AL HAROMAIN

DAFTAR

  • pakaian
  • buku

Daftar Blog

TEXT

text

zainimjkbgt

zainimjkbgt
zainimjkbgt

zainimjkbgt.blogspot.com

zainimjkbgt

alharomain

Penayangan bulan lalu

Populer

Entri Populer

5 Februari 2012

MUTIARA SUBUH

TOKO ALHAROMAIN MENJUAL PAKAIAN JADI D 54-D55 AND B19-B20 PASAR TANJUNG MOJOKERTO





Mutiara Shubuh : Rabu, 08/09/99 (27 Jumadil Awal 1420H)

Keutamaan ber”siwak” sebelum berwudhu
Nabi saw bersabda: "Bila tidak memberatkan bagi ummatku, aku akan mewajibkan mereka untuk bersiwak (gosok gigi) sebelum mereka berwudhu" (Hadish Riwayat Abu Hurairah), dari sabda Nabi ini kita dapat menarik kesimpulan bahwa menggosok gigi (bersiwak) sebelum berwudhu sangatlah dianjurkan oleh Nabi.

Mutiara Shubuh : Kamis, 09/09/99 (28 Jumadil Awal 1420H)

Membaca “Allahumma Ajjirna minannar” setelah shalat
Dari al-Harists bin Muslim at-Tamimi ra, ia berkata: Nabi saw bersabda kepadaku: "Apabila kamu selesai shalat shubuh maka ucapkanlah sebelum berbicara "Allahumma ajirni minannar (ya Allah, lindungilah aku dari api neraka)" tujuh kali;karena sesungguhnya jika kamu meninggal pada harimu itu niscaya Allah menulis bagimu perlindungan dari api neraka, dan apabila kamu selesai shalat maghrib maka ucapkanlah sebelum berbicara "Allahumma ajirni minannar (ya Allah, lindungilah aku dari api neraka)" tujuh kali;karena sesungguhnya jika kamu meninggal pada malammu itu niscaya Allah menulis bagimu perlindungan dari api neraka" (HR Nasa'i dan Abu Dawud dari al Harist bin Muslim)
Note: Bagaimana kalau ini selalu kita baca setiap sehabis shalat, Insya Allah mungkin kita akan selalu dilindungi oleh Allah dari api neraka ......amien....

 

Mutiara Shubuh : Jum’at, 10/09/99 (29 Jumadil Awal 1420H)

Rukun Islam (5 hal)

Dalam salah satu hadish menyatakan, belum lengkap islamnya seseorang jika belum melakukan lima kewajiban ini, yaitu shahadat, shalat, shaum, zakat dan hajji", walaupun dua yang terakhir itu dibatasi dengan kemampuan masing-masing individu. Tetapi setidak-tidaknya ada niat dan tekad untuk mewujudkan keduanya (zakat dan hajji).

 

Mutiara Shubuh : Senin, 13/09/99 (2 Jumadil Akhir 1420H)

Menggemarkan akan kebersihan

Disalah satu hadish menyatakan bahwa Nabi saw melakukan shalat malam (tahajjud) dua raka'at demi dua raka'at dan diantaranya itu Nabi saw bersiwak (membersihkan gigi dengan kayu siwak yang adanya di Arab sana, tetapi intinya adalah membersihkan giginya) dan sementara itu di hadish lain juga menyatakan bahwa Nabi melakukan ini (bersiwak) sebelum beliau memasuki rumah dan menemui istri beliau.

Disini terlihat bahwa bagaimana Nabi saw mengajarkan tentang pentingnya kebersihan yang pada hadish diatas adalah salah satunya membersihkan gigi.

 

Mutiara Shubuh : Selasa, 14/09/99 (3 Jumadil Akhir 1420H)

Menyempurnakan wudhu’ dan berdo’a setelahnya
Dari salah satu hadish shahih yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan Ibnu Majah :
Dari Umar bin Khaththab ra dari Nabi saw, ia bersabda: "Tidaklah salah seorang diantara kalian berwudhu' kemudian menyempurnakan wudhu' nya lalu mengucapkan (do'a) : Asyhadu Allahilaha illallah wahdahu laa syarikalah, wa-asyhaduanna muhammadan 'abduhu wa rasuluh (Aku bersaksi tiada tuhan selain allah dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya)", melainkan dibukakan baginya pintu-pintu sorga yang delapan, ia bisa masuk dimana saja ia suka"
Dalam riwayat dua perawi terakhir disebutkan dengan redaksi: "Kemudian membaguskan wudhu'" dan Abu Dawud menambahkan: "Kemudian mengangkat tangannya ke langit seraya berdo'a"
Dari hadish diatas dapat ambil intinya adalah keutamaan menyempurnakan wudhu' dan mengucapkan do'a setelah berwudhu'

Mutiara Shubuh : Rabu, 15/09/99 (4 Jumadil Akhir 1420H)

Himbauan untuk menyempurnakan wudhu’
Dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw melihat seorang lelaki yang tidak membasuh kedua tumitnya lalu Nabi saw bersabda: " Celaka bagi tumit-tumit itu dari api neraka".
Ada dua penafsiran dari kata "tidak kedua membasuh tumitnya" ini:
1. Membasuh kaki dengan mengalirkan air dari bagian atas kaki sehingga tumitnya tidak basah.
2. Membasuh kaki dengan hanya mengalirkan air di kaki termasuk tumit tapi dengan tidak menggosoknya.
Dari kedua penafsiran diatas alhamdulillah mungkin kita tidak melalukan hal yang pertama, tetapi dengan mengosok semua kaki waktu berwudhu (termasuk tumit yang sering kotor ketika kita berjalan) insya Allah kita akan terhindar dari kemungkinan penafsiran kedua dan juga terhindar dari api neraka sebagaimana yang diperingatkan Nabi saw pada hadish diatas.
Insya Allah dengan mengetahui hadish diatas kita dapat lebih menyempurnakan wudhu kita.

Mutiara Shubuh : Kamis, 16/09/99 (5 Jumadil Akhir 1420H)

Menggemarkan untuk selalu berwudhu’
Dalam salah satu hadish Nabi saw dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim:
Disa'at Isra' & Mi'raj, Nabi saw mendengar kedua alas kaki Bilal bin Raba' melangkah ke sorga di depan mendahului beliau. Maka ketika ketemu Bilal, Nabi saw bertanya kepada Bilal tentang amalan apa yang dikerjakan Bilal yang paling banyak pahalanya sehingga dia mendahului Nabi saw ke sorga. Bilal menjawab bahwa beliau tidak punya amalan khusus yang beliau harapkan banyak pahalanya selain bahwa dia tidak hanya bersuci (berwudhu') untuk shalat atau dengan kata lain beliau selalu dalam keadaan berwhudu' (suci) sepanjang hari.
Note: Amalan diatas juga dilakukan oleh Luqman Al-Hakim (seorang muslim yang shaleh yang namanya diabadikan sebagai salah satu nama surat di dalam Al-Qur'an). Tetapi memang kalau kita tela'ah lebih dalam dengan selalu menggemarkan berwudhu' (bersuci) setiap sa'at setidaknya menjadi motivasi dalam diri kita untuk tidak melakukan hal yang bathil karena mengingat kesucian karena kita dalam keaadaan sedang berwudhu'. Insya Allah amalan ini dalat kita lakukan sehingga menjadikan kita untuk selalu dalam keadaan suci dan jauh dari yang bathil dan tentunya dapat menyusul jejak Bilal bin Raba'.
Amien.....ya rabbal alamin........

 

Mutiara Shubuh : Jum’at, 17/09/99 (6 Jumadil Akhir 1420H)

Anjuran shalat sunnah atau wajib setelah berwudhu’
Hadish shahih yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah: Dari 'Uqbah bin Amir ra yang menyampaikan sabda Nabi saw bahwa bagi seseorang yang berwudhu' dan membaguskan wudhu'nya dan kemudian shalat dengan sepenuh hati dan wajahnya dipastikan oleh Nabi saw akan mendapatkan ganjaran sorga baginya.
Note : Semoga kita telah melakukan wudhu' kita dengan baik sesuai sunnah Nabi saw dan juga kita melaksanakan shalat yang khusu' setelah itu (apakah itu shalat sunnah atau wajib) dan Insya Allah kita diberikan ganjaran seperti yang di janjikan oleh Allah swt melalui Nabi-Nya diatas.
....amien....

 

Mutiara Shubuh : Senin, 20/09/99 (9 Jumadil Akhir 1420H)

Tata cara berwudhu’
Pada "Mutiara Shubuh" yang lalu dalam hadishnya Nabi saw menjanjikan syurga bagi yang menyempurnakan whudu' dan shalat dua raka'at sesudahnya, bahasan hadish kali ini dilain hadishnya yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim Nabi saw menyatakan ampunan dosa bagi orang yang melakukannya. Ringkasan dari hadish tersebut sbb:
Ketika Humrah Maula 'Ustman bin Affan ra (putra 'Ustman bin Affan ra) melihat ayahnya berwhudu' dengan mencuci tanganya, kumur-kumur, mencuci hidung dneganmemasukkan air ke hidung, mencuci muka, mencuci tangan sampai ke siku dan mencuci kaki, semua dilakukan tiga kali (dengan sempurna) dan kemudian 'Utsman berkata: "Aku melihat Rasulullah saw berwhudu' seperti whudu'-ku ini", dan kemudian beliau bersabda, "Barangsiapa berwhudu' seperti whudu'-ku ini kemudian shalat dua raka'at dengan khusyu', maka diampuni dosanya yang telah lalu"

Mutiara Shubuh : Selasa, 21/09/99 (10 Jumadil Akhir 1420H)

Menggemarkan adzan dan shalat berjama’ah di masjid
Kali ini yang dibahas adalah hadist yang berkaitan dengan penunaian ibadah shalat dan ibadah-ibadah lain yang berhubungan dengan ibadah shalat. Dalam salah satu hadist Nabi saw yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim sbb:
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Sekiranya manusia mengetahui keutamaan adzan dan shaf pertama, kemudian kemudian tidak mendapati kecuali harus melakukan undian untuk mendapatkannya niscaya mereka melakukan undian, dan sekiranya mereka mengetahui keutamaan bersegera melaksanakan shalat niscaya mereka berlomba kepadanya, dan sekiranya mereka mengetahui keutamaan shalat Isya' dan Shubuh niscaya mereka datang kepadanya seklipun dengan merangkak"
Note: Dari Hadist Shahih diatas dapat kita tarik intinya adalah bahwa:
- Mengumandangkan adzan
- Shalat berjama'ah pada syaf yang pertama
- Menyegerakan melaksanakan shalat
- Shalat Isya' dan Shubuh berjama'ah di masjid
merupakan ibadah-ibadah yang banyak sekali keutamaannya. Sehingga dalam hadish tersebut sampai diungkapkan bahwa jika orang tahu keutamaan tersebut maka orang-orang tersebut akan berebut mendapatkannya bahkan sampai dengan melakukannya dengan undian dan juga sampai-sampai dengan merangkakpun mereka akan berusaha melakukannya. Insya' Allah kita diberi keteguhan iman dalam melakukan ibadah-ibadah tersebut diatas dan sehingga kita mendapatkan keutamaan-keutamaannya. Amien ya rabbal alamin..........

Mutiara Shubuh : Rabu, 22/09/99 (11 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan yang menyampaikan adzan (muadzdzin) - I
Hadish shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad dengan sanad yang shahih, Thabrani sbb:
Dari Ibnu Umar ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Diampuni bagi mu'adzdzin sejauh (gema suara) adzannya dan dimintakan ampunan untuknya oleh setiap benda basah dan kering yang mendengarnya" dihadish lain dinyatakan "semua yang mendengarkannya akn menjadi saksi baginya di hari akhirat"
Note: Nach .. kalau mau minta ampunan dosa maka rajin-rajin lah ke masjid dan datang lebih awal untuk menjadi mu'adzdzin, Insya Allah dosa-dosa nya akan dapat ampunan dan berangsur-angsur bersih....

Mutiara Shubuh : Kamis, 23/09/99 (12 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan yang menyampaikan adzan (muadzdzin) - II
Masih berbicara tentang keutamaan menyampaikan adzan, didalam hadish lain dari Abu Hurairah ra yang mengemukakan sabda Rasullullah saw bahwa Imam itu adalah penjamin bagi shalat para ma'mumnya dan muadzdzin adalah pemegang amanat dalam mengawal waktu-waktu shalat, dan kemudian Rasulullah saw berdo'a untuk mereka: "Ya Allah tunjukilah para imam dan ampunilah para muadzdzin" (Hadish shahih ini diriwayatkan oleh Abu dawud, Turmudzi, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban didalam shahih-nya Ahmad meriwayatkannya dari hadish Abu Umamah dengan sanad hasan).

Mutiara Shubuh : Jum’at, 24/09/99 (13 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan untuk ber-adzan setiap sebelum shalat
Masih berbicara masalah adzan, dalam salah satu hadish shahihnya dari Abu Hurairah ra Rasullullah saw bersabda bahwa apabila dikumandangkan adzan untuk shalat maka syetan lari terbirit-birit seraya mengeluarkan kentut agar tidak mendengar adzan dan datang lagi setelah adzan selesai dan kemudian lari lagi ketika mendengar iqamat dan kemudian datang lagi setelahnya untuk menggoda konsentrasi orang yang sedang shalat sehingga mereka menjadi lupa atau tidak mengetahui berapa (raka'at) shalatnya (Riwayat Malik, Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i)
Note: Sepertinya kita dianjurkan untuk adzan atau iqamat sebelum melakukan shalat wajib walaupun itu kita kerjakan dirumah atau ditempat lain selain masjid, dengan harapan semoga syetan akan menjauh dari tempat sekitar shalat kita sehingga dia tidak mengganggu kekhusu'an shalat kita. Disamping itu Insya Allah kita mendapatkan ampunan yang dijanjikan Allah lewat hadish Rasullullah sebagaimana yang kita bahas dalam "Mutiara Shubuh" yang lalu.....amien..........

Mutiara Shubuh : Senin, 27/09/99 (16 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan membaca “A’udzubillah” untuk mengusir syeitan
Kali ini kita masih melanjutkan bahasan tentang hadish shahih yang menyatakan ketakutan syetan akan adzan dan usaha-usahanya yang selalu mengganggu konsentrasi kita diwaktu shalat. Untuk itu marilah kita mengusir syetan dari hati kita dengan banyak-banyak berdzikir dan khususnya diwaktu shalat setidaknya kita meminta perlindungan Allah dari godaan syetan dengan membaca:"A'udzubillahi minassyaithonirrajiim (Aku berlindung dengan Allah dari godaan syetan yang terkutuk) ketika akan membaca Al-Fathihah dan sebelum membaca surah di setiap raka'atnya. Semoga kita selalu dilindungi Allah dari godaan syetan yang senantiasa membisikkan kata-kata sehingga membuat kita lupa pada Allah...amien...

Mutiara Shubuh : Selasa, 28/09/99 (17 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan meyimak adzan dan menjawabnya
Dalam salah satu hadish shahih Rasullullah saw yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawaud dan Nasa'i yang intinya bahwa Umar bin Kattab ra mendengar Rasullullah saw bersabda, apabila mu'adzdzin mengumandangkan adzan hendaklah kita menjawab adzan itu dengan seksama dari lubuk hati yang dalam, dan barang siapa melakukan hal ini Insya Allah dia akan masuk syurga. Dan dalam riwayat Rasullulah lainnya mengatakan bahwa beliau sangat gembira sekali jika adzan akan dikumandangkan oleh Bilal bin Raba' dan beliau juga meminta kepada Bilal untuk mengumandangkannya semerdu mungkin.
Note: Jika kita lihat dalam kehidupan kita sehari-hari sa'at ini, kita telah sengaja atau tidak sengaja mengacuhkan panggilan Allah ini (adzan). Jangan kan menjawabnya untuk mendengar-kannya kita merasa tidak punya waktu dan bahkan dengan tidak sengaja atau disengaja justru kita berbicara, menonton teve, mendengar radio, tape dsb. selama adzan dikumandangkan dan yang lebih ekstrim lagi kita justru membesarkan volumenya seolah-olah kita terganggu dengan seruan adzan tersebut. Astaghfirullah al-adzim,  Ya Allah ampunilah kami.. Marilah mulai sa'at ini kita jadikan adzan itu sebagai nada musikal yang paling merdu dan yang sangat kita tunggu-tunggu di setiap waktu shalat dan bersungguh-sungguh untuk menjawabnya. Semoga Allah mengampuni kita dan menggantikannya dengan ganjaran syurga seperti yang telah dijanjikan Rasul-Nya tersebut. Berbahagialah orang yang mempunyai rumah yang dekat dengan masjid yang senantiasa mendengar alunan nada merdu yang dikumandangkan oleh para muadzdzin dari masjid. Dan bagi kita yang jauh dari mesid dan juga karena jarangnya masjid dan sudah barang tentu jarang sekali mendengar adzan, tetapi jika hati kita selalu di masjid dan Insya Allah hati kita pun akan dengan sendirinya menyenandungkan adzan-adzan tersebut.

Mutiara Shubuh : Rabu, 29/09/99 (18 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan yang menyampaikan adzan (muadzdzin) - III
Masih dalam konteks keutamaan adzan, dalam salah satu hadish shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan Ibnu Hibban: Dari Mu'awiah ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Para mu'adzdzin adalah orang yang paling panjang lehernya di hari kiamat". Ungkapan "panjang leher" dalam hadish ini bermaksud bahwa mu'adzdzin itu lebih mudah dilihat oleh malaikat pada hari akhir nanti dan didahulukan dalam hisabnya. Dalam riwayat lain menyatakan bahwa pahala para mu'adzdzin itu ditambahkan sebanyak pahala orang yang mendengarkan adzannya sehingga orang itu melaksanakan shalat karena panggilan adzannya. Bahkan Imam Syafe'i menganjurkan (sunnah) untuk melakukan adzan sebelum iqamat dan shalat, walaupun shalat itu dilaksanakan dirumah dan bahkan ketika shalat sendiri.
Note: Semoga hadish ini bisa menjadi motivator bagi kita untuk selalu dan gemar melaksanakan adzan dan iqamat sebelum melaksanakan shalat fardhu dan Insya Allah kita akan menjadi orang yang dikenal oleh Allah dan malaikat di hari akhir nanti.

Mutiara Shubuh : Kamis, 30/09/99 (19 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan membaca do’a setelah mendengar adzan
Hadish sahih Rasulullah saw: dari Jabir bin Abdullah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa ketika mendengarkan adzan dan mengucapkan (do'a yang artinya): "Ya Allah, seruan yang sempurna ini dan shalat yang berlangsung, berikanlah wasilah (kedudukan) dan keutamaan kepada Muhammad, dan bangkitkanlah ia pada maqam yang terpuji yang pernah Engkau janjikan", maka ia berhak mendapat safa'atku pada hari kiamat" (H.R. Bukhari, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)
Note: Hadish diatas mengingatkan kita untuk selalu menggemarkan membaca do'a setelah adzan (Allahumma rabbaha dzihidda' watittammah ..... dst ) yang biasanya kita hiraukan saja. Ketika kita lupa membacanya karena kesibukan duniawiyah kita dan sewaktu-waktu kita ingat bahwa kita belum membacanya, maka bacalah do'a ini segera walaupun adzan sudah lama berlalu. Semoga dengan ini kita bisa mendapatkan safa'atnya Rasullullah dia hari akhir nanti.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 01/10/99 (20 Jumadil Akhir 1420H)

Anjuran mendengarkan adzan, menjawabnya
Dalam salah satu hadishnya Rasulullah saw yang meriwayatkan bahwa Abdullah bin Amer ra mendengar seorang lelaki berkata kepada Rasullullah saw bahwa dia iri (ghibtoh, iri tehadap amalan baik yang dilakukan seseorang dan ia ingin sekali melakukannya) terhadap muadzdzin yang dirasakannya mendapat keutamaan yang mengungguli dia, dan kemudian Rasullullah saw bersabda: "Ucapkanlah sebagaimana yang mereka ucapkan, dan kemudian apabila kamu telah mengucapkannya maka mintalah (kepada Allah swt) niscaya kamu diberi". (HR. Abu Dawud, Nasa'i dan Ibnu Hibban), Menurut Syaikh Nashiruddin Al-Albani hadish ini hasan (keakuratannya dibawah shahih).
Note: Hadish mengingatkan kita untuk selalu mendengar adzan dengan seksama dan menjawabnya dan kemudian tidak lupa berdo'a setelah adzan, Insya Allah do'a kita akan didengarkan Allah swt dan dikabulkan....amien...

Mutiara Shubuh : Senin, 04/10/99 (23 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan berdo’a diantara adzan dan iqamat
Hadish shahih dari Anas bin Malik ra bahwa Rasullullah saw bersabda: "Do'a antara adzan dan iqamat tidak ditolak". (HR Abu Dawud, Turmudzi, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban). Sedangkan Ibnu Hibban meriwayatkan bahwa dengan tambahan kata: "Maka berdo'alah".
Note: kata "tidak ditolak" pada hadish diatas dapat ditafsirkan Insya Allah akan diperkenankan Allah swt, jadi saat diantara adzan dan iqamat itu adalah salah satu waktu yang makbul untuk berdo'a dan Rasulullah saw menganjurkannya. Turmudzi dalam sebuah riwayat lain menambahkan tentang apa yang harus diucapkan (do'a apa yang harus dipanjatkan) pada waktu itu. Maka Rasullullah menjawab: "Mintalah kepada Allah kesejahteraan (afiah) di dunia dan akhirat. Untuk itu marilah kita untuk tidak menyia-nyiakan momen yang penting ini untuk meminta kepada Allah swt, sekurang-kurangnya dengan do'a sapu jagad (Rabbana atina fiddunya hasanah wabil ahirati hasanah wa qinaa adzabannaar).

Mutiara Shubuh : Selasa, 05/10/99 (24 Jumadil Akhir 1420H)

Mengulangi keutamaan membaca “Allahumma ajjirna minannar”
Bahasan kali ini hanya mengulangi hadish shahih Rasullullah saw tentang keutamaan membaca "Allahumma ajjirna minannar" sebanyak tujuh kali setelah shalat Shubuh dan Maghrib yang Insya Allah akan menjaga kita dari keterpurakan ke dalam neraka. Semoga kita selalu istiqomah dalam menjalankan ibadah ini.

Mutiara Shubuh : Rabu, 06/10/99 (25 Jumadil Akhir 1420H)

Ajakan untuk gemar berinfaq untuk masjid
Hadish Shahih dari Abu Dzar ra, ia berkata: "Telah bersabda Rasulullah saw: " Barang siapa membangun masjid sebesar sarang burung karena Allah maka Allah akan membangun untuknya rumah di syurga". (H.R. Al Bazar, Thabrani dan Ibnu Hibban)
Note: Hadish shahih diatas menggambarkan sebegitu besarnya imbalan yang akan diberikan Allah swt kepada hambanya yang gemar menginfaqkan sebahagian dari rezeki yang telah diberikanNya dengan ikhlas di jalannya yaitu untuk pembangunan masjid, walaupun sekecil apapun (digambarkan sebagai sebesar sarang burung yang kecil dan ringan) sesuai dengan kemampuan hambanya tersebut. Allah swt tidak menghitung nilai nominal dari apa yang disumbangkannya untuk mesid itu, tetapi menilai kualitas keikhlasannya. Bagi yang mampu nilai satu juta mungkin baginya tidaklah berat akan tetapi bagi yang tidak mampu mungkin nilai seribu adalah cukup besar, maka dimata Allah swt keikhlasan dari orangnya lah yang dipakai sebagai ukuran. Mudah-mudahan hadish diatas dapat mengingatkan kita untuk menjadi hamba Allah yang gemar berinfaq baik dilakukan secara sembunyi maupun terang-terangan (tanpa perasaan riya tentunya), dan Insya Allah sebuah rumah telah menanti kita di syurga nantinya ...amien...

Mutiara Shubuh : Kamis, 07/10/99 (26 Jumadil Akhir 1420H)

Larangan melakukan ihtiba’ dan tasybik di dalam masjid
Hadish Shahih dari Maula (mantan budak) Abu Sa’id al Khudri ra, ia berkata: "Ketika aku dan Abu Sa’id bersama-sama Rasulullah saw memasuki masjid tiba-tiba ada seseorang lelaki duduk di tengah masjid dengan menekuk lutut kedua kakinya ke perutnya (ihtiba’) seraya memasukkan sebahagian jari-jarinya kepada sebahagian yang lain (tasybik) kemudian Rasullullah saw memberi isyarat kepadanya tetapi orang itu tidak faham terhadap isyarat tersebut kemudian Nabi saw menoleh kepada Abu Sa’id seraya bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian berada didalam masjid maka janganlah ia melakukan tasybik karena sesungguhnya tasybik itu dari syetan, dan sesungguhnya salah seorang diantara kalian senantiasa (terhitung) dalam shalat selama berada didalam masjid hingga ia keluar darinya” (H.R. Ahmad dengan sanad jayyid).
Note: Ketika kita didalam masjid sering sekali kita melakukan Ihtiba’ dan Tasybik ini, khususnya ketika mendengarkan ceramah ataupun khutbah jum’at. Kalau kita lihat dari hadish diatas, nampaknya larangan melakukan hal ini bersifat makruh, mengingat perbuatan tersebut kurang layak dilakukan ditengah orang yang sedang shalat dan bahkan Rasulullah saw menyatakan bahwa selama kita di masjid itu senantiasa dihitung sebagai shalat. Memang kita tidak luput dari segala ke-alpha-an sehingga kita melakukannya, dan bahkan dalam salah satu hadish yang diriwayatkan Bukhari dari riwayat Abu Hurairah ra menyatakan bahwa Rasullullah saw pun pernah melakukannya (sebagai manusia biasa Nabi saw pun tidak luput dari ke-alpha-an).
Insya Allah dengan hadish ini kita dapat diingatkan kembali tentang larangan melakukan hal-hal yang kurang baik khususnya perbuatan atau kebiasaan-kebiasaan syetan, dan kitapun dapat untuk saling mengingatkan dalam hal tersebut.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 08/10/99 (27 Jumadil Akhir 1420H)

Keutamaan ber-adzan dan syaf terdepan dalam berjama’ah
Kali ini kita diingatkan kembali akan keutamaan melakukan adzan untuk memanggil shalat dan keutamaan syaf pertama di dalam shalat yang didalam salah satu hadish sahihnya Rasullulah saw menyatakan orang akan berlomba-lomba dengan segala upayanya ke masjid untuk beradzan dan mendapatkan syaf yang terdepan walaupun dengan melakukan undian, jika mereka mengetahui keutamaan melakukan hal ini. Khususnya pada shalat jum’at, banyak diantara kita berusaha untuk mengambil tempat yang enak duduk (bersandar) tanpa menghiraukan bahwa syaf didepannya masih kosong. Semoga kita selalu istiqomah dalam mengejar syaf yang terdepan.

Mutiara Shubuh : Senin, 11/10/99 (1 Rajab 1420H)

Menggemarkan untukmelakukan shalat sunnah di rumah
Walaupun Rasulullah saw menganjurkan untuk melakukan shalat wajib berjama'ah di masjid bagi laki-laki, beliau tetap mengingatkan untuk tetap melakukan shalat-shalat lainnya di rumah masing-masing, seperti yang beliau sabdakan dalam salah satu hadish shahihnya ketika salah seorang dari sahabat (Abdullah bin Sa'ad) bertanya kepada beliau tentang mana yang lebih utama shalat dirumah atau di masjid. Rasulullah saw menjawab bahwa beliau lebih suka melakukan shalat-shalatnya di rumah beliau kecuali shalat wajib, walaupun rumah beliau dekat dengan masjid. (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan Ibnu Huzaimah). Pada riwayat-riwayat lain juga dinyatakan bahwa Nabi saw lebih sering shalat malam (tarawih dan tahajjud) di rumah dari pada di masjid.

Mutiara Shubuh : Selasa, 12/10/99 (2 Rajab 1420H)

Lima keutamaan bagi yang senantiasa shalat di masjid
Dalam salah satu hadish shahihnya Rasulullah saw memberikan kabar gembira bagi ummatnya yang senantiasa memelihara lima waktu shalat wajibnya dengan berjama'ah dan di masjid akan mendapat lima keutamaan yaitu:
- niscaya akan dijauhkan dari padanya kefakiran di dunia
- terhindar dari adzab kubur
- mendapatkan buku laporan kegiatannya di yaumil akhir nanti dari sebelah kanan
- melewati jembatan syiratal mustaqim dengan secepat halilintar
- dijamin masuk syurga tanpa di hisab
Note: Dari riwayat para aulia dahulu, mereka mendapatkan keutamaan yang pertama setelah mereka melakukan shalat wajib berjama'ah di masjid tanpa terputus selama seratus hari atau mereka shalat wajib dirumah atau dimanapun selain di mesjid tetapi berjama'ah dan kecuali shubuh berjama'ah di masjid tanpa terputus selama seribu hari. Mungkin pada sa'at sekarang ini bagi kita berat sekali untuk melakukan hal tersebut tapi setidak-tidaknya kita akan berusaha untuk mengapai keutamaan tersebut. Bukankah kita sudah tahu bahwa hakekat kesempurnaan itu adalah menggapai kesempurnaan itu sendiri. Semoga Allah swt selalu mencatat niat kita ini sebagai suatu kebajikan...

Mutiara Shubuh : Rabu, 13/10/99 (3 Rajab 1420H)

Menggemarkan untuk shalat di masjid
Hadish shahih dari Abu Hurairah ra bahwa Nabi saw bersabda: "Barangsiapa pergi ke masjid atau pulang (darinya) maka Allah swt menyediakan baginya sorga sebagai persinggahan setiap kali ia pergi atau pulang" (HR Bukhari, Muslim dan lain-lainnya).
Note: Mudah-mudahan hadish ini dapat menjadikan kita seseorang yang gemar shalat berjama'ah di masjid, bukan karena hanya mengharapkan hadiah dari Allah tersebut, tetapi hadiah itu hanya sebagai stimulan bagi kita untuk lebih istiqomah ke masjid.

Mutiara Shubuh : Kamis, 14/10/99 (4 Rajab 1420H)

Keutamaan shalat di masjid dan menunggu ma’mum lainnya
Hadish shahih riwayat Bukhari, Muslim dan lain-lain, dari Abu Musa ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Sesunggguhnya orang yang paling besar pahalanya di dalam shalat ialah orang yang paling lauh berjalan kepadanya kemudian yang lebih jauh lagi (dan seterusnya), dan orang yang menunggu shalat hingga ia melaksanakannya bersama imam lebih besar pahalanya dari orang yang melaksanakannya kemudian tidur"
Note: Berbahagialah orang yang mempunyai rumah yang jauh dari masjid tetapi dia melaksakan shalat berjama'ah di masjid dan terlebih lagi jika dia menyegerakan ke masjid dan menunggu ma'mum lainnya untuk shalat berjama'ah.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 15/10/99 (5 Rajab 1420H)

Menggemarkan untuk shalat di masjid walaupun jauh
Masih dalam bahasan menggemarkan untuk shalat di masjid, hadish shahih dari Ubay bin Ka'ab, ia berkata: Ada seorang Anshar yang aku tidak mengetahui orang selainnya yang tinggal lebih jauh dari mesjid kecuali dia tetapi tidak pernah luput shalat (berjama'ah di masjid), kemudian dikatakan kepadanya: Sebaiknya kamu beli keledai sehingga kamu dapat menungganginya pada waktu gelap dan panas, lalu ia menjawab, Aku tidak suka rumahku didekat masjid,sesungguhnya aku ingin perjalananku ke masjid ditulis dan (demikian pula) kepulanganku apabila aku kembali kepada keluargaku, kemudian Rasulullah saw bersabda: "Allah telah menghimpun semua itu baginya".
Didalam riwayat lain: Kemudian aku mengasihaninya lalu aku katakan: "wahai Fulan, seandainya kamu beli keledai niscaya dapat melindungimu dari panas dan kerasnya tanah", ia menjawab: "Demi Allah, aku tidak suka sumahku bersambung dengan Muhammad saw", perawi berkata: "Kemudian aku merasa keberatan sekali (terhadap pernyataan itu) hingga aku datang kepada Rasulullah mengkhabarkan kepadanya, lalu Nabi saw memanggilnya. Kemudian orang itu berkata kepada Nabi saw seperti apa yang telah dikatakannya dan ia menyebutkan bahwa ia mengaharapkan pahala bekas (langkahnya), kemudian Rasulullah saw bersabda: "Bagimu apa yang kamu harapkan" (HR Muslim dan lainnya, Ibnu Majah meriwayatkan seperti riwayat kedua)
Note: Terlihat dari riwayat diatas bagaimana kaum muslimin di zaman rasul dengan ke-istiqomahan-nya menjalankan shalat berjama'ah di masjid walaupun tempat tinggal mereka sangat jauh dan bahkan dengan berjalan kaki atau merangkakpun mereka akan ke masjid karena kegemaran mereka untuk berjama'ah ke masjid dan hanya dalam rangka untuk memenuhi panggilan Allah (adzan). Semoga hadish ini dapat memotivasi kita untuk gemar ke masjid dan memakmurkannya, apatah lagi pada zaman sekarang ini di negeri kita ini masjid dan musholla telah menjamur dimana-mana dan sudah didepan mata. Sangat ironis sekali kita lihat dimana kita berlomba-lomba untuk membangun masjid sementara setiap waktu shalat tiba mesjid yang kita bangun itu kosong melompong yang ada hanya imam dan muadzdzin dan bahkan tidak jarang ada masjid yang tidak ada shalat berjama'ahnya pada waktu-waktu tertentu dan sementara di lain tempat kita dengan senang hati meluangkan waktu kita bahkan menghabiskannya hingga larut malam di kafe-kafe, klab malam, bioskop, Mall dan hal-hal duniawi lainga. Untuk itu marilah kita bersama-sama kembali meramaikan masjid dan mengajak saudara-saudara kita yang lainnya untuk ke masjid bersama-sama.
................ LET'S BACK TO THE MOSQUE..............


Mutiara Shubuh : Senin, 18/10/99 (8 Rajab 1420H)

Keutamaan shalat berjama’ah di masjid di waktu malam
Hadish shahih dari Abu Buraidah ra dari Nabi saw, bersabda: "Berilah kabar gembira kepada pejalan kaki pada waktu gelap ke mesjid, dengan cahaya yang sempurna pada hari kiamat" (HR. Abu Dawud dan Turmudzi).
Note: Hadish shahih diatas merupakan stimulan bagi kita untuk menggemarkan shalat wajib pada waktu malam dengan berjama'ah di masjid (shubuh dan isya'). Dalam hadish lain dinyatakan bahwa cahaya tersebut juga diberikan ketika kita di alam kubur. Semoga kabar gembira ini akan lebih memantapkan kita dalam menjaga shalat berjama'ah di masjid, khususnya shalat shubuh dan isya' yang dinyatakan dalam hadish diatas, dan semoga cahaya yang sempurna itu kita dapatkan pada alam kubur dan hari akhirat nantinya.

Mutiara Shubuh : Selasa, 19/10/99 (9 Rajab 1420H)

Peringatan meninggalkan shalat isya’ dan shubuh berjama’ah
Setelah membahas beberapa keutamaan shalat berjama'ah di masjid, kali ini dalam salah satu hadish shahih dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw memperingatkan kita dari meninggalkan hal tersebut sebagai berikut: "Sesungguhnya shalat yang paling berat bagi orang-orang munafiq ialah shalat isya' dan shalat fajar (shubuh), dan sekiranya mereka mengetahui keutamaan yang ada pada keduanya niscaya mereka datang kepadanya". Bahkan dalam salah satu riwayat lain, salah seorang sahabat telah meminta saudaranya untuk menggotongnya ke masjid untuk berjama'ah di masjid.
Note: Nach... kita bisa tanyakan sendiri kepada hati kita apakah terasa berat untuk melaksanakan shalat berjama'ah di masjid khususnya shalat isya' dan shubuh. Kalau jawabannya "YA", marilah kita dengan segenap daya yang ada untuk mengusir sifat munafiq ini dan berusaha meraih keutamaan-keutamaan ya telah di janjikan Allah swt tersebut. Mudah-mudahan dengan peringatan ini dapat meneguhkan tekad kita untuk selalu menegakkan shalat berjama'ah di masjid dan tentunya berharap tidak tergolong sebagai orang yang munafiq. Dan juga telah menjadi tugas kita untuk menyelamatkan saudara-saudara kita yang lainnya dari kemunafiqan ini dengan mengajak mereka untuk bersama-sama meramaikan masjid dengan shalat berjama'ah.

Mutiara Shubuh : Rabu, 20/10/99 (10 Rajab 1420H)

Tiga perkara yang menghalangi diterimanya shalat
Hadits dari abu Umamah ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Tiga orang yang shalat mereka tidak melampaui telinga-telinga mereka yaitu Hamba yang melarikan diri hingga kembali, wanita yang bermalam sedang suaminya murka dan imam suatu kaum sedangkan mereka membencinya" (HR Turmudzi, Hadits hasan gharib)
Note: Dalam redaksi hadish diatas dikatakan bahwa "orang yang shalat mereka tidak melampaui telinga-telinga mereka" adalah suatu khiasan untuk shalat yang tidak diterima Allah yaitu ada tiga perkara:
1. Hamba yang melarikan diri hingga kembali yang bisa berarti Hamba yang lari dari tuannya atau orang-orang yang melarikan diri dari suatu peperangan.
2. Wanita yang bermalam sedang suaminya murka, bisa berarti seorang istri yang menolak ajakan kebajikan dari suaminya atau dia pergi tanpa idzin suaminya sehingga membuat suaminya marah.
3. Imam suatu kaum sedangkan mereka membencinya yaitu pemimpin yang tidak disenangi oleh rakyatnya  mungkin karena ketidak adilannya atau sebagainya.
Marilah kita menghindari ketiga perkara diatas sehingga shalat kita tidak sia-sia.


Mutiara Shubuh : Kamis, 21/10/99 (11 Rajab 1420H)

Anjuran meluruskan dan merapatkan shaf dalam berjama’ah
Dari al Barra' bin Azib ra, ia berkata: Biasanya Rasulullah saw mendatangi sudut shaf dan meluruskan antara dada-dada ma'mum dan bahu-bahu mereka seraya bersabda: "Janganlah bengkok (barisan kalian) maka akan bengkok pula hati-hati kalian, sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya mendo'akan shaf yang pertama" (HR Ibnu Khuzaimah).
Note: Hadist shahih diatas merupakan anjuran untuk meluruskan dan merapatkan shaf serta mengisi tempat-tempat yang kosong pada shaf didepan ketika kita shalat berjama'ah yang merupakan salah satu tolok ukur dari kesempurnaan shalat berjama'ah kita. Dan diakhir hadish Rasulullah menekankan lagi tentang keutamaan shaf yang terdepan. Marilah kita berlomba-lomba untuk mendapatkan shaf terdepan dalam shalat berjama'ah dan semoga kita mendapatkan do'a-do'a tersebut.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 22/10/99 (12 Rajab 1420H)

Peringatan dari meninggalkan shalat berjama’ah
Dari Haritsah bin Nu'man ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw : "Salah seorang diantara kalian mengurusi binatang gembalaannya merepotkannya lalu ia berkata: Sebaiknya saya cari untuk binatang gembalaanku tempat yang lebih banyak rumputnya dari tempat ini, lalu ia berpindah dan (kemudian) ia tidak bisa menghadiri (shalat berjama'ah) kecuali Jum'at, lalu ia berkata: Sebaiknya saya cari untuk binatang gembalaanku tempat yang lebih banyak rumputnya dari tempat ini, lalu ia berpindah dan (kemudian) ia tidak bisa menghadiri Jum'at ataupun shalat berjama'ah lalu (akhirnya) Allah menutup hatinya" ( HR Ahmad dari riwayat Umar bin Abdullah mantan budak Ghafrah, hadits in i hasan).
Note: Hadits hasan diatas memperingatkan kita atas tertutupnya hati kita sebagai hamba Allah untuk bermunajat kepada Allah swt dikarenakan kesibukan keduniawian kita. Pertama kita lupa akan melaksanakan shalat berjama'ah kemudian lupa untuk shalat Jum'at dan akhirnya kita lupa untuk shalat dan apa itu shalat bahkan lupa pada sang Pencipta kita. Semoga kita dijauhkan dari hal-hal tersebut diatas dan marilah kita saling mengingatkan antar sesama akan hal ini.

Mutiara Shubuh : Senin, 25/10/99 (15 Rajab 1420H)

Peringatan meninggalkan shalat Jum’at (I)
Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata: Telah bersabda Rasulullah s.a.w.:"Ingatlah barangkali salah seorang diantara kalian menjadikan kawanan (gembalaan) kambing di ujung satu mil atau dua mil, lalu urusan padang rumput merepotkannya  kemudian semakin naik hingga datang Jum'at tetapi ia
tidak bisa datang dan tidak menghadirinya, dan datang Jum'at lagi kemudian ia tidak menghadirinya (lagi) sehingga Allah menutup hatinya" (Diriwayatkan oleh Ibnu Majah dengan sanad hasan dan Ibnu Khuzaimah di dalam Shahih-nya)
Note: Semoga hati kita selalu terbuka untuk mendengar panggilan adzan untuk shalat jum’at dan selalu istiqomah untuk melaksanakannya.

Mutiara Shubuh : Selasa, 26/10/99 (16 Rajab 1420H)

Peringatan meninggalkan shalat Jum’at (II)
Dari Ibnu Abbas r.a., ia berkata: Barang siapa meninggalkan Jum'at tiga kali berturut-turut maka sesungguhnya ia telah mencampakkan Islam di belakang punggungnya. (Diriwayatkan oleh Abu Ya'la secara mauquf dengan sanad shahih)
Note: Semoga kita tidak tergolong orang yang meninggalkan shalat Jum’at.


Mutiara Shubuh : Rabu, 27/10/99 (17 Rajab 1420H)

Peringatan meninggalkan shalat Jum’at (III)
Dari Ka'ab bin Malik r.a., dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: "Orang-orang yang mendengar seruan ('adzan) Jum'at kemudian tidak mendatanginya, hendaknya mereka benar-benar berhenti (dari perbuatan tersebut), atau sungguh Allah akan menutupi hati mereka kemudian benar-benar menjadi termasuk orang-orang yang lalai" (Diriwayatkan oleh Thabrani di dalam al-Kabir dengan sanad hasan)

Mutiara Shubuh : Kamis, 28/10/99 (18 Rajab 1420H)

Shalat sebagai penghapus dosa-dosa kecil
Hadits shahih darinya ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: "Shalat yang lima, jum'at ke jum'at dan Ramadhan ke Ramadhan adalah penghapus dosa antara yang satu dan lainnya selama menjauhi dosa-dosa besar" (HR Muslim dan lainnya)
Note: Hadits diatas merupakan stimulan bagi kita untuk selalu istiqomah melaksanakan shalat lima waktu, jum'at dan ibadah-ibadah di bulan Ramadhan, dimana segala dosa-dosa kecil kita yang kita lakukan dari waktu shalat ke waktu shalat lainnya akan dihapuskan Allah swt kecuali dosa-dosa besar seperti syirik, membunuh, berzinah, mencuri, durhaka dan sebagainya.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 29/10/99 (19 Rajab 1420H)

Tiga tingkatan (golongan) orang yang melaksakan shalat Jum’at
Dalam salah satu hadists Rasulullah yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah (yang berpendapat hadits ini shahih) dari Abdullah bin Umar ra, Rasulullah bersabda bahwa ada tiga tingkatan / jenis orang yang menghadiri jum'at yaitu:
·          Orang yang menghadirinya dengan sia-sia, dan baginyalah kesia-siaan itu
·          Orang yang menghadirinya dengan berdo'a, tergantung kepada Allah swt lah pengabulan do'anya.
·          Orang yang menghadiri, mendengarkan dan diam serta tidak melangkahi pundak seorang muslim dan tidak menyakiti siapapun, maka Allah swt akan memberikan ampunan dosa baginya hingga Jum'at berikutnya ditambah tiga hari (10 hari berikut) sesuai dengan firman Allah " Barangsiapa membawa amal yang baik baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya" (QS 6:160)
(Menurut Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani hadits ini hasan)
Note: Dari ketiga golongan diatas mungkin dapat dijelaskan sbb:
·          Golongan pertama merupakan orang yang datang ke masjid untuk Jum'atan karena keterpaksaan, datang terlambat, tidak mendengarkan khutbah dan bahkan tidur ketika khutbah dikumandangkan, dan hanya menghadiri shalat Jum'at karena ritualnya saja, tanpa bersungguh-sungguh menghayatinya.
·          Golongan kedua merupakan sekelompok orang-orang yang sudah memenuhi segala aspek-aspek persyaratan shalat Jum'at dari mendengar khutbah, shalat yang benar, berdo'a, tetapi masih melupakan hal-hal yang cukup esensial didalam melaksanakan shalat Jum'at, seperti menyempurnakan wudhu', membersihkan diri sebelumnya, berusaha mendapatkan syaf yang terdepan dsb.
·          Golongan ketiga yaitu orang-orang yang sungguh-sungguh dalam menghadapi shalat Jum'at. Mereka benar-benar menyiapkan diri untuk melakukannya, sebagaimana yang dikatakan Rasulullah bahwa hari Jum'at itu adalah hari besarnya ummat Islam (hari berjama'ah / berkumpul), mereka membersihkan diri, berusaha datang seawal mungkin untuk mendapatkan syaf terdepan, berdzikir sebelum shalat dimulai, mengikuti khutbah dengan seksama dan menghayatinya dan seterusnya.
Marilah kita renungkan termasuk tingkatan golongan manakah kita ????
Jika kita masih merasa jauh dari golongan yang ketiga, marilah kita berusah untuk mencapainya.
Semoga shalat Jum'at kita tidak sia-sia..................

Mutiara Shubuh : Senin, 01/11/99 (22 Rajab 1420H)

Tatakrama dalam shalat Jum’at
Mungkin suatu ketika kita dengan tidak sengaja datang terlambat ke masjid (karena sesuatu hal) untuk menunaikannya shalat Jum'at sehingga kita tidak mendapatkan tempat. Janganlah kita berusaha untuk mendapatkan tempat dengan menggeser-geser saudara kita yang lain dan mengganggu kekhusukannya beribadah dan bahkan kita melangkahi mereka yang telah dahulu datang, kecuali memang ada tempat yang lowong yang dapat diisi.
Peringatan ini diabadikan dalam hadits shahih dari Abdullah bin Busri ra yang mengatakan: Seseorang datang seraya melangkahi pundak orang-orang di hari Jum'at ketika rasulullah saw sedang berkhutbah, lalu Rasulullah bersabda: "Duduklah sesungguhnya kamu telah menyakiti dan datang terlambat" (HR Ahmad, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
Untuk itu seyogyanyalah kita datang untuk memenuhi panggilan shalat Jum'at ini lebih awal sehingga mendapatkan tempat dan jika memungkinkan pada syaf yang terdepan (atau yang lowong). Jika kita terlambat ambillah tempat yang kosong dan usahakan tidak mengganggu saudara-saudara yang lain beribadah dan jika memang ada tempat yang lowong dan harus melintasi orang-orang tersebut makan permisilah dengan baik sehingga kita tidak menyakitinya.

Mutiara Shubuh : Selasa, 02/11/99 (23 Rajab 1420H)

Keutamaan mandi dan datang awal untuk shalat Jum’at
Dari abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mandi hari Jum'at sebagaimana mandi janabah, kemudian berangkat ke masjid sa'at yang pertama, maka ia seperti berqurban seekor onta, dan barangsiapa yang berangkat ke masjid sa'at yang kedua, maka ia seperti berqurban seekor sapi, dan barangsiapa yang berangkat ke masjid sa'at yang ketiga, maka ia seperti berqurban seekor kibas yang bertanduk, dan barangsiapa yang berangkat ke masjid sa'at yang keempat, maka ia seperti berqurban seekor ayam, dan barangsiapa yang berangkat ke masjid sa'at yang kelima, maka ia seperti berqurban sebiji telur, apabila imam keluar maka para malaikat datang mendengarkan peringatan" (HR Malik, Bukhari, Abu Dawud, Turmudzi, Nasa'i dan Ibnu Majah)
Note: Hadits diatas merupakan stimulan bagi kita untuk membersihkan diri sebelum datang ke masjid untuk shalat berjamaah dan berusaha untuk datang lebih awal dan mengejar syaf pertama. Selain itu hadits ini juga memperingatkan atas melalaikan untuk datang ke masjid untuk shalat Jum'at (terlambat). Dalam riwayat lain menyatakan bahwa jika kita datang setelah imam (khatib) berkhutbah maka malaikat telah menutup lembaran-lembaran catatan amalannya, sehingga akan sia-sialah Jum'atan kita. Untuk itu marilah kita menjaga waktu shalat kita dan juga saling mengingatkan kepada saudara muslim yang lainnya dalam menuju ketaqwaan dan hingga amal yang kita lakukan juga tidak sia-sia.

Mutiara Shubuh : Rabu, 03/11/99 (24 Rajab 1420H)

Anjuran membersihkan diri dalam menghadiri Jum’at (I)
Dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: "Sesungguhnya ini hari raya yang dijadikan Allah untuk kaum muslimin, barangsiapa yang menghadiri Jum'at maka hendaklah dia mandi, dan jika ia punya wewangian maka hendaklah ia menyentuhnya dan hendaknya kalian bersiwak" (HR. Ibnu Majah dengan sanad hasan)
Note: Hadits hasan diatas mengingatkan kita bahwa hari Jum'at itu adalah hari raya bagi kita dan hendaklah kita membersihkan diri untuk menyambutnya dan memakai wewangian. Bagi kita yang harus kekanto dan kemungkinan tidak bisa mandi di kantor hendaknya kita niatkan di pagi harinya, bahkan syukur-syukur kita bisa mandi, tetapi setidak-tidaknya kita bersiwak (gosok gigi). Semoga Allah melihat kesungguhan kita dalam menyambut hari raya (jum'at) setiap minggunya.

Mutiara Shubuh : Kamis, 04/11/99 (25 Rajab 1420H)

Anjuran membersihkan diri dalam menghadiri Jum’at (II)
Sahabat-sahabat sekalian, berikut ini adalah salah satu hadits sahih yang menguatkan hadits hasan yang  pernah disampaikan sebelumnya tentang mengemarkan mandi, bersiwak dan memakai wewangian pada hari Jum'at:
Dari Abu Sa'id al Khudri ra dari Rasulullah saw beliau bersabda: "Mandi hari Jum'at adalah wajib atas setiap yang sudah mimpi, bersiwak dan menggunakan wewangian sedapatnya" (HR. Muslim dan lainnya)
Note: Hadits diatas menyatakan mandi hari Jum'at adalah wajib bagi yang mimpi, ini berarti adalah mandi besar (Janabah) selayaknya mandi ketika berhadas besar. Jika kita merujuk pada hadits sebelumnya, Rasulullah saw sangatlah menganjurkan untuk mandi sebelum Jum'at yang mungkin bisa diartikan sebagai Sunnah Muaqqadah (hampir wajib), begitu juga dengan bersiwak dan memakai wewangian. Tetapi jika mengingat bahwa hari Jum'at (Yaumul Jum'ah, hari berjama'ah) itu adalah salah satu hari besar (raya) bagi ummat Muslimin, maka memang sudah sepantasnyalah kita bersiap-siap untuk merayakannya dengan datang ke masjid lebih istimewa dengan melakukan hal-hal diatas tadi.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 05/11/99 (26 Rajab 1420H)

Keutamaan syaf terdepan dalam shalat berjama’ah
Dalam mehadiri shalat berjama'ah hendaklah kita berusaha untuk mendapatkan syaf yang terdepan. Khususnya ketika menghadiri Jum'at terkadang kita hanya berusaha mencari tempat yang enak duduk, bersandar atau bahkan terkadang kita tertidur. Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Rasulullah saw menyatakan bahwa sekiranya kita tahu keutamaan syaf terdepan itu maka kita semua akan berebut bahkan dengan berundipun kita akan rela. Sementara diriwayat lain Rasulullah saw menggambarkan bahwa seseorang akan berupaya mendapatkan syaf terdepan itu meskipun dengan merangkak demi mendapatkan keutamaan tersebut. Imam Ali bin Abi Thalib ra menggambarkan keutamaan syaf terdepan itu akan mendapatkan seratus kebajikan dan syaf berikutnya dikurangi sepuluh dan begitu selanjutnya. Tetapi sungguhpun begitu semua ini hanyalah sebuah stimulan bagi kita yang pada dasarnya untuk lebih mendekatkan kita kepada Khalik Pencipta.
Nah....... sebaiknya janganlah kita sia-siakan kesempatan ini, marilah kita berpacu untuk datang ke masjid untuk shalat berjama'ah lebih awal sehingga mendapatkan syaf yang terdepan dan Insya Allah akan membalasnya sesuai dengan disampaikanNya melalui insan pilihanNya, Rasulullah saw.

Mutiara Shubuh : Senin, 08/11/99 (29 Rajab 1420H)

Keutamaan ke masjid walaupun ada yang merintangi
Dari Yazid bin Abu Maryam, ia berkata: "Ubayah bin Rifa' bin Rafi' ra menyusulku (dari belakang) ketiku aku berjalan ke (shalat) Jum'at lalu ia berkata: Bergembiralah sesungguhnya langkahmu ini adalah di jalan Allah, aku mendengan Abu Abbas berkata: Telah berkata Rasulullah saw: " Barangsiapa kedua kakinya berdebu dijalan Allah maka keduanya diharamkan dari neraka" (HR Thurmudzi)
Note: Hadits shahih diatas merupakan stimulan untuk kita untuk lebih gemar ke masjid walaupun banyaknya rintangan yang harus dilalui seperti, debu, hujan, panas dan lain sebagainya.

Mutiara Shubuh : Selasa, 09/11/99 (01 Sya’ban 1420H)

Melawan godaan syeitan (Al-Mu’minun : 97-98)
Syeitan adalah makhluk yang tidak senang melihat anak Adam berbuat amal baik. Dengan segala daya upayanya berusaha membujuk, bisikan kepada kita untuk meninggalkan perbuatan baik dan seterusnya membujuk untuk melakukan maksiat. Bahkan ketika dalam ibadah pun kita masih diganggunya, dia berusaha mengingatkan kita hal-hal tertentu sehingga mengganggu kehusukan kita beribadah dst...dst... Ada hal yang paling ampuh untuk mengusir syeitan ini yaitu dengan membaca "A'udzubillah........" sebelum melakukan sesuatu termasuk ibadah, niscaya Allah akan melindungi kita dari godaan syeitan tersebut. Do'a lain yang cukup ampuh adalah permohonan Rasulullah saw yang diabadikan pada Surah Al-Mu'minun ayat 97-98 yang artinya: "Dan katakanlah: Ya tuhanku, hamba berlindung kepada Engkau dari bisikan dan rayuan syeitan." (97). "Dan berlindung hamba, ya Tuhan, dari kehadiran syeitan kepada hamba" (98).
Maha benar Allah dengan segala firmanNya.

Mutiara Shubuh : Rabu, 10/11/99 (02 Sya’ban 1420H)

Anjuran membersihkan diri dalam menghadiri Jum’at (III)
Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ahmad, Thabrani dan Ibnu Khuzaimah dari Abu Ayyub al Anshari ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mandi pada hari Jum'at dan menyentuh wewangian jika dia punya,dan memakai pakaiannya yang paling bagus, kemudian keluar hingga mendatangi masjid lalu ruku' sedapatnya dan tidak menyakiti seseorang kemudian diam (mendengar / menyimak) hingga shalat maka (yang demikian itu) menjadi kafarat bagi dosa antara Jum'at tersebut dan Jum'at yang lain".
Note: Satu lagi hadits yang menganjurkan (sunnah) untuk membersihkan diri, memakai wewangian dan berpakaian yang terbagus untuk menyambut hari raya Jum'at dan datang ke masjid dalam menunaikan shalat Jum'at. Setiba di masjidpun langsung menempati syaf yang terdepan tanpa mengganggu saudara lainnya yang telah datang duluan serta shalat tahayatul masjid dan berdzikir seperlunya hingga didengarkan adzan. Menyimak dengan seksama khutbah Jum'an dan dilanjutkan dengan shalat Jum'at. Ternyata amalan ini insya Allah akan menghapuskan dosa-dosa kita dari Jum'at tersebut ke Jum'at lainnya.

Mutiara Shubuh : Kamis, 11/11/99 (03 Sya’ban 1420H)

Menggemarkan Shalat Taubat
Hadits shahih dari Abu Bakar ra, ia berkata: Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Tidaklah seseorang melakukan suatu dosa kemudian ia bangkit bersuci, kemudian shalat kemudian memohon ampunan kepada Allah melainkan Allah akan mengampuninya", kemudian beliau membaca ayat ini: "Dan orang-orang yang apabila melakukan perbuatan keji atau mendzalimi diri mereka sendiri maka mereka segera mengingat Allah...(Ali Imran :135)" (HR Thurmudzi, Abu Dawud, Nasa'i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Note: Hadits shahih diatas mengingatkan kita supaya shalat Taubat jika kita melakukan suatu kesalahan atau maksiat dan sudah barang tentu tidak mengulangi perbuatan itu kembali.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 12/11/99 (04 Sya’ban 1420H)

Anjuran untuk shalat berjama’ah di masjid
Hadits shahih dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata: Barangsiapa ingin bertemu Allah besok (kiamat) dalam keadaan Muslim maka hendaklah ia menjaga shalat-shalat tersebut ketika diserukan (adzan) untuknya; mereka sesungguhnya Allah ta'ala telah syari'atkan untuk Nabi kalian sejumlah sunnah petunjuk, dan sekiranya kalian shalat dirumah-rumah kalian sebagaimana orang yang membolos ini shalat dirumahnya niscaya kalian telah meninggalkan sunnah Nabi kalian, dan sekiranya kalian sudah meninggalkan sunnah Nabi kalian niscaya kalian sesat. Tidaklah seseorang bersuci kemudian membaguskan wudhu' lalu menuju ke salah satu masjid diantara masjid-masjid ini melainkan Allah menulis satu kebaikan baginya dari setiap langkah yang diayunkannya, dan menghapuskan dengannya satu dosa darinya. Sungguh aku melihat kami; tidaklah membolos darinya (shalat berjama'ah) melainkan seorang munafiq yang sudah dikenal nifaq-nya, dan biasanya sampai ada orang yang dibopong diantara dua orang sehingga didirikan didalam shaf (shalat berjama'ah)"
Note: Hadits diatas mengingatkan kita untuk gemar shalat berjama'ah dimasjid, di riwayat lain dinyatakan bahwa orang yang gemar berjama'ah dimasjid di berikan cahaya (nur) baginay sehingga di hari akhir nanti muka mereka bersinar dan sangat mudah sekali malaikat mengenal mereka. Dan janganlah kita baru dicap sebagai orang munafiq karena keengganan ke masjid dan baru ke masjid setelah udzur dan (ma'af) setelah "disholatkan".

Mutiara Shubuh : Senin, 15/11/99 (07 Sya’ban 1420H)

Peringatan akan mencaci-maki zaman (waktu)
Terkadang kita dengan sengaja ataupun tidak sengaja mendiskreditkan salah satu hari, jam atau waktu seperti menyatakan "jangan berdagang hari Sabtu karena akan membawa sial" atau "tanggal tiga belas itu membawa sial" dsb....dsb... Atau didalam masyarakat kita sering terjadi ketika akan melakukan suatu hajatan dengan melihar hari, tanggal dsb. dengan maksud katanya mencari hari baik. Sesungguhnya Allah swt membuat semua hari itu sama baiknya kecuali ada hari-hari terbaik untuk melakukan suatu ibadah seperti Ramadhan, Idul Fitri, Idul adha, Hari Jum'at dsb. Allah tidak pernah menyatakan ada hari yang tidak baik dan Allah swt pun mengingatkan untuk jangan mencela hari-hari tersebut, seperti yang dinyatakan dalam hadits Rasullullah yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim: Telah berfirman Allah swt: "Telah menggangguKu anak-anak Adam karena mereka telah mencaci-maki zaman, Akulah zaman itu dan Akulah yang menggilirkan malam dan siang".

Mutiara Shubuh : Selasa, 16/11/99 (08 Sya’ban 1420H)

Peringatan atas kesombongan dan kebanggaan atas diri

Kebanggaan, kesombongan dan kecongkakan timbul karena kita merasa lebih dari pada orang lain, padahal kelebihan yang diberikan itu adalah semata-matanya datangnya dari Khalik Pencipta. Jika kita sadar bahwa kelebihan yang diberikan kepada kita itu tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan setitik kelebihan Allah swt. Untuk itu apa gunanya kita berbanggga dan sombong atas hal kelebihan yang dipunyai, toh.. akhirnya semua itu akan kita tinggalkan dan tidak dapat menyelamatkan dari hisab diakhirat kelak. Sesungguhnya semuanya itu hanya milik Allah swt yang dipinjamkan sementara buat kita. Oleh karena itu Allah swt melalui Hadits Qudsi memperingatkan kita untuk tidak sombong: "Kebesaran (kesombongan dan kebanggaan) adalah pakaianKu, keagungan itu adalah sarungKu. Barangsiapa yang mengambilnya (atau salah satu darinya), akan ku lemparkan dia ke neraka jahannam" (HQR Abu Dawud).


Mutiara Shubuh : Rabu, 17/11/99 (09 Sya’ban 1420H)

Berbaik sangka terhadap Allah swt
Ketika kita ditimpa musibah, apa yang terlintas dibenak kita terhadap Allah yang telah menjatuhkan musibah itu kepada kita ???
Seyogyanya janganlah sampai terlintas dalam benak kita bahkan terucap bahwa Allah tidak adil... Allah tidak sayang kepada kita..... Allah benci kepada kita..... dsb... dsb..., tetapi hendaklah kita dapat mengambil hikmah dibalik musibah yang menimpa kita itu, karena pasti itu adalah merupakan hal yang terbaik yang diberikan Allah swt kepada kita. Ingatlah Allah swt itu maha pengasih dan maha penyayang terhadap makhluk ciptaanNya.
Oleh karena itu berbaik sangkalah terhadap apa yang telah diberikan kepada kita baik itu musibah atau ni'mat, sesuai dengan yang dianjurkan Rasulullah saw: " Berbaik sangka terhadap Allah swt merupakan ibadah yang paling baik" (HR. Abu Dawud).

Mutiara Shubuh : Kamis, 18/11/99 (10 Sya’ban 1420H)

Memahami Asma ul Husna
Telah bersabda Rasulullah saw: " Allah mempunyai sembilan puluh sembilan nama, seratus kurang satu, barangsiapa yang memperhatikannya akan masuk syurga" (HR Bukhari).
Note: Kata "memperhatikan" pada hadits shahih yang singkat diatas berarti mempelajari, menghayati dan benar-benar mengakui kesembilan puluh sembilan hak-hak Allah swt tersebut (Asma ul husna) sehingga kita akan merasa sangat amat kecil dibandingkan Ke-"MAHA"-an Allah swt tersebut. Jika dikumpulkan kelebihan-kelebihan yang dipunyai oleh makhluk-makhlukNya didunia ini maka itu tidak akan sebanding dam bahkan jauh sekali dibandingkan setitik ke-"MAHA"-an Allah swt, dan bahkan kelebihan-kelebihan yang kita punyai itu pun merupakan kepunyaaanNya. Kita tidak ada apa-apanya.
Subhanallah, Walhamdulillah, Walailaha illallah, Allahu Akbar, dst... dst... tak kan ada habis-habisnya..

Mutiara Shubuh : Jum’at, 19/11/99 (11 Sya’ban 1420H)

Peringatan bagi orang yang senang berbuat maksiat
Rasulullah saw bersabda dalam salah satu hadits Qudsi: Allah 'azza wajalla berfirman : " Hai anak Adam, Aku menyuruhmu tetapi kamu berpaling, dan Aku melarangmu tetapi kamu tidak mengindahkan, dan Aku menutupi (kesalahan-kesalahan) mu tetapi kamu tambah berani, dan Aku membiarkanmu dan kamu tidak memperdulikan Aku" (HQR At-Thurmidzi dan Al-Hakim)
Note: Hadits Qudsi diatas merupakan peringatan Allah swt terhadap kita-kita yang masih ngotot (senang) untuk melakukan maksiat dimuka bumi ini dan sangat ringan sekali dalam meninggalkan semua yang diperintahkan Allah swt, walaupun Allah swt telah menutup-nutupi maksiat yang telah dibuatnya itu  tetapi kita justru sangat bangga dengan maksiat yang kita lakukan tersebut dan justru menggembar-gemborkannya dan lebih jauh lagi kita mengajak orang lain untuk bersama-sama bermaksiat. Semoga hal ini di jauhi dari kita.
"Ya Allah....... perlihatkanlah yang benar itu nyata benarnya dan bimbinglah kami untuk mendekati dan mengimplementasikannya. Dan tunjukkanlah yang bathil itu benar-benar busuk adn kami mohon ya Allah... dijauhkan dari segala kebusukan tersebut....... amien..... ya rabbal alamin........"

Mutiara Shubuh : Senin, 22/11/99 (14 Sya’ban 1420H)

Anjuran Menahan Amarah
Tidak jarang kita tidak dapat menahan amarah yang timbul yang disebabkan oleh sesuatu hal yang memancing timbulnya sifat yang kurang baik tersebut, seyogyanyalah kita dapat menahannya. Rasulullah saw bersabda dalah salah satu haditsnya: " Barangsiapa yang dapat menahan amarahnya, niscaya Allah swt juga akan menahan marahNya terhadap orang tersebut di akhirat kelak". Sementara dihadits lain yang diriwayatkan At-Tirmidzi, Allah swt menjanjikan bahwa diakhirat kelak orang-orang tersebut ditandai oleh Allah, dan mereka dibawakan bidadari-bidadari syurga yang mereka dapat pilih sesuka mereka. Semoga dua hadits diatas dapat mengingatkan kita untuk selalu dapat menahan diri dari rasa marah.

 

Mutiara Shubuh : Selasa, 23/11/99 (15 Sya’ban 1420H)

Peringatan terhadap berbantah-bantahan
Dalam sebuah forum diskusi, musyawarah dan sejenisnya, kerap kita berdebat ngalor-ngidul, berbantah-bantahan, bersilat lidah dan mempertahankan pendapat masing-masing demi kepentingan sendiri atau golongan dan saling menjatuhkan lawan. Dan bahkan tidak jarang secara tragis diakhiri dengan pertengkaran yang sengit hingga ke permusuhan satu sama lainnya.
Dalam sebuah riwayat Rasulullah saw pada suatu mudzakarah (diskusi) yang mana para sahabat saling berbantahan, masing-masing punya argumen sendiri-sendiri, kemudian Rasulullah saw meninggalkan diskusi itu dan bersabda: "Wahai mereka, dengan inikah kalian diutus? Janganlah kalian kembali sesudahku menjadi kafir sebahagian kalian memukul tengkuk sebahagian yang lain". (HR. Thabrani).
Di dalam hadist lainnya yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, Nasa'i dan Thurmudzi, dari Aisyah ra, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw: " Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah ialah orang yang suka bertengkar dengan sengit dan suka berbantahan".
Seyogyanya hal ini kita hindarkan dengan cara diskusi dan tukar pikiran yang arif. Satu sama lain saling mengisi dan menghormati dan Insya Allah kita semua mendapat kemuliaan yang dijanjikan Rasullullah saw dalam sebuah haditsnya: "Barang siapa meninggalkan perbantahan sedangkan ia (pada pihak) yang salah maka akan dibangunkan baginya rumah dipinggir syurga sedangkan ia (pada pihak) yang benar dibangunkan rumah baginya ditengah syurga, dan barang siapa yang membaguskan akhlaqnya maka akan dibangunkan baginya (rumah) dibagian atasnya" (HR. Abu Dawud, Thurmudzi, Ibnu Majah dan Al-Baihaqi)

 

Mutiara Shubuh : Rabu, 24/11/99 (16 Sya’ban 1420H)

Marhaban Yaa Ramadhan
Beberapa hari lagi, Ramadhan akan datang ditengah-tengah kita. Seyogyanyalah kita gembira menyambut bulan yang penuh, berkah, rahmah dan maghfirahnya ini. Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang gembira menghadapi bulan Ramadhan, niscaya akan diharamkan oleh Allah baginya neraka". Didalam menyambut Ramadhan ini Rasullullah biasanya meningkatkan intensitas dan kualitas ibadahnya untuk melatih diri menghadapi bulannya Allah ini (Syahr Allah). Pada bulan ini disamping diwajibkan shaum (puasa) yang mana pahalanya diberikan langsung oleh Allah (HR Bukhari dari Abu Hurairah), ibadah lainnya pun akan dilipat gandakan pahalanya. Untuk itu marilah kita bergembira menyambut bulan suci ini dengan meningkatkan ibadah kita dan tambah meningkat lagi selama Ramadhan dengan menegakkan ibadah-ibadah khusus seperti menegakkan malam Ramadhan (Qiyamullail) dsb.
Marhaban Ya Ramadhan

 

Mutiara Shubuh : Kamis, 25/11/99 (17 Sya’ban 1420H)

Keutamaan Puasa Ramadhan
Telah bersabda Rasulullah saw bersabda: " Barang siapa yang berpuasa di bulan Ramadhan dengan iman, ikhlas dan mengharapkan ridhoNya, niscaya dosa-dosanya yang terdahulu diampuni oleh Allah swt". (HR. Ahmad dan As-Sunan).
Note: Hadits shahih diatas sudah tidak asing lagi ditelinga kaum muslimin dimana selalu dikutip ketika ramadhan sudah menjelang. Beberapa hari lagi kita akan memasuki bulannya Allah, bulan suci Ramadhan. Pada bulan ini Allah melipat gandakan pahala bagi melaksanakan ibadah, khususnya ibadah puasa yang pahalanya akan diberikan langsung oleh Allah swt. Marilah kita sambut dengan senang dan gembira bulan yang penuh rahmah, berkah dan maghfirahNya ini serta pada waktunya nanti kita tegakkan puasa (shaum) disiang hari dan menegakkan malamnya dengan shalat tarawih dan tahajjud serta ibadah-ibadah lainnya. Setelah itu , semoga Allah swt menerima segala amal perbuatan kita dan mengampuni dosa-dosa kita yang telah lalu dan Insya Allah juga yang akan datang.
MARHABAN YA RAMADHAN

 

Mutiara Shubuh : Jum’at, 26/11/99 (18 Sya’ban 1420H)

Peringatan terhadap berbicara ketika khutbah Jum’at
Terkadang secara sengaja maupun tidak sengaja kita melakukan dialog (mengobrol) dengan orang disamping kita padahal kita sedang dalam mendengarkan khutbah Jum'at. Hendaklah kita ingat akan hal ini, tahanlah diri untuk berbicara dengan mendengarkan khatib berkhutbah secara seksama. Rasulullah saw memperingatkan pada ummatnya tentang hal ini: "Apabila kamu berkata kepada kawanmu pada hari Jum'at. Diamlah ketika Imam berkhutbah maka sesungguhnya kamu telah sia-sia (Hadits shahih dari Abu Hurairah ra yang diriwayatkan oleh Bukhari, Muslim, abu Dawud, Turmudzi, Nasa'i, Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah). Kata "sia-sia" didalam hadits ini berarti bahwa tidak ada pahala dan keutamaan Jum'at bagi mereka yang berbicara ketika khutbah diperdengarkan. Marilah kita selalu ingat dengan hal yang kelihatannya kecil tapi sangat essensial dalam ibadah Jum'at ini.

Mutiara Shubuh : Senin, 29/11/99 (21 Sya’ban 1420H)

Keutamaan Membaca Al-Qur’an

Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa yang pandai membaca Al-Qur'an, dia akan bersama malaikat yang mulia, dan yang tidak pandai membacanya tetapi membaca dengan terbata-bata baginya dua pahala" (HR Bukhari dan Muslim)
Note: Hadits shahih diatas menerangkan keutamaan membaca Al-Qur'an yang mana bagi yang belum lancar membaca (terbata-bata) saja Allah sawt akan memberikan dua pahala baginya serta yang membacanya dengan lancar akan dimuliakan Allah swt seperti malaikatNya, apatah lagi kalau membaca kemudian memahaminya serta mengimplementasikannya didalam segala sendi kehidupannya..... Wallahualam, hanya Allah yang akan memperhitungkannya.
Untuk itu marilah kita mulai hari ini canangkan didalam hati kita untuk selalu istiqomah dalam membaca Al-Qur'an yang kita sudah yakini sebagai pegangan hidup kita dan berikrar "TIADA HARI TANPA MEMBACA DAN MEMPELAJARI AL-QUR'AN".

 

Mutiara Shubuh : Selasa, 30/11/99 (22 Sya’ban 1420H)

Al-Qur’an dan Hadits Sebagai Pegangan Hidup

Rasulullah saw bersabda: "Aku tinggalkan kepada kalian dua hal, Kalian tidak akan tersesat bila kalian berpegang teguh kepadanya yakni: Kitabullah (Al-Qur'an) dan Sunnahku (Hadits)". (HR Muslim)
Note: Hadits diatas menegaskan dua hal sebagai pegangan hidup orang muslim yang paling utama yaitu Al-Qur'an dan Hadits, apapun yang kita perbuat hendaknyalah merujuk kedua referensi itu dahulu supaya kita tidak sesat.

Mutiara Shubuh : Rabu, 01/12/99 (23 Sya’ban 1420H)

Keutamaan Al- Qur'an
Rasulullah saw pernah bersabda: Sesungguhnya dengan kitab ini (Al-Qur'an), Allah akan mengangkat dan memuliakan derajad suatu kaum dan merendahkan derajad kaum yang lainnya" (HR Muslim)
Note: Hadits shahih diatas bermakna bahwa Allah akan memuliakan orang-orang (kaum) yang selalu membaca, belajar, memahami dan mengimplementasikan Al-Qur'an didalam kehidupannya. Dan sebaliknya terhadap orang-orang yang mengacuhkan Al-Qur'an tersebut, dimana Al-Qur'an hanya menjadi pajangan saja dirumahnya hingga berdebu dan lusuh, apalagi berpaling dari ajaran Al-Qur'an, niscaya Allah swt akan merendahkan derajadnya serendah-rendahnya. Untuk itu marilah kita mempelajari Al-Qur'an yang sudah menjadi pedoman hidup kita itu dan jika mungkin kita juga dapat menyampaikannya kepada saudara-saudara kita yang lain, walaupun satu ayat. Bukankah Rasulullah saw pernah bersabda yang intinya adalah sebaik-baiknya ummat Islam adalah yang belajar dan sekaligus mengajarkan Al-Qur'an.

Mutiara Shubuh : Kamis, 02/12/99 (24 Sya’ban 1420H)

Al- Qur'an Sebagai Benteng Diri
Telah bersabda Rasulullah saw: "orang yang di dalam benaknya tiada Al-Qur'an, laksana sebuah rumah yang kosong dan bobrok" (HR Bukhari)
Note: Hadits shahih diatas bermakna bahwa orang-orang yang jarang membaca Al-Qur'an apalagi mempelajarinya maka didalam fikirannya tidak terdapat landasan yang kokoh serta benteng-benteng yang kuat untuk menahan godaan negatif dari luar sehingga gampang sekali terpengaruh, dirasukibisikan-bisikan syeitan yang senantiasa mempromosikan maksiat kepada kita sehingga kita luluh didalam kemaksiatan tersebut. Yach... seperti rumah kosong yang bobroklah, digoyang sedikit akan runtuh. Untuk itu marilah sekali lagi kita kuatkan tekad kita untuk membaca, belajar, memahami dan menjiwai Al-Qur'an tersebut.
"SUDAHKAH SAHABAT MEMBACA DAN BELAJAR AL-QUR'AN HARI INI ?"

Mutiara Shubuh : Jum’at, 03/12/99 (25 Sya’ban 1420H)

Membaca Al- Qur'an Media Dialog Dengan Allah swt
Rasulullah saw pernah bersabda: "Apabila seseorang ingin berdialog dengan Rabb-nya, hendaklah dia membaca Al-Qur'an (HR Ad-Dailami dan Al-Baihaqi).
Note: Hadits diatas merupakan salah satu penegasan dari Rasulullah saw bahwa membaca, mempelajari, memahami Al-qur'an itu adalah salah satu dialog, percakapan, silaturrahmi dengan Maha Pencipta selain dari pada berdo'a. Membaca Al-Qur'an ini adalah juga salah satu bentuk dzikir yaitu mengingat Allah dengan segala yang difirmankanNya. Memang kalau kita mau tela'ah lebih lanjut, Al-Qur'an itu merupakan dokumentasi terlengkap di dunia ini, apa saja segi kehidupan terdapat didalamnya. Termasuk perintah-perintah Allah kepada hambanya dan begitu juga sangat amat sarat dengan do'a-do'a dari hambanya kepada Rabb-Nya sehingga terbentuk suatu dialog dua arah yang harmonis. Untuk itu marilah sekali lagi kita bulatkan niat kita untuk selalu membaca, mempelajari dan memahami Al-qur'an, sehingga dialog yang harmonis antara kita dan Maha Pencipta selalu langgeng.

Mutiara Shubuh : Senin, 06/12/99 (28 Sya’ban 1420H)

Keutamaan Shalat Shubuh dan Ashar Berjama’ah

Dari Abu Musa ra bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: "Barang siapa shalat dua waktu dingin maka dia masuk syurga (HR Bukhari dan Muslim).
Note: Kata "dua waktu dingin" (Al-Bardain) diatas berarti waktu shubuh dan ashar dimana kedua waktu shalat itu dilaksanakan di kedua ujung siang, dimana ketika udara sudah dingin dan tidak begitu panas. Hadits diatas menunjukkan sebegitu utamanya shalat Shubuh dan Ashar, apalagi kita melaksanakannya berjama'ah dan juga di masjid. Didalam hadits lain yang diriwayatkan Al-Hikam, Rasullulah swt menyampaikan ada dua keutamaan orang-orang yang tunai melakukan shalat shubuh berjama'ah dimasjid selama empat puluh hari, maka dia akan dijauhkan oleh Allah swt dari sifat munafik dan akan diselamatkan dari adzab kubur. Seyogyanyalah hadits diatas dapat menjadi stimulan bagi kita untuk istiqomah shalat berjama'ah dimasjid dan tentunya tepat waktu.

Mutiara Shubuh : Selasa, 07/12/99 (29 Sya’ban 1420H)

Shalat Diawal Waktu

Dari Abdullah bin Mas’ud ra, ia berkata: Aku bertanya kepada Rasulullah saw: Amal apakah yang paling dicintai Allah swt? Ia bersabda: “Shalat pada waktunya”. Aku bertanya: Kemudian apa? Ia bersabda: “Berbuat baik kepada kedua orang tua”. Aku bertanya: Kemudian apa? Beliau bersabda: “Berjihad dijalan Allah” (HR Bukhari, Muslim, Thurmidzi dan Nasa’I)
Note: Terlihat pada hadits shahih diatas sebegitu pentingnya “Shalat tepat waktu” (diawal waktu) sehingga disetarakan oleh Allah swt dengan amal dalam berbakti kepada orang tua dan bahkan dengan jihad sebagai amalan hamba-Nya yang sangat Ia cintai.

Mutiara Shubuh : Rabu, 08/12/99 (30 Sya’ban 1420H)

Fadhilah Shalat Berjamaah Di Masjid

Rasulullah saw pernah bersabda: “Apabila salah seorang diantara kalian berwudhu’ kemudian membaguskan whudu’, lalu keluar untuk shalat; maka ia tidak mengangkat kakinya yang kanan melainkan Allah swt menulis baginya satu kebaikan, dan tidaklah ia meletakkan kakinya yang  kiri melainkan Allah swt menghapuskan darinya satu keburukan, maka hendaklah salah satu diantara kalian memperpendek langkah atau memperpanjang jarak (tempuh); jika ia datang ke masjid kemudian shalat berjama’ah, maka diampuni baginya, jika ia datang ke masjid sedangkan mereka telah shalat sebagian (raka’at) dan masih ada sebagian (raka’at) (lalu) ia shalat sesuai (raka’at) yang ia dapati dan menyempurnakan sisanya maka demikian pula (ia diampuni), jika ia datang ke masjid sedangkan mereka telah shalat kemudian ia menyempurnakan shalat maka demikian pula (ia diampuni)” (HR abu Dawud)
Note: Begitulah keutamaan yang akan kita dapat dengan shalat berjama’ah ke masjid, setiap langkah kita akan dihisab oleh Allah swt, dan ini pun berlaku bagi terlambat shalat berjama’ah dan bahkan shalat berjama’ahnya sudah selesai. Semoga ini bisa memotivasi kita untuk selalu berusaha shalat berjama’ah di masjid. Disamping mendapatkan keutamaan tersebut diatas, kita Insya Allah juga terhindar dari sifat kemunafikan.

Mutiara Shubuh : Kamis, 09/12/99 (01 Ramadhan 1420H)

Fadhilah Puasa

Disampaikan oleh Abu Hurairah ra: Allah swt berfirman: "Puasa itu ibarat perisai. Pada hari melaksanakan puasa, janganlah orang yang berpuasa mengucapkan kata-kata kotor, tidak sopan, dan tidak enak didengar, dan jangan pula ribut hingar bingar bertengkar. Jika di antara kalian memaki atau mengajak berkelahi, hendaknya mengatakan kepadanya:"Saya sedang berpuasa". Kemudian Rasulullah saw menambahkan: "Demi Allah yang diriku di dalam kekuasaan-Nya, sesungguhnya bau mulut orang berpuasa lebih wangi di sisi Allah dari bau minyak kesturi. "Dia yang telah meninggalkan makan dan minum-nya hanya mengharapkan kerido'anKu. Sesungguhnya puasa itu untuk-Ku, dan karena itu Akulah yang langsung membalasnya dengan ganjaran untuk kebaikan yang telah dilakukannya sepuluh kali lipat. (HR Bukhari).
Note: Sebegitu pentingnya ibadah puasa itu sehingga Allah swt menyatakan akan langsung memberikan pahala kepada yang melakukannya dan memberikan pahala ibadah-ibadah yang dilakukannya berlipat ganda, tetapi tentunya puasa orang yang puasanya itu bersih dari kedurhakaan-kedurhakaan, baik berupa perkataan maupun perbuatan.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 10/12/99 (02 Ramadhan 1420H)

Fadhilah Kalimat Thoyyibah (I)

Dari Yahya bin Thalhah bin abdullah ra berkata: Pada suatu ketika Thalhah ra duduk dalam keadaan berduka. Maka orang-orang bertanya kepadanya mengapa ia bersedih. Jawabnya, "Sesungguhnya saya telah mendengar bahwa Rasulullah saw bersabda, " Sesungguhnya aku mengetahui sebuah kalimat, tidaklah seseorang hamba membacanya pada saat sakaratul mautnya,melainkan ia akan dihindarkan oleh Allah dari semua kesusahan dan dijadikan wajahnya bersinar, dan ia akan mengetahui tempatnya di syurga nanti", akan tetapi saya belum mengetahui
kalimat apakah itu. Itulah yang menyebabkan saya berduka pada sa'at ini". Lalu, Umar ra berkata, saya mengetahui kalimat tersebut, yaitu kalimat yang telah disampaikan Rasulullah saw kepada pamannya (Abu Thalib), Inilah kalimatnya : LAA ILAHA ILLALLAH".
Note: Dari hadits diatas terlihat keutamaan kaliman Thoyyibah tersebut, ada beberapa hadits lain yang menyatakan kalimat Thoyyibah ini  memiliki nur dan menyebabkan kebahagiaan. Dikitab Al-Munabbihat, Ibnu Hajjar menulis bahwa kalifah Abu Bakar as-Siddiq ra berkata: "Kegelapan itu ada lima macam: 
Pertama, CINTA DUNIA itu kegelapan dan penerangnya adalah TAQWA.
Kedua, PERBUATAN DOSA itu adalah kegelapan dan penerangnya adalah TAUBAT
Ketiga, KUBUR itu gelap dan penerangnya adalah bacaan LAA ILAHA ILLALLAH
Keempat, AKHIRAT itu gelap dan penerangannya adalah AMAL SHOLEH
Kelima, SHIRATH itu gelap dan penerangannya adalah YAKIN
Semoga kita semua dapat menjiwai kalimah Thoyyibah dan kemudian Allah akan
mencabut nyawa kita dalam keadaan khusnul khotimah dan memberikan nur nya
kepada kita nantinya di alam kubur...... Insya Allah.........


Mutiara Shubuh : Senin, 13/12/99 (05 Ramadhan 1420H)

Fadhilah Kalimat Thoyyibah (II)

Dari Zaid bin Arqam ra berkata: Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa mengucapkan kalimat LA ILAHA ILLALLAH dengan ikhlas pasti masuk syurga". Seseorang bertanya, "Apakah tanda-tanda ikhlas itu yaa Rasulullah", beliau menjawab, "Menahan diri melakukan yang diharamkan Allah"
Note: Didalam hadits diatas sangat jelas bahwa bagi siapa yang telah mengikrarkan kalimat Thoyyibah dan menjalankan perintah Allah niscaya tidak disangsikan lagi bahwa baginya predikat Ahlul Jannah (Citizen of Heaven), dan bagi yang tidak dapat menahan diri dari yang diharapkan Allah dan menjalankan apa yang diperintahkanNya, Insya Allah masih mendapatkan syurga karena keberkahan kalimat LA ILAHA ILLALLAH tersebut dan tentunya terlebih dahulu mempertanggung jawabkan dosa-dosanya. Memang tidak sulit untuk mengucapkan kalimat singkat ini apabila kita sedang sehat tetapi belum tentu kita dapat mengucapkannya ketika kita sedang menghadapi sakaratul maut. Dan tidak jarang kita lihat saudara-saudara kita hanya berbicara tentang hartanya ketika menghadapi mautnya dibanding mengucap kalimat Thoyyibah ini.
Kita tidaklah heran bila seseorang yang seumur hidupnya menyembah patung dan melakukan kemungkaran dan maksiat dan ia meninggal dalam keadaan kafir. Tetapi sunggug disayangkan jika ada seseorang yang kelihatannya alim rajin dan  mondar-mandir ke masjid tetapi pada akhir hayatnya ia meninggal dalam keadaan kafir, mungkin itu karena perbuatan dosa yang dilakukkannya ketika dia sendirian, dan berulang kali ia lakukan.
Ada sebuah kisah tentang seekor burung Beo yang dipelihara oleh seorang ulama (kiyai) di sebuah pesantren. Sang Kiyai mengajari burung Beonya itu mengucapkan kalimat sapaan-sapaan islami termasuk kalimat Thoyyibah. Dan si Beo pun sangat familiar sekali mendengarkan dan mengucapkan kalimat-kalimat tersebut dan apalagi dia tidak pernah mendengar perkataan-perkataan yang tidk senonoh karena dia berada dilingkungan pesantren yang sangat islami tersebut. Pada suatu ketika sang Kiyai selesai memberi makan si Beo, beliau lupa menutup kandang Beo tersebut dan seekor kucing telah mengintai si Beo tersebut menerobos masuk kandangnya dan mengigit si Beo tersebut dan hendak memakannya. Dalam ketakutan dan kesakitan tersebut beopun berteriak "Keak....keak... keak..." sehingga terdengar oleh sang kiyai. Beliau bergegas menuju suara tersebut, dilihatnya si Beo telah mati dan digunggung oleh sang kucing keluardari kandangnya. Sejenak sak Kiyai tapakur melihat kejadian tersebut dan menangis sejadinya dan mengunci diri di kamarnya beberapa hari. Para santripun heran kenapa sang kiyai berbuat seperti itu karena hanya sedih ditinggal mati beonya ?. Ditengah keheranan tersebut mereka pun mengirim utusan menemui kiyai nya untuk bertanya apa sebenarnya yang disedihkan oleh kiyai tersebut, masak karena hanya ditinggal mati oleh si Beo tersebut sang Kiyai jadi amat sangat bersedih sehingga mengganggu kegiatan belajar mengajar mereka. "Pak Kiyai.... apa sebenarnya yang membuat pak kiyai sebegitu amat sangat bersedih, jika itu dikarenakan oleh matinya si Beo, kami sanggup membelikan puluhan beo-beo lain untuk pak kiyai supaya pak kiyai dapat menghilangkan kesedihannya dan mengajar kembali". Seraya sang kiyai menjawab: "Santri-santriku tercinta bukan kematian beo itu yang sangat ku sedihkan, tetapi hikmah yang terkandung dalam peristiwa itu yang membuat aku sangat takut". "Apa maksud pak kiyai" sambung para santri serempak penuh tanda tanya. "Si Beo yang berada di lingkungan kita ini yang insya Allah tidak pernah melihat dan mendengar hal-hal yang tidak baik apalagi maksiat dan juga aku mengajarkannya kata-kata yang baik khususnya kalimat Thoyyibah, tetapi ketika ia meregang nyawanya, dia tidak dapat mengucapkan kalimat tersebut, hanya "keak...keak.." yang kudengarkan dari mulutnya. Aku jadi berfikir, jangan-jangan nasibku atau kalian-kalian sama dengan si Beo tersebut. Dimana hampir setiap nfas kita selalu mengucapkan kata-kata yang baik dan termasuk kalimat Thoyyibah tetapi dapatkah kita nanti membaca LA ILLAHA ILLALLAH itu ketika sang malaikat maut menjemput kita ???
Wallahualam.............
Semoga kisah diatas bisa dijadikan renungan bagi kita ...........

Mutiara Shubuh : Selasa, 14/12/99 (06 Ramadhan 1420H)

Peringatan Bagi Yang Meninggalkan Shalat Berjama'ah

Didalam salah satu hadits yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, ia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa mendengar adzan dan tidak memenuhinya tanpa ada udzur, maka tidak akan diterima shalat yang dilakukannya". Para sahabat bertanya: "Apakah udzurnya?". Rasulullah saw menjawab: "Ketakutan atau sakit".
Note: Yang dimaksud tidak diterima shalatnya ialah ia tidak akan memperoleh pahala shalat yang dikerjakannya, meskipun kewajibannya telah gugur. Ada hadits-hadits lainya yang menyebutkan shalat seperti itu tidak diterima yang artinya ialah ia tidak menperoleh kemuliaan dan kehormatan yang seharusnya diterima. Sementara itu didalam hadits yang lain yang diriwyatkan oleh Muadz bin Anas ra, Rasulullah saw menyatakan bahwa yang meninggalkan shalat berjama'ah ketika setelah mendengar adzan merupakan kebathilan terbesar, kekufuran dan kemunafikan. Semoga hadist diatas dapat mengetuk pintu hati kita untuk berusaha melakukan shalat wajib dengan berjama'ah di masjid sehingga terjauhlah kita dari kemunafikan dan bahkan kekufuran sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah swt melalui Rasulullah saw. Dan buat yang sudah melakukannya, semoga Allah swt selalu memberikan hidayahnya kepada kita untuk dapat istiqomah melakukannya yakin Shalat berjamaah di masjid.

Mutiara Shubuh : Rabu, 15/12/99 (07 Ramadhan 1420H)

Anjuran Untuk Shalat Berjama’ah

Dari abu Darda ra, ia berkata: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: "Tidak ada orang yang tinggal disebuah desa atau di suatu padang sahara dan mereka tidak mendirikan shalat berjama'ah, kecuali syeitan menguasai mereka. Maka hendaklah kalian berjama'ah, karena sesungguhnya serigala hanya memangsa kambing yang terpisah dari kelompoknya".
Note: Hadits diatas mengingatkan kita lagi tentang bagaimana pentingnya shalat berjama'ah tersebut, hendaklah kita melakukan shalat berjama'ah jika kita terdiri dari lebih dua orang walaupuk kita berada didaerah yang terpencil sekalipun. Pada umumnya kita meninggalkan shalat berjama'ah ini sering dengan alasan "sibuk". Na'udzubillahi min dzalik......... Hendaklah kita menghindari kata "sibuk" yang berkonotasi sombong ini kepada Allah swt. Marilah kita sisihkan sedikit waktu kita yang telah diberikanNya dengan shalat berjama'ah, ajaklah rekan-rekan kita yang lain untuk shalat berjama'ah. Semoga dengan istiqomahnya kita melakukan shalat berjama'ah ini, Allah swt akan menjaga kita dan penguasaan syeitan.

Mutiara Shubuh : Kamis, 16/12/99 (08 Ramadhan 1420H)

Belajar dan Mengajarkan Al-Qur'an

Rasulullah saw pernah bersabda dalam suatu hadits: "Sebaik-baik kamu adalah orang yang belajar Al-Qur'an dan mengajarkannya" (HR. Bukhari)
Note: Al-Qur'an yang merupakan pegangan hidup kita ummat Islam atau sebagai landasan/dasar dari agama Islam itu sendiri. Dan sudah barang tentu menjaga dan menyebarkannya juga akan menjaga tegaknya agama Allah ini. Ironis sekali rasanya kita sebagai muslim yang tidak begitu memahami Al-Qur’an, padahal Al-Qur’an itu adalah tuntunan hidup kita. Bagaimana mungkin kita mengacu kepada hal yang tidak kita ketahui. Maka oleh sebab itu marilah kita mempelajarinya dan setelah itu menyampaikannya kepada saudara kita yangbelum tahu. Di hadits lain Rasulluh saw menyatakan bahwa dengan yang membacanya (Al-Qur'an) saja bahkan walaupun dengan terbata-bata sudah diberi oleh Allah swt satu kebaikan. Apatah lagi jika kita mempelajarinya serta tentu mengamalkannya, dan yang terbaik itu adalah ditambah dengan mengajarkannya.
Sampaikanlah walaupun itu hanya satu ayat.
Semoga kita dapat mengamalkannya.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 17/12/99 (09 Ramadhan 1420H)

Menggemarkan Dzikir Sehabis Shalat

Dari Abu Dzarr ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa membaca setelah shalat shubuh seraya melipat kedua kakinya asebelum berbicara: “Tiada Ilah kecuali Allah semata, tiada sekutu bagiNya, bagiNya segala kerajaan dan bagiNya segala pujian. Dia menghidupkan dan mematikan dan Dia maha kuasa atas segala sesuatu”, sepuluh kali maka Allah menulis baginya sepuluh kebaikan dan menghapus darinya sepuluh keburukan dan mengangkat baginya sepuluh derajat dan sepenuh harinya ia berada dalam perlindungan dari setiap hal yang tidak disukai, dan dipelihara dari syeitan dan tidak sepatutnya dikenakan (dicatat) dosanya pada hari ini kecuali (dosa) kemusyrikan kepada Allah”. (Diriwayatkan oleh Thurmudzi (menurutnya ini hadits gharib shahih) dan Nasa’i).
Note: Hadits diatas hendaknyalah mengingatkan kita lagi untuk supaya terbiasa (gemar) berdzikir setelah shalat wajib, bukan hanya selesai salam kiri dan kanan dan langsung ngacir. Hendaklah kita luangkan waktu kita sedikit untuk berdzikir dengan beristighfar (Astagh-firullahaldzim atau disambung dengan alladzi la ilahailla huwal hayyul qayyum wa athubuilaihi), tahlil (La ilaha illallahu wahdahulaasyarikalah, Lahulmulku dst), tasbih (Subhanallah), tahmid (Alhamdulillah), takbir (Allahu akbar) dan dilanjutkan dengan do’a.

Mutiara Shubuh : Senin, 20/12/99 (12 Ramadhan 1420H)

Sabar Didalam Shalat

Allah swt berfirman di dalam Al-Qur’anul Karim yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan (mengerjakan) shalat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” [QS 2:153]
Note: Didalam kutipan Al-Qur’an diatas, Allah merangkaikan kata SABAR dan SHALAT. Keterkaitan kedua kata itu sangatlah erat, dimana hendaknya shalat kita akan membentuk kesabaran kita dalam kehidupan diluar shalat, dan tentunya bagi kita yang sabar didalam shalat. Sabar didalam shalat berarti melakukan shalat dengan tertib, memahami makna setiap bacaan, dan tentunya tidak buru-buru dalam melakukannya, seperti membaca bacaan dengan tartil, memahaminya dan tuma’ninnah disetiap bacaan maupun gerakan shalat. Tak jarang diantara kita yang melakukan shalat hanya sebagai kewajiban ritual belaka sehingga kita tidak merasakan manfa’at shalat yang disebutkan sebagai pencegah perbuatan keji dan mungkar dan juga merupakan salah satu forum dialog antara seorang hamba dan Sang Pencipta-Nya. Cobalah renungkan seberapa lama kita ruku’ dan apakah kita melakukan bacaan sewaktu ruku’ itu dengan sempurna? Apalagi untuk memahami dari makna ruku’ dan bacaannya tersebut. Begitu juga dengan ‘itidal dan sujud semua itu sarat dengan kata-kata puji-pujian bagi Allah. Bacaan ketika kita duduk diantara dua sujud kalau kita perhatikan kata-kata do’a yang kita panjatkan itu sangatlah indah, begitu juga dengan bacaan-bacaan yang lainnya. Oleh karena itu hendaklah kita melakukan shalat itu secara tertib, membaca dengan tartil, tuma’ninah serta menghayati bacaan tersebut sehingga Allah swt melimpahkan segala keutamaan shalat itu terjuwud di kehidupan luar shalat dan Allah menjauhkan kita dari perbuatan keji dan mungkar serta Allah akan selaku mengiringi kita kemana langkah dibawa.

Mutiara Shubuh : Selasa, 21/12/99 (13 Ramadhan 1420H)

Mendahului Imam Ketika Shalat Berjama'ah

Dari abu Hurairah ra bahwa rasulullah saw bersabda: " Tidakkah takut salah seorang diantara kalian apabila mengangkat kepala dari ruku' atau sujud sebelum imam, Allah akan menjadikan kepalanya (seperti) kepala keledai atau Allah akan menjadikan bentuknya (seperti) bentuk keledai (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Thurmudzi, Nasa'i dan Ibnu Majah).
Note: Shalat berjama'ah itu adalah kegiatan keseharian untuk mengajarkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip Islam seperti kedisiplinan, kerja sama dan kebersamaan, saling menopang barisan, keta'atan dalam kebaikan, menghormati pemimpin dan meluruskannya apabila ia keliru. Oleh sebab itu Rasulullah saw mengancam keras orang yang mendahului imam disa'at shalat berjama'ah, karena hal itu akan mengacaukan kekuatan barisan dan menguatkan semangat individualistik dikalangan jama'ah. Hendaknya kita sabar menanti sampai iman selesai melakukan gerakan/takbir/salam dan kemudian baru kita melakukannya, sehingga kita terhindar dari gerakan mendahului.

Mutiara Shubuh : Rabu, 22/12/99 (14 Ramadhan 1420H)

Do'a I'tidal

Masih menyangkut tentang tata cara shalat berjama'ah. Dalam sebuah hadits sahih dari Rifa'ah bin Rafi' Az-Zirqi ra, ia berkata: Kami shalat di belakang Rasulullah saw, maka ketika mengangkat kepalanya dari ruku' Rasulullah saw membaca: "Sami'allahu liman hamidah", seorang lelaki di belakang nya mengucapkan: "Rabbana walakal hamdu hamdan katsiiran thayyiban mubaarakan fiih". Ketika selesai shalat, Rasulullah saw bertanya: "Siapa yang mengucapkan tadi?", orang itupun menjawab: "Saya yaa Rasulullah. Rasululah bersabda: "Aku melihat tiga puluh lebih malaikat memperebutkannya, siapakah diantara mereka yang menulisnya terlebih dahulu" (HR Malik, Bukhari, Abu Dawud dan Nasa'i)
Note: Hadist diatas mencontohkan kepada kita, setelah imam bangkit dari ruku'nya dan mengucapkan "Sami'allahu liman hamidah (Dengarkan kami memujaMu ..... yaa Allah) kemudian disusul oleh para ma'mum dengan mengucapkan pujian-pujiannya kepada Rabb-nya. Salah satu pujian seperti yang dinyatakan dalam hadits diatas. Di dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Malik, Bukhari, Muslim, Abu Dawud dan Nasa'i disebutkan bahwa bagi yang ucapan "Rabbana lakal hamdu"nya bertepatan dengan ucapan malaikat maka diampuni dosanya yang telah lalu.

Mutiara Shubuh : Kamis, 23/12/99 (15 Ramadhan 1420H)

Memberi Makan (Orang Yang Lapar) and Menebarkan Salam

Dari Abdullah bin Amr ra ia berkata, ketika salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw. “Yaa rasulullah amalan apakah di dalam Islam yang baik”. Seraya Rasulullah saw menjawab: “Memberi makan (orang yang lapar) dan memberi salam kepada orang yang kalian kenal maupun tidak kalian kenal” (HR Bukhari).
Note: Hadits diatas berintikan dua hal / amalan yang baik yang dianjurkan Rasulullah saw yakni:
·       Memberi makan kepada orang yang membutuhkannya baik orang yang secara terang-terangan memintanya maupun yang tidak mau mengutarakannya. Untuk hal ini perlu kepekaan kita terhadap penderitaan saudara kita yang lainnya khususnya disekitar kita, dengan bahasa populernya adalah Kepedulian Sosial. Renungkanlah apakah diri kita ini telah peduli terhadap hal tersebut?, Apakah ketika kita makan dan bahkan sedang berbuka puasa di restoran yang mewah kita ingat pada saudara kita yang makan hanya dengan nasi dan krupuk dan bahkan tidak sedikit yang berusaha mengais-ngais makanan sisa di bak sampah dan juga yang hanya meringkuk menekuk lutut mereka untuk menekan perutnya dengan harapan rasa lapar itu hilang. Apakah kita tega ?? Sedzalim itukah kita membiarkan mereka lapar ?? Ingat hal ini sangat diperingatkan oleh Allah swt yang didalam konteks bahasa Al-Qur’an disebut sebagai PENDUSTA AGAMA bagi orang yang menelantarkan anak yatim dan faqir miskin.
·       Saling menebarkan salam diantara kita dapat berarti saling mendo’akan atas keselamatan diantara kita. “Assalamu’alaikum yaa saudaraku” dan dapat juga diteruskan dengan do’a “Semoga rahmat dan berkah Allah bersamamu”. Dapat kita bayangkan suatu masyarakat yang saling menebarkan salam satu sama lainnya…. Masya Allah… Alangkah indahnya kehidupan ini…
Semoga dua amalan baik ini dapat kita lakukan dalam kehidupan keseharian kita.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 24/12/99 (16 Ramadhan 1420H)

Thuma’ninah Dalam Shalat

Dari Abu Hurairah ra bahwa seorang lelaki masuk masjid sedangkan Rasulullah saw berada di salah satu sudut masjid, lalu lelaki itu shalat kemudian mengucapkan salam kepada Rasulullah saw, lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: “Wa’alaikas salam. Kembalilah kemudian shalat (lagi) karena sesungguhnya kamu belum shalat”. Kemudian ia shalat lalu datang lagi kepada Rasulullah saw seraya mengucapkan salam, lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: “Wa’alaikas salam. Kembalilah kemudian shalat (lagi) karena sesungguhnya kamu belum shalat”. Kemudian ia shalat lalu datang lagi kepada Rasulullah saw seraya mengucapkan salam, lalu Rasulullah saw bersabda kepadanya: “Wa’alaikas salam. Kembalilah kemudian shalat (lagi) karena sesungguhnya kamu belum shalat”. Kemudian ia berkata untuk kedua kalinya atau pada kali berikutnya: “Ajari aku wahai Rasulullah”. Kemudian Rasulullah saw bersabda: “Apabila kamu berdiri untuk shalat maka sempurnakanlah whudu’, kemudian menghadaplah ke arah kiblat dan bertakbirlah, kemudian bacalah ayat-ayat yang bisa kamu baca dari Al-Qur’an, kemudian ruku’lah hingga kamu tenang dalam keadaan ruku’, kemudian angkatlah hingga kamu tegak berdiri, kemudian sujudlah hingga kamu tenang dalam keadaan sujud, kemudian angkatlah hingga kamu tenang dalam keadaan duduk, kemudian lakukanlah yang demikian itu didalam semua shalatmu”. (HR Bukhari dan Muslim) Didalam sebuah riwayat lain dikatakan: Kemudian angkatlah hingga kamu tegak berdiri (yakni dari sujud kedua).
Note: Hadits diatas menunjukkan bagaimana pentingnya thuma’ninah itu ketika kita shalat karena hal itu merupakan syarat sempurnanya shalat kita, sehingga Rasullah menyatakan: “Shalatlah (kembali) karena sesungguhnya kamu belum shalat”. Hendaklah kita sabar dan bersungguh-sungguh serta memahami arti shalat kita tersebut hingga kita dapat merasakan nuansa ibadah yang khusu’ serta dialog yang harmonis antara kita hambaNya dengan Sang Pencipta. Semoga hal ini dapat mengingatkan kita yang telah terbiasa shalat cepat-cepat (kilat), dan bahkan mungkin kita tidak sempat membaca do’a apa-apa didalam shalat kita tersebut karena saking buru-burunya kita didalam shalat. Marilah kita benahi shalat kita, hingga dialog harmonis akan tercipta antara kita dan Allah swt dan tentunya fadhilah shalatpun (mencegah perbuatan keji dan mungkar) akan merasuk kedalam alam kehidupan kita.

Mutiara Shubuh : Senin, 27/12/99 (19 Ramadhan 1420H)

Antara Jalan Lurus dan Sesat

Sebagai seorang muslim yang mungkin mu'min, paling tidak lima kali dalam sehari kita berdialog dengan Allah swt dan memohon ditunjukkan jalan yang lurus (istiqomah), sebagaimana mereka yang telah DIBERIkan NIKMAT oleh Allah swt, dan bukan jalan yang SESAT. (Al-Fatihah : 5-8). Dalam ayat ini dinyatakan ada dua kutub ekstrem kelompok manusia yang bertolak belakang serta ada satu golongan yang berada diantaranya:
·  Kelompok pertama yaitu orang yang DIBERI NIKMAT yakni orang yang taqwa, mengerjakan perintah Allah dan menjauhi larangannya dan bahkan meninggalkan apa yang diragukan, senang beribadah, dan bersyukur atas nikmat yang diterimanya, mereka dituntun oleh nafsu Muthmainnah.
·  Kelompok kedua yaitu orang yang SESAT (kafir) yakni mereka yang secara menyeluruh meninggalkan ajaran agama Islam. Mereka telah menerima ajaran dan nikmat Allah swt, tetapi mereka ingkar terhadapnya. Mereka tergolong orang yang kafir
·  Kelompok ketiga yaitu orang berada diantara kelompok diatas yang biasa kita sebut orang yang MUNAFIQ. Sementara mereka berikrar sebagai seorang muslim dan juga melakukan ibadah ritual tetapi mereka masih ngotot melakukan maksiat, karena mereka ditunggangi oleh hawa nafsu mereka (Lauwamah), dan yang lebih parah lagi mereka bangga dengan maksiat yang mereka perbuat.
Semoga do'a kita diijabah dan digolongkan kepada orang yang DIBERI NIKMAT.


Mutiara Shubuh : Selasa, 28/12/99 (20 Ramadhan 1420H)

Shalat Sunnah Tahayatul Masjid

Didalam salah satu hadits, Rasulullah menganjurkan kita untuk shalat dua raka’at ketika kita memasuki masjid, yang biasa kita kenal sebagai shalat sunnah Tahayatul Masjid. Shalat ini bermakna pengucapan salam kepada masjid ketika kita baru datang.
Secara fisik memang masjid itu merupakan benda mati, tetapi kalau dilihat dengan kacamata bathin (iman) sesungguhnya masjid itu hidup. Dia menyambut salam kita ketika kita mengucapkan salam diakhir shalat kita. Dan bahkan dia akan menjadi saksi buat kita pada pengadilan akhir kelak. Ketika seorang muslim yang gemar mendatangai masjid menghembuskan nafasnya yang terakhirnya meninggalkan dunia ini, masjid akan menangis kehilangannya dan berdo’a kepada Allah swt: Yaa.. Allah ampunilah dia, terimalah semua amal perbuatan baiknya dan jadikanlah aku (masjid) saksi baginya dihari akhirat kelak. Sebaliknya jika seorang yang tidak pernah ke masjid dan ke masjid hanya karena untuk dishalatkan maka masjid akan mengutuknya: Celakalah dia…. celakalah dia…., Yaa … Allah jangan ampuni dia, jangan terima amal kebajikannya dan aku (masjid) tidak sudi menjadi saksi baginya kelak di hari akhirat.
Semoga hal ini dapat mengingatkan kita untuk selalu istiqomah memakmurkan masjid, khususnya yang ada disekitar kita.

Mutiara Shubuh : Rabu, 29/12/99 (21 Ramadhan 1420H)

Shalat Sunnah Dhuha

Dari Abu Dzarr ra, dari Rasulullah saw, beliau bersabda: “Setiap pagi setiap persendian salah seorang diantara kalian harus (membayar) sadhaqah; maka setiap tasbih adalah sadhaqah, setiap tahmid adalah sadhaqah, setiap tahlil adalah sadhaqah, setiap takbir adalah sadhaqah, amar ma’ruf adalah sadhaqah, mencegah kemungkaran adalah sadhaqah, tetapi dua raka’at dhuha sudah mencukupi semua hal tersebut” (HR Muslim)
Note: Didalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban menyatakan hal yang sama, dimana 360 persendian kita diwajibkan untuk bersadhaqah untuk setiap persendian setiap harinya (angka 360 diatas diakui kecermatannya oleh para dokter peneliti yang memiliki kepedulian masalah keislaman, dan ini menunjukkan salah satu bukti kenabian Rasulullah saw). Sadhaqah yang diberikan meliputi kebajikan yang dapat diberikan oleh seorang muslim kepada masyarakatnya, jika tidak dapat melakukannya hendaklah ia beramal shaleh untuk dirinya sendiri, jika tidak juga maka cukup baginya melakukan shalat dhuha dua raka’at.

Mutiara Shubuh : Kamis, 30/12/99 (22 Ramadhan 1420H)

Thuma’ninah Dalam Shalat

Didalam lima ayat yang difirmankan Allah didalam Surah Al-Qadar, disebutkan bahwa ada suatu malam yang mulia dimana pada malam itulah diturunkannya Al-Qur'an. Pada malam itu Allah menyatakan akan memberikan kebaikan berlipat ganda bagi yang beribadah kepadanya dengan ikhlas (hanya mengaharap ridho-Nya), tidak tanggung-tanggung yaitu lebih besar dari pada kita beribadah selama seribu bulan (83 tahun + 4 bulan). Jika kita renungkan melihat kondisi kita sa'at ini apakah usia  kita akan dapat mencapai 83 tahun ? Wallahu alam.... Nach, katakanlah Allah swt memberikan umur itu dan kita gunakan semuanya untuk ibadah, ternyata pahala yang didapatkan itu belum sebanding dengan hal yang dinyatalan Allah dalam Surah Al-Qadar ayat ketiga tadi..... Subhanallah.... Dan dimalam kemulian itulah Allah memerintahkan malaikat turun mencari orang-orang yang beribadah kepada-Nya dan dimalam itu penuh kesejahteraan hingga fajar menyingsing.
Sementara itu didalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, dia berkata: Rasulullah saw bersabda: "Barang siapa bangun (shalat/beribadah) pada malam Lailatul Qadar dengan iman dan ikhlas maka diampunkan baginya dosa-dosanya yang telah lalu (HR Bukhari dan Muslim) Sungguh, kapan akan terjadinya malam kemuliaan ini ? Wallahu alam..........
Tidak ada yang seorangpun tahu rahasia Allah ini kecuali Dia. Kerahasiaan ini hendaklah membuat kita untuk berusaha meningkatkan kuantitas dan kualitas ibadah kita selama bulan Ramadhan yang dikatakan bulan turunnya malam kemuliaan itu, khususnya pada malam-malam ganjil pada sepuluh hari terakhir Ramadhan sebagaimana yang diidentifikasikan oleh Rasulullah saw dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah ra, yang menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: "Carilah Lailatul Qadar pada tanggal ganjil dari sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan" (HR Bukhari).
Nach... marilah sekali lagi kita meningkatkan amal ibadah kita pada hari-hari terakhir Ramadhan ini. Rasulullah saw saja yang telah dijamin Allah saw untuk masuk ke syurganya masih selalu giat beribadah dan pada sepuluh hari terakhir ini beliau lebih mengencangkan ikat pinggangnya dan menggencarkan ibadah-ibadahnya bahkan melakukan 'itikaf di masjid. Dan semoga amalan-amalan yang kita lakukan pada bulan Ramadhan ini akan kita lakukan secara berketerusan (istiqomah) pada bulan-bulan lainnya diluar Ramadhan.
Selamat Meningkatkan ibadah dan mencari serta menangkap Lailatul Qadar !!!

Mutiara Shubuh : Jum’at, 31/12/99 (23 Ramadhan 1420H)

Shalat Sunnah Rawatib

Dari Ummu Habibah Ramlah binti Abu sofyan ra ia berkata: “aku mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah seorang hamba muslim shalat karena Allah dalam setiap hari duabelas raka’at sunnah, selain yang fardhu, melainkan Allah swt membangun untuknya rumah disorga”. (HR Muslim, Abu awud dan Thurmudzi).
Didalam hadits Thurmudzi beliau menambahkan: “Empat raka’at sebelum dzuhur dan dua raka’at sesudahnya, dua raka’at setelah maghrib, dua raka’at setelah isya dan dua raka’at sebelum shubuh. Sementara itu Bukhari meriwayatkan dari Ibnu Ummar ra ia berkata: “Aku menghafal dari Nabi saw sepuluh raka’at; dua raka’at sebelum dzuhur, dua raka’at sesudahnya, dua raka’at setelah maghrib dirumahnya, dua raka’at setelah isya dirumahnya dan dua raka’at sebelum shubuh”.
Note: Didalam hadist diatas kita di anjurkan untuk shalat sunnah yang dikerjakan secara sukarela disamping shalat fardhu (wajib). Ibadah shalat sunnah ini berfungsi sebagai “deposit cadangan” sebagai penambal kekurangan-kerungan dari amalan shalat fardhu kita. Marilah kita berlomba-lomba untuk meningkatkan amalan shalat sunnah kita hingga Insya Allah sebuah rumah akan dibangunkan oleh Allah swt di syorga buat kita kelak.

Mutiara Shubuh : Senin, 03/01/00 (26 Ramadhan 1420H)

Zakat Fitrah

Zakat Fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslim yang pada malam Iedul Fitri hingga pagi esok harinya mempunyai makanan yang cukup, walaupun itu seorang bayi yang lahir sebelum shalat Iedul Fitri, wajib dibayarkan zakat fitrahnya. Dan bahkan uniknya seorang musytahikpun jika ia menerima zakat fitrah dari zakat fitrah orang lain dan melebihi dari cukup untuk malam Iedul Fitri dan besoknya maka diapun harus membayarkannya. Hal ini pernah disabdakan oleh Rasulullah saw bahwa beliau mewajibkan zakat fitrah sebagai pembersih bagi orang yang berpuasa (Ramadhan) dari perbuatan sia-sia dan keji. Dan merupakan makanan bagi para orang miskin. Maka barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat 'Iedul Fitri, maka ia sebagai zakat (fitrah) yang diterima (sah) dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat 'Iedul Fitri, maka ia dianggap sebagai shadaqah biasa (bukan zakat fitrah) (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah). Dan didalam hadits lain beliau bersabda: “Cukupilah mereka (fakir miskin) pada hari ini (malam hari raya ‘Iedul Fitri) dengan zakat fitrah.” (HR Daruquthni)
Note: Dari hadits diatas dapat disimpulkan bahwa Zakat Fitrah itu berfungsi untuk menyucikan dan menambali kekurangan-kekurangan dari amalan yang kita kerjakan di bulan Ramadhan, khususnya amalan shaum. Disamping itu zakat fitrah ini tentu mengemban misi sosial diantara kaum yang mampu dengan yang dhuafa, berbagi rasa hingga dihari Iedul Fitri ini tak ada seorangpun diantara kita kaum muslimin yang bersedih, khususnya yang dikarenakan oleh kekurangan makanan dan semua harus gembira. Kemudian zakat fitrah ini berfungsi sebagai pembawa amalan-amalan kita selama Ramadhan kepada Allah swt sebagaimana yang dikatakan Rasulullah saw alam sebuah hadits beliau: “Puasa bulan Ramadhan tergantung antara langit dan bumi, dan tidak akan dilangsungkan ke hadhirah Allah, kecuali ia mengeluarkan zakat fitrahnya”.

Mutiara Shubuh : Selasa, 04/01/00 (27 Ramadhan 1420H)

Mendahulukan kepentingan orang lain

Allah swt berfirman dalam Al-Qur'an:" ....... dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu)....." (Al-Hasyr[59] : 9)
Berkaitan dengan firman Allah swt diatas, ada salah satu kisah salah seorang sahabat yang pada zaman Rasulullah itu kebiasaan jamu menjamu tamu itu adalah sangat menjadi hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan mereka. Ketika itu Rasulullah saw menerima seorang sahabat yang menceritakan tentang keadaannya yang susah dan didalam keadaan kekurangan makanan. dan ketika itu Rasulullah saw pun tidak mempunyai makan yang tersisa dirumahnya yang dapat diberikan kepada orang tersebut. Maka Rasulullah menawarkannya kepada sahabat apakah ada yang mau melayani tamu Rasulullah tersebut.Tanpa pikir panjang salah satu sahabat menyanggupinya, dan kemudian pergilah dibawanya tamu tersebut kerumahnya untuk dijamu.
Setiba dirumahnya, tanpa sepengetahuan tamu Rasulullah tersebut, sahabat tersebut bertanya kepada istrinya, apakah ada makanan untuk tamu Rasulullah tersebut. Istrinya menjawab bahwa dia tidak menyimpan makanan sedikitpun kecuali sedikit saja yang hanya mencukupi untuk makan anak-anaknya. Kemudian sahabat tersebut menginstruksikan istrinya untuk menidurkan anaknya, kemudian menghidangkan makanan tersebut dan nanti ketika hendak makan padamkan lampunya sehingga sang tamu tidak mengetahui bahwa sahabat dan istrinya tersebut tidak makan bersamanya. Akhirnya rencana itu berjalan dengan lancar sedangkan sahabat dan istrinya tersebut berusaha menahan lapar demi memuliakan tamunya tersebut.... Masya Allah....... Begitulah seorang sahabat memuliakan tamunya (mendahulukan kepentingan orang lain). Dan masih banyak lagi kisah-kisah yang menyentuh hati yang mirip dengan kisah diatas.
Semoga Allah swt mewariskan sifat sahabat-sahabat Rasulullah tersebut kepada kita semua dalam mendahulukan kepentingan saudara-saudara kita yang lain dan apatah lagi yang lebih membutuhkannya dari kita. Dan semoga kita menjadi orang yang beruntung sebagaimana yang diutarakan Allah swt dilanjutan ayat diatas :"....Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung"

Mutiara Shubuh : Rabu, 05/01/00 (28 Ramadhan 1420H)

Makna Dzikir Setelah Sholat

Seperti kebiasaan kita berdzikir setelah melakukan shalat fardhu dengan membaca tasbih, tahmid dan takbir sebanyak tiga puluh tiga kali adalah dilandasi oleh hadits dari abu Hurairah ra: ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Barang siapa membaca SUBHANALLAH 33 kali, ALHAMDULILLAH 33 kali, ALLAHU AKBAR 33 kali dan LAILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKALAHU LAHUL-MULKU WALHUL-HAMDU WA HUWA ‘ALA KULLI SYAIIN QADIIR, tiap setelah selesai shalat satu kali, Allah swt akan mengampuni semua dosanya meskipun sebanyak buih dilautan” (HR Muslim)
Note: Disamping mendapatkan ampunan dosa (sebagian besar ulama berpendapat dosa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil saja), tiga serangkai bacaan dzikir diatas jika kita hayati ketika kita melafadzkannya diharapkan secara bathiniyah kita mendapatkan keutamaannya yang dapat dikiaskan seperti kita minum dengan gelas. Kata SUBHANALLAH bermakna mensucikan jiwa kita yang dikiaskan sebagai membersihkan gelas dari kotoran sehingga bening. Kemudian kata pujian  ALHAMDULILLAH bermakna pengisian jiwa kita dengan hal yang baik-baik dan bersifat baik sangka (Khusnudzon) terhadap Allah swt, apapun yang datangnya dariNya adalah yang terbaik bagi kita dan tentunya kita harus bersyukur, hal ini diibaratkan kita mengisi gelas yang sudah bersih tadi dengan minuman yang bermanfa’at bagi tubuh kita seperti susu dsb. Nach.. sekarang minuman yang sehat telah yang ditaruh didalam tempat yang bersih tentu kita minum untuk mendapatkan manfa’atnya minuman tersebut yang merupakan kiasan mengagungkan Allah swt yang telah menciptakan alam semesta ini termasuk seluruh tubuh kita dengan bertakbir ALLAHU AKBAR.
Semoga hal diatas lebih menggemarkan kita berdzikir dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya (mengingat Allah swt) seperti yang diperintahkan Allah swt didalam Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 41 dan 42, dan semoga kita menjadi orang-orang yang mu’min. 

Mutiara Shubuh : Kamis, 06/01/00 (29 Ramadhan 1420H)

Sikap Mukmin Terhadap Orang Kafir

Secara harfiah KAFIR berarti TERTUTUP (cover bahasa kerennya), jadi orang kafir itu adalah orang yang menutup semua pintu hatinya dari ajaran-ajaran Allah swt, walaupun sudah diberitahu atau diperingatkan, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam Al-Qur’an: “Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan, mereka tidak juga akan beriman” (QS. 2:6). Nach bagaimana sikap kita dalam menghadapi orang-orang kafir ini?
Ada dua type orang kafir, yaitu yang diam dan kelihatan baik terhadap orang lain maupun terhadap orang muslim dan kemudian ada orang kafir yang secara frontal berusaha memusnahkan orang muslim.
Kepada orang kafir yang diam, Rasulullah saw mengajarkan kita untuk menghormati mereka dan selalu menjalin hubungan baik dalam pergaulan sosial. Hal ini dicontohkan rasulullah ketika beliau dan para sahabat sedang berkumpul, kemudian Rasulullah berdiri ketika sebuah rombongan lewat membawa jenazah dan jenazah itu adalah seorang Yahudi (kafir). Dan apatah lagi dengan orang yang hidup. Dan beliau juga menegah ummatnya untuk merusak rumah ibadah agama lain. Tetapi kita harus tetap selalu waspada terhadap mereka, karena Al-Qur’an memperingatkan kita terhadap sikap mereka terhadap orang muslim: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka……” (QS. 2:120)dan didalam ayat lain: “Hai orang-orang beriman, apabila kamu bertemu orang-orang yang kafir yang sedang menyerangmu, maka janganlah kamu membelakangi mereka (mundur)” (QS. 8:15).
Terhadap orang kafir yang secara terang-terangan hendak memusnahkan islam dari muka bumi ini sudah barang tentu harus dilawan dengan sikap yang tegas pula. Sesuai dengan firman Allah swt. : “Orang-orang yang beriman berperang di jalan Allah, dan orang-orang yang kafir berperang di jalan thaghut, sebab itu perangilah kawan-kawan syaitan itu, karena sesungguhnya tipu daya syaitan itu adalah lemah” (QS. 4:76).
Masih banyak sebenarnya hal-hal tentang orang-orang kafir yang perlu kita waspadai yang diterangkan didalam al-Qur’an jika kita ingin mempelajarinya, tetapi hendaknya setidaknya hal-hal yang disampaikan diatas dapat kita jadikan sebagai referensi awal untuk menetukan sikap kita terhadap orang-orang yang telah menuntup semua pintu komunikasi dan hatinya terhadap ajaran Ilahi ini.
Yaa Allah……tolonglah kami dari pada orang-orang kafir” (QS. 2:286).


Mutiara Shubuh : Jum’at, 07/01/00 (30 Ramadhan 1420H)

Kebiasaan Rasulullah saw Ketika Iedul Fitri

Ketika menghadapi hari yang fitri setelah sebulan lamanya berpuasa, Rasulullah tetap menjalani semua ibadah ritualnya seperti sebelumnya seperti shalat malam (Tahajjud) diikuti dzikir, membaca al-Qur’an hingga shalat Shubuh berjama’ah dsb. Ada beberapa kebiasaan yang dianjurkan Rasullullah saw dalam menyambut Iedul Fitri, antara lain:
-          Dianjurkan mandi besar seperti halnya mandi janabah.
-          Bercukur (rapih) dan memakai wewangian.
-          Sepulangnya shalat shubuh berjama’ah dianjurkan saling ma’af mema’afkan dengan keluarga dekat seperti orangtua termasuk mertua, anak dan khususnya istri/suami.
-          Berbuka/makan/sarapan sebelum berangkat shalat Ied.
-          Melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang dari shalat Ied.
-          Bertakbir, tahmid dan bertahlil ketika berangkat dari rumah hingga selesai shalat Ied.
-          Bersedekah dan berinfaq.
-          Mendengarkan khutbah Ied, walaupun oleh wanita yang dalam keadaan berhadash besar.
-          Dianjurkan untuk shalat Ied dilapangan (untuk siar) dan jika tidak hujan.
-          Rasulullah saw biasanya melakukan puasa Syawal pada besok harinya.
Begitulah beberapa anjuran dan kebiasaan Rasulullah saw dalam menghadapi Iedul Fitri.
Semoga kita dapat melakukan anjuran atau meniru kebiasaan beliau ini.
SELAMAT IEDUL FITRI (1 Syawal 1420H)
Taqabballlahu minna wa minkum, Mohon Ma'af lahir dan Bathin

Mutiara Shubuh : Senin, 10/01/00 (03 Syawal 1420H)

Shaum Syawwal

Ketika Ramadhan berlalu meninggalkan kita terasa sedih sekali. Bulan yang penuh berkah, rahmah dan maghfirah ini dimana segala amal ibadah kita dilipatgandakan oleh Allah swt pahalanya ini tidak dapat kita temukan diwaktu-waktu lain diluar Ramadhan. Dan bahkan didalam salah satu hadits Rasulullah saw pernah bersabda bahwa jika orang-orang tahu tentang keutamaan-keutamaan yang ada dibulan Ramadhan itu maka mereka akan mengharapkan sepanjang tahun itu menjadi bulan Ramadhan.
Alkisah dizaman Rasulullah saw, para sahabat bersedih karena ditinggalkan oleh Ramadhan. Didalam kesedihan itu Rasulullah saw diberi kabar gembira oleh Jibril bahwa ada shaum sunnah yang dapat dilakukan dibulan Syawwal yang pahalanya tidak kalah hebatnya, dan Rasulullah pun menyampaikan khabar gembira ini kepada para sahabat dan sejak itu dimulailah tradisi Shaum Syawwal selama enam hari yang biasanya dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat sejak hari kedua Syawwal hingga enam hari.
Redaksi hadits diatas disampaikan oleh Abu Ayub Al-Anshari r.a. ia berkata: “Rasulullah SAW bersabda: "Barangsiapa yang berpuasa Ramadhan, kemudian diikutinya puasa itu dengan puasa enam hari pada bulan Syawwal, maka pahalanya sama dengan puasa satu tahun" (HR Muslim).
Sahabat…. bagi kita yang merasa sangat sedih ditinggalkan Ramadhan, hal ini merupakan obat pelipur lara yang pahala yang diberikanpun tidak tanggung-tanggung sama dengan berpuasa selama satu tahun (yang mungkin kita tidak sanggup melakukannya).

Mutiara Shubuh : Selasa, 11/01/00 (04 Syawal 1420H)

Do’a yang terhalang karena memakan makanan yang haram

Terkadang atau bahkan sering kita berdo’a tetapi kok do’a kita tidak diijabah oleh Allah swt. Jika ini terjadi pada diri kita, hendaklah kita introspeksi diri apakah cara berdo’a kita sudah benar, ibadahnya sudah tekun atau apakah gerangangan aktifitas yang kita lakukan yang bertentangan dengan jalan Allah swt.
Didalam salah satu riwayat Rasulullah saw pernah mengatakan bahwa ada seorang musafir yang berdo'a tetapi tidak diijabah oleh Allah swt, padahal do’a seorang musyafir itu adalah salah satu do’a yang makbul. Rasulullah saw menyatakan bahwa do’anya tidak makbul karena musyafir itu telah memakan makanan yang haram, minuman yang haram, dan pakaiannyapun dari hasil yang haram pula, sehingga do’anya tidak dikabulkan oleh Allah swt. Jadi jelaslah bahwa makanan, minuman yang haram karena zatnya atau karena cara mendapatkannya akan menghambat do’a kita untuk dikabulkan oleh Allah swt. Ini dikarenakan oleh Allah swt itu Maha Suci dan tentunya Dia menyukai hal-hal yang bersih juga atau menerima harta yang suci dari hambanya.
Allah berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah”. (QS. 2:172). Di ayat lain juga Allah swt menyatakan “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS. 23:51).
Sahabat…. oleh sebab marilah kita berhati-hati dari mengkonsumsi makanan atau minuman yang haram dan mencari rezki dengan cara yang tidak terpuji atau bukan dijalan Allah yang tentunya akan menjadi darah dan daging didalam tubuh kita yang akan menghalangi makbulnya do’a kita dan konon hal ini juga membuat kita berat untuk beribadah dan mengingat Allah swt (dzikir). Dan bukan hanya itu saja, janganlah kita memakan hak orang lain bahkan hak anak yatim dan fakir miskin yang telah diberikan Allah swt melalui kita. Keluarkanlah hak-hak mereka itu melalui zakat, infaq dan sadaqoh dan Insya Allah diri kita akan bersih dari barang-barang yang haram dan hal ini akan membuat kita gampang dan gemar beribadah dan sudah barang tentu Allah swt akan menyukainya dan Insya Allah do'a-do'a kita pun akan diijabah olehNya.

Mutiara Shubuh : Rabu, 12/01/00 (05 Syawal 1420H)

Mendekatkan diri kepada Allah swt (I)

Didalam sebuah hadits qudsi Allah swt berfirman: “Ada diantara hamba-hambaKu yang dengan segala caranya berusaha untuk mendekatkan diri kepadaKu, sehingga Aku malu untuk tidak mencintainya”.
Sebagai seorang hamba Allah swt kita diwajibkan untuk mengabdi kepadaNya yang salah satunya melalui ibadah-ibadah yang mendekatkan diri kepadaNya. Tentang bagaimana cara mendekatkan diri kepada Allah, banyak sekali referensi-referensi yang dapat kita ambil seperti yang dicontohkan Rasulullah. Banyak sekali cara untuk mendekatkan disi kepadaNya, salah satunya adalah dengan dzikir, dan dzikir inipun banyak macamnya, shalat, membaca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil termasuk dalam bentuk dzikir dan banyak lagi macamnya. Nach dari bermacam-macam cara itulah hamba-hambaNya ini berusaha untuk mendekatkan diri kepadaNya. Ada yang dengan bersusah payah bangun malam melawan kantuk untuk bermunajat kepadaNya, dengan berbagai cara ia lakukan untuk bisa bangun. Dari memasang alarm hingga minum yang sebanyak-banyaknya sebelum tidur dengan harapan malamnya bisa bangun dengan dibangunkan oleh rasa ingin buang air kecil tersebut. Ada yang menjaga shalat-shalat wajibnya tepat waktu dan berjama’ah dimasjid dan juga tidak lupa melakukan shalat-shalat sunnah lainnya hingga ke hal yang kecil-kecil seperti menyingkirkan duri dari jalan, membersihkan kamar kecil masjid, Masya Allah….. Bermacam-macam cara yang ia lakukan demi hanya untuk mencari ridhoNya dan mendekatkan diri kepadaNya. Tidak heran jika hadits qudsi diatas terasa indah sekali terdengar dimana Allah swt menyatakan dengan kata “malu” untuk tidak mencintai hambanya yang selalu berusaha untuk dekat kepadaNya.
Semoga kita tergolong hamba-hamba Allah yang berusaha untuk mendekatkan diri kepadaNya dan Insya Allah akan menjadi hamba-hamba yang dicintaiNya dan tentu kita akan selalu mendapatkan petunjuk dariNya.

Mutiara Shubuh : Kamis, 13/01/00 (06 Syawal 1420H)

Mendekatkan diri kepada Allah swt (II)

Didalam salah satu hadits qudsi lainnya Allah swt berfirman: “Barang siapa yang mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta. Dan siapa yang mendekatiKu dengan berjalan, maka Aku akan mendekatinya dengan berlari”.
Ungkapan yang difirmankan Allah swt diatas merupakan perumpamaan bagaimana Allah swt sangat memperhatikan hambanya yang berusaha mendekatkan diri kepadanya. Dimana seberapapun perhatian yang diberikan oleh hambanya itu dibelas dengan yang lebih berlipat ganda. Perbandingan yang terkias dihadits diatas yaitu “sejengkal” dibalas dengan “sehasta” dan “berjalan” dibalas dengan “berlari” yang sesungguhnya mungkin hanya perumpamaan Allah saja bahkan perhatian Allah kepada hambanya yang mendekatkan diri kepadaNya ini justru jauh lebih besar dari seberapa yang kita bayangkan. Wallahualam………..
Berbahagialah sahabat yang selalu berusaha mendekatkan diri kepadaNya …………..

Mutiara Shubuh : Jum’at, 14/01/00 (07 Syawal 1420H)

Membaca Al-Qur’an dengan Suara Lantang atau Perlahan

Didalam salah satu hadits dari Uqbah bin Amr. ra, Rasulullah saw pernah bersabda: “Pembaca Al-Qur’an dengan suara keras adalah seperti pemberi sadaqah dengan terang-terangan, dan pembaca Al-Qur’an dengan perlahan-lahan adalah seperti pemberi shadaqah dengan sembunyi-sembunyi” (HR Thurmidzi, Abu Dawud, Nasai’ dan Al-Hakim)
Terkadang memberi shadaqah dengan secara terang-terang itu lebih baik, bila hal itu akan memberi semangat bagi orang lain untuk melakukan hal yang serupa atau untuk kemaslahatan dan juga orang tersebut mungkin sudah gemar bersadaqah karena dengan dilihat orang lain atau tidak dilihat orang lain dia itu akan selalu bershadaqah. Nach… begitu juga dengan membaca Al-Qur’an dengan suara yang lantang akan lebih baik bila diperuntukkan memacu semangat orang lain untuk membaca Al-Qur’an dan akan memberikan pahala bagi yang mendengarkannya. Tetapi jika dikhawatirkan akan timbul riya atau mengganggu orang lain (mungkin sedang shalat atau melakukan ibadah lain yang akan mengganggu konsentrasinya) maka membacanya dengan perlahan itu akan lebih baik.

Mutiara Shubuh : Senin, 17/01/00 (10 Syawal 1420H)

Saling Mengajarkan Al-Qur’an

Dari Abu Hurairah ra ia berkata: Rasulullah saw bersabda: “Tidaklah berkumpul suatu kaum dalam suatu rumah dari rumah-rumah Allah swt, mereka membaca kitab Allah, saling mengajarkan sesama mereka, kecuali ketenangan (sakinah) turun kepada mereka, rahmat menyirami mereka, para Malaikat mengerumuni mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka dikalangan Malaikat di sisiNya.” (HR Muslim dan Abu Dawud).
Kumpulan kaum yang membaca dan saling mengajarkan Al-Qur’an yang dimaksud hadits diatas bisa jadi sebuah pesantren, majlis ta’lim atau bahkan sebuah keluarga (rumah tangga) yang didalamnya terdapat orang-orang yang menghiasi tempat perkumpulan itu dengan bacaan-bacaan Al-Qur’an dan saling mengajarkannya diantara anggota perkumpulan atau keluarga mereka. Allah swt sangatlah menyenangi dan mencintai komunitas seperti ini hingga Ia mengutus malaikatnya menyertai majlis muzakarah ini dan sudah barang tentu dengan kedekatan mereka dengan Allah swt ini akan tercurahlah rahmat dan ketenangan dilingkungan mereka. Tiadalah hal yang lebih mulia dibanding menjadi hamba kecintaan Allah swt.
Semoga hadits diatas dapat memotivasi kita untuk lebih giat lagi mempelajari Al-Qur’an dan lebih lagi mungkin membentuk kelompok-kelompok pengkajian Al-Qur’an dilingkungan kita masing-masing. Apakah itu dilingkungan perumahan, masjid, mushollah, organisasi profesi, dikantor-kantor atau lewat jalur surat elektronik ini juga dapat dikatakan sebagai salah satu dari bentuk muzakarah modern yang Insya Allah juga mendatangkan ketenangan dan rahmat bagi kita.

Mutiara Shubuh : Selasa, 18/01/00 (11 Syawal 1420H)

Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” (QS. 3:110)
Ayat diatas adalah salah satu diantara ayat-ayat Allah yang menjelaskan bahwa ummat Islam itu adalah ummat yang palin mulia diantara ummat lainnya dan begitu juga dinyatakan didalam banyak hadits-hadits Rasulullah saw. Dan didalam ayat diatas Allah swt memberikan syaratnya yaitu selama kita berda’wah menyeru ummat kepada kebaikan dan menegah terhadap kemunkaran. Pada ayat diatas juga terlihat bahwa kata beriman kepada Allah itu didahului oleh tugas amar ma’ruf nahi mungkar, yang hal ini ditafsirkan oleh para ahli Tafsir bahwa iman sebenarnya sudah ada pada ummat-ummat terdahulu dan disinilah keistimewaan ummat nabi Muhammad saw yang ditugasi mengemban tugas amar ma’ruf nahi munkar. Jadi ayat diatas mengemukakan sedemikian pentingnya tugas dakwah ini.
Semoga kita semua diberi kekuatan oleh Allah swt dalam mengemban tugas ini. Dalam salah satu haditsnya Rasulullah saw menyatakan supaya kita dapat melawan segala kemunkaran yang kita lihat dengan tangan kita, dan kalau tidak bisa dengan lisan kita, dan kalau tidak bisa juga yach…. setidak-tidaknya dalam hati kita tidak menyetujuinya, tetapi yang terakhir ini adalah selemah-lemahnya iman.

Mutiara Shubuh : Rabu, 19/01/00 (12 Syawal 1420H)

Tujuh Golongan Orang Yang Dilindungi Allah di Hari Kiamat

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: “Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: “Tujuh golongan orang yang akan memperoleh naungan rahmat Allah swt pada hari kiamat kelak yang tiada naungan selain naungan Nya, yakni:
(1)    Pemimpin yang adil;
(2)   Pemuda yang rajin beribadah kepada Allah swt;
(3)   Laki-laki yang hatinya terpaut ke masjid;
(4)   Dua orang laki-laki yang saling mencintai semata-mata karena Allah, mereka berkumpul karena Allah dan berpisah semata-mata karena Allah;
(5)   Laki-laki yang digoda oleh wanita bangsawan lagi cantik tetapi ia berkata, “Sesungguhnya aku takut kepada Allah swt.”
(6)   Laki-laki yang bersedekah yang bersedekah secara sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya.
(7)   Laki-laki yang mengingat Allah ketika sendirian sehingga airmatanya keluar”
(HR Bukhari dan Muslim)
Nach bila kita ingin mendapatkan lindunganNya di hari akhir kelak hendaklah kita melaksanakan hal-hal diatas. Setidak-tidaknya kita adalah pemimpin didalam rumah tangga kita dan hendaklah kita berlaku adil terhadap anggota keluarga kita (anak, istri dsb). Memperketat dan mengencarkan ibadah kita. Memakmurkan mesjid disekitar kita. Bergaul dan bersahabat dengan orang-orang disekitar kita dan saling mengingatkan akan kebenaran dan sabar. Menghindari maksiat walaupun sudah didepan mata kita karena takut kepada Allah, menyisihkan sebahagian dari harta yang sebenarnya bukan hak kita melalui zakat, infak atau shadaqah. Serta selalu mengingat Allah dalam kondisi bagaimanapun.
Semoga kita tergolong didalam kelompok orang-orang yang terpilih diatas, setidak-tidaknya satu dari ciri diatas apatah lagi lebih dari satu sehingga Insya Allah kita akan mendapatkan lindunganNya di hari akhir kelak dimana tidak ada satupun yang dapat melindungi kita diwaktu itu, kecuali DIA…….  Amien….yaa Allah…. Amien yaa rabbal ‘alamin………..

Mutiara Shubuh : Kamis, 20/01/00 (13 Syawal 1420H)

Perbaharui iman dengan kalimah “Laa ilaha Illallah”

Didalam salah satu hadis yang diriwayatkan dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw pernah bersabda: “Perbaharuilah imanmu”. Ketika itu para sahabat kemudian bertanya: “Yaa.. Rasulullah, bagaimanakah caranya memperbaharui iman kami ?”, Seraya Rasulullah saw menjawab: “Hendaklah kalian memperbanyak ucapan LAA ILAHA ILLALLAH” (HR. Ahmad, Thabrani, Al-Hakim dan Abu Dawud)
Didalam sebuah hadits lain Rasulullah saw menggambarkan iman itu seperti kain, dimana rusaknya iman laksana kain yang tersobek-sobek dan lusuh hingga tidak bisa terpakai lagi, makanya perlu diperbaharui dan diganti dengan kain yang baru. Rusaknya iman kita disebabkan oleh perbuatan dosa yang kita perbuat. Semakin banyak dosa yang diperbuat semakin melemahkan kekuatan iman kita sehingga nur iman kitapun semakin melemah dan memudar.
Hati kita ini laksana cermin, sekali kita berbuat dosa atau maksiat maka cermin itu akan muncul atau melekat noda hitam yang sebanding dengan dosa yang kita perbuat. Semakin banyak dosa yang diperbuat semakin hitam pekatlah hati (cermin) itu dan bahkan akan menutupi semua permukaan cermin tersebut hingga hati tersebut tidak dapat menerima sinar kebenaran (Allah swt), apalagi memancarkan sinar kebenaran itu kembali ke orang-orang lain disekitarnya.
Nach… berdzikir itu laksana kita menyiram kaca tersebut dengan air, khususnya mengucapkan kalimat Thoyyibah seperti yang disabdakan Rasullulah pada hadits diatas. Makin banyak noda-noda yang menempel di cermin itu maka seharusnya makin sering dan makin deras air yang kita perlukan untuk membersihkannya hingga cermin itu menerima nur kebenaran secara sempurna dan tidak pelak lagi akan memancarkannya kesekelilingnya… LAA ILAHA ILLALLAH………..

Mutiara Shubuh : Jum’at, 21/01/00 (14 Syawal 1420H)

Menafkahkan Harta di jalan Allah

Jika kita simak firman Allah swt didalam Al-Qur’anul Karim: “Siapakah yang mau meminjamkan kepada Allah pinjaman yang baik, maka Allah akan melipat-gandakan (balasan) pinjaman itu untuknya, dan dia akan memperoleh pahala yang banyak.” (QS. 57:11), tidakkah kita tersentuh dengan kata “meminjamkan” diatas?.
Sungguh Maha Bijaksana Allah swt memakai kata “meminjamkan” terhadap hambanya yang menyisihkan sebahagian rizkinya di jalan Allah, padahal itu semua khan punyanya DIA. Bahkan kalau Allah maupun semua harta milik kita sekarang ini dapat diambilnya dalam sekejap. Dan tidak tanggung-tanggung lagi dimana Allah akan mengganti semuanya itu dengan yang lebih banyak bahkan berlipat ganda …… Subhanallah……….
Kalau kita ibaratkan menafkahkan harta kita dijalan Allah itu laksana menanam tanaman, tentu kita akan memilihkan benih yang baik dan unggul untuk mendapatkan hasil yang baik. Artinya kita menanamkan modal kita kepada Allah pun dari rizki yang baik dan halal, baik dari apa yang kita nafkahkan itu ataupun bagaimana cara kita mendapatkan harta tersebut. Sudah barang tentu harta yang bersih akan menghasilkan yang bersih pula. Nach… sekarang kalau sudah dapatkan benih yang bagus dan unggul tentunya setelah ditanam tentu perawatan, dipupuk dan disiram. Penyiram dari zakat, infaq dan sadaqoh ini adalah ikhlas, tidak riya. Berinfaq, zakat dan sadaqoh itu boleh terang-terangan bila hal ini digunakan untuk memacu semangat orang lain berinfaq, tetapi kalau khawatir riya, dengan sembunyi-sembunyi itu lebih baik.
Didalam ayat lain Allah menyatakan ganjaran bagi yang menafkahkan hartanya sebagai berikut: Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada tiap-tiap tangkai: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. 2:261)
Masya Allah….. Bank mana yang berani memberi bunga pinjaman sampai 70000% ??…

Mutiara Shubuh : Senin, 24/01/00 (17 Syawal 1420H)

Yang Paling Mulia

Pada suatu ketika Rasulullah saw sedang duduk-duduk dengan para sahabat, ada seorang lelaki melewati mereka dan Rasulullah bertanya kepada sahabat: "Bagaimana pendapat kalian tentang orang yang lewat tadi?". Salah seorang sahabat menjawab: "Yaa Rasulullah, dia berketurunan bangsawan. Jika ia melamar seorang perempuan dari kaum bangsawan juga, lamarannya tentu tidak akan ditolak. Kalau dia menganjurkan sesuatu tentu akan disetujui orang lain."
Rasululah dia dan tidak berkata sepatahpun. Tidak lama berselang seseorang lewat lagi dihadapan mereka, dan Rasulullah pun bertanya tentang pendapat sahabat tentang orang yang lewat tersebut. Merekapun menjawab: "Yaa Rasulullah orang itu adalah orang muslim yang miskin. Jika ia meminang seorang wanita, tentu akan sulit untuk diterima. Kalau dia menganjurkan sesuatu maka akan ditolak, tidak ada orang yang mendengarkannya."
Lantas Rasulullah saw bersabda: "Orang Habsyi yang kedua itu lebih baik dari yang pertama walaupun ia mempunyai dunia beserta isinya."
Kisah Rasulullah dan sahabatnya diatas menggambarkan bagaimana manusia memandang seseorang yang biasanya hanya memandang dari segi kedunianya saja (materialistis). Seorang bangsawan kaya terhormat tentu akan jauh lebih dipandang orang dibanding seorang yang tidak mempunyai apa-apa. Hal ini amat sangat jauh berbeda dengan paradigma agama (Allah) yang memandang memuliaan seseorang itu dari kedekatannya kepada Allah, yang paling bertaqwa diantara kitalah yang paling dimuliakan Allah, sesuai dengan firman Allah swt. ".....Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal (QS. 49:13)

Mutiara Shubuh : Selasa, 25/01/00 (18 Syawal 1420H)

Sabar Itu Tak Ada Batasnya

Didalam Al-Qur’an, Allah swt merangkaikan kata sabar dan shalat seiring seperti dalam ayat berikut: “Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu'” (QS. Al-Baqarah [2]:45) dan juga pada ayat 152 di surat yang sama. Diantara makna dari rangkaian dua kata ini adalah sabar didalam shalat (thuma’ninah) yang telah pernah kita bahas sebelumnya.
Makna lain yang dapat kita tarik lagi dari dua kata tersebut diantaranya adalah bahwa mengerjakan kedua perintah Allah ini adalah sangat berat jika kita tidak lakukan dengan sungguh-sungguh. Dan yang lebih penting adalah Allah swt memerintahkan kedua amalan ini tanpa ada batas waktu, yaitu shalat diwajibkan bagi setiap muslim dari ketika perintah shalat itu samapai kepadanya hingga ia meninggalkan dunia yang fana ini (wafat). Walau dalam kondisi apapun, apabila sedang sakit dan tidak dapat berdiri, maka ia dapat shalat duduk. Tidak bisa duduk, dapat dilakukan dengan berbaring atau tidur, hingga dengan isyaratpun harus kita lakukan. Begitu juga dengan sabar, dalam paradigma Al-Qur’an ini juga tanpa batas waktu, hingga akhir hayat dikandung badan nanti, khususnya ketika kita ditimpa oleh musibah. Jadi tidaklah pantas sebenarnya kita mengucapkan kata: “Sabar ada batasnya bung…”, karena sesungguhnya Allah swt selalu memerintahkan kita sabar. Semoga kedua hal ini dapat kita camkan dalam kalbu kita dan aplikasikan dalam kehidupan kita hingga dua hal ini juga akan menolong kita nantinya dan sudah barang tentu dan pasti itu juga datangnya dari Allah swt.

Mutiara Shubuh : Rabu, 26/01/00 (19 Syawal 1420H)

Beriman dan Beramal Shaleh

Kata shalih dalam kamus-kamus bahasa Arab artinya baik, bermanfaat, tidak merusak, saleh, tidak binasa, patut, yang baik, yang patut. Jadi setiap amal / perbuatan yang baik dan bermafa’at dan tidak merusak baik untuk dirinya ataupun orang lain berupa kemaslahatan untuk untuk semua makhluk di alam ini bisa dikatagorikan amal shaleh. Tetapi didalam kerangka ajaran Islam kita mengenal trilogi iman-ilmu-amal. Amal yang tidak disertai dengan keimanan yang benar bisa menjadi amal salah (sia-sia), bukan amal saleh, seperti disebutkan dalam surat 18:104: "Yaitu orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka telah berbuat sebaik-baiknya". Suatu amal saleh harus disertai dengan keimanan yang benar.  Orang yang saleh (yang mengadakan perbaikan) adalah orang yang mengerjakan amal-amal saleh. Orang-orang tersebutdidefinisikan sebagai:
- Orang yang berpegang teguh pada Al-Kitab (sesuai zamannya, sekarang Al-Qur'an), QS 7:170
- Tidak mempersekutukan Tuhan, QS 18:110
- Dalam barisan Nabi Muhammad, QS 48:29
Bangsa-bangsa yang sekarang berkuasa telah menggunakan dien-dien (sistem hidup) yang berdasarkan nafsu untuk mengelola bumi ini.  Hasilnya adalah kerusakan. Kerusakan moral, lingkungan etc.  Dalam membangun tanah air tercinta, ummat Islam secara tidak sadar ikut menggunakan dien-dien tersebut, sebagai contoh kapitalisme dalam membangun ekonominya, sehingga yang timbul adalah kerusakan jua. Bahkan lebih parah daripada di negara-negara Barat.  Karena itu marilah kita hadapkan ke dien (sistem hidup) yang lurus sebagaimana diperintahkan Allah dalam QS 30:30.
Jadi intinya bahwa manusia itu tidak hanya cukup dengan saleh saja tanpa iman atau iman saja tanpa amal saleh. Jadi harus kedua-duanya supaya bahagia dunia akhirat. Kalau yang tak beriman hanya saleh saja sudah pasti di neraka tempatnya, salehnya itu hanya dianggap sebagai perbuatan
baik dan tidak ingin mencapai ridhoNya jadi tidak sampai kepada Allah Ta'ala. Coba perhatikan Firman Allah Ta'ala: " Dan barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun perempuan sedang ia dalam keadaan beriman, maka mereka akan masuk surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab". (QS.40:40). Bagi mereka yang tak beriman / Musyrik segala amal perbutan mereka bagaikan debu yang beterbangan di hadapan Allah SWT, seperti dalam firmanNya: "Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan". (QS.25:23). Yang dimaksud dengan amal mereka disini ialah amal-amal mereka yang baik-baik yang mereka kerjakan di dunia Amal-amal itu tak dibalasi oleh Allah karena mereka tidak beriman.
Suatu usaha atau kerja ('amal) dapat dikatakan shalih jika dan hanya jika dilakukan sesuai atau dengan mematuhi sunnah Allah swt. yang dipatuhi seluruh 'alam ini yang biasa dikatakan ayat-ayat Kauniyah, karena dapat dibaca dengan mempelajari serta meneliti tabi'at 'alam ini sebagaimana dilakukan dalam ilmu Fisika, Kimia dan Matematika. Sedangkan Sunnah Allah swt. yang seyogyanya dipatuhi manusia yang mengaku Muslim, yang dikenal dengan istilah ayat-ayat Qauliyah tertera dalam Qur'an suci dan contoh teladan yang diberikan oleh rasullullah saw. Terbukti dalam praktek, bahwa siapapun yang melaksanakan sunnatullah ini, baik yang Kauniyah maupun yang Qauliyah dengan alasan apapun telah berjaya dalam hidup mereka mengelola 'alam ataupun masyarakat mereka.

Mutiara Shubuh : Kamis, 27/01/00 (20 Syawal 1420H)

Optimis

Ketika kita mengalami kegagalan demi kegagalan dalam usaha kita terkadang timbul rasa putus asa dan bahkan sampai berpikiran buruk sangka terhadap Allah yang tidak mau meberikan rahmatNya kepada kita. Tetapi Rasulullah saw mengingatkan kita supaya tidak berburuk sangka dengan apa yang diberikan Allah swt kepada kita (HR Muslim), dan lagi pula Allah swt kan sudah memberikan pengharapan kepada kita lewat firmanNya: “Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 39:53).
Surah Alam Nashrah (94) adalah salah satu dari ajaran Islam untuk selalu optimis dalam menghadapi suatu ujian/kesulitan. Didalam surat itu kita dianjurkan untuk bersungguh-sungguh melakukan semua usaha yang kita lakukan. Dan juga sampai dua kali Allah swt menyatakan bahwa “dibalik (sesudah) kesulitan itu pasti ada kemudahan” yang memberikan pengharapan bagi ummatNya yang bersungguh-sungguh. Jadi tidak ada alasan lagi bagi kita untuk berputus asa selagi kita selalu menggantungkan segala sesuatunya kepada Allah swt. Kita wajib berusaha dan bersungguh-sungguh melaksanakannya tetapi hasilnya hanya Allah – lah yang menentukannya. Tetapi ingat bahwa tidak ada kegagalan yang terus-menerus, begitulah janji Allah. Dan yakinlah bahwa segala usaha itu akan berhasil, tetapi hanya menunggu waktu. Allah Maha Tahu kapan masanya keberhasilan itu diberikannya kepada hambaNya.  

Mutiara Shubuh : Jum’at, 28/01/00 (21 Syawal 1420H)

Tasweer

Pada suatu ketika Rasulullah SAW berkata : Mereka yang membuat gambar (suwar) akan dihukum di hari kebangkitan, and akan dikatakan kepadanya , "Hidupkanlah apa yang telah engkau ciptakan" (HR Bukhari no 835, HR Muslim no.5268). Dari hadits ini, kita bisa mengetahui bahwa hadits ini secara tegas melarang membuat gambar yang mengandung nyawa. Rasulullah SAW memberitahukan kita bahwa mereka yang membuat gambar yang bersangkutan akan dihukum di hari kebangkitan dan diperintahkan untuk memasukkan nyawa ke dalamnya, yang mana jelas mereka tidak bisa melakukannya. Dan hukumannya akan tetap berjalan selamanya. Tetapi untuk suatu keperluan, seperti membuat X-RAY untuk kesehatan, kebutuhan yang sangat mendesak, hal ini dibolehkan. Dalam hal ini gambar yanng dibuat bukanlah menjadi suatu tujuan, seperti aturan di "Usool al-fiqh": " suatu keperluan mendesak membuat suatu yang dilarang menjadi dibolehkan". Derajat keperluan ditentukan oleh keadaan pada saat itu. Sesuatu yang lebih dari itu, dimana gambar dibuat untuk kebanggaan/pamer, menikmati gambar2 ini, adalah dilarang (haram).
Sementara itu di riwayat lain istri Rasulullah saw Siti 'A'isha ra ketika menyongsong kehadisan suaminya Rasulullah saw kembali dari suatu perjalanan dan waktu itu ia sedang menghiasi pintu dengan gorden (kain) bergambar kuda bersayap. Ketika itu Rasulullah saw memerintahkan saya untuk membuangnya dan ‘Aisyah menarik kain gorden itu. (HR Muslim). Sedangkan dalam versi Imam Ahmad: dinyatakan bahwa Rasullullah saw sendiri yang merobeknya.." Dari hadits ini, kenyataan bahwa larangan untuk memasang kain bergambar bukan hanya terbatas gambar-gambar yang akan disembah/sakral , tetapi gambar-gambar yang hanya sekadar untuk hiasan juga.
Jadi dari sikap-sikap Rasulullah saw tersebut diatas tentang halnya Tasweer ini, sudah jelaslah bagi kita bahwa hal itu dilarang. Dan sekarang hanya ketegasan kita yang diperlukan untuk mnurunkan lukisan-lukisan, photo-photo serta patung-patung yang dipajang dirumah kita sehingga kita tidak diminta Allah swt untuk memberi nyawa terhadap gambar-gambar tersebut dan menggantinya dengan ayat-ayat Allah yang berguna untuk mengingatkan kita. Dan hal ini juga tidak menghalangi kesenangan malaikat rahmat untuk memasuki rumah kita.

Mutiara Shubuh : Senin, 31/01/00 (24 Syawal 1420H)

3 Hal Yang Tidak Memutuskan Amalan

Rasulullah saw pernah bersabda: "Apabila anak Adam meninggal maka terputuslah segala amalnya kecuali tiga hal yakni: Sadaqah jariah atau ilmu yang dimanfa'atkan atau anak shalih yang selalu mendo'akannya" (HR Muslim dll dari Abu Hurairah ra)
Sadaqah jariah adalah merupakan suatu amalan yang dilakukan yang diperuntukan bagi masyarakat umum baik itu dalam bentuk finansial, materi, tenaga atau pikiran baik berbentuk sarana ibadah ataupun sarana umum, yang mana pahala amalannya itu akan terus tetap mengalir selama fasilitas tersebut masih digunakan untuk amalan yang baik. Menurut beberapa tafsir hadits, hal sebaliknya juga akan berlaku jika fasilitas yang dikembangkannya tersebut digunakan untuk amal yang tidak baik atau maksiat maka selama itu pulalah ganjaran buruk baginya.
Demikian juga halnya ilmu yang kita punyai, sejauh ilmu yang kita sampaikan bermanfa'at, maka selama ilmu itu dimanfa'atkan (tentunya untuk hal yang baik) maka selama itu pula pahala akan mengalir kepadanya. Menurut beberapa ahli tafsir hadits kebaikan juga bagi diberikan kepada penulis ilmu yang bermanfa'at selama orang-orang masih membaca dan mengamalkan dari apaya yang telah disampaikannya, demikian juga sebaliknya dengan amal yang buruk. 
Do'a dari anak-anak yang shaleh untuk orang tuanya merupakan salah satu do'a yang mustajab, dan akan selalu mengalir kepada kedua orang tuanya selama anaknya masih terus mendo'akannya walaupun kedua orang tuanya tersebut telah tiada. Salah satu do'a yang cukup populer yang ditujukan untuk orang tua kita adalah "Allahumma firlii waliwalidaiya warhamhuma kamaa rabbayani saghiraa" (Yaa Allah, ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangi aku diwaktu kecil).

Mutiara Shubuh : Selasa, 01/02/00 (25 Syawal 1420H)

Bergabung Bersama di Majlis Dzikir

Dari Abdurrahman bin Sahl bin Hanif, ia berkata: Pada suatu sa'at, ketika Rasulullah saw berada dirumahnya dan turunlah ayat kepada beliau yang artinya: "Dan bersabarlah kamu bersama dengan orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan kehidupan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingat Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas." (QS. Al-Kahfi [18]:28). Maka setelah menerima wahyu tersebut Rasulullah saw keluar untuk mencari orang-orang yang dimaksudkan dalam ayat tersebut. Kemudian beliau menjumpai sekelompok orang yang sedang sibuk berdzikir. Ketika Rasulullah saw melihat mereka, beliaupun duduk bersama mereka dan bersabda, "Segala puji bagi Allah, yang telah menciptakan diantara ummatku orang-orang yang menyebabkan aku diperintahkan duduk bersama mereka." (HR Thabrani)
Banyak sekali ayat-ayat didalam Al-Qur'an yang memerintahkan kita untuk selalu mengingat Allah swt (dzikir) yang menandakan bahwa ingat Allah itu adalah suatu kewajiban bagi kita yang diciptakan oleh Allah swt untuk mengabdi kepadaNya. Hadits diatas yang mengutip salah satu diantara ayat-ayat tersebut, kembali mengingatkan kepada kita untuk selalu mengingat Allah swt dengan menghadiri dan bergabung dengan kelompok orang-orang yang selalu mengagungkan Allah dan berusaha untuk menghindari perkumpulan-perkumpulan yang menyeret kita ke alam keduniawian yang mengalihkan perhatian kita dari ingat Allah, dan bahkan terjerumus ke sarang-sarang syetan.

Mutiara Shubuh : Rabu, 02/02/00 (26 Syawal 1420H)

Hak Kewajiban Muslim Terhadap Sesama Muslim

Dalam salah satu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw pernah bersabda bahwa ada lima hak kewajiban yang patut diperhatikan oleh seorang muslim terhadap sesama muslim yang lainnya yakni:
Pertama: menjawab salam. Salam merupakan do'a yang disampaikan oleh seorang muslim terhadap saudaranya yang lain ketika bertemu, baik ketika langsung bertatap muka ataupun lewat media lainnya seperti telepon, televisi, radio ataupun media tulisan. Rasulullah saw menyatakan bahwa menebarkan salam baik kepada orang yang dikenal maupun yang tidak dikenal merupakan salah satu ajaran islam yang terbaik yang sangat bernuansa sosial disamping memberi makan orang yang lapar (fakir miskin). Sungguh indah sekali rasanya jika kita terapkan saling menebarkan salam ini diantara kita kaum muslimin yang artinya saling mendo'akan atas keselamatan saudaranya.... indah sekali... indah sekali ajaran Islam ini. Yang kecil mengucapkan salam kepada yang lebih tua serta dijawab oleh yang tua, yang datang mengucapkan salam kepada yang didatangi dan yang didatangipun menjawab salamnya, yang berjalan memberi salam kepada yang duduk / diam, yang berkendaraan memberi salam kepada yang berjalan dan seterusnya. Dan bahkan Rasulullah saw pernah menyatakan bahwa yang memberi salam lebih dahulu adalah yang terbaik.
Kedua: menjenguk saudara kita yang sedang sakit yaitu menghiburnya, mendo'akannya supaya kembali diberikan kesehatan yang cukup. Rasulullah saw bahkan bukan hanya menjenguk saudara seiman beliau yang sakit tetapi yang tidak seimanpun beliau jenguk, seperti yang diriwayatkan oleh salah satu hadist yang menyatakan bahwa Rasulullah saw menjenguk seorang Yahudi yang sakit dan menganjurkan kepadanya untuk masuk Islam maka masuklah Yahudi yang sakit tersebut kedalam agama Islam karena tersentuh dengan akhlaq Rasulullah tersebut.
Ketiga: menyelenggarakan mayyit, yaitu mulai dari memandikannya, mengafaninya, men-sholat-kannya hingga mengantarkan serta menguburkan jasadnya ditempat peristirahatan jasadnya yang terakhir. Tetapi setidak-tidaknya kita berta'ziah kepada keluarga beliau dengan mengucapkan belasungkawa atas wafatnya beliau serta memberikan hiburan dan nasihat kepada sanak keluarga yang ditinggalkannya.
Keempat: memenuhi undangan, baik itu undangan lisan maupun undangan tertulis. Banyak diantara kita masih meremehkan tentang undangan ini. Dan bahkan kita juga tidak jarang menyatakan kata "Insya Allah" untuk menolaknya, padahal kata yang kita sebutkan tersebut adalah merupakan kata janji seorang muslim bukan hanya untuk yang mengundang tetapi bahkan berjanji kepada Allah swt. Jika kita benar-benar tidak dapat menghadirinya katakanlah yang sebenarnya dan mintalah ma'af sebagai kata penyesalan bahwa kita mungkin tidak dapat memenuni undangan tersebut.
Kelima: mendo'akan orang yang bersin (bangkis). Ketika seseorang muslim selesai bersin biasanya beliau mengucapkan pujian kepada Allah swt (Alhamdulillah) dan setelah itu hendaklah kita do'akan semoga beliau mendapatkan rahmat dari Allah swt (Yarhamukallah).
Semoga lima hal yang sangat amat islami diatas dapat kita hidupkan dalam kehidupan kita yang selama ini mungkin terlupakan dan bahkan banyak diantara kita yang menganggap remeh persoalan-persoalan diatas. Semoga Allah swt selalu membimbing kita untuk selalu berjalan di-shirot yang diridhoiNya.... amien.......

Mutiara Shubuh : Kamis, 03/02/00 (27 Syawal 1420H)

Menggemarkan Menyampaikan Ilmu

Dari Ibnu Mas'ud ra, ia berkata: aku mendengar Rasulullah saw bersabda: "Semoga Allah melimpahkan ni'mat-Nya kepada seseorang yang mendengar sesuatu dari kami kemudian dia menyampaikannya sebagaimana dia mendengarkannya, boleh jadi orang yang menerima penyampaian itu lebih mengerti dari orang yang mendengar (langsung)" (HR Abu Dawud, Thurmidzi, Ibnu Hibban).
Hadits diatas mendorong kita untuk gemar menyampaikan ajaran-ajaran islami yang kita dapatkan baik langsung secara lisan maupun melalui media tulisan, dan setidak-tidaknya kita sampaikkan kepada keluarga kita sendiri sebagaimana yang disabdakan Rasulullah lewat hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari danMuslim dari sahabat Ali ra: "Ajarkanlah kebaikan kepada keluarga kalian". Hadits ini merupakan aplikasi dari firman Allah dalam surah At-Tahrim ayat 6 : "Peliharalah diri dan keluargamu dari api neraka".
Semoga stimulan ini dapat menggemarkan kita untuk menyampaikan kebaikan dan mengamalkannya pada sisa umur kita ini, setidak-tidaknya kita dapat menjadi da'i untuk diri kita dan ditengah keluarga kita sendiri, syukur-syukur dapat menyampaikan kepada lingkup yang lebih besar lagi dan denagn itu semoga ni'mat Allah swt selalu dilimpahkan kepada kita semua, sejalan dengan do'a Rasulullah saw terhadap orang-orang yang menyampaikkan ajaran-ajarannya.


Mutiara Shubuh : Jum’at, 04/02/00 (28 Syawal 1420H)

Memuliakan Tamu

Pada suatu ketika Rasulullah saw pernah bersabda: "Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, hendaklah ia memuliakan tamunya” (HR Bukhari dan Muslim).
Hadits diatas mengingatkan kita akan kegemaran para sahabat dalam menjamu tamunya, dan bahkan ketika Rasulullah saw menawarkan untuk menjamu seorang tamunya, para sahabatpun berebut untuk membawa tamu tersebut kerumahnya masing-masing. Tidak hanya sahabat yang hidup berkecukupan yang melakukan hal ini, bahkan dalam salah satu riwayat bahkan ada yang berusaha untuk menahan perutnya dan keluarganya demi untuk memuliakan tamu mereka. Didalam menjamu tamu hendaklah kita jangan memilih-milih atau kita hanya mau menjamu tamu yang bersih atau kaya saja, bahkan Rasulullah menegaskan dalam salah satu haditsnya bahwa menjamu (memberi makan) orang yang lapar (fakir/miskin) merupakan salah satu hal yang sangat mulia dalam ajaran Islam.
Semoga sifat / kegemaran Rasulullah saw dan para sahabat ini dapat tersalur kepada kita semua, sehingga kita dapat memenuhi salah satu kriteria orang yang beriman menurut hadits diatas.

Mutiara Shubuh : Senin, 07/02/00 (01 Dzulkaidah 1420H)

Anjuran Shalat Sunnah Ketika Memasuki Masjid

Dari Abu Hurairah ra berkata bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: “Jika seorang masuk ke masjid maka janganlah duduk sehingga melakukan shalat dua rakaat.” (HR. Abu Laits Assamarqandi)
Hadits diatas mengingatkan kita kembali atas disunnahkannya kita untuk melakukan shalat dua raka’at ketika memasuki masjid dan bahkan menegah kita untuk duduk sebelum kita melakukan shalat sunnah ini. Para ahli tafsir hadits berpendapat bahwa yang dimaksud dari hadits diatas adalah shalat Tahiyatul Masjid. Ada juga diantaranya berpendapat bahwa bisa jadi yang dimaksud adalah shalat sunnah tahiyatul masjid, atau sunnah rawatib atau shalat sunnah-sunnah yang lainnya. Angka dua raka’at diatas merupakan angka minimal yang disunnahkan Rasulullah saw, sedangkan batasnya tidak ada, hingga melakukan shalat wajib berjama’ah kita boleh shalat-shalat sunnah yang lainnya. Marilah kita menggemarkan untuk shalat-shalat sunnah karena salah satu ciri orang-orang yang ikhlas beribadah kepada Allah swt itu dapat dilihat dari kesungguhannya mengerjakan amalan-amalan sunnah dan sudah barang tentu setelah menunaikan amalan wajibnya.

Mutiara Shubuh : Selasa, 08/02/00 (02 Dzulkaidah 1420H)

Bertaubat

Dalam Surah An-Nur ayat 31, Allah swt berfirman: “…Dan bertaubatlah kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung. (QS. 24:31). Yang mana perintah taubat ini diperintahkan kepada kita terhadap perbuatan-perbuatan kita yang melanggar batas halal dari Allah atau melanggar larangannya baik yang besar apalagi yang besar.
Jangankan kita yang muslim biasa ini Rasulullah saw saja melakukannya setiap hari bahkan sampai berpuluh hingga beratus kali, padahal kita tahu bahwa Rasulullah saw sebagai manusia pilihanNya yang sangat amat minim sekali berbuat kesalahan, apatah lagi kita yang orang biasa ini. Hal ini dapat kita rujuk pada hadits dari Abu Hurairah ra yang menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: “Demi Allah, sesungguhnya saya membaca istighfar (minta ampun) dan bertobat kepada Allah tiap harinya lebih dari tujuh puluh kali” (HR. Bukhari). Dan hadits diatas dikuatkan oleh hadits berikut dari Al-Agharr bin Yassar Al-Muzani ra yang menyatakan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda: “Hai sekalian manusia, bertobatlah kamu kepada Allah, dan beristighfar (minta ampun) kepada-Nya, maka sesungguh aku bertobat istighfar tiap hari seratus kali (HR Muslim).
Sungguh sangat amat sombong sekali rasanya jika kita tidak menyadari kesalahan-kesalahan yang telah kita perbuat dan apalagi kita tidak cepat-cepat minta ampun dan bertobat, padahal dengan tobat yang sungguh-sungguh akan diampuni Allah swt dan tentu ganjaran yang tidak pernah kita bayangkan sebelumnya, hal ini dijanjikan Allah swt dalam Al-Qur’an: “Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Rabb kamu akan menutupi kesalahan-kesalahanmu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai……".(QS. 66:8)
“Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada Rabbmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus-menerus) kepadamu sampai kepada waktu yang telah ditentukan…….”(QS. 11:3)
Semoga hal ini dapat mengetuk hati kita untuk memperbanyak istighfar (minta ampun) atas dosa-dosa kita dan berjanji tidak akan mengulanginya kembali di masa mendatang.

Mutiara Shubuh : Rabu, 09/02/00 (03 Dzulkaidah 1420H)

Ilmu Bagi Orang Yang Beriman

Dalam Surah Al-Fathir ayat 28, Allah swt berfirman: “….Sesungguhnya yang takut kepada Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama (orang yang berilmu)..”. Didalam ayat tersebut dinyatakan bahwa orang yang beriman yang berilmu itu sangatlah takut kepada Allah swt, karena bagi mereka ilmu adalah karunia-Nya dan sekaligus merupakan ujian. Dan juga bagi mereka ilmu itu adalah alat bagi manusia untuk menjalankan tugas dari Allah sebagai khalifah dimuka bumi ini. Keyakinan seperti inilah yang menjadikan mereka tidak sombong dan bangga diri, justrusebaliknya mereka bertambah tunduk, ta’at dan takut kepada Allah swt atau bertambah tawaddu’. Semakin banyak ilmunya maka semakin tunduklah ia, yaitu laksana padi semakin berisi semakin merunduk.
Orang beriman dan berilmu seperti ini yang biasanya kita sebut sebagai Ulil Albaab. Salah satu dari ciri mereka adalah kegetolan mereka dalam mempelajari ilmu-ilmu yang datangnya dari Allah swt. Baik melalui firma-firman Allah yang bersifat tertulis melalui Al-Qur’an maupun yang bersifat hasil ciptaan-Nya dengan mengamati gejala-gejala dan rahasia alam yang diyakininya sebagai kebesaran Allah. Maka dengan pengetahuan mereka tersebut mereka semakin medekatkan diri kepada Allah swt, selain berfikir dan berdzikir menyebut asma-Nya. Kepada mereka Allah swt berseru: “…maka bertaqwalah kepada Allah hai orang-orang yang mempunyai akal; (yaitu) orang-orang yang beriman. Sesungguhnya Allah telah menurunkan peringatan kepadamu. (QS. 65:10)
Kemudian Allah berfirman: “……. niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:11).
Semoga hal yang singkat ini dapat menambah animo kita dalam mempelajari ilmu-ilmu yang datangnya dari Allah swt ini, baik yang tertulis (Al-Qur’an), tercipta (Alam Raya) maupun yang hidup melalui sunnah Rasul-Nya, hingga derajad kita ditinggikan dari orang-orang yang beriman lainnya….. amien …….

Mutiara Shubuh : Kamis, 10/02/00 (04 Dzulkaidah 1420H)

Petunjuk Allah

“Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus” (QS. 24:46), banyak sekali ayat-ayat yang senada dengan ayat diatas yaitu yang menyatakan bahwa Allah swt akan memberikan petunjuk pada orang-orang yang dikehendakinya.
Secara syariah sebenarnya petunjuk itu sudah diberikan oleh Allah swt melalui Al-Qur’an yang diturunkan melalui Rasul-Nya dan disertai Sunnah Rasulullah dan kejadian alam dan segala isinya dapat dikategorikan kepada petunjuk yang diperlihatkan oleh Allah swt secara fisik. Dan sekarang masalahnya apakah petunjuk yang tersedia itu telah kita perhatikan, tela’ah dan pelajari hingga dapat menjadikan hidup kita lebih baik dan dekat kepada-Nya.
Begitu juga hidayah yang untuk beramal bahkan untuk mendapatkan hidayah Islam bagi orang yang sebelumnya belum menganut ajaran islam. Hal ini tergantung perhatian dari individu itu sendiri memperhatikan hidayah tersebut.
Sebagai contoh, ada seorang Jepang (non-muslim) yang telah mendapatkan hidayah untuk masuk Islam, karena keingintahuannya akan perilaku seorang bawahannya yang diamatinya sangat unik, sehingga memancingnya untuk bertanya dan diapun mendapatkan jawaban yang dapat menariknya untuk memeluk agama Islam. Ceritanya ketika melakukan suatu survey pemetaan didalam suatu hutan, dia melihat kegiatan bawahannya tersebut yang menurutnya cukup unik. Maklumlah didalam hutan segalanya serba darurat, bawahannya yang beragama Islam tersebut melakukan shalat terkadang dengan berwhudu', terkadang tayamum, terkadang melakukannya dijama’ serta diqasar dsb. Ketika beliau bertanya kenapa kok dilakukan seperti itu, sang bawahan menjawab bahwa didalam Islam melakukan ibadah itu sangat fleksibel sifatnya terhadap keadaan kita. Ada kalanya kita diberi hadiah untuk melakukan ibadah dengan keringanan-keringanan yang pahala tetap sama besarnya dan bahkan terkadang lebih besar. Mendengar itu dia merasakan alangkah menarik dan indahnya agama yang dianut oleh bawahannya tersebut, tidak seperti yang didengarnya selama ini yaitu Islam identik dengan Timur Tengah dan Teroris padahal dia tidak tahu bahwa itu hanya propaganda kaum kafir belaka. Sehingga pada sa’at itu dia mengucapkan shahadat dan memeluk agama Islam. Kita lihat masuknya kedalam Islam ini adalah hidayah dari Allah swt yang juga tidak lepas dari pengamatan dan perhatiannya terhadap tingkah laku bawahannya yang Islam tadi serta juga penerangan (da’wah) yang mengena dari bawahannya tersebut.
Sebenarnya banyak lagi contoh-contoh orang yang mendapat hidayah untuk memeluk Islam sebagai agamanya dikarenakan perhatiannya terhadap ajaran Islam dan korelasinya terhadap gejala-gejala alam. Singkat kata yaitu mereka yang mendapatkan petunjuk itu adalah orang yang berfikir. Semoga kita termasuk orang-orang yang diberi petunjuk oleh Allah swt dan diberikan kekuatan untuk menolak segala sesuatu yang diluar jalur-Nya.
Allah swt berfirman dalam Al-Qur’an: “Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (QS. 2:269).

Mutiara Shubuh : Jum’at, 11/02/00 (05 Dzulkaidah 1420H)

Shalat Sunnah Dhuha (II)

Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Kekasihku Rasulullah saw telah berwasiat kepadaku dengan puasa tiga hari setiap bulan, dua raka’at dhuha dan witir sebelum tidur” (Bukhari, Muslim, Abu Dawud).
Wasiat Rasulullah saw kepada kita melalui sahabat diatas menunjukkan sebagaimana pentingnya shalat dhuha bagi ummatnya, yang mana pada hadits lain disebutkan dapat sebagai pengganti sadaqah yang diwajibkan kepada setiap sendi dibagian tubuh kita. Sementara itu Thurmidzi, Nasa’I dan Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hal yang sama dengan tambahan bahwa yang melakukan hal-hal tersebut diatas merupakan ciri-ciri orang yang bertaubat.
Tetapi bila kita tela’ah jadwal shalat yang diwajibkan kepada kita, jarak antara setiap shalat itu kurang dari tiga jam kecuali antara isya dan shubuh dan shubuh dan dzuhur, hal ini tentunya diperuntukkan oleh Allah bagi hambanya untuk istirahat pada malam hari dan mencari nafkah pada siang harinya. Dan alangkah maha bijaknya Dia yang memberikan hadiah bagi hambaNya yang ingin lebih mendekatkan diri kepadanya yaitu dengan adanya shalat dhuha diantara shubuh dan dzuhur, shalat tahajjud diantara isya’ dan shubuh. Kedua-duanya diberikan ganjaran yang berlipat ganda oleh Allah swt.

Mutiara Shubuh : Senin, 14/02/00 (08 Dzulkaidah 1420H)

Meniru Kebudayaan Kaum Kafir

Hingga sa’at sekarang ini banyak sekali budaya-budaya kafir yang merajalela di negara-negara muslim dan hal ini yang menggerogoti iman kita sebagai seorang muslim. Kita tidak sadar bahwa iman kita perlahan-lahan dilolosi dari hati kita. Seperti kalau dokter menyuntikkan obat bius ke anggota badan kita, dan memotong anggota badan tersebut, kita tidak terasa. Ini disebabkan karena intrik-intrik syeitan yang selalu menghembus-hembuskan kemaksiatan kedalam hati kita melewati kaum kafir dengan ejekan sebagai kaum yang tertinggal (kolot) jika tidak mengikuti kemajuan jaman dan bahkan kita dikatakan tidak maju/modern jika kita tidak mengikuti kebudayaan tersebut.
Dan inilah sesungguhnya yang diinginkan oleh kaum kafir yang notabene dimotori oleh bangsa barat terhadap kita kaum muslimin, yang mana hal ini sebenarnya beratus-ratus tahun yang lalu telah diingatkan Allah swt kepada kita melalui Rasul-Nya, sebagaimana tertera dalam surat Al-Baqarah [2] ayat 120 : “" Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama (kebiasaan) mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang sebenarnya)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu."
Banyak sekali kebiasaan kaum kafir lainnya yang sudah barang tentu tidak sesuai dengan akidah kaum muslimin dan sangat cepat mewabahnya dikalangan masyarakat kita yang pada umumnya bersifat glamoria, pesta pora yang sudah tentu akan menjauhkan kita dari mengingat Sang Pencipta seperti: Memperingati Ulang Tahun, Menyambut Tahun Baru Masehi, Millenium Baru, Thanksgiving Day, Halloween, dan yang paling hangat sa’at ini adalah Valentine’s Day.
Sesungguhnya semua kegiatan-kegiatan yang diatas itu adalah dilarang dalam ajaran agama Islam sebagaimana yang pernah diingatkan oleh Rasulullah saw dalam salah satu haditsnya: "Barang siapa meniru kebiasaan orang kafir , dia adalah termasuk golongan itu.." (HR Bukhari).
Semoga hal ini mengingatkan kita untuk tidak meniru-niru cara hidup orang-orang kafir ini dan kita juga diberi kekuatan oleh Allah swt untuk menolaknya sehingga kita tidak dicap sebagai termasuk sebagai orang kafir sebagaimana yang telah diingatkan oleh Rasulullah saw diatas.

Mutiara Shubuh : Selasa, 15/02/00 (09 Dzulkaidah 1420H)

Klarifikasi Terhadap Suatu Masalah (Tabayyun)

Ketika kita mendengar suatu berita, hendaklah jangan langsung kita telan mentah-mentah berita yang kita terima tersebut. Kebenaran suatu berita terkadang tidak dapat dipertanggung jawabkan. Bisa jadi berita tersebut benar dan juga tidak tertutup kemungkinan bahwa berita tersebut hanya isu murahan yang hanya bohong belaka. Karena itu hendaklah kita meng-klarifikasi dahulu atas segala berita yang kita terima, apalagi berita tersebut menyangkut hal yang sangat penting baik untuk kehidupan kita pribadi, apalagi menyangkut dalam hubungan kemasyarakatan.
Allah swt telah memperingatkan kita akan hal ini dengan firman-Nya: “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti, agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. 49:6)
Sementara diayat lain Allah swt juga mengingatkan: “Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggunganjawabnya. (QS. 17:36)
Kehati-hatian dan ketelitian dalam menerima suatu kabar / berita itu akan menghindarkan kita dari perbuatan memfitnah dan ghibah (bergunjing), apalagi yang kita pergunjingkan itu adalah saudara kita sendiri (sesama muslim). Didalam Al-Qur’an dinyatakan bahwa hal tersebut sama saja halnya kita memakan bangkai saudara kita sendiri.
“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yaang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 49:12)
Jadi dari beberapa firman Allah swt diatas jelaslah bahwa berhati-hati, meneliti serta check and re-check terhadap suatu masalah atau berita yang kita terima adalah merupakan kewajiban kita dan juga kita harus ingatkan kepada saudara kita yang lainnya.
Semoga Allah swt selalu membimbing kita semua ke arah jalan yang benar dengan menunjukkan segala sesuatu yang benar itu nyata benarnya. Serta memperlihatkan yang bathil itu nyata benar kelihatan bagi kita kebathilannya dan semoga Allah swt juga menggiring kita untuk menjauhi hal tersebut sejauh-jauhnya.

Mutiara Shubuh : Rabu, 16/02/00 (10 Dzulkaidah 1420H)

Dirikanlah Shalat

Banyak sekali firman-firman Allah didalam Al-Qur’an tentang perintah mendirikan shalat, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa kedudukan shalat sebagai inti ibadah ummat islam ini sangatlah amat penting. Rasulullah saw pernah bersabda bahwa shalat itu adalah salah satu dari lima tiang dari agama Islam, dan jika kita mendirikan shalat berarti kita menegakkan agama Islam dan begitu juga sebaliknya jika meninggalkannya berarti akan merubuhkan akidah kita sebagai seorang muslim. (HR Bukhari dan Muslim). Didalam hadits lainpun Rasulullah pernah menegaskan bahwa batas atau pemisah dari seorang muslim dengan kekufuran adalah ketika ia meninggalkan shalat (HR Muslim). Jadi sangatlah terlihat disini bahwa Shalat itu adalah inti dari ibadah seorang muslim.
Salah satu hakikat dari shalat itu adalah mengingat (dzikir) Allah swt dan berdo’a. Shalat adalah merupakan salah satu bentuk dzikir yang paling baik dan sempurna. Dimana kita selalu mengingat-Nya ketika lagi berdiri, ruku’, sujud dan duduk. Diharapkan dengan shalat ini kita akan selaku ingat dengan Allah dan tentu akan menghindarkan kita dari perbuatan-perbuatan yang tidak berguna baik terhadap diri sendiri (fahsya/keji) maupun yang berdampak kepada orang lain (mungkar). Bukankah Allah swt telah berfirman dalam Al-Qur’an:  “….. dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar…...” (QS. 29:45)
Nach… jika telah merasa melaksanakan kewajiban shalat dan tetapi masih melakukan perbuatan yang tidak baik terhadap diri kita ataupun terhadap orang lain, atau dengan kata lain ibadah rajin maksiat tekun, itu patut kita pertanyakan diri kita masing-masing.
Sudahkah kita mendirikan shalat dengan benar dan baik ??

Mutiara Shubuh : Kamis, 17/02/00 (11 Dzulkaidah 1420H)

Sikap Mukmin Terhadap Orang Yang Fasik

Didalam Al-Qur’an, orang yang fasik itu dinyatakan sebagai orang yang berada diantara kekafiran dan orang mu’min. Yaitu orang yang diberi petunjuk oleh Allah swt (dengan Al-Qur’an) tetapi mereka berpaling terhadapnya. Atau secara gamblang dapat dikatakan bahwa dia mengaku sebagai muslim tetapi tetap ngotot dengan maksiatnya dan bahkan mengajak ke arah yang dilarang Allah swt tersebut.
Golongan orang seperti ini sangatlah berbahaya, karena mereka bersikap seperti bunglon. Bahkan lebih berbahaya dari orang kafir sendiri. Orang kafir biasanya terang-terangan menyatakan dirinya tidak percaya kepada Allah swt dan segala ajaran Islam, dan sudah tentu kita bisa selalu berlaku waspada terhadap serangan akidah, kebudayaan dsb dari mereka. Tetapi orang fasik itu lebih parah, mereka seperti onak dalam daging atau penyakit yang menular, tidak tampak atau samar tetapi dapat mempengaruhi orang sekitarnya berbuat maksiat.
Didalam Al-Qur'an orang fasik ini adalah juga disebut orang munafik. “Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan-perempuan, sebagian dari sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka mengenggam tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik.” (QS. 9:67).
Lantas bagaimana sikap kita menghadapi orang fasik ini ??
Al-Qur’an memberikan petunjuk bagi kita untuk selalu menegakkan yang benar dan melawan segala kemungkaran. Disamping itu Rasulullah saw mengajarkan kita melalu haditsnya untuk melawan setiap kemungkaran yang kita lihat dengan kekuasaan kita (dengan tangan), dan jika tidak sanggup boleh dengan lisan (perkataan), dan bila tidak mempan juga maka setidak-tidaknya kita menolaknya dalam hati, tetapi Rasulullah menyatakan hal yang terakhir itu adalah selemah-lemahnya iman.
Ada satu do’a yang dipanjatkan oleh Nabi Musa as kepada Allah swt dalam menghadapi orang yang fasik ini “………. Ya Rabbku, aku tidak menguasai kecuali diriku sendiri dan saudaraku. Sebab itu pisahkanlah antara kami dengan orang-orang yang fasik itu". (QS. 5:25).
Amien………..

Mutiara Shubuh : Jum’at, 18/02/00 (12 Dzulkaidah 1420H)

Menjaga Diri dan Keluarga dari Api Neraka

Didalam Al-Qur’an, Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa ang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (QS. 66:6).
Ayat diatas sebenarnya adalah perintah Allah swt untuk selalu mengikuti syariat agama Islam dengan melakukan segala apa yang diperintahkan Allah swt dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Memelihara diri bermakna menjaga keutuhan iman kita untuk selalu berada dijalan-Nya, tetapi bukan hanya kita diperintahkan untuk memperhatikan diri sendiri tetapi kita juga diwajibkan untuk mengingatkan dan membimbing anggota keluarga kita untuk juga melalu jalan yang benar bersama-sama kita. Dan ini harus kita ingat benar bahwa mengingatkan dan menjaga /memelihara keluarga dari berbuat mungkar dan mengajak untuk berbuat ma’ruf adalah haknya mereka. Jika pada hari hisab nanti katakanlah kita mempunyai amalan yang cukup, tetapi kita tidak pernah menyampaikannya kepada keluarga kita (khususnya anak dan istri) maka mereka nanti akan menuntut kita karena tidak pernah diajak dan diperingatkan. Maka jadi orang yang bangkrutlah kita di hari akhir kelak.

Mutiara Shubuh : Senin, 21/02/00 (15 Dzulkaidah 1420H)

Esensi Waktu Dalam Paradigma Islam

Waktu adalah seluruh rangkaian saat yang telah berlalu, sekarang, maupun yang akan datang. Al-Quran memerintahkan umatnya untuk memanfaatkan waktu semaksimal mungkin, bahkan dituntunnya umat manusia untuk mengisi seluruh 'ashr (waktu)-nya dengan berbagai amal dengan mempergunakan semua daya yang dimilikinya. Bukankah Allah swt berfirman dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56: “Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah kepada-Ku”. Dalam ayat ini juga ditegaskan bahwa Al-Quran menuntut agar kesudahan semua pekerjaan hendaknya menjadi ibadah kepada Allah, apa pun jenis dan bentuknya.
Dalam surah Al-Ashr Allah swt bersumpah: "Demi ashr (waktu) semua manusia berada dalam kerugian." Kerugiannya adalah karena tidak menggunakan ashr (waktu) , dan kerugian tersebut seringkali baru disadari pada waktu asar (menjelang terbenamnya matahari). Adapun yang terhindar dari kerugian, menurut Al-Qur’an , adalah   mereka   yang   memenuhi empat kriteria: Pertama, yang mengenal kebenaran (amanu); kedua, yang mengamalkan kebenaran (amilu al shalihat); ketiga, yang ajar mengajar menyangkut kebenaran (tawashauw bil al-haq); dan keempat, yang sabar dan tabah dalam mengamalkan serta mengajarkan kebenaran (tawashauw bi al shabr).
Masa adalah modal utama manusia. Apabila tidak diisi dengan kegiatan, waktu akan berlalu begitu. Ketika waktu berlalu begitu saja, jangankan keuntungan diperoleh, modal pun telah hilang. Sayyidina Ali bin Abi Thalib r.a. pernah bersabda,  "Rezeki yang tidak diperoleh hari ini masih dapat diharapkan perolehannya lebih banyak di hari esok, tetapi waktu yang berlalu hari ini, tidak mungkin kembali esok."
Jika demikian waktu harus dimanfaatkan. Apabila tidak diisi, yang bersangkutan sendiri yang akan merugi. Bahkan jika diisi dengan hal-hal yang negatif, manusia tetap diliputi oleh kerugian. Di sinilah terlihat kaitan antara ayat pertama dan kedua. Dari sini pula ditemukan sekian banyak hadist Rasulullah saw memperingatkan manusia agar mempergunakan waktu dan mengaturnya sebaik mungkin, karena sebagaimana sabda Nabi Saw: “Dua nikmat yang sering dan disia-siakan oleh banyak orang: kesehatan dan kesempatan (HR Bukhari dari Ibnu Abbas r.a.).
Ibnu Taimiyah ketika ditanya oleh salah seorang tentang keketatan dia menjaga waktu untuk beribadah dan bekerja untuk mencari nafkah hingga sangat sedikit waktu yang tersisa untuk beristirahat, beliau menjawab bahwa hidup ini singkat sebaiknya kita gunakan untuk beribadah dan bagi beliau istirahat yang hakiki adalah setelah nyawa berpisah dari badan (maut). Hal ini sesuai dengan Sabda Rasulullah saw bahwa meninggal dunia (maut) itu adalah istirahatnya seorang muslim.
Para sahabat Nabi selalu membaca surah Al-Ashr setiap akan berpisah. Bagi kita sekarang ini, tampaknya , surah ini perlu dibaca pada saat bertemu, agar waktu kita tidak terisi dengan aktivitas yang merugikan.

Mutiara Shubuh : Selasa, 22/02/00 (16 Dzulkaidah 1420H)

Jauhilah Sifat Riya

Riya adalah suatu sikap seseorang yang berusaha mengekspos dirinya (bangga diri) karena merasa telah melakukan perbuatan yang baik atau dapat dikatakan berbuat baik hanya untuk cari nama dimuka orang banyak. Sikap ini sangatlah tidak terpuji didalam Islam, didalam Al-Qur’an Surah Al-Ma’un dinyatakan sebagai salah satu tanda orang yang mendustakan agama dan dikutuk oleh Allah swt (QS 107:6), serta Rasulullah saw pun mengutuk sikap ini sebagai syirik kecil.
Sebagai contoh kecil, mungkin kita ketika bersedekah berusaha untuk dapat dilihat orang bahwa kita telah menyumbang dan bahkan sangat marah sekali bila nama kita dan jumlah yang kita dermakan itu tidak disebutkan. Didalam Al-Qur’an Allah swt berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan sipenerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepaa manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan …………... (QS. 2:264)
Didalam salah satu hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah, Rasulullah saw pernah meneritakan tentang penghisaban manusia di hari akhir kelak. Didalam riwayat ini diceritakan ada tiga orang  yang didunia terkenal beramal baik. Seorang adalah didunia disebut sebagai suhada yang berjihad / berperang dijalan Allah, yang seorang lagi adalah seorang dermawan dan yang satu lagi adalah seorang ilmuwan yang pintar dan juga pengajar. Setelah mereka ditanya tentang perbuatan-perbuatan baik mereka di dunia tersebut, tetapi akhirnya Allah swt menyuruh malaikat Malik untuk melemparkan ketiga orang tersebut kedalam neraka yang menyala. Hal ini disebabkan oleh ketiga orang tersebut melakukan perbuatan-perbuatan tersebut hanya untuk mencari nama. Sang Syuhada melakukan jihad hanya karena ingin disebut pahlawan, kemudian sang dermawan pun bersedekah hanya mengharapkan nama sebagai orang yang pemurah, sedangkan sang ilmuwan juga memberikan ilmunya juga karena menginginkan namanya terkenal. Nach ketiga-tiganya dilempar ke neraka dikarenakan adanya unsur riya yang bercokol dalam hati mereka.
Semoga Allah swt. menjauhkan sifat riya ini dari diri kita, sehingga segala amal ibadah yang kita lakukan itu dapat diterima Allah swt tanpa hijab ……. Amien…….

Mutiara Shubuh : Rabu, 23/02/00 (17 Dzulkaidah 1420H)

Hisab

Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an dikatakan bahwa dunia ini hanyalah persinggahan belaka, dan yang kekal itu hanyalah syurga dan neraka yang ditentukan setelah semua amal yang baik maupun buruk kita dihisab (ditimbang). “Dan tiadalah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan sendau gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu memahaminya! (QS. 6:32).
Bagi orang kafir dan munafik (fasik), mereka tidaklah mempercayai atau meragukan tentang adanya hari hisab ini. Oleh karena itu mereka melakukan segala kesenangan dunia ini, mereka tidak peduli apakah itu merugikan orang lain ataupun melanggar ketentuan Allah swt. Jika saja mereka percaya akan hari akhirat tersebut maka merekapun akan takut berbuat hal yang melanggar ketentuan Allah tersebut. “dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk. (QS. 13:21).
Lain halnya dengan orang beriman, mereka sangat takut sekali terhadap hisab Allah, oleh karena itu mereka selalu mempersiapkan diri dengan menumpuk amal kebajikan untuk hari akhir nanti. Dan tak kurang diantara mereka yang sangat takut sekali jika amal shaleh mereka tidak diterima Allah, sehingga memicu mereka untuk melakukan amal shaleh dengan sungguh-sungguh dan istiqomah.
Ada satu perkara bijak yang kita dapat lakukan dalam mengarungi hidup ini yaitu menghisab diri sendiri secara periodik sebelum kita dihisab di hari akhirat. Hal ini dapat selalu mengingatkan kita untuk melakukan amalan shaleh secara istiqomah, dan melakukan perbaikan-perbaikan setelah evaluasi tersebut. Jika kita selalu ingat ayat berikut yang berisi tentang pengakuan syeitan ketika menggoda manusia, niscaya kita akan selalu waspada terhadap segala provokasi syeitan untuk melakukan hal yang menyeru terhadap maksiat dan menegah terhadap amalan shaleh.
“Dan berkatalah syaitan tatkala perkara (hisab) telah diselesaikan: "Sesungguhnya Allah telah menjanjikan kepadamu janji yang benar, dan akupun telah menjanjikan kepadamu tetapi aku menyalahinya. Sekali-kali tidak kekuasaan bagiku terhadapmu, melainkan (sekedar) aku menyeru kamu lalu kamu mematuhi seruanku, oleh sebab itu janganlah kamu mencerca aku, akan tetapi cercalah dirimu sendiri. Aku sekali-kali tidak dapat menolongmu dan kamupun sekali-kali tidak dapat menolongku. Sesungguhnya aku tidak membenarkan perbuatanmu mempersekutukan aku (dengan Allah) sejak dahulu". Sesungguhnya orang-orang yang zalim itu mendapat siksaan yang pedih. (QS. 14:22).

Mutiara Shubuh : Kamis, 24/02/00 (18 Dzulkaidah 1420H)

Silaturrahmi

Memelihara tali silaturrahmi adalah suatu yang sangat essensial didalam Islam, hingga Allah swt pun mengingatkan kita: “.. dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. (QS. 4:1). Serta mengancam orang yang menghiraukannya: “Mereka tidak memelihara (hubungan) kekerabatan dengan orang-orang mu'min dan tidak (pula mengindahkan) perjanjian. Dan mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. 9:10).
Rasulullah saw pun dalam hadits-haditsnya sangat menganjurkan untuk sesering mungkin bersilaturrahmi, bahkan dikatakan akan membuat panjang umur. Dalam salah satu haditspun Rasulullah saw menganjurkan kita untuk berinfaq kepada kerabat dekat kita walaupun dia  memusuhi kita sekalipun. Semoga dengan hal ini akan terjalin lagi hubungan silaturrahmi dan bahkan lebih erat lagi.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 25/02/00 (19 Dzulkaidah 1420H)

Merapatkan dan Meluruskan Shaf

Seringkali ketika shalat berjama’ah kita diingatkan oleh imam untuk meluruskan dan merapatkan syaf kita. Karena didalam salah satu hadits Rasullah saw menyatakan bahwa lurus dan rapatnya shaf ketika melakukan shalat berjama’ah itu adalah merupakan syarat sempurnanya shalat jama’ah tersebut. Kalau jika kita telaah lebih lanjut meluruskan shaf itu dapat bermakna supaya kita dapat menyatukan arah shalat kita bersama ke arah kiblat. Sedangkan merapatkan shaf gunanya mencegah adanya kemungkinan syeitan yang menyelusup ditempat yang kosong diantara kita didalam shaf yang tentunya ia ingin menggoda kita diwaktu shalat.
Jadi ketika akan shalat berjama’ah hendaklah kita memperhatikan shaf kita, dan jika ada seseorang yang mengingatkan kita untuk merapatkan dan meluruskan shaf, seyogyanyalah kita mengikutinya. Janganlah mentang-mentang jika yang mengingatkan kita itu orang yang lebih kecil atau lebih muda dari kita maka kita enggan mengikutinya. Kalifah Abu Bakar Siddiq ra pernah mengungkapkan bahwa ada orang yang paling sombong didalam suatu jama’ah masjid, yaitu orang yang enggan merapatkan dan meluruskan syafnya ketiga diingatkan oleh imam maupun makmum lainnya. Semoga kita dijauhkan dari salah satu sifat yang sombong ini. Bukankah Allah swt memperingatkan kita dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. 31:18)

 

Mutiara Shubuh : Senin, 28/02/00 (22 Dzulkaidah 1420H)

Dunia Hanya Persinggahan

Khalifah Umar bin Khatab ra terkenal gagah perkasa sehingga disegani lawan maupun kawan. Bahkan konon, dalam satu riwayat, Nabi menyebutkan kalau Syeitan pun amat segan dengan Umar sehingga kalau Umar lewat di suatu jalan, maka Syeitan pun menghindar lewat jalan yang lain. Terlepas dari kebenaran riwayat terakhir ini, yang jelas keperkasaan Umar sudah menjadi buah bibir di kalangan umat Islam.
Ketika itu Umar ra pernah meminta izin menemui rasulullah. Ia mendapatkan beliau sedang berbaring di atas tikar yang sangat kasar. Sebagian tubuh beliau berada di atas tanah. Beliau hanya berbantal pelepah kurma yang keras. Umar mengucapkan salam kepadanya dan duduk di dekatnya. Umar tiba-tiba tidak sanggup menahan tangisnya. Apakah gerangan yang menyebabkan "singa padang pasir" ini sampai menangis? Tentu ada hal yang sangat menakjubkan yang membuat dia menangis.
Rasul yang mulia bertanya, "mengapa engkau menangis ya Umar?" Umar menjawab, "bagaimana aku tidak menangis. Tikar ini telah menimbulkan bekas pada tubuh engkau, padahal Engkau ini Nabi Allah dan kekasih-Nya. Kekayaanmu hanya yang aku lihat sekarang ini. Sedangkan Kisra dan kaisar duduk di singgasana emas dan berbantalkan sutera".
Nabi berkata, "mereka telah menyegerakan kesenangannya sekarang juga; sebuah kesenangan yang akan cepat berakhir. Kita adalah kaum yang menangguhkan kesenangan kita untuk hari akhir.  Perumpamaan  hubungan ku dengan dunia seperti orang yang bepergian pada musim panas. Ia berlindung sejenak di bawah pohon, kemudian berangkat dan meninggalkannya."
Indah nian perumpamaan Nabi akan hubungan beliau dengan dunia ini. Dunia ini hanyalah tempat pemberhentian sementara; hanyalah tempat berteduh sejenak, untuk kemudian kita meneruskan perjalanan yang sesungguhnya.
Celupkan tanganmu ke dalam lautan," saran Nabi ketika ada sahabat yang bertanya tentang perbedaan dunia dan akherat, "air yang ada di jarimu itulah dunia, sedangkan sisanya adalah akherat"
Untuk itu sahabatku, bersiaplah untuk menyelam di "lautan akherat". Siapa tahu Allah sebentar lagi akan memanggil kita, dan bila saat panggilan itu tiba, jangankan untuk beribadah, menangis pun kita tak akan punya waktu lagi.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini melainkan senda gurau dan main-main. Dan sesungguhnya akhirat itulah yang sebenarnya kehidupan, kalau mereka mengetahui. (QS. 29:64)

Mutiara Shubuh : Selasa, 29/02/00 (23 Dzulkaidah 1420H)

Konsistensi Antara Mulut Dan Hati

Konsistensi antara mulut dan hati ini biasa kita sebut kejujuran ini adalah salah satu ciri dari seorang muslim yang beriman. Dan sifat ini juga merupakan salah satu sifat yang menonjol dari rasulullah dan para sahabatnya, mereka berbicara sesuai dengan suara hatinya dan sudah tentu yang dibicarakan itu hal yang sudah nyata benarnya. Kebalikan dari sifat ini adalah sifat munafik, dimana apa yang diucapkannya tidak sesuai dan bahkan bertentangan dengan yang terbetik dalam hatinya. Rasulullah saw menyatakan ciri orang munafik itu diantaranya yaitu ketika berbicara kerap kali berdusta atau tidak benar, jika dipercayai dia tidak memengang kepercayaan itu dengan benar dan bahkan berkhianat dan jika berjanji sangat amat sering sekali tidak menepatinya (mangkir). Dari ciri-ciri tersebut terlihat bagaimana tidak konsistennya antara mulut dan hati dari seorang yang munafiq itu, dan Allah pun menyatakan mereka sebagai pendusta (QS. 63:1). Dan merekapun dicap oleh Allah sebagai orang yang zalim (QS. 3:94) yang sudah tentu akan mendapat murka dari Allah swt sesuai firman-Nya: “Kabarkanlah kepada orang-orang munafik bahwa mereka akan mendapat siksaan yang pedih. (QS. 4:138).

Mutiara Shubuh : Rabu, 01/03/00 (24 Dzulkaidah 1420H)

Menjaga Kesehatan Tubuh

Paling tidak setiap hari kita tujuh belas kali memohon dilimpahkan kesehatan (‘afiat) kepada Allah swt di setiap duduk diantara dua sujud ketika shalat. Tetapi berdo’a atau memohon saja tidaklah cukup jika kita tidak barengi dengan usaha menuju sehat itu sendiri, yaitu dengan menjaga kesehatan kita dengan berolah raga misalnya. Rasulullah saw lebih menyukai seorang muslim yang sehat dan kuat, ini terlihat bagaimana Rasulullah saw memohon kepada Allah swt untuk menjadikan Umar ra atau Abu Jahal untuk diberikan hidayah dan masuk Islam, karena kedua orang ini selain orang yang berpengaruh didalam masyarakat bangsa Quraish tetapi mereka juga hebat, kuat, sehat dan pemberani. Karena itulah Rasulullah memohonkan do’anya dan Allah pun memberikan hidayahnya kepada salah satu dari mereka (Umar ra) untuk masuk islam yang akhirnya menjadi ujung tombak dan benteng Rasulullah dalam membela perkembangan Islam. Disamping itu diriwayatkan Rasulullah saw pun mempunyai fisik yang sehat. Disuatu ketika salah seorang jago gulat di pasar Ukaz, Mekkah menantang beliau bertarung dengan persyaratan jika Rasullah saw dapat mengalahkan jago gulat tersebut maka ia akan masuk Islam. Dan Rasulullah pun menyambut tantangan tersebut dan mengalahkan si jago gulat tersebut. Ketika si jago gulat itu menyatakan ingin masuk islam karena telah dikalahkan, Rasulullah melarangnya karena beliau tidak mau orang itu masuk islam karena kekalahannya tersebut. Melihat akhlaq Rasulullah ini maka si jago gulat tersebutpun masuk Islam dengan ikhlas. Demikianlah salah satu riwayat keperkasaan Rasulullah. Untuk menjaga kesehatan fisik ummatnyapun Rasulullah berpesan untuk berolah raga, diantara olahraga yang disukai Rasulullah adalah berenang, berkuda dan memanah.

Mutiara Shubuh : Kamis, 02/03/00 (25 Dzulkaidah 1420H)

Menyambut Hari Jum’at

“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.“ (QS. 62:9). Demikian Allah menyerukan kita untuk menyelenggarakan shalat Jum’at. Rasulullah saw menyatakan bahwa Hari Jum’at itu adalah hari besar bagi ummat Islam dan sudah sepatutnya kita untuk menyambutnya. Diriwayatkan Rasulullah saw sangat gembira sekali pada setiap hari Kamis karena menyambut hari besar Islam ini. Semua dipersiapkannya untuk menyambut hari Jum’at ini, membersihkan diri bahkan dengan mandi besar (mandi janabah), memakai pakaiannya yang terbaik dan wewangian seperlunya. Hingga hal-hal kecil seperti menggunting kuku, rambut dsb juga dilakukan.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 03/03/00 (26 Dzulkaidah 1420H)

Berqurban

Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka…… (QS. 22:34). Begitulah perintah yang diturunkan Allah melalui Al-Qur’an. Melakukan qurban itu sangat dianjurkan bagi yang mampu (sunnah) apalagi ia tidak melakukan ibadah hajji. Rasulullah saw biasanya berkurban dengan dua ekor kambing (kibas) yang gemuk, sehat dan bertanduk, begitu juga dengan sahabat-sahabat lainnya. Dan Beliau juga menyembelih kurbannya dengan tangannya sendiri, setelah membaca bismillah dan takbir (HR. Bukhary). Sebahagian besar ulama memperbolehkan memakan daging kurbannya sendiri dengan batas-batas tertentu (kecuali daging kurban yang dilakukan karena membayar nadzar) dan tentu sebahagian besar dari daging itu hendaklah diberikan kepada orang-orang yang tidak mampu dan sangat menginginkannya (fakir, miskin dsb), karena kurban itu juga dimaksud untuk membantu mengatasi saudara-saudara kita yang ditimpa kesusuhan. Bahkan Rasulullah menegah kita untuk menyimpan daging kurban melebihi dari persediaan untuk tiga hari. (HR. Bukhary)

Mutiara Shubuh : Senin, 06/03/00 (29 Dzulkaidah 1420H)

Shalat Diawal Waktu, Berjama’ah dan di Masjid

Shalat Fardhu yang lima waktu kita yakini sebagai kewajiban yang tidak boleh kita tinggalkan. Dan yang paling utamanya melakukan shalt fardhu itu adalah tepat waktu yaitu di awal waktu tepatnya setelah adzan dikumandangkan, tempatnya yaitu paling utama di masjid atau mushallah dan caranya yaitu dengan berjama’ah.
Banyak sekali hadits-hadits yang menyatakan ancaman-ancaman bagi yang tidak melakukan shalat berjama’ah di masjid ini. Rasullah saw pernah menyatakan bahwa hanya lelaki yang munafik lah yang ketika mendengar adzan tetapi tidak bersegara datang ke masjid untuk shalat berjama’ah, dan bahkan suatu ketika Rasulullah saw menghimpun para jama’ahnya untuk mengumpulkan kayu bakar guna untuk membakar rumah orang muslim yang tidak mau ke masjid. Hanya orang sakit dan ketakutanlah yang mendapat dispensasi untuk hal ini.
Dizaman Rasulullah dan para sahabat, kaum muslimin sangatlah getol bahkan dengan merangkakpun mereka rela untuk datang ke masjid demi memenuhi panggilan adzan, dan bahkan ada yang buta hingga yang sakitpun minta ditandu untuk dapat shalat berjama’ah dimasjid. Pendek kata boleh disimpulkan Shalat fardhu berjama’ah di masjid itu hampir wajib hukumnya bagi setiap lelaki muslim.
Suatu hadits dari Abu Hurairah ra menyatakan bahwa Rasulullah saw bersabda: "Barangsiapa pergi ke masjid atau pulang (darinya) maka Allah swt menyediakan baginya sorga sebagai persing-gahan setiap kali ia pergi atau pulang" (HR Bukhari, Muslim dan lain-lainnya).
Semoga uraian diatas kembali menyentak hati kita untuk ingat akan suatu kewajiban kita sebagai ummat islam untuk memakmurkan masjid dengan shalat berjama’ah.

Mutiara Shubuh : Selasa, 07/03/00 (01 Dzulhijjah 1420H)

Kebiasaan Bermegah-megahan (Takaatsur)

Dizaman modern dan maju sekarang ini dan lazim dikata orang sebagai era globalisasi, manusia sudah cenderung untuk hidup secara berlebih-lebihan atau bermegah-megahan (Takaatsur). Hal ini bukan hanya dilakukan oleh mereka yang sudah berkelebihan, tetapi mereka yang pas-pasan pun sudah terjangkit penyakit rohani ini. Kebiasaan bermegah-megahan ini pun juga telah mewabah dikalangan kaum muslimin. Mereka berlomba-lomba mencari harta, menumpuk, kemudian bermegah-megah, pesta-pora penuh dengan glamoria dunia hingga mereka pula akan siapa yang memberikan kenikmatan itu kepada mereka. Dan bahkan tidak sedikit yang jatuh dan bergelimang dengan kemaksiatan.
Sebenarnya Allah swt sudah dari dahulu mengingatkan kita tentang penyakit rohani ini melalui surah At-Takaatsur (102), yang artinya:
(1)      Bermegah-megahan telah melalaikan kamu,
(2)     sampai kamu masuk ke dalam kubur.
(3)     Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu),
(4)     dan janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui.
(5)     Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin,
(6)     niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahannam,
(7)     dan sesungguhnya kamu benar-benar akan melihatnya dengan 'ainul yakin,
(8)     kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenikmatan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu ).
Semoga dengan peringatan Allah swt. tersebut, kita dapat lebih menahan diri dari sifat atau penyakit rohani yaitu hidup dengan berlebihlebihan dan bermegah-megahan. Marilah kita mempertebal iman kita kepada Allah, berusaha untuk selalu bersyukur atas segala nikmat yang dilimpahkan Allah swt serta merasakan kecukupan dengan apa yang telah diberikan serta hidup sederhana (qana’ah). Semoga Allah swt selalu membimbing kita untuk berjalan di shirat-Nya.

Mutiara Shubuh : Rabu, 08/03/00 (02 Dzulhijjah 1420H)

Hidup Bertetangga

Allah swt berfirman: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak, karib-kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (QS. 4:36).
Ayat diatas tadi mengingatkan kita untuk selalu berbuat baik dengan tetangga kita selain dengan orang tua kita sendiri. Hal ini juga dikuatkan oleh hadits yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar dan ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah saw pernah berkata: Selalu jibril berpesan kepadaku supaya baik terhadap tetangga, hingga aku mengira kalau-kalau diberi hak waris (disini terlihat begitu pentingnya berbuat baik terhadap tetangga). Bahkan Rasulullah pun pernah mewasiatkan kepada sahabatnya (Abu Dzarr ra) untuk memperbanyak kuah jika memasak sesuatu demi untuk membagikannya dengan tetangganya. Sementara dihadits lain Rasulullah saw menyatakan bahwa ketika memasak dan jika baunya sampai ke tetangga, maka kita wajib membagi makanan kepada tetangganya tersebut.
Dari Abu Hurairah ra berkata: Bersabda Rasulullah saw: Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman. Ditanya: Siapakah ya Rasulullah?, Rasulullah saw menjawab: Ialah orang yang tidak aman tetangganya dari gangguannya. (HR Bukhari & Muslim). Dihadits lain Abu Hurairah meriwayatkan bahwa ketika seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw tentang apa salah satunya yang membuat seseorang masuk syurga. Dan Rasulullah pun menjawab yaitu seseorang yang baik dengan tetangganya. Lantas sahabat kembali bertanya tentang bagaimana yang dikatakan baik itu. Rasulullah saw segera menjawab: Tanyakan sendiri pada tetanggamu, apakah menurut mereka engkau baik terhadap mereka. (HR. Baihaqi)

 


Mutiara Shubuh : Kamis, 09/03/00 (03 Dzulhijjah 1420H)

Infaq Pembuka Pintu Rejeki

Sebagaimana telah difirmankan Allah diawal Surah Al-Baqarah bahwa salah satu ciri dari orang yang bertaqwa itu adalah mereka yang menafkahkan sebahagian dari rejeki yang telah dianugerahkan Allah swt kepadanya dan sudah tentu dijalan Allah. Sementara itu disurat lain Allah swt berfirman: “Katakanlah: "Sesungguhnya Rabb-ku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkan (siapa yang dikehendaki-Nya)". Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya dan Dia lah Pemberi rezki yang sebaik-baiknya. “(QS. 34:39) dan bahkan dalam Surah Al-Hadid (57) ayat 11, Allah swt menyatakannya dengan kata “meminjamkan hartanya”, padahal sebenarnya “harta” yang kita punya tersebut adalah milikNya. Karena itu, jika Allah swt menghendaki dengan paksa Allah akan dapat mengambil semua harta yang kita punyai itu dalam sekejap. Tetapi… Allah swt tidak begitu, dia Maha Pengasih, Maha Penyayang, Maha Bijaksana dan Maha Pemberi Rejeki.
Maka terbuktilah apa yang dikatakan oleh Rasulullah saw bahwa: “Carilah rejeki dengan berinfak”. Memang sekilas pernyataan ini aneh karena berinfak kan berarti mengeluarkan sesuatu dari yang kita punyai, khan bukannya bertambah… berkurang donk… Nach.. saudaraku logika seperti ini adalah sebenarnya logika sekuler alias logika syeitan. Karena logika ini berangkat dari pengertian bahwa dari ada menjadi tiada. Padahal jika dilihat dari kacamata iman seharusnya kita berangkat dari kita tidak mempunyai apa-apa (atau tiada), dan diberi oleh Allah swt rejeki atau menjadi ada, nach jika Allah swt minta sedikit untuk meratakannya dengan saudara-saudara kita yang lain wajar donk.. Justru lebih dari 2.5 persen yang diminta Allah swt itu sangat amatlah wajar.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan keistimewaan berinfak yang berkaitan dengan imbalan yang akan diberikan Allah swt, diantaranya yaitu: “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir: seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (kurnia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”(QS. 2:261). Begitu juga dengan penggalan ayat berikut: “...Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan (sebagian) dari hartanya memperoleh pahala yang besar. (QS. 57:7)
Maka dapat kita katakan disini bahwa merugilah orang-orang yang tidak mau menafkahkan sebahagian dari hartanya dijalan Allah. Dan juga patut kita ingat bahwa banyak juga kecaman-kecaman yang diingatkan Allah swt terhadap orang-orang yang bakhil, diantaranya: “Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 3:180). Dan juga di ayat lain: “Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih, (QS. 9:34)

Mutiara Shubuh : Jum’at, 10/03/00 (04 Dzulhijjah 1420H)

Kufur Nikmat

Allah swt berfirman dalam surah Ibrahim, yang artinya: “Dan (ingatlah juga), takala Rabbmu mema'lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". (QS. 14:7). Ayat ini mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas nikmat yang dikaruniakan kepada kita dan janganlah kita kufur kepada nikmat yang telah diberikanNya.
Banyak contoh dari riwayat-riwayat orang terdahulu yang kufur terhadap nikmat Allah swt, seperti Qorun pada zaman Nabi Musa as dan Tsa’labah dizaman Rasulullah saw. Selagi miskin, dia sangat rajin beribadah dan berdo’a untuk dilimpahkan rejeki, tetapi setelah rejeki dilimpahkan oleh Allah swt terhadapnya, dia tidak mensyukurinya dan bahkan harta yang melimpah ruah itu membuat dia lup terhadap ibadah kepada Allah.
Semoga Allah memelihara kita dari sikap kufur nikmat ini dan bahkan dijadikan yang selalu bersyukur terhadap nikmat yang dikaruniakanNya, sehingga kita tidak menjadi Qorun-Qorun atau Tsa’labah-Tsa’labah masa kini. Dahulu Tsa'labah menangis di depan Nabi saw yang tak mau menerima zakatnya. Sekarang ditengah kesenjangan sosial di negeri kita, jangan-jangan kita bukan hanya akan menangis namun berlumuran darah ketika orang miskin menolak sedekah dan zakat kita!

Mutiara Shubuh : Senin, 13/03/00 (07 Dzulhijjah 1420H)

Al-Fatihah didalam Shalat

Telah kita ketahui bersama, membaca Al-Fatihah didalam shalat adalah wajib hukumnya, sebagaimana hadist yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah bin Shamit ra: Rasulullah bersabda: “Tidak ada (tidak shah) shalat bagi orang yang tidak membaca fatihatul kitab” (HR Jama’ah).
Adapun tentang tata cara membacanya dijelaskan oleh Ummu Salamah (salah satu istri Rasulullah) ketika beliau ditanya tentang bagaimana bacaan Nabi ketika shalat. Ummu Salamah menyatakan Rasulullah membaca Al-Fatihah ayat demi ayat (tidak disambung-sambungkan) (HR. Ahmad dan abu Dawud). Berdasarkan hadits ini, maka kepada seorang imam atau yang shalat sendirian hendaknya membacanya ayat demi ayat, berhenti disetiap ayatnya dan tidak disambung-sambung seperti orang membaca Al-Fatihah dengan satu tarikan nafas. Rasulullah saw melakukan hal in sesuai dengan hadits qudsi dari Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Muslim: “ Berkata Allah Ta’ala: aku membagi shalat itu setengah-setengah antara Aku dengan hamba-Ku. Apa yang dimintanya. Maka bila hambaKu membaca: Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, Allah menjawab: Aku telah dipuji oleh hambaKu. Dan apabila hambaKu membaca: Arrahmanir rahiim, Allah menjawab: Aku telah disanjung oleh hambaKu. Dan apabila ia membaca: Maaliki yaumiddiin, Allah menjawab: Aku telah diagungkan oleh hambaKu. Dan ia berkata pada kali yang lain: HambaKu telah menyerahkan urusannya kepadaKu. Maka apabila ia membaca: Iyyaaka na’ budu wa iyyaaka nasta’iin, Allah menjawab: Ini diantaraKu dan hambaKu, dan untuk hambaKu apa yang dimintanya. Maka apabila hamba membaca: Ihdinash shiraathal mustaqiim, Shiraathalladziina an’amta’alaihim, ghairil maghdluubi ‘alaihim, wa laadl dlaallin, Allah meyatakan: Ini untuk hambaKu dan untuk hambaKu apa yang dimintanya.
Jadi dari hadist diatas jelaslah bahwa shalat itu adalah merupakan dialog antara seorang hamba dengan Sang Penciptanya (Allah swt), jadi seyogyanyalah kita dalam suatu dialog kita tidak memonopoli pembicaraan dan berilah kesempatan bagi teman dialog kita, apalagi yang diajak dialog itu adalah sesuatu yang paling berkuasa terhadap diri kita. Maka tiadalah alasan bagi kita untuk terburu-buru didalam shalat sehingga membaca bacaan shalat itu secara sambung- menyambung, kecuali karena kebodohan kita sendiri. Semoga hadits-hadits diatas dapat mengingatkan kita sehingga kita dapat memperbaiki shalat kita hingga lebih sempurna dan tentunya dapat menjadikan shalat kita itu benar-benar menjauhkan kita dari perbuatan keji dan mungkar.

Mutiara Shubuh : Selasa, 14/03/00 (08 Dzulhijjah 1420H)

Hormati dan Muliakanlah Ulama

“…. Dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS 58:11). Demikian firman Allah swt yang menyatakan penghormatanNya terhadap orang beriman dan orang yang berilmu pengetahuan dengan melebihkan derajadnya dari yang lainnya. Sebagai hambaNnya ini, sudah seharusnyalah kita menghormati dan memuliakan orang yang berilmu (ulama) yang tentunya mempunyai ilmu yang lebih banyak dari pada kita. Dalam suatu hadis dari Jabir ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menghormati mayit-mayit yang gugur dalam perang Uhud dengan menguburkannya lebih dahulu bagi yang paling banyak menghafalkan ayat-ayat Al-Qur’an (HR. Bukhari). Sementara itu dihadits lain Rasulullah saw pernah bersabda: “Sesungguhnya termasuk memuliakan Allah adalah menghormati orang muslim yang beruban, pembawa Al-Qur’an yang tidak berlebih-lebihan dan tidak juga terlalu kering darinya, dan memuliakan penguasa yang adil (HR Abu Dawud). Dan bahkan Rasulullah pun pernah mengancam bagi orang-orang yang tidak menghormati ulama melalui suatu hadist dari Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah bersabda: “ Bukan dari ummatku yang tidak menghormati orang besar kami dan tidak menyayangi anak kecil kami dan tidak mengetahui (hak) orang alim kami. (HR Ahmad, Thabrani dan Al-Hakim).
Jadi sudah jelaslah bagi kita bahwa Allah swt dan Rasulullah saw saja menghormati dan memuliakan para orang yang berpengetahuan tersebut (ulama). Apatah lagi kita kita sebagai hambaNya yang hina ini. Tidak ada alasan yang cocok bagi kita untuk tidak menghormati ulama-ulam kita apalagi sampai mengecam serta menghujat beliau, selain dari hanya karena ketidak tahuan dan kebodohan kita sendiri.

Mutiara Shubuh : Rabu, 15/03/00 (09 Dzulhijjah 1420H)

Ketentuan Berqurban

Dalam sebuah surah pendek yang mengkin sangat sering kita membacanya ketika shalat, Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu; dan berkorbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus. (QS 108:1-3). Sementara, dalam suatu hadits, Rasulullah Saw bersabda yang artinya, "Barangsiapa yang mempunyai kemampuan tapi tidak berqurban, maka janganlah ia menghampiri tempat shalat kami" (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah). Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa ibadah qurban merupakan sesuatu yang harus kita kerjakan, bahkan sebagian ulama mengatakan bahwa bagi yang memang mempunyai kemampuan hukumnya menjadi wajib. Meskipun demikian, jumhur atau sebagian besar ulama menyatakan sunnah muaqqadah (sunat yang amat ditekankan).
Seperti yang pernah dilakukan Rasulullah saw, dalam berqurban hendaklah kita memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
-   Qurbankanlah hewan yang terbaik (gemuk/banyak dagingnya, tidak cacat, sehat) (HR. Thurmidzi) dan cukup umurnya yang didalm suatu hadits dinyatakan hendaknya lebih dari satu tahun (HR. Muslim)
-   Lakukan Qurban setelah shalat Idul Adha dan selama hari tasyrik atau sampai tiga hari setelah Idul Adha (HR. Muslim)
-   Disunnahkan menyembelih qurbannya sendiri (HR Muslim), jika tidak sanggup dapat diwakilkan, tetapi hendaknya menyaksikan penyembelihannya.
-   Sembelihlah qurbannya dengan menghadap kiblat, bacalah Bismillah dan bertakbirlah selama penyembelihan hingga nyawa hewan qurban menghembuskan nafas terakhirnya. (HR Muslim)
-   Pakailah pisau yang tajam, hingga hewan kurban tidak lama menderita selama penyembelihan dan janganlah dilakukan sesuatu hal terhadap hewan qurban hingga qurban itu benar-benar mati setelah disembelih.
-   Tutupilah hewan qurban yang sedang dan telah disembelih dari penglihatan hewan qurban yang lainnya, yang akan dapat menimbulkan kegelisahan dari hewan qurban tersebut.
-   Berikanlah daging qurban kepada yang paling membutuhkannya (faqir, miskin, yatim piatu dsb). Disamping itu yang berqurban juga boleh memakannya sendiri dan dibagikan kepada tetangga dekatnya (QS 22:28).
Semoga dengan mengikuti ketentuan-ketentuan diatas akan lebih menyempurnakan ibadah qurban kita dan tentunya diharapkan akan tercapainya hakikat dan tujuan dari ibadah kurban itu sendiri yaitu keikhlasan menafkahkan sebahagian dari hartanya dijalan Allah swt dan tentunya akan lebih mendekatkan diri kita dengan Sang Maha Pemberi Rejeki tersebut.

Mutiara Shubuh : Kamis, 16/03/00 (10 Dzulhijjah 1420H)

Menyambul Iedul Adha

Sebagaimana menghadapi hari yang fitri, Dalam menyambut datangnya Iedul Adha juga tetap Rasulullah tetap menjalani semua ibadah ritualnya seperti sebelumnya seperti shalat malam (Tahajjud) diikuti dzikir, membaca al-Qur’an hingga shalat Shubuh berjama’ah dsb. Ada beberapa kebiasaan yang dianjurkan Rasullullah saw dalam menyambut Iedul Adha, antara lain:
-          Shaum Sunnah Arafah (satu hari sebelum Iedul Adha), yang dimaksudkan untuk menghormati saudara kita kaum muslimin yang sedang menunaikan wukuf di Arafah.
-          Dianjurkan mandi besar seperti halnya mandi janabah.
-          Bercukur (rapih) dan memakai wewangian.
-          Sepulangnya shalat shubuh berjama’ah dianjurkan saling ma’af mema’afkan dengan keluarga dekat seperti orangtua termasuk mertua, anak dan khususnya istri/suami.
-          Tidak makan dan minum hingga selesai shalat Ied.
-          Melalui jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang dari shalat Ied.
-          Bertakbir, tahmid dan bertahlil ketika berangkat dari rumah hingga selesai shalat Ied, dan juga dilakukan setiap selesai shalat fardhu tanpa melakukan (dzikir rutin terlebih dahulu) selama hari tasyrik (3 hari setelah Iedul Adha)
-          Bersedekah dan berinfaq.
-          Mendengarkan khutbah Ied, walaupun oleh wanita yang dalam keadaan berhadash besar.
-          Dianjurkan untuk shalat Ied dilapangan (untuk siar) dan jika tidak hujan.
-          Melaksanakan qurban setelah shalat Ied, dan dapat dilakukan selama hari tasyrik.
-          Memperketat ibadah dan berdo’a selama hari tasyrik karena waktu ini merupakan waktu yang utama untuk do’a dapat diijabah oleh Allah.
Begitulah beberapa anjuran dan kebiasaan Rasulullah saw dalam menghadapi Iedul Adha dan semoga kita dapat melakukan anjuran atau meniru kebiasaan beliau ini.
SELAMAT IEDUL ADHA (10 Dzulhijjah 1420H) serta Selamat melakukan ibadah QURBAN, dan semoga dengan ini akan lebih mendekatkan diri kita kepada Allah swt.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 17/03/00 (11 Dzulhijjah 1420H)

Tanda Syukur Melalui Qurban

Begitu banyak hikmah dan manfaat yang dapat kita petik dari ibadah qurban. Diantaranya dinyatakan oleh Rasulullah bahwa berkurban itu akan mendapatkan pahala yang amat besar, yakni diumpamakan seperti banyaknya bulu dari binatang yang disembelih, ini merupakan penggambaran saja tentang betapa besarnya pahala itu, hal ini dinyatakan oleh Rasulullah Saw yang artinya: Pada tiap-tiap lembar bulunya itu kita memperoleh satu kebaikan (HR. Ahmad dan Ibnu Majah). Kemudian akan terjalinnya hubungan kepada Allah Swt yang semakin dekat, apalagi kalau penyembelihannya dilakukan sendiri, karena ibadah ini memang untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.
Dan tak kalah pentingnya, qurban juga menumbuhkan dan memantapkan rasa solidaritas sosial dengan sesama kaum muslimin sehingga diharapkan kesenjangan sosial antara yang mampu dengan yang kurang atau tidak mampu bisa dijembatani, apalagi dalam kondisi krisis ekonomi yang berkepanjangan.
Hikmah yang paling pokok adalah mendidik kita untuk menjadi orang yang pandai bersyukur atas segala kenikmatan yang Allah berikan kepada kita sebagaimana yang sudah disebutkan di dalam surat Al Kautsar di atas. Dan yang lebih penting lagi, hal ini membuktikan bahwa kita termasuk orang-orang yang taat dalam melaksanakan perintah Allah, karena hal ini merupakan salah satu perintah Allah yang harus dilaksanakan dalam kaitan dengan harta yang kita miliki, bila hal ini dilaksanakan, kita termasuk ke dalam kelompok orang-orang yang beruntung, Allah berfirman yang artinya: Maka bertaqwalah kamu kepada Allah menurut kesanggupan kamu, dengarlah dan taatlah; nafkahkanlah yang baik untuk diri kamu; dan siapa yang dipelihara dirinya dari sifat kekikiran, merekalah orang yang beruntung (QS 64:16)
Seiring dengan sejarah diperintahkannya kewajiban berqurban maka berqurban itu dapat dikatakan membuktikan bahwa kita memiliki kesadaran sejarah, khususnya sejarah para Nabi dan Rasul yang dalam perjuangannya pasti menuntut adanya pengorbanan, baik dengan jiwa maupun harta. Kesadaran sejarah ini akan membuat kita berusaha semaksimal mungkin mengorbankan apa yang kita miliki dan sangat kita butuhkan untuk digunakan di jalan Allah, bukan mengorbankan sesuatu yang sebenarnya sudah tidak kita perlukan lagi.
Dalam konteks perbaikan negara yang dilanda krisis, kebijakan pertama yang dilakukan oleh Umar bin Abdul Aziz ketika diangkat menjadi khalifah adalah yang terkait dengan dirinya, bukan yang terkait dengan rakyatnya, yakni keharusan bagi dirinya untuk menyerahkan harta yang dimilikinya kepada baitul maal, bukan kebijakan kenaikan gaji dirinya sebagai pejabat
Untuk itu kepada saudara-saudaraku yang belum sempat melaksanakan ibadah qurban pada tahun-tahun sebelumnya mudah-mudahan diperluas rezekinya, serta dipanjangkan umurnya sehingga dapat lebih taat beribadah dan dapat melaksanakan qurban pada tahun yang akan datang …………. Amien.

Mutiara Shubuh : Senin, 20/03/00 (14 Dzulhijjah 1420H)

Sabar

Didalam Al-qur’an, banyak sekali ayat-ayat yang memerintahkan akan kesabaran dan juga tentang keutamaan-keutamaan yang didapatkan oleh orang-orang yang sabar, ynag diantaranya Allah menyelaraskan kata “sabar” dan “shalat” secara bergandengan dalam salah satu ayat; “Hai orang-orang yang beriman jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (QS. 2:153).
Bermacam-macam penafsiran para ahli tafsir atas penggndengan dua kata diatas, diantaranya yaitu kedua hal tersebut adalah wajib dilaksanakan oleh setiap muslim jika dia ingin mendekatkan diri kepadaNya. Sikap inilah yang ditunjukkan oleh Rasulullah saw selama beliau menyebarkan ajaran Islam ini. Bermacam-macam cobaan yang diterimanya, cacian, makian dan bahkan perlakuan yang kasar dalam bentuk fisik dan beberapa kali nyaris membahayakan nyawa beliau, tetapi cobaan tersebut tak pernah menyurutkan perjuangannya dan tentunya berkat kesabaran beliau. Seandainya saja beliau tidak sabar, ngambek dan tidak meneruskan ajaran ini, maka kita tidak tahu apa jadinya dengan akidah kita sekarang.
Memang berlaku sabar itu tidaklah mudah, dan bahkan sebaliknya ketidak sabaran sangatlah gampang disulut, apalagi dengan adanya propaganda syeitan untuk menyulut kemarahan seseorang. Tidak berlebihanlah Rasulullah saw pada suatu ketika menyatakan bahwa jika kita ingin melihat syeitan maka lihatlah ketika seseorang sedang marah.
Ada beberapa kiat-kiat untuk menjaga kesabaran kita diantaranya membiasakan berdzikir, berusaha untuk selalu dalam keadaan berwudhu’ serta bergaullah dengan orang-orang yang alim dan sabar, sehingga terjalin suatu hubungan yang dinyatakan dalam Surah Al-‘Ashr yaitu salaim menasehati akan kebenaran dan kesabaran.
Semoga Allah senantiasa menjaga keimanan dan kesabaran kita, hingga kita selalu bersama-Nya dan dengan itu tentunya akan dilimpahkan keberkatan dan lindungan-Nya.

Mutiara Shubuh : Selasa, 21/03/00 (15 Dzulhijjah 1420H)

Orang Yang Tidak Diperdulikan Allah

Didalam kitab hadits Shahih Muslim, diriwayatkan oleh Abu Dzar ra, dari Rasulullah saw, sabdanya: “Ada tiga golongan, dimana Allah tidak akan bercakap dengan mereka pada hari kiamat kelak. Mereka itu ialah orang yang suka memberi, tetapi suka menyebut-nyebut pemberiannya itu, orang yang menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu dan orang yang suka berpakaian berjela-jela karena sangat luasnya. Sementara itu Abu Hurairah ra meriwayatkan bahwa tiga golongan orang tersebut adalah orang tua pezina, penguasa yang pembohong serta si miskin yang sombong. Mereka juga akan ditimpakan siksaan yang sangat pedih di hari akhir. Didalam kesempatan lain juga Abu Hurairah meriwayatkan hadits bahwa tiga golongan orang tersebut adalah orang yang kelebihan air ditengah padang pasir, tetapi tidak mau memberi orang orang yang kehausan didalam perjalanan, pedagang yang menawarkan dagangannya dengan sumpah palsu, orang yang bersumpah setia kepada pemimpin untuk mengharapkan keuntungan dunia. (HR Muslim, Hadits No. 83, 84 dan 85).
Dari tiga hadits diatas dapat kita rangkum bahwa orang-orang yang bakhil (tidak mau berinfaq, kalaupun berinfaq tapi dengan maksud-maksud tertentu dan riya’), bersumpah palsu demi keuntungannya, penzina, pemimpin yang tidak amanah serta orang yang sombong akan diterlantarkan oleh Allah di hari akhirat kelak dan bahkan akan diseret ke neraka dan ditimpakan atasnya siksaan yang sangat pedih.
Semoga kita terhindar dari sifat-sifat buruk diatas, sehingga kita akan diperhatikan Allah di hari akhir kelak dan tentunya juga terhindar dari siksaan neraka yang amat pedih itu.

Mutiara Shubuh : Rabu, 22/03/00 (16 Dzulhijjah 1420H)

Ghibah

Secara maknawi ghibah atau yang lazim kita sebut dengan bergunjing adalah membicarakan aib orang kepada orang lain tanpa diketahui oleh orang tersebut, sedangkan jika aib itu diutarakan di depannya akan membuat orang tersebut tidak suka. Ghibah itu sangatlah dilarang dalam ajaran Islam. Jangankan mempergunjingkannya berprasangka buruk saja sudah diingatkan oleh Allah swt melalui firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (QS. 49:12). Ketika diturunkannya ayat ini, dan disampaikan oleh Rasulullah saw kepada para sahabat, mendadak wajah Ali bin Abi Thalib ra pucat pasi, mual dan muntah membayangkan siksaan yang akan diterima jika melakukan ghibah, yang mana Allah swt mengibaratkan bergunjing itu sama dengan memakan bangkai saudara sendiri, apalagi membayangkan siksaan yang akan diterima kelak…. Na’udzubillahi min dzalik…….
Bahkan Rasulullah saw pun suatu ketika pernah menyatakan bahwa ghibah ini lebih berat dosanya dari pada berzinah. Karena jika berzinah dapat diampuni oleh Allah swt jika kita bersungguh-sungguh minta ampun kepadaNya dan tidak mengulangi perbuatannya kembali. Tetapi jika kita melakukan ghibah terhadap seseorang maka Allah swt tidak akan mengampuni dosa kita jika orang yang digunjingkan itu belum memberi ma’af kepada kita, dan juga harus disertai dengan usaha merehabilitasi nama baik orang tersebut kepada siapa ghibah tersebut sudah kita sebarkan… sungguh sangat berat sekali untuk menebus kesalahan ini….
Memang ada beberapa macam ghibah yang boleh dilakukan seperti memberi informasi yang benar (termasuk yang buruk) tentang seseorang yang akan dilamar untuk dinikahi oleh seseorang, memberi tahu tentang kelakuan seseorang yang biasa menipu kepada orang lain dengan maksud yang diberitahu akan waspada dari penipuan tersebut, atau secara umum dapat dikatakan bahwa ghibah yang dapat menolong seseorang dari perbuatan buruk yang digunjingkan itu boleh dilakukan.
Semoga yang singkat ini mengingatkan kita untuk tidak berprasangkan dan melakukan ghibah terhadap orang lain, apalagi terhadap saudara kita yang lain sesama muslim, dan bahkan lebih dari pada itu kita dapat menghentikan atau mengingatkan saudara kita yang lain untuk tidak melakukannya. Bukankah Rasulullah saw pernah bersabda bahwa jika kita dapat memperingatkan dan menghentikan kumpulan saudara kita yang sedang bergunjing (ghibah) maka Allah akan menghapuskan dosa-dosanya seperti rontoknya daun-daun dimusim kering.

Mutiara Shubuh : Kamis, 23/03/00 (17 Dzulhijjah 1420H)

Berilmu Tapi Tidak Diamalkan

Telah kita ketahui bersama bahwa orang yang berilmu (alim) itu lebih ditinggikan derajatnya oleh Allah swt (Al-Mujadillah:11). Keutamaan yang berganda dan akan mengalir terus jika dia menyampaikan ilmunya tersebut dan orang yang menerimanya mengamalkannya, dan sudah barang tentu dia pun harus ikut mengamalkannya juga. Lantas apa yang terjadi bila dia menyampaikan sesuatu tapi dia sendiri tidak melakukan apa yang dikatakannya tersebut. Untuk kasus ini Allah swt melaknati orang yang seperti ini, sebagaimana yang di firmankanNya: “Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan. “(QS. 61:3). Rasulullah saw mengibaratkan orang yang mengajarkan kebaikan kepada orang lain tetapi dia sendiri menghiraukan hal itu terhadap dirinya adalah laksana lentera yang menerangi sekitarnya tetapi membakar dirinya sendiri (HR Thabrani). Sedangkan dihadits lain Rasulullah saw menyatakan kekhawatirannya terhadap sikap orang seperti ini, yang beliau sebut sebagai orang alim yang munafiq.
Dalam salah suatu riwayat disampaikan dari Usamah bin Zaid ra bahwa ia mendengar Rasulullah saw bersabda: “Seseorang diseret pada hari kiamat kemudian dicampakkan kedalam neraka lalu (isi) perutnya keluar kemudian dibawa keliling di neraka sebagaimana keledai mengitari penggilingannya, lalu penghuni neraka mengerumuninya dan bertanya: “Wahai Fulan, apa sebabnya kamu? Bukankah kamu dahulu memerintahkan yang ma’ruf dan melarang dari yang mungkar?”. Ia menjawab: “Aku dahulu memerintahkan kalian dengan yang makruf tetapi tidak melakukannya dan aku melarang kalian dari keburukan tetapi aku melakukannya”.
Usamah berkata: “Sesungguhnya aku mendengarnya (Rasulullah saw) bersabda: “Pada malam diisra’kan aku melewati orang-orang yang lidah mereka dipotong dengan alat-alat pemotong dari api neraka. Aku bertanya: Siapakah mereka itu wahai Jibril? Jibril menjawab: “Para khatib ummatmu yang mengatakan apa yang tidak mereka perbuat” (HR Bukhari & Muslim)
Betapa ngerinya ancaman bagi orang yang berilmu tetapi tidak mengamalkannya. Semoga Allah swt menjaga dan menjauhi kita dari sifat yang tidak terpuji ini sehingga jauh dari lanknat dan bencinya Allah.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 24/03/00 (18 Dzulhijjah 1420H)

Berkaca Diri

Ketika kita mematut diri kita didepan kaca, terkadang atau bahkan sering timbul dalam hati kita rasa kebanggaan bahkan dapat meningkat kepada kesombongan atau kecongkakan dikarenakan kita punya kelebihan, baik itu bentuk fisik tubuh, kemampuan diri maupun harta yang berlebih. Tetapi bila kita lebih arif dalam mematut diri, sesungguhnya rasa tersebut akan ciut bersamaan dengan kesadaran atas kebesaran Allah yang mengatur semua ini. Bahwa semua itu hanyalah datangnya dariNya dan kita ini adalah tiada. Bukankah Allah swt pernah berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung.” (QS. 17:37), dan didalam ayat lain Allah menyatakan: “Dan janganlah memalingkan muka dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri. “(QS. 31:18).
Imam Al-Ghazali pernah menuliskan dalam salah satu karyanya tentang ada empat cara atau kiat dalam mematut diri sehingga rasa bangga diri, sombong, congkak ataupun kepongahan perlahan bisa berangsur sirna dari diri kita:
1.        Muta’alim, yaitu banyak belajar segala segi-segi kehidupan keagaaman dari guru-guru agama, kiai, ustadz atau ulama. Misalnya belajar khusus pada ulama-ulama tertentu atau sering-sering hadir didalam majlis-majlis ta’lim. Dari kegiatan ini tentunya kita dapat lebih diingatkan akan kebesaran Allah swt dan hal ini akan lebih menyadarkan tentang ketiadaan kita dibanding Dia. Dan juga kita dapat lebih banyak berkonsultasi terhadap sikap kita pada orang-orang alim ini sehingga segala tindakan kita dapat lebih cepat terkoreksi.
2.       Musahabah, yakni berteman dengan orang yang baik, alim lagi bertaqwa. Dalam lingkungan orang yang beriman, sikap kita tentu akan lebih terjaga dari hal-hal yang tidak baik dan juga tentunya akan ada saling mengingatkan didalam lingkungan tersebut dalam kebenaran. Dan insya Allah dalam kondisi lingkungan saling mengingatkan ini kita akan terjaga dan selalu diingatkan akan hal-hal yang tidak baik dari diri kita dan tentunya insya Allah yang akan timbul hanya yang baiknya saja.
3.       Muhasabah, yakni menghisab diri dengan menerima segala sesuatu masukan dari luar atau lingkungan kita apakah itu tentang kebaikan kita, apatah lagi hal-hal yang negatif dalam sikap kita bergaul dalam lingkungan maupun dari luar lingkungan bahkan dari orang-orang yang kita rasakan selalu mengkritik kita ataupun bahkan memusuhi kita selama ini. Hendaknya kita terima semua masukan, kritik dan saran itu dengan hati lapang hingga kita dapat lebih introspeksi kedalam diri kita.
4.       Bersosialisasi terhadap semua lingkungan yang majemuk, sehingga kita tahu semua segi-segi kehidupan serta kita temukan bermacam-macam tingkat keberadaan seseorang. Jika kita melihat keatas pasti banyak lagi yang lebih dari kita dan untuk apa kita berbangga diri. Dan bahkan jika melihat kebawah seharusnya kita bersyukur kita diberi lebih dari mereka.
Semoga Allah swt selalu membimbing kita dalam bersikap yang sudah tentu harus diikuti oleh kesungguhan (mujahadah) kita dalam mematut diri atau menjaga sikap kita secara terus-menerus (istiqomah), sehingga kita luput dari siksaan dan kehancuran yang ditimpakan kepada orang-orang sebelum kita tidak terjadi pada diri kita.

Mutiara Shubuh : Senin, 27/03/00 (21 Dzulhijjah 1420H)

Tiada Kompromi Dalam Aqidah

Didalam Surah Al-Kaafirun (109) Allah swt dengan tegas memerintahkan untuk tidak berkompromi terhadap aqidah kita. Surat yang diturunkan di Makkah yang berlatar belakang keputus-asaan kaum musyrikin yang kafir dalam menghambat dan menandingi da’wahnya Rasulullah saw, hingga mereka mengajak Rasulullah berunding mencari “damai” Mereka mengemukakan suatu usul damai yaitu mereka akan menyembah apa yang disembah Rasulullah saw asalkan Rasulullah juga ikut menyembah apa yang disembah oleh kaum musyrikin tersebut. Tak lama berselang dari usulan tersebut, maka turunlah Surah Al-Kaafirun ini: “Katakanlah:"Hai orang-orang kafir!, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Ilah yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Ilah yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku”.
Menurul Syeikh Muhammad Abduh, dalam surah diatas dijelaskan dua perbedaan yang tidak dapat dicampur-adukkan (dikompromikan) yakni perbedaaan dari yang disembah dan perbedaan dari cara menyembah (beribadah). Tegasnya yaitu yang disembah lain dan cara menyembahnyapun lain, tidak satu atau tidak sama. Oleh sebab itu masing-masing tetap pada agamanya masing-masing. Jelas sekali bahwa surah ini memberi pedoman yang tegas bagi kita pengikut Rasulullah saw bahwasanya aqidah tidaklah dapat diperdamaikan. Tauhid dan syirik tidak dapat dipertemukan. Oleh sebab itu maka aqidah tauhid tidaklah mengenal apa yang dinamakan Cyncritisme (penyesuaian).
Surah Al-Kaafirun ini sangat erat sekali hubungannya dengan Surat Al-Ikhlas. Dimana surah Al-Kaafirun menegaskan dalam beraqidah dan Al-Ikhlas merupakan ajarn pokok tauhid keislaman. Keduanya tak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Bahkan rasulullah saw pun suka menggandengkan pembacaan kedua surah ini dalam suatu shalat yaitu Al-Kaafirun di raka’at pertama dan Al-Ikhlas di raka’at berikutnya, khususnya ketika shalat sunnah setelah thawaf dan shalat sunnah fajar. (HR. Muslim. Dan Farwah bin Naufal Asya’I pun pernah diberi petunjuk oleh Rasulullah untuk membaca surah Al-Kaafirun sebelum berbaring tidur, karena hal ini merupakan suatu pernyataan diri sendiri bersih dari syirik (HR. Ahmad)
Semoga kita selalu dapat menjaga aqidah keislaman kita dengan berpegang teguh selalu pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah khususnya surah Al-Kaafirun dan Al-Ikhlas.

Mutiara Shubuh : Selasa, 28/03/00 (22 Dzulhijjah 1420H)

Sekilas Tentang Syurga

Telah banyak kita dengar tentang syurga yang dijanjikan Allah swt bagi hambanya yang bertaqwa kepada-Nya diantaranya dapat kita kutip dari Al-Qur’an maupun Hadits-hadist Rasulullah saw, yang sudah tentu tentang kepastiannya kita serahkan kepada keimanan kita masing-masing. Tentang keindahannya Rasulullah SAW pernah menjelaskan keindahan syurga diantaranya adalah: "Batu batanya dari emas dan perak, perekat (batu-batu) nya berupa misik harum, kerikilnya berupa permata dan yakut dan tanahnya dari za'faran. Barangsiapa memasukinya akan mendapatkan kenikmatan dan tidak pernah celaka, kekal tidak mati, pakaiannya tidak akan usang dan selalu awet muda." (Hadits shahih riwayat Ahmad, dan Tirmidzi).
Disana tersedia makanan, minuman dan pakaian bagi penghuninya, sesuai dengan firman Allah SWT: "Dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih, dan daging burung dari apa yang mereka inginkan." (QS 56 : 20-21). Begitu juga yang difirmankan dalam Surah Al-Insan (44) : 5 yang artinya : "Sesungguhnya orang-orang yang berbuat kebajikan minum dari gelas (berisi minuman) yang campurannya adalah air kafur.". Serta dalam Surah Al-Insan (44) : 21 yang artinya : "Mereka memakai pakaian sutera halus yang hijau dan sutera tebal dan dipakaikan kepada mereka gelang terbuat dari perak, dan Rabb memberikan kepada mereka minuman yang bersih."
Mereka pun ditemani oleh bidadari-bidadari sebagaimana yang dijanjikan Allah swt dalam Surah Ad-Dukhan (76) : 54 yang artinya : "Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.". Dan Allah SWT, dalam Surah Ar-Rahmaan juga mensifati mereka dengan cantik dan jelita, putih bersih dipingit dalam rumah, dan belum pernah tersentuh oleh jin maupun manusia (ayat 65 - 69). Demikian juga Rasulullah SAW menggambarkan dengan sabdanya : "Jika wanita penghuni syurga turun ke dunia ini, tentu antara langit dan bumi ini akan bersinar, dan bau harumnya akan bersenar memenuhinya dan mahkota di kepalanya lebih baik daripada dunia dan seisinya." (HR. Bukhari).  SUBHANALLAH…………..
Paparan diatas tadi adalah merupakan illustrasi pembanding duniawi saja, yang pada hakikatnya tidaklah dapat dibandingkan dengan keadaan aktual didunia ini. walaupun dilipat gandakan. Dan hal ini sebenarnya tak kan terjangkau pikiran manusia, sebagaimana firman Allah swt: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertaqwa dan kamu tidak akan dianiaya sedikitpun." (QS 4:77). Dan Rasulullah SAW pun pernah bersabda : "Tidaklah dunia ini dibanding kenikmatan akhirat kecuali seperti salah seorang diantaramu yang mencelupkan jarinya ke dalam air laut, maka lihatlah berapa banyak air yang ada di jarinya." (HR. Muslim).
Walaupun begitu, hendaknyalah kita tidak menjadikan syurga itu sebagai tujuan dari kehidupan dunia kita tetapi hanyalah merupakan stimulan untuk menambah ghirah kita untuk berjibaku beribadah, bertaqwa dan lebih mendekatkan diri kepadaNya.

Mutiara Shubuh : Rabu, 29/03/00 (23 Dzulhijjah 1420H)

Menepati Janji

Dalam pergaulan sehari-hari kita kerap menyatakan bahwa janji itu adalah hutang yang harus kita bayar (laksanakan), dan bahkan ada juga yang menyatakan bahwa seseorang itu yang dipegang adalah janjinya atau dipercayanya seseorang itu dikarenakan oleh ketepatan dia melaksanakan janjinya. Didalam ajaran Islam dinyatakan bahwa janji itu adalah sesuatu yang harus dilaksanakan dan dihari akhir nanti diminta pertanggung jawabannya oleh Allah swt. Didalam Surah Al-Israa (17) ayat 34 Allah swt berfirman: “….dan penuhilah janji ; sesungguhnya janji itu pasti diminta pertanggungan jawabnya”, demikian juga diawal Surah Al-Maidah (5) ayat 11 diingatkan Allah swt untuk memenuhi janji-janji kita (akad-akad). Allah swt sangat murka sekali dengan orang-orang yang tidak menepati janjinya, yang hal ini dinyatakanNya dalam Al-Qur’an: ”Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat; Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan” (QS 61:2-3).
Banyak diantara-hadits-hadits Rasulullah saw yang mengecam orang-orang yang tidak menepati janji yang diantaranya menyatakan bahwa tidak menepati janji itu adalah salah satu ciri orang yang munafiq walau orang itu puasa dan shalat atau merasa disinya seorang muslim (HR. Bukhari & Muslim) Dan tentunya kita sudah tahu bagaimana pedihnya azab bagi orang-orang yang munafiq tersebut.
Semoga Allah menjauhkan kita dari salah satu sikap yang menghantarkan kita kepada kemunafiqan ini yakni dengan selalu tepat dalam memenuhi janji-janji kita.

Mutiara Shubuh : Kamis, 30/03/00 (24 Dzulhijjah 1420H)

Bacalah

Makna kata perintah “IQRO (Bacalah)” yang difirmankan Allah dalam surah Al-‘Alaq [96] itu bukanlah hanya makna harfiah yang hanya sekedar membaca belaka, tetapi sangat jauh lebih dalam dari itu yaitu dengan membaca Al-Qur’an yang tertulis yang merupakan kata-kata Allah serta mempelajarinya dengan keterkaitanya dengan semua gejala alam baik yang hidup maupun yang mati, nach.. dari penela’ahan yang lebih mendalam inilah akan kita temukan kebesaran-kebesaran Allah. Sebagaimana firman Allah: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka. (QS. 3:190/191).
Jadi disamping kita diperintahkan untuk membaca, pempelajari serta memahami ilmu agam yang disampaikan melalui Al-Qur’an sebagai firman Allah dan Al-Hadits sebagai ilmu praktikal, kita juga dianjurkan untuk mempelajari ilmu-ilmu cabang yang lainnya yang akan mengantarkan kita pada fakta-fakta kebesaran Allah dan juga ynag akan mendatangkan kemakmuran ummat manusia seperti ilmu alam, biologi, kedokteran dsb. Marilah kita bersama-sama berlomba-lomba untuk membaca serta menuntut ilmu-ilmu cabang seperti yang diperintahkanNya.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 31/03/00 (25 Dzulhijjah 1420H)

Mencela Makanan

Ketika kita disuguhi makanan oleh seseorang terkadang terlontar dari mulut kita kata yang bernada mencela makanan yang sedang kita cicipi tersebut. Kita tidak sadar bahwa hal itu akan menyakiti orang yang memberikan atau memasak makanan. Abu Hurairah ra pernah berkata bahwa Rasulullah saw tidak pernah mencela selamanya. Jika ia suka dengan makanan itu maka dimakannya dan sebaliknya jika beliau tidak menyukainya maka ditinggalkannya (HR. Bukhari dan Muslim). Bahkan Rasulullah saw sangat sering sekali memuji makanan yang disajikan kepada beliau walaupun sebenarnya tidak beliau suka atau tidak enak. Sebuah riwayat yang disampaikan dari Jabir ra yang mengisahkan ketika Raulullah saw menanyakan tentang lauk-pauk yang akan disediakan kepada keluarganya, maka keluarganya menjawab bahwa tidak ada lauk pauk kecuali cuka. Maka Rasulullah saw minta cuka untuk imakan dengan roti yang dihidangkan kepada beliau, sambil bersabda: Sebaik-baiknya lauk pauk ialah cuka, sebaiknya lauk adalah cuka”. Demikianlah beliau memuji apa yang dihidangkan kepada beliau.
Lantas bagaimana dengan kita, yang terkadang jangankan hanya diberi cuka, diberi ikan terus-menerus saja sudah mengeluh, “Kok ikan-ikan melulu…?” padahal ikan ikan itu jauh lebih nikmat dari pada cuka.
Seyogyanyalah kita dapat meniru sikap Rasulullah ini yang tidak pernah mencela makan yang dimakannya dan selalu memujinya. Apatah lagi makanan tersebut dimakan oleh istri tercinta…….    

Mutiara Shubuh : Senin, 03/04/00 (28 Dzulhijjah 1420H)

Sabar Ketika Sakit

“Allah menyukai orang-orang yang sabar”, demikianlah statement Allah swt dalam surat Ali Imran 146, dan banyak lagi ayat-ayat Al-Qur’an yang menyatakan keutamaan kesabaran dan bahkan dikatakan akan Allah swt akan selalu bersama-sama orang yang sabar. Ada beberapa macam sabar, diantaranya sabar ketika kita ditimpa musibah dalam bentuk sakit. Al-Junaid Al-Bahdady pernah mengungkapkan tentang musibah atau yang ditimpakan pada seseorang: “Bala adalah lampu bagi orang-orang arif, kebangkitan orang-orang yang menghendaki Allah, kebaikan orang-orang yang mukmin tetapi kebinasaan bagi orang-orang yang lengah. Tidak akan dapat menemukan kemanisan iman seseorang hingga dia kedatangan bala, lalu dia ridho dan bersabar”. Jadi hendaklah kita selalu bersabar ketika menerima cobaan Allah swt dan janganlah berkeluh kesah, karena semua bala yang kita terima itu adalah semua rencana Allah swt terhadap diri kita. Dalam sebuah hadits qudsi Allah swt berfirman secara tegas bagi orang yang tidak bersabar dan berkeluh kesah serta tidak bersyukur: “Barangsiapa yang tidak puas dengan qadha-Ku dan tidak bersyukur kepada pemberian-Ku, Hendaklah dia mencari Tuhan selain Aku”
Bahkan dalam suatu hadits yang diriwyatkan dari Abdullah bin Mas’ud, Rasulullah saw menyatakan bahwa amalan orang yang sedang sakit itu diberi ganjaran dua kali lipat orang yang sehat dan juga beliau menyatakan bahwa orang yang sakit itu (walaupun yang tertusuk duri) akan di hapuskan oleh Allah swt dosanya seperti rontoknya dedaunan dari pohonya. (HR Bukhari dan Muslim) Jadi tiada dalih lain bagi kita untuk berkeluh kesah kecuali harus selalu bersabar ketika ditimpakan musibah sakit atas diri kita.

Mutiara Shubuh : Selasa, 04/04/00 (29 Dzulhijjah 1420H)

Berjabat Tangan

Telah kita ketahui bersama bahwa ketika kita bertemu dengan saudara kita sesama muslim lainnya disunnahkan untuk mengucapkan salam, dimana didalam itu adalah merupakan do’a bagi saudara kita tersebut, dan bagi yang menerima salam itu wajib untuk menjawabnya. Setelah itu lazimnya kita melanjutkannya dengan berjabat tangan. Sesungguhnya berjabat tangan ini adalah sesuatu yang biasa dilakukan oleh Rasulullah dan sahabatnya. Hal ini ditegaskan oleh Anas ra ketika ditanya oleh Qatadah (Abu Khattab) tentang apakah jabat tangan itu terjadi pada Rasulullah dan sahabatnya. Dan Anas pun menjawab dengan “Ya”. (HR. Bukhari). Dan Rasulullah saw pun menjawab yang sama ketika beliau ditanya oleh Anas ra tentang hal ini. (HR At-Tirmidzi). Didalam hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dari Al-Barra’ ra yang berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Tiada dua orang muslim yang bertemu lalu berjabat tangan melainkan diampunkan dosa keduanya sebelum berpisah”. Jadi disini terlihat bagaiman dianjurkannya (sunnah) kita berjabat tangan dengan sesma muslim ketika bertemu. Dan bahkan jika saudara kita itu pulang dari bepergian disunnahkan untuk mendekapnya sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saw ketika menyambut kedatangan Zaid bin Haritsah datang ke kota Madinah, Rasulullah saw dengan serta merta memeluk dan mendekap Zaid.
Sungguh mulia ajaran ini, yang menunjukkan rasa persaudaraan yang kentang dan saling mengasihi satu sama lainnya.


Mutiara Shubuh : Rabu, 05/04/00 (30 Dzulhijjah 1420H)

Kiat Mencapai Keberuntungan

Islam memerintahkan manusia untuk bekerja dan berusaha memperoleh karunia Allah di muka bumi ini, sesuai dengan firman Allah dalam surat Al-Jumu’ah [62] ayat 10: “Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung”.
Ayat diatas menjelaskan kepada kita tentang kita-kiat untuk mencapai keberuntungan yakni dengan melakukan tiga kiat berikut:
·         mendirikan shalat yang merupakan media komunikasi antara hamba dan Sang Khalik yang merupakan sumber dari segala rahmat dan karunia
·         bekerja atau berusaha yang merupakan sarana dari memperoleh karunia tersebut
·         selalu ingat kepada Allah swt (dzikrullah) yang merupakan upaya pengontrol diri agar selalu dalam aturan atau tata nilai / kaidah yang telah ditentukan oleh Allah swt.
Pada kenyataanya pada sa’at ini kita malah melupakan kiat-kiat yang telah digariskan Allah swt ini, kita justru lupa akan shalat ketika sedang asyik-asyiknya mencari harta. Dan bahkan kita tidak menghiraukan aturan yang telah ditetapkan dalam berusaha., maunya gampang dan menghasilkan keuntungan yang banyak dan menghiraukan garis batas halal dan haram yang ditetapkan Allah swt.
Semoga dengan ini kita dapat lebih introspeksi diri kita, hingga segala yang harta yang kita dapatkan hendaklah dari usaha dan cara yang halal sebagaimana digariskan oleh Allah swt. Nafkah yang kita berikan kepada keluarga pun hendaknya yang halal, hingga segala nafkah yang dimakan dan menjadi darah dan daging dalam tubuh kita sekeluarga tidak menjadi hijab bagi kedekatan kita kepada Allah Sang Pencipta.

Mutiara Shubuh : Kamis, 06/04/00 (01 Muharram 1421H)

Harta dan Sahabat

Sebagaimana kita diperintahkan oleh Allah swt mencari karuniaNya dimuka bumi ini (QS 62:10),  uang atau harta adalah merupakan salah satu karunia yang paling disukai dan dicintai oleh manusia (QS 100:8). Allah swt telah menetapkan aturannya dalam mencari dan menggunakan harta agar manusia tidak berbuat semaunya. Harta tersebut haruslah dari usaha dan barang yang halal, seperti halnya yang diperingatkan Allah swt: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu makan harta diantara kamu dengan cara yang bathil…..” (QS 4:29). Dan Rasulullah saw pun pernah mengingatkan kita : “Perkara yang sangat langkaditemukan pada akhir zaman adalah uang yang halal dan sahabat yang dapat dipercaya” (HR Ibnu Syakir dari Ibnu Umar).
Firman Allah swt dan hadits Rasulullah diata merupakan peringatan bagi kita agar berhati-hati dalam mencar dan menggunakan harta serta waspada dalam memilih temat atau sahabat.
Harta atau uang yang kita peroleh ini pertanggung jawabannya tidak hanya sebatas didunia, tetapi akan dilanjutkan diakhirat kelak, sebagaimana dinyatakan oleh Rasulullah saw di hadits lainya. Ada empat perkara yang harus dipertanggung jawabkan diantaranya tentang pemanfa’at usia yang diberikan Allah kepada kita, pemanfa’atan masa muda, tentang harta yang dimiliki oleh seseorang (bagaimana cara mendapatkannya dan kemana ipergunakannya) serta pertanggung jawaban ilmu yang dimiliki orang tersebut.
Semoga renungan firman Allah dan hadits Rasulullah saw diatas dapat mengingatkan kita untuk cepat sadar dan insyaf serta memperbaiki diri dan berhati-hati dalam memperoleh harta dan memilih sahabat.  


Mutiara Shubuh : Jum’at, 07/04/00 (02 Muharram 1421H)

Menghiraukan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Disa’at ini kita lihat kemaksiatan semakin merajalela dan kebajikan di hati dan tingkah laku setiap insan itu pun mulai sirna, Saling memfitnah, memaki, dengki, iri dan sebagainya tampak tumbuh subur. Hal ini mungkin diakibatkan oleh sikap kita yang acuh terhadap sesama dimana kita hidup sangat individualistis sekali. Masa bodoh orang lain yang penting gue…... Tiada saling mengingatkan pada kebajikan dan mencegah akan kemungkaran.
Didalam suatu hadits qudsi yang diriwayatkan dari Aisyah ra dinyatakan bahwa Allah memerintahkan kita untuk mengajak kepada kebajikan dan melarang kemungkaran. Jika kita menghiraukan atas kedua perintah tersebut maka ketika itulah Allah swt tidak akan mendengar lagi do’a seseorang, permintaannya tidak akan dikabulkan oleh Allah swt (HR Ad-Dailami dan Thabrani). Hadits ini dikuatkan oleh hadits riwayat At-Tirmidzi dari Hudzaifah ra yang ia berkata bahwa Rasulullah saw bersabda: “Demi Allah yang jiwaku ada ditanganNya, harus kamu nganjurkan kepada kebaikan dan mencegah terhadap kemungkaran atau kalau tidak pasti Allah akan menurunkan siksa terhadapmu, kemudian kamu berdo’a, maka tidak diterima dari kamu”
Sesungguhnya peringatan Allah swt melalui Rasulullah saw dapat menyentakkan kita untuk dapat lebih peduli terhadap “amar ma’ruf nahi mungkar” ini di zaman yang kemaksiatan merajalela dan sepertinya tak dapat dibendung dan bahkan tumbuh dengan subur sekali bahkan dalam bentuk-bentuk kemaksiatan baru. Jarang sekali kita temukan orang yang berbuat baik. Dan sementara itu kita cuek saja menatapi hal ini dan bahkan larut dalam kemaksiatan tersebut. Nach… jika kita cepat sadar maka tunggulah azab Allah dan sampai menangis darahpun Allah tidak akan mengabulkan segala permohonan kita…Na’udzubbillahi min dzalik…….
Semoga semua diberikan kekuatan oleh Allah dalam selalu berjalan di shirat-Nya dan juga dapat menganjurkan kepada kebaikan serta berani melawan kemungkaran yang berada di sekitar kita.

Mutiara Shubuh : Senin, 10/04/00 (05 Muharram 1421H)

Berbuat Baik Kepada Orang Tua

Allah swt berfirman: “Dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Rabbku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil" (QS 17: 23-24). Ayat ini memerintahkan kita untuk berbuat baik kepada kedua orang tua kita dengan sebaik-baiknya, kita diperintahkan menjaga hatinya, memeliharanya jika sudah lanjut usia dan juga berkata yang baik terhadapnya. Dan bahkan jangankan membentaknya berkata “ah” atau berpaling saja dari perintahnya adalah merupakan dosa besar, karena durhaka itu merupakan salah satu dosa besar yang tak terampuni kecuali orang tua kita telah mema’afkannya (HR. Bukhari dan Muslim). Dan bahkan dihadits lain yang juga diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abrullah bin Al-Amru bin Al-‘Asy dinyatakan bahwa seseorang yang memaki orang lain hingga orang lain itu memaki orang tuanya sama saja hal nya ia memaki orang tuanya sendiri dan itu merupakan dosa besar.
Semoga kita diberi Allah ketetapan hati untuk dapat menjaga sikap kita kepada kedua orang tua kita, menyayangi mereka dan selalu menjaga tutur kita terhadap mereka hingga tidak menyakiti hati mereka dan tentu harus selalu mendo’akan mereka. Dan sifat-sifat Al-Qamah, Malin Kundang dsb itu tidak hinggap didiri kita dan kita dijauhi dari dosa besar ini serta kutukan Allah swt.   

Mutiara Shubuh : Selasa, 11/04/00 (06 Muharram 1421H)

Berdusta Yang Dibolehkan

Perkataan adalah sebagai salah satu jalan untuk mencapai suatu maksud yang baik, maka apabila maksud baik itu dapat dicapai dengan kebenaran maka haram bagi kita berdusta. Tetapi apabila tidak mungkin tercapai kecuali dengan berdusta, maka boleh dilakukan. Seperti jika seorang muslim yang bersembunyi dari kejaran orang yang zalim yang akan membunuhnya, maka boleh berdusta dengan tujuan menyelamatkan orang muslim tersebut. Atau seorang perampok yang menanyakan tentang titipan orang. Hal ini dapat kita rujuk kepada salah satu hadits Rauslullah saw dari Ummu Kalsum ra yang mendengar Rasulullah saw bersabda: “Bukan seorang pendusta, orang yang mendamaikan antara sengketa manusia, maka menimbulkan kebaikan atau berkata baik” (HR Bukhari dan Muslim). Dari hadits ini dapat disari bahwa jika kita melakukan dusta yang bertujuan untuk mendamaikan orang yang bertengkar, maka itu diperbolehkan. Didalam hadits lain yang juga diriwayatkan dari Ummu Kalsum, ia berkata: Saya tidak mendengan Rasulullah saw mengijinkan berdusta kecuali terhadap tiga hal: Dalam berperang, memperbaiki sengketa dan pembicaraan antara suami istri (HR Muslim).
Kendatipun demikian, seyogyanyalah jalan berdusta ini ditempuh sebagai alternatif terakhir yang tidak mempunyai bentuk solusi lain kecuali berdusta dan inipun harusnya dilakukan untuk mencapai kebaikan bagi semua pihak atau hal-hal yang menegakkan kebajikan saja.

 

Mutiara Shubuh : Rabu, 12/04/00 (07 Muharram 1421H)

Berdo’a Diantara Dua Khutbah

Didalam suatu hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah ra, ia berkata: rasulullah saw ketika membicarakan tentang hari Jum’ah berkata: “Pada hari itu ada sa’at, tiada seorang muslim yang sedang shalat bertepatan pada sa’at itu, lalu meminta kepada Allah, melainkan dapat dipastikan Allah akan memberinya. Tetapi sa’at itu sangat singkat”. Sedangkan di hadits lain Imam Muslim meriwayatkan bahwa waktu itu adalah ketika imam / khotib istirahat sejenak diantara kedua khutbah jum’ahnya.
Kedua hadits diatas menunjukkan keutamaan atau kemakbulan do’a yang dilakukan oleh seseorang diantara dua khutbah jum’ah. Memang wktu ini singkat sekali jadi mungkin kita tidak dapat berpanjang-panjang dalam berdo’a. Do’a yang paling disukai Rasulullah saw pada sa’at yang singkat ini adalah do’a yang paling singkat tapi padat yakni: “Rabbana atina fiddunya hasanah, wa fil akhirati hasanah wa qinaa adzabannar” atau ada yang agak panjang sedikit yaitu do’a yang kita sering baca ketika duduk diantara dua sujud.

 

Mutiara Shubuh : Kamis, 13/04/00 (08 Muharram 1421H)

Sifat-Sifat Orang Beriman

Dipenghujung Surah Al-Fath [48] Allah swt berfirman: “Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda meraka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, yaitu seperti tanaman mengeluarkan tunasnya maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah dia dan tegak lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mu'min). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar”.
Demikianlah Allah swt menggambarkan sifat-sifat pengikut Rasulullah saw yakni orang yang beriman. Mereka sangat tegas sekali melawan atau memerangi orang kafir yang menentang (memerangi) mereka. Mereka rela berjihad mengerahkan harta bahkan nyawanya untuk menegakkan keyakinan (agama) yang dianut yakni Agama Allah. Walaupun begitu mereka sangatlah lemah lebut, berkasih sayang sesama mereka bahkan dengan orang kafir (yang tidak agresif) pun mereka selalu menjaga kesopanan dan keramahan mereka. Mereka sangat tekun beribadah yang dinyatakan sebagai ruku’ dan sujud hingga pada muka mereka berbekas tanda kepatuhan mereka. Secara fisik dapat diartikan bahwa orang yang rajin sujud akan terlihat bekas sujud dikening mereka dan jika kita tilik lebih dalam lagi makna hakikinya adalah mereka merefleksikan kepatuhan-kepatuhan mereka (beribadah) dalam kehidupan mereka sehari-hari baik secara vertikal dengan Sang Pencipta maupun horisontalistik kepada sesama manusia atau makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Dan hal ini tidak hanya dinyatakan dalam Al-Qur’an, tetapi juga disebutkan oleh Kitab-kitab Allah yang diturunkan sebelumnya yakni Taurat dan Injil.
Semoga kita menjadi pengikut Rasulullah Muhammad saw yang setia sehingga bekas sujud itu benar-benar membekas di wajah kita hingga Allah akan melimpahkan pahala atas amalan shaleh kita dan memberikan ampunan terhadap segala kekhilafan kita.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 14/04/00 (09 Muharram 1421H)

Pintu Taubat Selalu Terbuka

Allah itu Maha Pengampun, Maha Pemberi Taubat dan selalu membuka pintu taubatNya bagi hambanya yang bersungguh-sungguh untuk kembali kejalan Nya walaupun mereka sudah melampaui batas. Tetapi dengan syarat tidak kembali keluar batas itu kembali. Dan Allah akan memberikannya kepada orang yang dikehendakiNya. Simaklah firmanNya di Surat Az-Zumar [QS 39 : 53]: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.
Banyak sekali riwayat-riwayat yang menceritakan tentang seseorang yang bertaubat sungguh-sungguh dan akhir menjadi orang yang dekat sekali dengan Allah. Bahkan seseorang yang sudah terlanjur berjanjipun (walaupun bukan karenanya) Allah akan dengarkan dan Dia akan perlihatkan kekuasaannya hingga hambanya itu benar-benar takluk akan kekuasaanNya dan bertaubat. Seperti cerita dizaman Rasulullah tentang seorang pemabuk yang tidak pernah lepas dari botol minumannya dimanapun ia berada. Tetapi dia sangat takut dengan Umar bin Khattab ra yang sangat keras sekali adatnya terhadap orang yang bermaksiat termasuk pemabuk. Bila Umar ra bertemu dengan seseorang yang sedang mabuk maka tanpa ampun orang tersebut akan dihajar habis oleh Umar. Suatu ketika tanpa disangka oleh si pemabuk itu dia berpapasan dengan Umar ketika tengah membawa botol araknya. Ditengah ketakutannya tersebut ia berikrar kepada Allah bila arak yang didalam minumannya itu berubah menjadi cuka maka ia akan bertobat dari pemabuk. Tak pelak lagi Umar langsung mencengkram baju si pemabuk itu dan menanyakan apa yang ada didalam botol minumannya itu. Dengan menggigil ia menjawab bahwa didalam botolnya ini hanyalah cuka. Dan Umarpun merebut botol minumannya itu untuk memeriksanya. Pada saat itu Allah swt mengabulkan keinginan si pemabuk tersebut dan Umar hanya menemukan cuka didalam botol minuman tersebut, dan melepaskan si pemabuk tersebut. Hal ini membuat lega si pemabuk dan membuat dia insyaf dan tidak pernah meminum arak lagi dan dia menjadi seseorang yang selalu beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah.  

Mutiara Shubuh : Senin, 17/04/00 (12 Muharram 1421H)

Menebarkan Salam

Pada suatu ketika Rasulullah saw bersabda kepada para sahabat: “ Kamu tidak akan masuk syurga hingga kamu beriman (percaya), dan kamu tidak beriman hingga kasih sayang terhadap sesama. Sukakah kamu ku tunjukkan sesuatu jika kamu kerjakan timbul kasih sayang diantara kamu. Lantas para sahabat menjawab: Mau, Rasulullah. Dan Rasulullah pun melanjutkan: Sebarkanlah Salam diantara kamu (HR Muslim dari Abu Hurairah ra).
Hadits diatas menggambarkan bagaimana ajaran kasih sayang yang diajarkan didalam Islam. Diatara sesama muslim saling mendo’akan dengan menebarkan salam. Bahkan dihadits lain dikatakan bahwa memberikan salam bukan hanya dengan orang yang sudah kita kenal baik, tetapi bahkan dengan orang yang belum kenal sekalipun. Nach inilah salah satu ajaran islam yang terbaik (HR Bukhari dan Muslim dari Abdullah bin Amru bin Al-Ash ra.)
Adapun tatacara yang dilakukan Rasulullah saw dapat kita baca di berbagai kitab yang diantaranya adalahh mengucapkan salam ketika akan memasuki rumah seseorang (QS. 24:27), saling bersalaman ketika bertemu dengan sesama muslim maupun ketika berpisah dsb. Yang berjalan memberikan salam kepada yang diam atau duduk, yang sedikit kepada yang banyak, yang berkendaraan kepada yang berjalan, yang kecil kepada yang besar dst. Dan bahkan didalam suatu hadits yang diriwayatkan dari Abu Umamah Albahily ra, Rasulullah saw menyatakan bahwa yang memberi salam terlebih dahulu adalah seutama-utamanya manusia bagi Allah dan juga dinyatakan bahwa orang yang dekat dengan Allah-lah yang akan terlebih dahulu memberikan salam (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi).
Marilah kita menebarkan salam diantara kita sesama muslim dan semoga dengan saling mendo’akan ini Allah swt akan melimpahkan rahmah dan barokah-Nya kepada kita semua yang gemar menebarkan salam ini.

Mutiara Shubuh : Selasa, 18/04/00 (13 Muharram 1421H)

Berduka Ketika Luput dan Terlalu Gembira Ketika Dapat

Ketika kita menginginkan suatu, tentu kita berdo’a kepada Allah swt supaya yang kita idamkan itu kita dapat miliki. Pada sa’at keinginan itu tidak dikabulkan dan bahkan bertolak belakang dari yang diidamkan, tentu ada perasaan kecewa yang kita rasakan, tetapi janganlah perasaan itu menjadi berlarut sehingga kita terkungkung dalam duka yang lama dan bahkan timbul rasa diperlakukan tidak adil oleh Allah swt. Dan sebaliknya, jika keinginan itu dikabulkan dan bahkan melebihi apa yang diidamkan tentu akan menimbulkan kegembiraan yang mungkin tidak terhingga dan mungkin disambut dengan pesta pora yang berlebihan. Dan bahkan mungkin keberhasilan itu menimbulkan kesombongan atau keangkuhan didiri kita, dan berkata “Ayo… siapa yang bisa seberhasil saya !!!”.
Allah swt mengingatkan kita didalam Al-Qur’an:. “… jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri”
Jadi seyogyanyalah kita berbaik sangka terhadap apa yang diputuskan Allah swt untuk kita apakah itu berupa keinginan yang luput dari dekapan. Tariklah hikmah dari kegagalan tersebut dan yakinlah keputusan Allah swt itu adalah hal yang terbaik untuk kita. Dan harus diingat sungguh sanagt banyak keberhasilan-keberhasilan (nikmat) yang kita terima dariNya dibanding kegagalan tersebut, dan bersyukurlah.
Begitu juga dengan keberhasilan, itu semua rencana Allah swt, janganlah kita larut dalam kesenangan atas keberhasilan keberhasilan yang kita dapatkan yang sesungguhnya itu semua atas kehendakNya. Apalagi sombong dan angkuh terhadap keberhasilan itu…wah…wah.. wah.. itu seharusnyalah sangat jauh sekali dari diri kita yang hina dan lemah ini, dan bersyukurlah atas yang dikaruniakanNya tersebut, dan dapat memanfa’atkannya dijalan yang benar.
Jadi sesungguhnya tidak ada kata “Berduka Ketika Luput dan Terlalu Gembira Ketika Dapat” didalam kamus seorang muslim, tetapi hanya “Bersyukur, bersyukur dan bersyukurlah ketika Luput ataupun Dapat”.

Mutiara Shubuh : Rabu, 19/04/00 (14 Muharram 1421H)

Shalawat Nabi

Melalui Al-Qur’an surah Al-Ahzab ayat 56 Allah swt berfirman: “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”, begitulah perintah Allah swt kepada kita untuk memperbanyak shalawat kepada Rasulullah saw, insan pilihanNya tersebut. Diayat diatas dinyatakan bahwa Allah dan Malaikat-malaikatNya saja bershalawat untuk Nabi saw, apatah lagi kita hambanya Allah atau ummat Nabi saw tentu kita sangatlah dianjurkan untuk mengucapkan shalawat untuk beliau. Dengan memperbanyak shalawat diharapkan kita akan lebih merasa dekat dengan insan kecintaan Allah swt ini dan tentunya akan mendekat kita juga kepadaNya dan bahkan turut dicintaiNya. Ibnu Mas’ud ra meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda bahwa orang yang banyak membaca shalawat untuk Rasulullah saw akan menjadi orang yang terdekat dengan Rasulullah di hari akhirat kelak (HR. At-Tirmidzi). Dan bahkan dinyatakan oleh Abdullah bin Amru bin Al-‘Ash ra bahwa Rasulullah menyatakan bahwa Allah akan menurunkan rahmatNya sepuluh kali terhadap orang yang membaca shalawat satu kali (HR. Muslim). Dan apabila kita mendengar nama Rasulullah saw disebutkan hendaklah kita mengucapkan shalawat untuknya. Bagi orang yang tidak mengucapkan shalawat ketika nama beliau disebutkan maka orang tersebut dikatakan Rasulullah saw sebagai orang yang rendah dan hina (HR At-Tirmidzi), sedangkan diriwayat lain disebutkan sebagai orang yang bakhil.
Semoga yang singkat dapat mengingatkan kita kembali untuk gemar bershalawat kepada junjungan kita tersebut dan selalu menyambut nama beliau dengan shalawat, sehingga kita tidak digolongkan kedalam orang yang rendah, hina atau bakhil. 

Mutiara Shubuh : Kamis, 20/04/00 (15 Muharram 1421H)

Menahan Amarah, Mema’afkan dan Berlemah Lembut

Menahan amarah bukanlah sesuatu yang mudah, menuntut suatu perjuangan yang hebat melawannya dengan suatu kekuatan bathin yang prima juga. Apalagi  bagi mereka yang mempunyai kemampuan dan kekuasaan untuk melampiaskannya. Nach.. disinilah sebenarnya nilai kearifan seseorang, apakah dia ksatria atau tidak. Karena seorang ksatria itu harus mampu mengendalikan nafsunya termasuk nafsu amarahnya. Rasulullah saw mengungkapkan hal ini dalam suatu hadits: “Bukan dikatakan seorang pemberani karena seseorang cepat meluapkan amarahnya, tetapi justru seorang pemberani itu adalah mereka yang dapat menguasai diri (nafsu) nya sewaktu marah” (HR Bukhari dan Muslim). Hal ini ditunjukkan beliau semasa beliau masih hidup. Banyak sekali kisah beliau yang dengan sangat indahnya beliau menyelesaikan masalah dengan lemah lembut walaupun hal tersebut memancing kemarahan beliau atau bahkan pada suatu penghinaan. Kalaupun beliau mau membalasnya (dengan amarah) maka akan sangatlah gampang sekali karena beliau disa’at itu adalah seorang pemimpin suatu pemerintahan yang berkuasa. Tetapi hal itu tidak beliau lakukan.
Kita ingat kisah seorang Yahudi yang mencoba memancing kemaraha Rasullullah dengan berkata: “Assamu’alaikum (Kecelakaan bagimu)” sebagai pengganti salam. Dan bahkan istri (‘Aisyah) beliaupun sampai membalasnya dengan kata yang sama ditegur oleh beliau. Kemudia kisah seseorang yang menodongkan pedang kepada Rasulullah saw yang akhirnya ketika pedang itu berpindah tangan kepada Nabi saw, beliau menyelesaikan perkara itu dengan mema’afkan. Masih banyak lagi keteladanan beliau yang menggambarkan bagaimana stabilnya bathin beliau khususnya dalam bersabar dan menahan amarah.
Dalam suatu hadits Rasulullah saw bersabda: “Ada tiga hal yang jika dimiliki seseorang maka ia mendapatkan pemeliharaan dari Allah, akan dilimpahkan rahmat-Nya, dan Allah akan senantiasa memasukkannya dalam lingkunagn hamba yang mendapat cinta-Nya yaitu: seseorang yang selalu bersyukur ketika diberi nikmat, seseorang yang sebenarnya mampu dan mempunyai kekuasaan untuk meluapkan amarahnya tetapi sebaliknya malah memberi ma’af atas kesalahan orang itu dan seseorang yang apabila sedang marah dia dapat menghentikannya” (HR Al-Hakim).
Jadi seyogyanyalah kita dapat mengendalikan nafsu amarah kita dan tidak mengumbarnya secara berlebihan. Bukankah Allah swt menyatakan dalam Al-Qur’an: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Rabbmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa, (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. 3:133-134).
Alangkah lebih mulia lagi jika seseorang yang dapat menahan amarahnya dan selalu tenang dalam menghadapi sesuatu yang menimpanya dan bahkan mema’afkan orang yang berbuat dzalim sekalipun terhadapnya serta selalu berkata lemah lembut terhadapap orang lain walaupun diperlakukan kasar. Allah swt menggolongkan mereka kepada orang yang bertaqwa dan bahkan didalam Al-Qur’an mensejajarkan mereka dengan orang-orang yang gemar berinfaq dan mereka-mereka itulah orang-orang yang disukai Allah swt. (QS. 3:134). Rasulullah saw seraya menegah para sahabat yang ingin memukul seorang Badui yang kencing didalam mesjid, dan menyuruh sahabat menyiram kencing itu dengan air lantas beliau bersabda:”Sesungguhnya kamu diutus untuk meringankan bukan untuk menyukarkan” (HR Bukhari dan Muslim)
Semoga Allah swt memberikan kekuatan bathin kepada kita untuk selalu dapat mengendalikan nafsu amarah kita dan menggantikannya dengan sabar tenang dan berlemah lembut.

Mutiara Shubuh : Jum’at, 21/04/00 (16 Muharram 1421H)

Mendamaikan Sesama Muslim

Didalam kehidupan pergaulan sehari-hari tidak jarang terjadi gesekan-gesekan antara satu pihak dengan pihak lainnya, sehingga terjadi pertengkaran satu sama lainnya. Sebagai seorang mukmin, Allah swt mewajibkan kita untuk untuk mendamaikannya: ” Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma'ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi kepadanya pahala yang besar. (QS. 4:114) dan diayat lain Allah swt berfirman: “……sebab itu bertaqwalah kepada Allah dan perbaikilah perhubungan diantara sesamamu, dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya jika kamu adalah orang-orang beriman". (QS. 8:1).
Jadi sudah sangat jelaslah bagi kita bahwa mendamaikan saudara yang sedang bertengkar itu adalah suatu kewajiban kita, apalagi Al-Qur’an juga menyatakan bahwa sesungguhnya kita kaum mu’min itu adalah bersaudara (QS 49:10), tegakah kita membiarkan saudara kita selalu dalam permusuhan dan pertengkaran dan bahkan saling bertumpahan darah. Apalagi untuk menghasud atau mengadu domba, sangat amat kita harapkanlah hal ini jauh dari kita semua. Rasulullah saw menyatakan bahwa berlaku adil terhadap orang yang bersengketa (bermaksud mendamaikan) adalah suatu sadaqah dan bahkan kita diijinkan untuk berkata dusta untuk niatan mendamaikan saudara kita yang tengah bertengkar tersebut. (HR Bukhari dan Muslim)

Mutiara Shubuh : Senin, 24/04/00 (19 Muharram 1421H)

Musibah Dimata Orang Mukmin

Musibah adalah suatu kehendak Allah swt yang ditimpakan kepada siapapun tanpa pandang bulu, tanpa memandang waktu, tempat dan situasi. Jadi musibah itu akan digulirkan dan digilirkan Allah swt kepada setiap makhlukNya di alam semesta ini. Nach sekarang hanya bagaimana sikap kita dalam menerima musibah yang ditimpakan kepada kita. Allah swt memberikan petunjukNya kepada kita untuk menghadapi hal yang tidak kita inginkan ini melalui firmanNya dalam Al-Qur’an: “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan:"Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji'uun". (QS. 2:155-156). Jadi nyatalah bagi kita bahwa kunci dalam menghadapi musibah itu adalah sabar, dan penanamkan pengertian bahwa segala sesuatu itu datangnya dari Allah swt apakah itu nikmat maupun musibah yang keduanya juga digulirkan dan digilirkan Allah swt kepada hambanya. Didalam kehidupan ini tidak ada yang nikmat terus menerus dan juga tidak ada yang musibah yang tiada henti, hanya tinggal menunggu giliran dan waktunya saja.
Dari ayat diatas juga jelas sekali bahwa Islam tidak mengajarkan ummatnya untuk mempunyai rasa memiliki (sense of belonging) terhadap yang sekarang secara lahiriah dimilikinya. Tetapi hanya disebut sebagai suatu kepercayaan dari Allah swt atau rasa untuk dititipkan atau diamanahkan (sense to be intrusted) karena segala sesuatu itu hanya datang dari Allah swt. Dan jika Allah swt berkehendak untuk mengambilnya kembali darinya maka seharusnya tidak ada yang dirasa hilang karena kita berangkat dari ketiadaan.
Orang mukmin juga memandang suatu musibah yang ditimpakan terhadap dirinya adalah suatu ujian atau cobaan terhadap keimanannya untuk menuju maqam yang lebih tinggi. Laksana seorang yang sedang menuntut ilmu yang pada tahap-tahap tertentu harus diuji keahliannya terhadap yang sudah diterimanya. Firman Allah swt: “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu (cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang beriman bersamanya:"Bilakah datangnya pertolongan Allah". Ingatlah, sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat. (QS. 2:214).
Dan ada lagi bentuk musibah yang dapat kita terjemahkan sebagai peringatan bagi kita untuk mengingatkan kita untuk kembali kejalan Allah. Allah swt menyatakannya: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. 42:30). Lain halnya dengan orang kafir dan fasik, musibah itu adalah merupakan adzab dan siksaan bagi perbuatan mereka yang durhaka terhadap Allah. “…..maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik. (QS. 5:49)
Semoga kita diberi bekal kesabaran oleh Allah swt ketika menerima cobaan atau musibah yang insya Allah akan lebih memantapkan maqam kita ditempat yang lebih tinggi dimata Allah swt.

Mutiara Shubuh : Selasa, 25/04/00 (20 Muharram 1421H)

Takut Kepada Allah

Sesungguhnya seorang mukmin yang bertaqwa itu sangatlah takut kepada Allah swt, karena mereka sangatlah yakin bahwa segala sesuatunya menyangkut dirinya hanyalah bergantung kepada kekuasaan-Nya sebagaimana disