
Yesus adalah Allah Yang Mahakuasa, ia berhak memberikan kedudukan
tersebut. Namun Yesus
tidak dapat melakukan itu, karena ini adalah hak Allah, dan Yesus
bukan Allah.
Doa Yesus
sendiri merupakan contoh
yang ampuh dari kedudukannya yang
lebih rendah. Ketika Yesus akan mati, ia memperlihatkan siapa pribadi
yang lebih unggul daripada dia
dengan berdoa: “Ya
BapaKu, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari padaKu;
tetapi bukanlah kehendakKu, melainkan kehendakMulah yang
terjadi.” (Lukas 22:42) Kepada siapakah ia berdoa? Kepada sebagian dari
dirinya sendiri? Tidak, ia berdoa
kepada pribadi yang
sama sekali terpisah darinya, Bapanya, Allah, yang kehendak-Nya lebih
unggul dan bisa saja berbeda dari
kehendaknya sendiri, satu-satunya Pribadi yang dapat ‘mengambil cawan ini.’
Kemudian, ketika
mendekati kematian, Yesus
berseru:
“Allahku, Allahku, mengapa
Engkau meninggalkan Aku?” (Markus 15:
34) Kepada siapakah
Yesus berseru? Kepada
dirinya sendiri atau bagian
dari dirinya? Pasti
seruan itu, “Allahku,” tidak berasal
dari seseorang yang
menganggap dirinya sendiri Allah.
Dan jika Yesus adalah Allah, maka
oleh siapa ia ditinggalkan? Dirinya sendiri? Hal itu
tidak masuk akal. Yesus juga
berkata: “Ya Bapa, ke dalam tanganMu Kuserahkan nyawaKu” (Lukas 23:46 ) Jika Yesus adalah
Allah, mengapa ia harus menyerahkan nyawanya kepada sang Bapa?
Setelah Yesus mati, ia berada dalam kuburan selama
sebagian dari tiga hari. Jika ia adalah Allah, maka Habakuk 1:12 (NW)
keliru ketika
berkata: “Allahku, Yang Mahakudus,
Engkau tidak mati.” Namun Alkitab
berkata bahwa Yesus
mati dan tidak sadar
dalam kuburan. Dan siapakah yang membangkitkan Yesus dari antara orang
mati? Dan jika ia benar-benar mati, ia tidak
mungkin membangkitkan dirinya sendiri. Sebaliknya jika ia tidak
benar-benar mati, kematiannya yang pura-pura tidak akan membayar harga tebusan
untuk dosa Adam. Tetapi ia benar-benar
membayar harga itu
sepenuhnya melalui kematiannya yang
sungguh-sungguh. Jadi “Allah
[yang] membangkitkan [Yesus] dengan melepaskan Dia
dari sengsara maut.” (Kisah 2:24)
Yang lebih unggul, Allah Yang Mahakuasa, membangkitkan yang kurang
unggul, hamba-Nya Yesus,
dari kematian.
Apakah kesanggupan Yesus untuk melakukan
mukjizat-mukjizat, seperti membangkitkan orang,
menunjukkan bahwa ia
adalah Allah? Nah, rasul-rasul
dan nabi Elia serta nabi Elisa juga mempunyai kuasa itu, namun hal
itu tidak membuat
mereka lebih tinggi daripada
manusia. Allah memberikan kuasa untuk melakukan mukjizat-mukjizat kepada
nabi-nabi, Yesus, dan rasul-rasul untuk
menunjukkan bahwa Ia mendukung mereka. Namun
hal itu tidak
membuat mereka semua
bagian dari Keilahian yang jamak.
Pengetahuan Yesus Terbatas
KETIKA Yesus memberikan
nubuatnya mengenai akhir sistem ini, ia
berkata: “Tetapi tentang
hari atau saat
itu tidak seorangpun yang tahu, malaikat-malaikat di sorga tidak,
dan Anakpun tidak, hanya Bapa saja.” (Markus 13:32) Jika
Yesus adalah Anak yang
setara, bagian dari Keilahian, ia
pasti mengetahui apa yang diketahui sang Bapa. Namun Yesus
tidak tahu, karena ia tidak setara dengan Allah.
Demikian pula,
kita membaca dalam Ibrani 5:8 bahwa Yesus “belajar menjadi
taat dari apa
yang telah dideritaNya.” Dapatkah kita
membayangkan bahwa Allah
harus belajar sesuatu? Tidak,
tetapi Yesus memang
demikian, karena ia tidak
mengetahui segala sesuatu yang
Allah ketahui. Dan ia harus belajar sesuatu yang Allah tidak
akan pernah perlu pelajari -ketaatan.
Allah tidak pernah
harus menaati siapapun.
Perbedaan antara apa yang Allah
ketahui dan apa yang Kristus ketahui
juga nyata ketika Yesus dibangkitkan ke surga untuk tinggal bersama
Allah. Perhatikan kata-kata
pertama dari buku Alkitab
yang terakhir: “Wahyu
Yesus Kristus, yang
dikaruniakan Allah kepadaNya.”
(Wahyu 1:1) Jika
Yesus sendiri adalah bagian dari Keilahian, apakah ia perlu diberi Wahyu
oleh bagian lain dari Keilahian itu -Allah?
Pasti ia sudah mengetahui
semuanya, karena Allah mengetahuinya. Namun Yesus tidak tahu, karena ia bukan
Allah.
Yesus Tetap Lebih Rendah Kedudukannya
DALAM kehidupannya sebelum
menjadi manusia, dan juga ketika ia berada
di atas bumi,
Yesus lebih rendah dari
Allah. Setelah dibangkitkan, ia tetap
berada dalam kedudukan yang lebih rendah, nomor dua.
Ketika berbicara
tentang kebangkitan Yesus,
Petrus dan orang-orang yang
besertanya mengatakan kepada
Sanhedrin Yahudi: “Dialah [Yesus]
yang telah ditinggikan oleh Allah sendiri dengan [”ke,” NW] tangan
kananNya.” (Kisah 5:31) Paulus berkata: “Allah sangat
meninggikan Dia.” (Filipi 2:9) Jika Yesus adalah
Allah, bagaimana mungkin
Yesus ditinggikan, yaitu dinaikkan
kepada kedudukan yang lebih
tinggi yang sudah ia miliki
sebelumnya? Ia tentu
sudah merupakan bagian dari
Tritunggal dengan kedudukan
yang tinggi. Jika, sebelum
ditinggikan, Yesus setara
dengan Allah, meninggikan dia
lebih tinggi lagi akan membuatnya
lebih unggul daripada Allah.
Paulus juga berkata bahwa Kristus
masuk “ke dalam
sorga sendiri untuk menghadap
hadirat Allah guna
kepentingan kita.” (Ibrani 9:24) Jika anda muncul
di hadapan hadirat seseorang, bagaimana
mungkin anda adalah orang itu juga? Tidak mungkin. Anda harus berbeda dan
terpisah.
Demikian pula, tepat
sebelum dilempari batu
sampai mati, sang martir
Stefanus “menatap ke
langit, lalu melihat kemuliaan Allah dan Yesus berdiri di
sebelah kanan Allah.” (Kisah 7:55)
Maka jelas, ia
melihat dua pribadi
yang terpisah -namun tidak melihat
roh kudus, tidak
melihat Keilahian Tritunggal.
Dalam kisah
di Wahyu 4: 8 sampai 5: 7, Allah diperlihatkan duduk di atas takhta
surgawi-Nya, tetapi Yesus
tidak. Ia harus menghampiri Allah
untuk mengambil gulungan dari tangan kanan Allah. Ini menunjukkan bahwa
di surga Yesus
bukan Allah tetapi terpisah dari Dia.
Sesuai dengan
yang dikatakan di atas, Bulletin of the John Rylands Library di
Manchester, Inggris, berkata:
“Dalam kehidupannya di surga
setelah dibangkitkan, Yesus digambarkan tetap memiliki kepribadian
tersendiri sebagai individu dalam
segala hal, yang berbeda dan
terpisah dari pribadi Allah tepat seperti ketika ia hidup
di atas bumi sebagai
Yesus di bumi.
Di samping Allah dan dibandingkan dengan Allah, ia memang muncul sebagai
suatu pribadi surgawi lain lagi di
tempat surgawi Allah,
sama seperti para malaikat -walaupun sebagai
Anak Allah, ia
berada dalam tingkatan yang berbeda,
dan mempunyai kedudukan jauh di atas mereka.” -Bandingkan Filipi 2 :11.
Bulletin juga berkata: “Namun,
apa yang dikatakan mengenai kehidupan dan fungsi-fungsinya
sebagai Kristus surgawi tidak berarti ataupun
menyatakan bahwa dalam
status ilahi ia berdiri setingkat dengan Allah sendiri dan
adalah sepenuhnya Allah. Sebaliknya, dalam gambaran Perjanjian Baru
mengenai pribadi surgawi dan
pelayanannya kita melihat seorang tokoh yang terpisah dari Allah dan lebih
rendah daripadaNya.”
Di masa depan yang kekal di
surga, Yesus akan terus menjadi hamba Allah
yang terpisah dan
lebih rendah. Alkitab mengatakannya sebagai berikut:
“Kemudian tiba kesudahannya, yaitu bilamana
Ia [Yesus di
surga] menyerahkan Kerajaan kepada Allah Bapa ... maka Ia sendiri
sebagai Anak akan menaklukkan diriNya di
bawah Dia, yang telah menaklukkan segala sesuatu di bawahNya, supaya Allah
menjadi semua di dalam semua.”-1 Korintus 15:24, 28.
Yesus
Tidak Pernah Mengaku Sebagai Allah
SIKAP Alkitab
jelas. Allah Yang Mahakuasa, Yehuwa, bukan hanya suatu
Pribadi yang terpisah
dari Yesus tetapi sepanjang zaman Ia adalah Pribadi
yang lebih unggul daripada Yesus. Yesus selalu
dinyatakan sebagai hamba
Allah yang rendah hati,
terpisah dan lebih
rendah. Itulah sebabnya Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa
“Kepala dari Kristus ialah
Allah” dalam arti
yang sama bahwa
“Kepala dari tiap-tiap laki-laki
ialah Kristus.” (1 Korintus 11:3)
Dan itulah sebabnya Yesus
sendiri berkata: “Bapa lebih
besar dari padaAku.”-Yohanes 14: 28.
Faktanya ialah, Yesus bukan
Allah dan tidak pernah mengaku demikian. Hal
ini diakui oleh
semakin banyak sarjana.
Seperti dikatakan Bulletin
dari Rylands: “Faktanya
harus dihadapi bahwa penelitian Perjanjian Baru selama kira-kira
tiga puluh atau empat puluh
tahun belakangan ini
telah menuntun semakin banyak sarjana Perjanjian Baru yang ternama
kepada kesimpulan bahwa
Yesus ... jelas
tidak pernah menganggap dirinya
sendiri Allah.”
Bulletin itu
juga mengatakan tentang orang-orang Kristen abad pertama:
“Maka, ketika mereka menyebut
[Yesus] dengan gelar-gelar
penghormatan seperti Kristus, Anak manusia, Anak Allah dan Tuhan, ini adalah
cara mengatakan bahwa ia adalah, bukan Allah, melainkan yang melakukan
pekerjaan Allah.”
Jadi, bahkan ada
sarjana-sarjana yang mengakui bahwa gagasan Yesus adalah Allah bertentangan
dengan seluruh kesaksian Alkitab. Di sana ,
Allah selalu yang lebih unggul, dan Yesus adalah hamba yang lebih rendah.
ROH KUDUS TENAGA AKTIF ALLAH
MENURUT doktrin Tritunggal, roh
kudus adalah pribadi ketiga dari Keilahian,
setara dengan sang
Bapa dan sang Anak. Seperti dikatakan buku Our Orthodox Christian
Faith: “Roh Kudus adalah Allah
sepenuhnya.”
Dalam Kitab-Kitab Ibrani, kata yang paling sering
digunakan untuk “roh” ialah ru’ach, yang berarti “nafas; angin; roh.” Dalam
Kitab-Kitab Yunani, kata tersebut ialah pneu’ma, yang mempunyai arti
sama. Apakah kata-kata ini menunjukkan
bahwa roh kudus adalah bagian dari suatu Tritunggal?
Tenaga
Aktif
“ROH kudus” yang digunakan dalam Alkitab n
menyatakan bahwa ini adalah suatu kekuatan atau tenaga yang dikendalikan yang
digunakan oleh Allah
Yehuwa untuk melaksanakan berbagai maksud-tujuan-Nya. Sampai
taraf tertentu, ini
dapat disamakan dengan listrik,
tenaga yang dapat digunakan untuk melakukan beragam fungsi.
Dalam Kejadian
1:2 Alkitab berkata
bahwa “Roh [bahasa Ibrani, ru’ach]
Allah melayang-layang di
atas permukaan air.” Di
sini, Roh Allah
adalah tenaga aktif-Nya
yang bekerja untuk membentuk bumi.
Allah menggunakan roh-Nya untuk
memberikan penerangan kepada mereka
yang melayani Dia.
Daud berdoa: “Ajarlah
aku melakukan kehendakMu, sebab
Engkaulah Allahku! Kiranya Roh[ru’ach]Mu yang baik itu
menuntun aku di tanah
yang rata!” (Mazmur 143:10)
Ketika 70 pria yang cakap ditunjuk untuk membantu Musa, Allah berkata
kepadanya: “Sebagian dari Roh
[ru’ach] yang hinggap
padamu itu akan
Kuambil dan Kutaruh atas mereka.” -Bilangan 11:17.
Nubuat Alkitab
dicatat ketika orang-orang
dari Allah ‘didorong oleh Roh [bahasa Yunani, dari pneu’ma]
Kudus.” (2 Petrus 1:20, 21) Dengan cara ini Alkitab “diilhamkan Allah.”
Kata Yunani
untuk itu ialah The-o’pneu-stos,
yang berarti “dinafaskan oleh Allah.” (2 Timotius 3:16)
Dan roh kudus membimbing orang-orang tertentu
untuk mendapat penglihatan-penglihatan
atau mimpi-mimpi nubuat. -2 Samuel 23:2; Yoel 2:28, 29; Lukas 1:67; Kisah
1:16 ; 2:32 , 33
Roh kudus
mendorong Yesus untuk
pergi ke padang gurun setelah ia dibaptis. (Markus
1:12) Roh itu seperti api dalam diri
hamba-hamba Allah, yang menyebabkan mereka mendapatkan kekuatan dari
tenaga itu. Dan ini memungkinkan mereka
untuk berbicara dengan berani
dan tabah. -Mikha
3:8; Kisah 7:55 -60; 18:25 ;
Roma 12:11; 1 Tesalonika 5:19.
Melalui roh-Nya, Allah
melaksanakan vonisNya atas
manusia dan bangsa-bangsa. (Yesaya
30: 27, 28; 59:18, 19) Dan roh Allah dapat sampai ke mana-mana,
bertindak demi orang-orang atau melawan
mereka. -Mazmur 139:7-12.
“Kekuatan
yang Melimpah-limpah”
ROH Allah
dapat juga memberikan
“kekuatan yang melimpah-limpah
[”melebihi yang normal,” NW]” kepada mereka yang melayani Dia. (2 Korintus 4:7) Ini
memungkinkan mereka untuk bertekun dalam ujian iman atau melakukan hal-hal yang sewajarnya tidak dapat mereka lakukan.
Sebagai contoh,
mengenai Simson, Hakim 14:6
menceritakan:
“Pada waktu itu berkuasalah Roh
TUHAN [Yahweh, JB] atas dia, sehingga
singa itu dicabiknya
... tanpa apa-apa
di tangannya.” Apakah suatu pribadi ilahi benar-benar memasuki atau berkuasa
atas Simson, menggunakan
tubuhnya untuk melakukan apa yang
ia lakukan? Tidak, ini benar-benar “kuasa TUHAN [yang] membuat Simson kuat.”
-Today ‘s English Version (TEV).
Alkitab berkata bahwa ketika
Yesus dibaptis, roh kudus turun ke
atasnya dalam bentuk seekor
burung merpati, tidak dalam bentuk manusia. (Markus 1:10) Tenaga aktif dari
Allah ini memungkinkan Yesus
untuk menyembuhkan orang
sakit dan membangkitkan
orang mati. Seperti
dikatakan dalam Lukas 5:17:
“Kuasa Tuhan [Allah] menyertai
Dia [Yesus], sehingga Ia dapat menyembuhkan orang sakit.”
Roh Allah juga memberi kuasa
kepada murid-murid Yesus untuk
melakukan hal-hal yang
bersifat mukjizat. Kisah
2:1-4 menceritakan bahwa murid-murid itu sedang berkumpul bersama pada
hari Pentakosta ketika
‘tiba-tiba turun dari langit bunyi seperti tiupan
angin keras. Maka
penuhlah mereka dengan Roh
Kudus, lalu mereka
mulai berkata-kata dalam
bahasa-bahasa lain, seperti yang diberikan
oleh Roh itu kepada mereka untuk mengatakannya.’
Jadi roh kudus memberi Yesus
dan hamba-hamba Allah yang lain kuasa
untuk melakukan apa
yang biasanya tidak
dapat dilakukan oleh manusia.
Bukan
suatu Pribadi
TETAPI, bukankah
ada ayat-ayat Alkitab yang menyebut roh kudus dengan
istilah-istilah yang menyatakan ia
seolah-olah suatu pribadi? Memang, namun perhatikan apa yang dikatakan
teolog Edmund Fortman mengenai hal ini dalam The Triune God:
“Walaupun roh ini
sering dipersonifikasikan, tampak jelas sekali bahwa para penulis
kitab-kitab suci [dari Kitab-Kitab Ibrani]
tidak pernah menganggap atau menyatakan bahwa roh ini
adalah suatu pribadi tersendiri.”
Dalam Alkitab, bukan suatu hal
yang tidak lazim jika sesuatu dipersonifikasikan. Hikmat
dikatakan mempunyai
anak-anak. (Lukas 7:35, Bode) Dosa dan
kematian dikatakan berkuasa.
(Roma 5 :14 , 2
1) Dalam Kejadian 4:7 The New English Bible (NE) berkata: “Dosa adalah hantu
yang mendekam di
pintu,” dosa
dipersonifikasikan sebagai suatu
roh jahat yang mendekam di pintu Kain.
Tetapi, tentu dosa
bukan suatu pribadi roh;
demikian pula mempersonifikasikan roh kudus tidak
membuatnya menjadi suatu pribadi roh.
Demikian pula, dalam 1 Yohanes
5:6-8 bukan hanya roh tetapi juga “air
dan darah” dikatakan memberi
“kesaksian.” Namun air dan darah jelas bukan pribadi-pribadi, demikian pula roh
kudus bukan suatu pribadi.
Selaras dengan
ini ialah penggunaan
umum dari kata “roh kudus” dalam Alkitab dengan cara yang tidak
menunjukkannya sebagai suatu pribadi, seperti pada waktu menyejajarkannya
dengan air dan api. (Matius 3:11;
Markus 1:8) Orang-orang dianjurkan agar
menjadi penuh dengan roh kudus dan bukan dengan anggur.
(Efesus 5:18) Mereka
dikatakan dipenuhi dengan roh
kudus dengan cara
yang sama seperti mereka dipenuhi dengan
sifat-sifat seperti hikmat,
iman, dan sukacita. (Kisah
6:3; 11: 24 ; 13:52 )
Dan dalam 2 Korintus 6:6 roh kudus
dimasukkan di antara
sejumlah sifat. Pernyataan-pernyataan seperti itu tidak akan digunakan jika roh
kudus benar-benar suatu pribadi.
Kemudian, walaupun beberapa
ayat Alkitab mengatakan
bahwa roh itu berbicara,
ayat-ayat lain menunjukkan bahwa ini sebenarnya dilakukan
melalui manusia atau malaikat. (Matius
10:19, 20; Kisah 4:24, 25; 28:25; Ibrani 2:2) Tindakan
roh dalam peristiwa-peristiwa tersebut adalah seperti gelombang radio yang
mengirimkan berita dari satu orang kepada orang lain di tempat yang jauh.
Dalam Matius 28:19 disebutkan
“nama ... Roh Kudus.”
Namun kata “nama” tidak selalu
berarti nama pribadi, dalam bahasa Yunani maupun bahasa Indonesia . Bila
kita mengatakan “atas nama
hukum” kita tidak menunjuk seseorang. Kita memaksudkan apa yang diwakili
oleh hukum itu, yaitu wewenangnya.
Word Pictures in the
New Testament karya Robertson mengatakan:
“Penggunaan nama
(onoma) di sini
umum dilakukan dalam Septuaginta dan
papirus lain untuk kuasa atau wewenang.” Jadi pembaptisan
‘dalam nama Roh Kudus’ menyatakan seseorang mengakui wewenang roh itu, bahwa ini berasal dari
Allah dan berfungsi melalui kehendak ilahi.
“Penolong”
YESUS menyebut roh kudus sebagai
“seorang Penolong,” dan ia berkata bahwa
roh ini akan
mengajar, membimbing, dan berbicara. (Yohanes 14:16 , 26; 16:13 ) Kata
Yunani yang ia gunakan
untuk penolong (para’kletos)
adalah kata yang berjenis
laki-laki atau maskulin.
Jadi ketika Yesus menyatakan apa
yang akan dilakukan
penolong itu, ia menggunakan kata ganti
nama pribadi laki-laki.
(Yohanes 16:7, 8) Sebaliknya, bila kata Yunani yang berjenis
netral untuk roh (pneu’ma) digunakan, kata ganti yang netral
“it” dalam bahasa Inggris itulah yang digunakan.
Kebanyakan penerjemah yang
menganut Tritunggal
menyembunyikan fakta ini, seperti diakui oleh
New American Bible Katolik
berkenaan Yohanes 14:17: “Kata
Yunani untuk ‘Roh’ ialah berjenis netral, dan walaupun kita
menggunakan kata ganti nama pribadi dalam bahasa Inggris (‘he,’
‘his,’ ‘him’), kebanyakan MSS [manuskrip] Yunani menggunakan
kata [bahasa Inggris] ‘it.’”
Jadi bila
Alkitab menggunakan kata
ganti nama pribadi berjenis laki-laki
sehubungan dengan para’kletos
dalam Yohanes 16:7, 8, hal ini
sesuai dengan peraturan tata bahasa, bukan menyatakan suatu
doktrin.
Bukan Bagian dari suatu Tritunggal
BERBAGAI sumber
mengakui bahwa Alkitab
tidak mendukung gagasan bahwa
roh kudus adalah pribadi ketiga dari suatu Tritunggal.
Sebagai contoh:
The Catholic Encyclopedia:
“Kita tidak menemukan satu ayat pun
dalam Perjanjian Lama
yang dengan jelas menunjukkan
adanya suatu Pribadi Ketiga.”
Teolog Katolik Fortman: “Orang-orang
Yahudi tidak pernah menganggap roh
itu sebagai suatu pribadi; juga tidak ada bukti yang
kuat bahwa ada
penulis Perjanjian Lama
yang menganut pandangan ini
... Roh Kudus biasanya dinyatakan
dalam Sinoptiks [Injil-Injil] dan dalam buku
Kisah sebagai suatu kekuatan atau
kuasa ilahi.”
New Catholic Encyclopedia:
“P[erjanjian] L[ama] dengan jelas tidak menggambarkan roh Allah sebagai
suatu pribadi. Roh Allah
hanyalah kuasa dari
Allah. Jika ini kadang-kadang dinyatakan
sebagai sesuatu yang berbeda
dari Allah, ini adalah karena nafas Yahweh bertindak di
luar diri-Nya.” Buku itu juga mengatakan: “Mayoritas naskah-naskah
P[erjanjian] B[aru] menyatakan roh
Allah sebagai sesuatu,
bukan seseorang; ini terutama terlihat
dalam kesejajaran antara roh dan kuasa Allah.” -Cetak miring
red.
A Catholic Dictionary: “Secara
keseluruhan, Perjanjian Baru, seperti [Perjanjian] Lama, berbicara tentang roh
itu sebagai suatu energi atau kuasa ilahi.”
Jadi, orang-orang
Yahudi maupun orang-orang Kristen yang mula-mula tidak
memandang roh kudus
sebagai bagian dari suatu
Tritunggal. Ajaran itu muncul
berabad-abad kemudian. Seperti dikatakan
A Catholic Dictionary: “Pribadi ketiga itu diteguhkan pada
Konsili Aleksandria pada tahun 362 ... dan akhirnya oleh
Konsili Konstantinopel pada
tahun 381”-kira-kira tiga
setengah abad setelah roh kudus memenuhi murid-murid pada hari Pentakosta!
Tidak, roh kudus bukan suatu
pribadi dan bukan bagian dari suatu
Tritunggal. Roh kudus adalah tenaga
aktif Allah yang Ia gunakan untuk melaksanakan kehendak-Nya. Roh kudus tidak setara dengan Allah tetapi selalu
dipakai oleh-Nya dan lebih rendah daripada Dia.
BAGAIMANA DENGAN “AYAT-AYAT BUKTI” UNTUK
TRITUNGGAL?
DIKATAKAN bahwa beberapa ayat
Alkitab memberikan bukti untuk mendukung Tritunggal. Tetapi, apabila kita
membaca ayat-ayat tersebut, kita
harus selalu mengingat
bahwa bukti-bukti Alkitab maupun
sejarah tidak mendukung Tritunggal.
Ayat-ayat Alkitab
apapun yang diajukan sebagai bukti harus dipahami sejalan dengan konteks
dari ajaran seluruh Alkitab yang
konsisten. Sering kali arti yang sesungguhnya dari ayat yang diajukan tersebut
dijelaskan oleh konteks atau ikatan kalimat ayat-ayat sebelum dan
sesudahnya.
Tiga dalam Satu
NEW Catholic
Encyclopedia mengajukan tiga
“ayat bukti” demikian tetapi
juga mengakui: “Doktrin
Tritunggal Kudus tidak diajarkan
dalam P[erjanjian] L[ama].
Dalam P[erjanjian] B[aru] bukti
yang tertua terdapat
dalam surat-surat Paulus, khususnya
2 Kor 13.13 [ayat 14 dalam
beberapa Alkitab], dan 1 Kor
12.4-6. Dalam keempat
Injil bukti mengenai Tritunggal
secara jelas hanya terdapat dalam rumus pembaptisan di Mat 28.19.”
Dalam ayat-ayat tersebut
ketiga “pribadi” itu
didaftarkan sebagai berikut. Dua
Korintus 13:13 (14)
menggabungkan ketiganya dengan cara berikut: “Kasih karunia
Tuhan Yesus Kristus, dan
kasih Allah, dan
persekutuan Roh Kudus menyertai kamu sekalian.” Satu
Korintus 12:4-6 berbunyi:
“Ada
rupa-rupa karunia, tetapi satu
Roh. Dan ada rupa-rupa pelayanan,
tetapi satu Tuhan.
Dan ada berbagai-bagai perbuatan ajaib,
tetapi Allah adalah satu yang mengerjakan semuanya dalam semua orang.”
Dan Matius 28:19
berbunyi:
“Karena itu
pergilah, jadikanlah semua bangsa
muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus.”
Apakah ayat-ayat ini menyatakan
bahwa Allah, Kristus,
dan roh kudus membentuk
suatu Keilahian Tritunggal,
bahwa ketiganya sama dalam
bentuk, kekuasaan, dan
kekekalan? Tidak, tidak
demikian, sama halnya menyebutkan tiga orang, seperti Amir, Budi dan
Bambang, tidak berarti bahwa mereka tiga dalam satu.
Bukti semacam
ini, menurut Cyclopedia
of Biblical, Theological, and
Ecclesiastical Literature karya
McClintock dan Strong, “hanya
membuktikan bahwa ada tiga subyek yang disebutkan, ... tetapi hal itu
sendiri tidak membuktikan bahwa ketiga-tiganya pasti
tergabung dalam satu sifat ilahi, dan memiliki kemuliaan ilahi yang sama.”
Meskipun mendukung
Tritunggal, sumber itu
mengatakan mengenai 2 Korintus
13:13 (14): “Kita tidak dapat
dengan tepat menarik kesimpulan bahwa mereka memiliki wewenang yang sama, atau
sifat yang sama.” Dan mengenai
Matius 28:18-20 dikatakan: “Tetapi, ayat ini jika diambil begitu saja, tidak akan membuktikan
dengan pasti bahwa
ketiga subyek yang disebutkan
masing-masing adalah satu pribadi,
atau bahwa mereka setara atau
bersifat ilahi.”
Ketika Yesus
dibaptis, Allah, Yesus,
dan roh kudus juga disebutkan dalam konteks yang sama. Yesus “melihat roh
Allah seperti burung merpati
turun ke atasNya.” (Matius 3:16) Tetapi, ini tidak
berarti bahwa ketiganya
adalah satu.
Abraham, Ishak,
dan Yakub banyak
kali disebutkan bersama-sama,
tetapi hal itu tidak membuat mereka
menjadi satu. Petrus, Yakobus dan Yohanes disebutkan bersama-sama, tetapi
itu tidak membuat mereka menjadi
satu juga. Lagi pula,
roh Allah turun
ke atas Yesus
pada saat pembaptisannya, yang
menunjukkan bahwa sebelum
itu Yesus tidak diurapi dengan
roh. Maka, bagaimana mungkin ia menjadi bagian dari suatu Tritunggal padahal
ia tidak
selalu satu dengan roh kudus?
Kutipan lain
yang menyebutkan ketiganya
bersama-sama terdapat dalam beberapa terjemahan Alkitab yang
lebih tua dalam 1
Yohanes 5:7. Namun,
para sarjana mengakui bahwa kata-kata ini pada mulanya tidak
terdapat dalam Alkitab, tetapi baru
ditambahkan belakangan.
Kebanyakan terjemahan modern dengan benar menghilangkan ayat yang palsu ini.
“Ayat-ayat bukti”
yang lainnya hanya
mengupas hubungan antara dua
-sang Bapa dan Yesus. Mari kita
bahas beberapa dari antaranya.
“Aku dan Bapa Adalah Satu”
AYAT itu,
dalam Yohanes 10:30,
sering dikutip untuk mendukung Tritunggal,
meskipun pribadi ketiga
tidak disebutkan di sana .
Tetapi Yesus sendiri
menunjukkan apa yang ia maksud
dengan menjadi “satu” dengan sang Bapa. Dalam Yohanes 17:21,
22, ia berdoa
kepada Allah agar murid-muridnya “semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya
Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar mereka juga di dalam Kita, ... supaya mereka menjadi satu,
sama seperti Kita adalah satu.” Apakah Yesus berdoa agar semua
muridnya menjadi satu kesatuan
tunggal? Tidak, Yesus jelas
berdoa agar mereka dipersatukan dalam pikiran dan tujuan,
seperti halnya dia dan Allah. -Lihat juga 1 Korintus 1:10.
Dalam 1
Korintus 3:6, 8,
Paulus berkata: “Aku menanam,
Apolos menyiram, ... Baik yang menanam maupun yang menyiram adalah sama.”
Paulus tidak memaksudkan bahwa ia dan Apolos adalah dua pribadi di
dalam satu; ia memaksudkan bahwa mereka
menjadi satu dalam tujuan. Kata Yunani yang Paulus gunakan
di sini untuk “sama” (hen) berjenis
netral, secara aksara: “satu
(perkara),” yang menunjukkan persatuan dalam tindakan. Ini adalah kata
yang sama yang Yesus gunakan dalam Yohanes
10:30 untuk
menjelaskan hubungannya dengan Bapanya.
Ini juga kata yang sama yang
Yesus gunakan dalam
Yohanes 17:21, 22. Jadi
ketika ia menggunakan kata “satu” (hen) dalam kasus-kasus
ini, ia memaksudkan
persatuan dalam pikiran dan
tujuan.
Mengenai Yohanes
10:30, John Calvin
(seorang penganut Tritunggal)
mengatakan dalam buku Commentary on
the Gospel According to
John: “Orangorang zaman dulu
menyalahgunakan ayat ini untuk membuktikan bahwa Kristus adalah ... dari zat
yang sama dengan
sang Bapa. Karena di sini Kristus
tidak berbicara mengenai persatuan dalam
zat, tetapi mengenai kesepakatan antara dia dengan sang
Bapa.”
Dalam konteks
dari ayat-ayat setelah Yohanes
10:30, Yesus dengan tegas menjelaskan bahwa kata-katanya bukan pengakuan dirinya sebagai Allah. Ia bertanya
kepada orang-orang Yahudi yang salah mengambil kesimpulan itu dan ingin
melemparinya dengan batu:
“Mengapa kalian mengatakan aku menghujat Allah karena berkata aku Anak Allah?
Padahal aku dipilih oleh Bapa dan
diutus ke dunia.” (Yohanes
10:31-36, BIS) Tidak, Yesus tidak mengaku bahwa ia, Allah Anak, melainkan Anak
Allah.
“Menyamakan DiriNya dengan Allah?”
AYAT lain yang diajukan
untuk mendukung Tritunggal
adalah Yohanes 5:18. Di sana dikatakan bahwa orang-orang Yahudi (seperti
dalam Yohanes 10:31 -36)
ingin membunuh Yesus karena ia “menyamakan diriNya dengan Allah.”
Tetapi siapa yang mengatakan bahwa Yesus menyamakan
dirinya dengan Allah? Bukan
Yesus. Ia membela
diri menghadapi
tuduhan-tuduhan palsu ini
langsung dalam ayat berikutnya
(19): “Maka Yesus menjawab mereka, katanya: ... ‘Anak tidak dapat mengerjakan sesuatu dari diriNya
sendiri jikalau tidak Ia melihat Bapa mengerjakannya.’”
Dengan ini Yesus menunjukkan
kepada orang-orang Yahudi bahwa ia
tidak sama dengan
Allah dan karena
itu tidak dapat bertindak
atas prakarsanya sendiri.
Dapatkah kita membayangkan seseorang
yang setara dengan
Allah Yang Mahakuasa berkata
bahwa ia “tidak dapat mengerjakan
sesuatu dari diriNya sendiri?”
(Bandingkan Daniel 4:34,
35.) Menarik, bahwa ikatan kalimat dari Yohanes 5:18 maupun 10:30 menunjukkan bahwa
Yesus membela dirinya
terhadap tuduhan-tuduhan palsu dari orang-orang Yahudi, yang seperti para
penganut Tritunggal, mengambil kesimpulan-kesimpulan yang salah!
“Setara
Dengan Allah?”
DALAM Filipi 2:6 Alkitab
Katolik Douay Version (Dy)
tahun 1609 berkata mengenai
Yesus: “Yang karena dalam rupa Allah, tidak menganggap salah kesetaraannya
dengan Allah.” King James
Version (KJ) tahun 1611 juga berkata serupa. Sejumlah versi terjemahan
seperti itu masih digunakan oleh beberapa orang untuk
mendukung gagasan bahwa Yesus setara atau sama dengan Allah. Tetapi
perhatikan bagaimana terjemahan-terjemahan lain menyatakan ayat ini:
1869: “yang,
karena dalam rupa
Allah, tidak menganggap sebagai
sesuatu yang harus diupayakan agar [ia] menjadi sama dengan Allah.” The New Testament
oleh G. R. Noyes.
1965: “Ia
-yang benar-benar bersifat
ilahi!- tidak pernah dengan sombong menganggap dirinya sama dengan
Allah.” Das Neue Testament, edisi
revisi, oleh Friedrich Pfafflin.
1968: “yang,
meskipun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan
dengan Allah sesuatu hal
yang dengan serakah harus ia miliki.” La Bibbia
Concordata.
1976: “Ia
senantiasa memiliki sifat Allah, tetapi ia tidak pernah berpikir bahwa
ia perlu berupaya dengan paksa untuk menjadi sama dengan Allah.” Today’s
English Version.
1984: “yang, meskipun berada dalam rupa Allah,
tidak pernah berupaya untuk merampas [kedudukan], yaitu, bahwa ia
harus sama dengan Allah.”
New World Translation
of the Holy Scriptures.
1985: “Yang, dalam rupa Allah,
tidak menganggap kesamaan dengan Allah
sebagai sesuatu yang harus
dikejar.” The New Jerusalem Bible.
Tetapi, beberapa
orang mengatakan bahwa
bahkan terjemahan-terjemahan yang lebih saksama ini memaksudkan (1)
Yesus sudah setara dengan Allah tetapi tidak ingin berkukuh memegang hal
itu atau bahwa
(2) ia tidak perlu mengejar kesamaan dengan Allah karena memang ia sudah
setara.
Sehubungan dengan ini, Ralph
Martin, dalam The Epistle
of Paul to the
Philippians. berkata mengenai bahasa Yunani aslinya: “Namun,
dipertanyakan apakah makna dari kata
kerja itu dapat bergeser
dari arti yang
sebenarnya yaitu ‘merampas’,
‘merebut dengan kekerasan’ dan diubah
menjadi ‘mempertahankan.’”
The Expositor’s Greek
Testament juga berkata: “Kami
tidak dapat menemukan ayat yang menyebutkan bahwa arpazw
[harpa’zo] atau kata-kata turunannya memiliki makna ‘memiliki,’
‘mempertahankan.’ Tampaknya hal itu selalu berarti ‘merebut,’
‘merampas dengan kekerasan’. Jadi tidak boleh ada penggeseran
dari makna yang
sebenarnya yaitu ‘berupaya mendapat’
menjadi makna yang sama sekali berbeda yaitu, ‘mempertahankan.’”
Dari pembahasan
ini terlihat dengan
jelas bahwa para penerjemah dari Alkitab seperti Douay dan King James membuat perubahan-perubahan untuk
mendukung Tritunggal. Sebaliknya dari mengatakan
bahwa Yesus merasa
pantas untuk setara dengan Allah,
Filipi 2:6 dalam bahasa Yunani, bila
dibaca secara obyektif, justru
menunjukkan sebaliknya, bahwa Yesus merasa hal itu tidak pantas.
Ikatan kalimat dari ayat-ayat
sebelum dan sesudahnya (3-5, 7,
8) membuat jelas
bagaimana ayat 6
harus dipahami. Orang-orang Filipi dianjurkan: “Hendaklah
dengan rendah hati yang seorang
menganggap yang lain lebih utama [”mulia,” Dy] dari pada dirinya
sendiri.” Kemudian Paulus
menggunakan Kristus sebagai contoh
yang sangat baik untuk sikap ini:
“Biarlah pikiran ini ada dalam
kamu, yang juga
ada dalam Kristus Yesus.” (Dy) “Pikiran” apa? ‘Menganggap bahwa
bukan sesuatu yang salah untuk setara dengan
Allah?’ Tidak, itu justru
bertentangan dengan pokok yang
sedang ditekankan di sini! Sebaliknya, Yesus, yang ‘menganggap Allah lebih mulia dari
pada dirinya sendiri,’
tidak akan pernah ‘berupaya
menjadi sama dengan
Allah.’ Tetapi sebaliknya
ia “merendahkan diriNya dan taat sampai mati.”
Tentu, semua
ini tidak mungkin berlaku atas suatu bagian dari Allah
Yang Mahakuasa. Pembicaraan ini
adalah mengenai Yesus Kristus,
yang dengan sempurna menggambarkan pokok yang ditandaskan Paulus di sini -yaitu
pentingnya kerendahan hati dan
ketaatan kepada yang lebih tinggi dan Pencipta, Allah Yehuwa.
“Aku Adalah”
DALAM Yohanes
8:58 sejumlah
terjemahan, misalnya The Jerusalem Bible
mengutip Yesus berkata: “Sebelum Abraham jadi, Aku
adalah.” Apakah, seperti
dinyatakan oleh para penganut
Tritunggal, Yesus di sini sedang mengajarkan bahwa ia dikenal dengan
gelar “Aku adalah?” Dan,
sesuai dengan pengakuan mereka,
apakah ini memaksudkan bahwa ia adalah Yehuwa yang
terdapat dalam Kitab-Kitab Ibrani, karena
dalam Keluaran 3:14 berbunyi:
“Firman Allah kepada
Musa; AKU ADALAH AKU?”
Dalam Keluaran 3:14 ungkapan “AKU ADALAH”
digunakan sebagai gelar bagi Allah untuk menunjukkan bahwa Ia sungguh-sungguh
ada dan akan melaksanakan janji-Nya.
The Pentateuch and Haftorahs, dengan
penyunting Dr. J. H. Hertz,
berkata mengenai ungkapan ini:
“Bagi orang-orang Israel
dalam perbudakan, arti kata-kata
ini adalah, ‘Meskipun Ia belum menunjukkan kuasa-Nya terhadap kamu, Ia
akan melakukan hal itu;
Ia kekal dan
pasti akan membebaskanmu.’
Kebanyakan penerjemah modern mengikuti Rashi
[komentator Alkitab dan Talmud berkebangsaan Perancis] dalam
menerjemahkan [Keluaran 3:14 ]
‘Aku akan menjadi apa yang Aku akan menjadi. ‘ “
Pernyataan dalam
Yohanes 8:58
jauh berbeda dari
yang digunakan dalam Keluaran 3:14. Yesus tidak menggunakan hal
itu sebagai nama
atau gelar, ia
menggunakannya untuk
menunjukkan keberadaannya sebelum
menjadi manusia. Maka,
perhatikan bagaimana beberapa
terjemahan Alkitab lain menyatakan Yohanes 8:58 :
1869: “Sejak
sebelum Abraham ada, aku telah
ada.” The New Testament, oleh G. R Noyes.
1935: “Aku
ada sebelum Abraham
lahir!” The Bible
-An American Translation, oleh
J. M. P.
Smith dan E. J. Goodspeed.
1965: “Sebelum Abraham lahir,
aku sudah menjadi siapa
aku ini.” Das Neue Testament, oleh Jorg Zink.
1981: “Aku
sudah hidup sebelum Abraham
lahir!” The Simple English Bible.
1984: “Sebelum Abraham
menjadi ada, Aku
telah ada.” New World
Translation of the Holy Scriptures.
1985: “Sebelum
Abraham lahir aku sudah ada.” Alkitab dalam Bahasa Indonesia
Sehari-hari.
1987: “Sebelum Abraham jadi,
Aku Ada.” Terjemahan
Baru.
Lembaga
Alkitab Indonesia
Jadi, makna
yang sesungguhnya dari
bahasa Yunani yang digunakan di sini adalah bahwa
‘anak sulung’ Allah
yang diciptakan, Yesus, telah
ada lama sebelum Abraham lahir.
Kolose 1: 15; Amsal 8:22, 23,30; Wahyu 3:14.
Sekali lagi, ikatan kalimatnya
menunjukkan bahwa ini adalah
pengertian yang benar.
Kali ini orang-orang Yahudi ingin
melempari Yesus dengan batu karena
mengaku “telah melihat Abraham” padahal seperti mereka
katakan, ia belum berumur 50 tahun.
(Ayat 57) Tanggapan
Yesus yang wajar adalah memberitahukan kebenaran mengenai usianya. Jadi pantas jika
ia mengatakan kepada mereka bahwa ia
“sudah hidup sebelum Abraham lahir!” -The Simple English
Bible.
“Firman itu Adalah Allah”
YOHANES 1:1
berbunyi: “Pada mulanya adalah
Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah.” Para penganut
Tritunggal mengaku bahwa ini berarti “Firman itu” (Yunani, ho lo’gos)
yang datang ke bumi sebagai Yesus Kristus adalah Allah Yang Mahakuasa
sendiri.
Tetapi, perhatikan
bahwa di sini
pula ikatan kalimatnya memberikan dasar
untuk pengertian yang
benar. Ayat itu berbunyi
“Firman itu bersama-sama
dengan Allah.” (Cetak miring
red.) Seseorang yang “bersama-sama” dengan
pribadi lain tidak mungkin sama dengan pribadi yang lain itu. Sesuai
dengan ini, Journal
of Biblical Literature,
dengan penyunting imam Yesuit
Joseph A. Fitzmyer, mengomentari bahwa jika
bagian akhir dari
Yohanes 1:1 dianggap mengartikan Allah sendiri, hal ini
“akan bertentangan dengan ungkapan
sebelumnya,” yang mengatakan
bahwa Firman itu bersama-sama dengan Allah.
Perhatikan juga,
bagaimana
terjemahan-terjemahan lain
menyatakan bagian dari ayat ini:
1808: “dan firman itu adalah
suatu allah.” The New Testament in
an Improved Version,
Upon the Basis
of Archbishop Newcome’s New
Translation With a Corrected Text.
1864: “dan suatu allah firman
itu.” The Emphatic
Diaglott terjemahan baris demi baris, oleh Benyamin Wilson.
1928: “dan Firman itu adalah
“suatu pribadi ilahi.” La Bible du Centenaire, L’Evangile selon Jean, oleh
Maurice Goguel.
1935: “dan
Firman itu ilahi.”
The Bible -An
American Translation, oleh J. M. P. Smith dan E. J. Goodspeed.
1946: “dan
Firman itu memiliki
sifat ilahi.” Das Neue Testament, oleh Ludwig Thimme.
1950: “dan
Firman itu adalah
suatu allah.” New World Translation of the
Christian Greek Scriptures.
1958: “dan Firman itu adalah
suatu Allah.” The New Testament oleh James L. Tomanek.
1975: “dan suatu allah (atau,
memiliki sifat ilahi) Firman itu.” Das Evangelium nach Johannes,
oleh Siegfried Schulz.
1978: “dan
bersifat ilahi Logos itu.” Das
Evangelium nach Johannes, oleh Johannes Schneider.
Dalam Yohanes 1:1 kata benda
Yunani the-os’ (allah) muncul dua
kali. Yang pertama
memaksudkan Allah Yang Mahakuasa, dengan
siapa Firman itu
ada bersama-sama (“Firman
itu [lo’gos] bersama-sama dengan Allah [bentuk dari the-os’”). The-os’
yang pertama didahului
oleh kata ton
(bahasa Inggris, the), suatu
bentuk kata sandang tertentu
bahasa Yunani yang menunjuk kepada identitas yang pasti, dalam hal ini
Allah Yang Mahakuasa (“Firman itu bersama-sama dengan
Allah [bahasa Inggris, “(the) God”]”).
Sebaliknya, tidak ada kata
sandang di depan
kata the-os’ yang kedua
dalam Yohanes 1:1. Jadi
terjemahan yang aksara akan berbunyi, “Firman itu allah.” Namun kita telah melihat bahwa banyak terjemahan menyebutkan
the-os’ (kata benda yang menjadi predikat) yang kedua ini sebagai “bersifat
ilahi,” “seperti allah,” atau
“suatu allah.” Dengan wewenang
apa mereka melakukan ini?
Bahasa Yunani Koine (sehari-hari)
mempunyai kata sandang tertentu (bahasa
Inggris, the), namun tidak
memiliki kata sandang tidak tentu (bahasa Inggris, a atau an, atau suatu). Jadi
bila sebuah kata
benda yang menjadi predikat tidak
didahului oleh kata sandang tertentu, bisa
jadi ini tidak tentu, bergantung pada ikatan
kalimatnya.
Journal of Biblical Literature
berkata bahwa istilah-istilah “yang
mempunyai predikat [tanpa
kata sandang] yang mendahului kata
kerja, terutama mengandunq arti kualitatif [menunjukkan sifat sesuatu].”
Seperti dikatakan Journal, ini menunjukkan
bahwa lo’gos bisa disamakan dengan suatu allah. Juga dikatakan tentang Yohanes
1:1: “Kekuatan kualitatif dari predikatnya
begitu menonjol sehingga
kata bendanya [the-os’l tidak dapat dianggap tertentu.”
Jadi Yohanes 1:1 menonjolkan
sifat dari Firman,
bahwa ia “ilahi,” “seperti
allah,” “suatu allah,” namun bukan Allah Yang Mahakuasa. Ini selaras
dengan ayat-ayat lain
dalam Alkitab, yang menunjukkan
bahwa Yesus, yang di sini disebut “Firman” dalam peranannya sebagai Juru Bicara
Allah, adalah suatu pribadi
lebih rendah yang taat, diutus ke
bumi oleh Atasan-Nya, Allah Yang Mahakuasa.
Ada banyak ayat-ayat Alkitab
lain yang oleh
hampir semua penerjemah secara
konsisten disisipi kata sandang
“suatu” (bahasa Inggris, a)
pada waktu mereka
menerjemahkan kalimat-kalimat
Yunani yang mempunyai susunan
yang sama ke dalam bahasa-bahasa lain. Sebagai contoh, dalam
Markus 6:
49, ketika
murid-murid melihat Yesus berjalan di atas air, King James Version
menyatakan: “Mereka mengira
bahwa ini adalah suatu roh.”
Dalam bahasa Yunani Koine, tidak ada kata “suatu” di depan “roh.” Namun hampir
semua terjemahan dalam bahasa lain
menambahkan kata “suatu”
agar cocok dengan ikatan
kalimatnya. Dengan cara yang sama, karena Yohanes 1:1 memperlihatkan bahwa
Firman itu bersama-sama dengan Allah, ia tidak mungkin adalah Allah
melainkan “suatu allah,” atau “ilahi.”
Joseph Henry
Thayer, seorang teolog dan
sarjana yang ikut mengerjakan American
Standard Version, menyatakan
dengan sederhana: “Logos itu ilahi, bukan Pribadi ilahi tertinggi itu
sendiri.” Dan imam Yesuit John L. McKenzie menulis dalam karyanya Dictionary
of the Bible:
“Yoh 1:1 harus dengan saksama diterjemahkan ... ‘firman itu suatu
pribadi ilahi.’”
Melanggar
Aturan?
TETAPI, ada
yang mengatakan bahwa
terjemahan-terjemahan seperti itu
melanggar suatu aturan dalam tata bahasa Yunani Koine yang diterbitkan oleh sarjana
bahasa Yunani E. C. Colwell
pada tahun 1933. Ia menegaskan bahwa dalam bahasa Yunani
sebuah kata benda yang menjadi predikat
“mempunyai kata sandang [tertentu]
bila kata itu sesudah kata kerja;
[tetapi] tidak
mempunyai kata sandang
[tertentu] bila mendahului kata
kerjanya.” Dengan ini ia maksudkan bahwa sebuah kata benda yang
menjadi predikat yang mendahului kata kerjanya harus dimengerti seolah-olah
mempunyai kata sandang tertentu (bahasa Inggris, “the”) di depannya. Dalam Yohanes 1:
1 kata benda kedua (the-os’),
predikatnya, sebelum kata kerjanya -“dan [the-os’] adalah
Firman itu.” Jadi,
kata Colwell, Yohanes 1:1
harus dibaca “dan
Allah [bahasa Inggris, “(the)
God”] adalah Firman itu.”
Namun pertimbangkan dua contoh
yang terdapat dalam Yohanes 8:44.
Di sana
Yesus berkata tentang si Iblis:
“Ia adalah pembunuh manusia” dan “ia
adalah pendusta.” Sama
seperti dalam Yohanes 1: 1,
kata-kata benda yang menjadi predikat (“pembunuh manusia” dan
“pendusta”) dalam bahasa
Yunani mendahului kata kerja
(“adalah”). Tidak ada kata
sandang tidak tentu di depan masing-masing kata benda karena
dalam bahasa Yunani Koine
tidak ada kata sandang tidak tentu. Namun kebanyakan terjemahan menyisipkan
kata “adalah” atau “adalah
seorang” (bahasa Inggris,
a) karena tata bahasa Yunani
dan ikatan kalimatnya
menuntut itu. -Lihat
juga Markus 11:32; Yohanes 4:19; 6:70; 9:17 ; 10:1; 12:6.
Colwell harus mengakui ini
sehubungan dengan kata benda yang menjadi predikatnya, karena ia berkata: “[Kata
sandangnya] tidak tertentu [”suatu”
atau “seorang”] dalam hal ini,
hanya bila ikatan kalimatnya menuntut hal tersebut.” Jadi ia pun mengakui
bahwa bila ikatan kalimat menuntut hal itu, para
penerjemah dapat menyisipkan kata sandang
tidak tentu di depan kata benda
dalam susunan kalimat sejenis ini.
Apakah ikatan
kalimatnya menuntut kata sandang tidak tentu dalam Yohanes 1: 1 ? Ya,
karena bukti dari seluruh Alkitab menunjukkan bahwa
Yesus bukan Allah Yang Mahakuasa.
Jadi, yang harus membimbing penerjemah dalam hal-hal seperti
itu bukan peraturan tata
bahasa dari Colwell yang
meragukan, tetapi ikatan kalimatnya.
Dan jelas dari
banyak terjemahan-terjemahan
yang menyisipkan kata sandang tidak tentu “suatu” dalam
Yohanes 1:1 dan di ayat-ayat lain, bahwa banyak
sarjana tidak menyetujui
peraturan yang dibuat-buat seperti di atas, demikian juga Firman Allah.
Tidak
Bertentangan
APAKAH mengatakan bahwa Yesus
Kristus adalah “suatu allah” bertentangan dengan
ajaran Alkitab bahwa
hanya ada satu Allah? Tidak, karena
kadang-kadang Alkitab menggunakan istilah itu untuk memaksudkan pribadi yang berkuasa.
Mazmur 8:6 (Klinkert) berbunyi:
“Engkau telah menjadikan
dia [manusia] kurang sedikit dari pada segala malaekat [bahasa
Ibrani, ‘elohim’, NW,
pribadi-pribadi seperti Allah”].” Dalam pembelaan
Yesus terhadap tuduhan orang Yahudi, bahwa ia mengaku
sebagai Allah, ia
mengatakan bahwa “Taurat menggunakan kata
allah-allah untuk mereka
kepada siapa firman Allah
ditujukan,” yaitu yang dimaksudkan
hakim-hakim manusiawi.
(Yohanes 10: 34,
35, Jerusalem Bible; Mazmur 8Z:1-6) Bahkan Setan
disebut “ilah zaman
ini” dalam 2 Korintus 4:4.
Yesus mempunyai
kedudukan yang jauh lebih tinggi
daripada para malaikat, manusia yang tidak
sempurna, atau Setan.
Karena pribadi-pribadi itu disebutkan
sebagai “allah-allah,” pribadi-pribadi
yang berkuasa, tentu
Yesus pun dapat dianggap “suatu
allah” dan memang
demikian. Karena kedudukannya
yang unik dalam
hubungannya dengan Yehuwa, Yesus adalah “Allah Yang Perkasa
[”Berkuasa,” NW].” -Yohanes 1: 1; Yesaya 9: 5.
Namun bukankah “Allah
Yang Berkuasa” dengan
huruf-huruf besar
menunjukkan bahwa Yesus
dalam hal tertentu setara dengan Allah
Yehuwa? Sama sekali
tidak. Yesaya hanya menubuatkan ini sebagai salah satu
dari empat nama yang akan diberikan kepada Yesus, dan dalam bahasa Indonesia
nama-nama tersebut ditulis dengan huruf besar. Tetapi, sekalipun Yesus disebut
“Berkuasa,” hanya ada satu pribadi yang “Mahakuasa.” Menyebut Allah Yehuwa “Mahakuasa” tidak akan mempunyai
arti jika tidak ada
pribadi-pribadi lain yang
juga disebut allah-allah namun
menduduki jabatan lebih rendah.
Bulletin of the
John Rylands Library di Inggris menyatakan bahwa menurut teolog Katolik Karl
Rahner, meskipun the-os’ digunakan dalam
ayat-ayat seperti Yohanes
1: 1 untuk menyebutkan Kristus, “dalam ayat-ayat
tersebut the-os’ tidak pernah
digunakan sedemikian rupa
sehingga menyatakan Yesus sama dengan Dia yang di tempat lain dalam
Perjanjian Baru disebut sebagai
‘ho Theos,’ yaitu,
Allah Yang Paling tinggi.” Dan
Bulletin menambahkan: ‘Jika
para penulis Perjanjian Baru
menganggap sangat penting agar orang-orang yang setia mengakui Yesus
sebagai ‘Allah,’ mengapa pengakuan semacam ini tidak ada sama sekali dalam
Perjanjian Baru?’
Tetapi bagaimana
dengan kata-kata rasul Tomas, “Ya Tuhanku dan Allahku!” kepada Yesus
dalam Yohanes 20:28? Bagi Tomas, Yesus adalah
seperti “allah,” terutama dalam mukjizat yang ia lihat yang mendorongnya
untuk mengeluarkan seruan
itu. Beberapa sarjana
mengatakan bahwa Tomas
mungkin hanya mengucapkan seruan
keheranan yang emosional, yang diucapkan
kepada Yesus namun ditujukan kepada Allah. Dalam hal apapun, Tomas tidak
berpikir bahwa Yesus
adalah Allah Yang Mahakuasa, karena
ia dan semua rasul lain tahu bahwa Yesus tidak pernah
mengaku dirinya sebagai
Allah melainkan mengajar bahwa Yehuwa saja “satu-satunya Allah yang
benar.”
Yohanes 17:3.
Sekali lagi, ikatan kalimatnya
membantu kita memahami
hal ini. Beberapa hari sebelumnya
Yesus yang telah dibangkitkan menyuruh Maria Magdalena memberi tahu
murid-murid: “Aku akan pergi kepada BapaKu dan Bapamu, kepada AllahKu dan
Allahmu.” (Yohanes 20:17) Meskipun Yesus
sudah dibangkitkan sebagai roh
yang berkuasa, Yehuwa masih tetap Allahnya. Dan Yesus terus
menyebut Dia demikian bahkan dalam buku terakhir dari Alkitab, setelah ia dimuliakan. -Wahyu
1: 5,6: 3:2,12.
Tepat tiga
ayat setelah seruan Tomas, dalam Yohanes 20:31, Alkitab menjelaskan masalahnya
lebih lanjut dengan menyatakan “Semua
yang tercantum di
sini telah dicatat, supaya kamu percaya, bahwa Yesuslah
Mesias, Anak Allah,” bukan
bahwa ia adalah Allah Yang Mahakuasa. Dan ini berarti “Anak” secara aksara,
sebagaimana seorang ayah aksara
dan seorang anak, bukan sebagai suatu bagian yang misterius dari
Keilahian Tritunggal.
Harus
Selaras Dengan Alkitab
ORANG-ORANG mengatakan bahwa
beberapa ayat lain
mendukung Tritunggal. Namun sama
dengan yang telah dibahas di atas, bila
diperiksa dengan saksama.
ayat-ayat itu tidak benar-benar mendukungnya. Ayat-ayat tersebut hanya menggambarkan
bahwa dalam mempertimbangkan pernyataan
yang dikatakan mendukung
Tritunggal, seseorang harus
bertanya:
Apakah penjelasannya selaras
dengan ajaran yang
konsisten dari seluruh Alkitab -bahwa hanya Allah Yehuwa yang Paling
Tinggi? Jika tidak, maka penjelasannya pasti salah.
Kita juga perlu ingat bahwa
tidak ada satu “ayat bukti” pun
yang mengatakan bahwa
Allah, Yesus, dan roh kudus
adalah satu dalam suatu Keilahian yang misterius. Tidak
ada satu ayat pun dalam Alkitab yang mengatakan bahwa
ketiga-tiganya sama dalam zat,
kuasa, dan kekekalan.
Alkitab konsisten dalam menyingkapkan
bahwa Allah Yang
Mahakuasa, Yehuwa, adalah satu-satunya Pribadi Yang Paling Tinggi, Yesus
adalah Anak-Nya yang diciptakan, dan roh
kudus adalah tenaga aktif Allah.
SEMBAHLAH ALLAH MENURUT SYARAT-SYARAT DIA
YESUS berkata dalam doa
kepada Allah: “Inilah
hidup yang kekal itu, yaitu bahwa mereka mengenal Engkau,
satu-satunya Allah yang benar, dan
mengenal Yesus Kristus
yang telah Engkau utus.”
(Yohanes 17: 3) Pengenalan atau
pengetahuan macam apa? “[Allah]
menghendaki supaya semua
orang diselamatkan dan memperoleh pengetahuan [yang saksama, NW]
akan kebenaran.” (1
Timotius 2:4) The
Amplified Bible menerjemahkan
bagian terakhir dari ayat ini sebagai berikut:
“Mengetahui dengan tepat dan
benar tentang Kebenaran [ilahi].”
Jadi Allah
ingin agar kita
mengenal Dia dan maksud-tujuan-Nya dengan saksama selaras
dengan kebenaran ilahi. Dan
Firman Allah, Alkitab,
adalah sumber dari kebenaran tersebut. (Yohanes 17:17; 2
Timotius 3: 16,17) Bila
orang belajar dengan saksama apa
yang Alkitab katakan tentang Allah, maka
mereka tidak akan
menjadi seperti orang-orang yang
disebut dalam Roma
10:2, 3, yang “sungguh-sungguh giat untuk Allah,
tetapi tanpa pengertian yang benar.” Atau seperti orang-orang Samaria , kepada siapa
Yesus berkata: “Kamu menyembah apa yang tidak kamu kenal. “
Yohanes 4:22.
Maka, jika
kita ingin mendapat perkenan
Allah, kita perlu bertanya kepada diri kita sendiri: Apa yang
Allah katakan mengenai diri Dia sendiri? Bagaimana Ia
ingin disembah? Apa maksud-tujuanNya dan bagaimana kita harus menyesuaikan diri dengan
itu? Pengetahuan yang saksama tentang kebenaran akan memberi kita
jawaban-jawaban yang benar
atas pertanyaan-pertanyaan
tersebut. Dengan demikian kita
dapat menyembah Allah menurut syarat-syarat Dia.
Tidak
Menghormati Allah
“SIAPA yang menghormati Aku,
akan Kuhormati,” kata Allah. (1 Samuel 2
:30) Apakah kita menghormati Allah dengan menyebut pribadi lain setara dengan
Dia? Apakah kita menghormati Dia dengan menyebut
Maria “Bunda Allah”
dan “Perantara ... antara sang Pencipta dengan
makhluk-makhluk ciptaan-Nya,”
seperti disebutkan dalam New Catholic Encyclopedia? Tidak,
gagasan tersebut menghina Allah. Tidak ada
pribadi manapun yang setara dengan
Dia , Ia
juga tidak mempunyai ibu jasmani, karena
Yesus bukan Allah.
Dan tidak ada
“Perantara” perempuan karena Allah
hanya mengangkat ‘satu pengantara
antara Allah dan manusia,’ yaitu Yesus. -1 Timotius 2:5; 1
Yohanes 2:1,2.
Tiada sangsi lagi,
doktrin Tritunggal telah membingungkan dan mengencerkan pengertian
orang tentang kedudukan
Allah yang sesungguhnya. Hal
itu menghalangi orang untuk dengan saksama mengenal Penguasa Universal,
Allah Yehuwa, dan untuk menyembah
Dia menurut syarat-syarat-Nya.
Seperti dikatakan teolog Hans Kung: “Untuk
apa seseorang ingin
menambahkan sesuatu kepada gagasan
tentang keesaan dan keunikan Allah yang hanya dapat mengencerkan
atau meniadakan keesaan
dan keunikan itu?” Namun
itulah yang telah dilakukan dengan percaya kepada
Tritunggal.
Mereka yang
percaya kepada Tritunggal
tidak “berpegang kepada Allah
dalam pengetahuan yang saksama.”
(Roma 1:28, NW; Bode) Ayat itu juga berkata: “Allah menyerahkan
mereka kepada pikiran-pikiran yang
terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak pantas.”
(Terjemahan Baru) Ayat 29-31
menyebutkan beberapa dari hal-hal yang “tidak pantas” itu, seperti
‘pembunuhan, perselisihan, tidak
setia, tidak penyayang, tidak
mengenal belas kasihan.’ Justru hal-hal itulah yang
telah dipraktikkan oleh
agama-agama yang menerima
Tritunggal.
Sebagai contoh,
para penganut Tritunggal sering menganiaya dan bahkan
membunuh orang-orang yang
menolak doktrin Tritunggal. Dan
mereka bahkan telah bertindak
lebih jauh. Mereka telah membunuh sesama
penganut Tritunggal dalam masa
perang. Apa yang
lebih “tidak pantas” lagi daripada orang Katolik membunuh orang
Katolik, orang Ortodoks
membunuh orang Ortodoks, orang
Protestan membunuh orang Protestan-semua dalam nama Allah
Tritunggal yang sama?
Namun, Yesus dengan jelas
berkata: “Dengan demikian
semua orang akan tahu,
bahwa kamu adalah murid-muridKu, yaitu jikalau kamu
saling mengasihi.” (Yohanes 13:35) Firman Allah berbicara lebih
banyak mengenai hal ini, dengan berkata:
“Inilah tandanya anak-anak
Allah dan anak-anak Iblis: setiap orang
yang tidak berbuat
kebenaran, tidak berasal dari Allah, demikian
juga barangsiapa yang
tidak mengasihi saudaranya.” Mereka
yang membunuh saudara-saudara rohani mereka disamakan
dengan “Kain, yang berasal dari si
jahat [Setan] dan yang membunuh adiknya.” -1 Yohanes 3: 10-12.
Jadi, diajarkannya doktrin-doktrin yang
membingungkan tentang Allah telah menimbulkan
tindakan-tindakan yang melanggar hukum-hukum-Nya. Sesungguhnya,
apa yang telah terjadi
dalam seluruh Susunan
Kristen adalah seperti digambarkan oleh teolog Denmark Søren Kierkegaard:
“Susunan Kristen telah menyingkirkan
Kekristenan tanpa benar-benar menyadarinya.”
Keadaan rohani
Susunan Kristen sesuai
dengan apa yang ditulis rasul Paulus: “Mereka mengaku
mengenal Allah, tetapi dengan perbuatan
mereka, mereka menyangkal Dia. Mereka keji dan durhaka dan tidak sanggup berbuat sesuatu
yang baik.”
Titus 1: 16.
Tidak
lama lagi, pada
waktu Allah mengakhiri sistem yang jahat yang ada
sekarang, Susunan Kristen
yang menganut Tritunggal akan
dimintai pertanggungjawaban. Dan ia akan mendapat vonis yang mencelakakan
karena tindakan-tindakan dan
doktrin-doktrinnya yang tidak menghormati Allah. -Matius 24: 14,34; 25:3134,
41, 46; Wahyu 17:1-6, 16; 18:1-8,
20, 24; 19: 17-21.
Tolaklah
Tritunggal
KEBENARAN Allah
tidak dapat dikompromikan. Maka, menyembah Allah menurut syarat-syarat
Dia berarti menolak
doktrin Tritunggal. Doktrin tersebut
bertentangan dengan apa yang dipercayai dan diajarkan oleh para nabi,
Yesus, rasul-rasul, dan orang Kristen
yang mula-mula. Hal
itu bertentangan dengan apa yang Allah
katakan mengenai diriNya
dalam Firman-Nya sendiri yang
terilham. Maka , Ia
menasihati:
‘Akuilah bahwa aku Allah, dan
tak ada lainnya, dan tak ada yang seperti aku.’ -Yesaya 46:9, BIS.
Kepentingan Allah dirugikan
dengan membuat Dia membingungkan dan misterius.
Sebaliknya, makin bingung
orang mengenai Allah dan maksud
tujuan Dia, makin senang musuh Allah, Setan si Iblis, ‘ilah dunia ini.’ Dialah
yang menganjurkan doktrin palsu
tersebut untuk ‘membutakan pikiran orang-orang yang tidak
percaya.’ (2 Korintus 4:4)
Dan doktrin Tritunggal
juga menjadi alat
bagi golongan pendeta yang
ingin mempertahankan kendali
mereka atas orang-orang, karena
mereka memberi kesan seolah-olah
para teolog saja yang dapat mengertinya. -Lihat Yohanes 8:44.
Pengetahuan yang
saksama tentang Allah
benar-benar mendatangkan
kelegaan. Hal itu
membebaskan kita dari ajaran-ajaran yang
bertentangan dengan ajaran Firman Allah dan dari organisasi-organisasi
yang telah murtad.
Seperti Yesus katakan: “Kamu
akan mengetahui kebenaran,
dan kebenaran itu akan memerdekakan kamu.” -Yohanes 8:32.
Dengan menghormati Allah sebagai
yang paling tinggi
dan menyembah Dia menurut
syarat-syaratNya, kita dapat menghindari hukuman
yang segera akan
Ia timpakan atas Susunan
Kristen yang murtad.
Sebaliknya kita dapat menantikan perkenan Allah pada
waktu sistem ini
berakhir:
“Dunia ini
sedang lenyap dengan keinginannya, tetapi orang yang melakukan kehendak
Allah tetap hidup selama-lamanya.”
1 Yohanes 2:17.
HARUSKAH
ANDA PERCAYA KEPADA TRITUNGGAL?
©1989 Watch Tower Bible and
Tract Society of Pennsylvania
Penerbit:
International Bible Students
Association
Haruskah Anda Percaya Trinitas?
Saksi Jehovah sebagai salah satu
sekte Kristiani Unitarian menjelaskan akidah mereka: menentang Trinitas yang
dipercaya oleh Kristen mainstream.
Isi Lengkap
Haruskah Percaya ?
A . Bgmn Trinitas Dijelaskan ?
- Di Luar Jangkauan Akal Manusia
- Bukan Allah yang Suka Pada
Kekacauan
B. Ajaran Alkitab ?
- Apakah ada dalam Alkitab ?
- Bukti dari Kitab Ibrani
- Bukti dari Kitab Yunani
- Apakah Diajarkan Orang Kristen
Awal ?
- Apa yang Diajarkan Ulama
Pra-Nicea
C. Bgmn Trinitas Berkembang ?
- Peranan Konstantin di Nicea
- Perkembangan Selanjutnya
- Kredo Athanasia
- Kemurtadan Dinubuatkan
- Apa yang Mempengaruhi Hal Itu
- Platonisme
- Mengapa Nabi Allah Tidak
Mengajarkannya?
D. Apa Kata Alkitab ?
- Allah Itu Satu, Bukan Tiga
- Bukan Allah yang Jamak
- Yesus Ciptaan yang Terpisah
- Dapatkah Allah Dicobai ?
- Berapa Besar Harga Tebusan Itu ?
- Satu-Satunya yang Diperanakkan ?
- Apakah Yesus Dianggap Allah ?
E. Apakah Allah Unggul ?
- Yesus Dibedakan Dari Allah
- Hamba Allah
- Allah Lebih Unggul
- Pengetahuan Yesus Terbatas
- Yesus Lebih Rendah
- Tidak Pernah Mengaku Allah
F. Tenaga Aktif Allah
- Tenaga Aktif
- Kekuatan yang Melimpah
- Bukan suatu Pribadi
- Penolong
- Bukan Bagian Tritunggal
G. Bgmn Ayat-Bukti Trinitas ?
- Tiga dalam Satu
- Aku dan Bapa Adalah Satu
- Menyamakan DiriNya dengan Allah ?
- Setara Dengan Allah ?
- Aku Adalah
- Firman itu Adalah Allah
- Melanggar Aturan
- Tidak Bertentangan
- Harus Selaras Alkitab
H. Sembahlah Allah Menurut Syarat
Dia
- Tidak Menghormati Allah
- Tolaklah Tritunggal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar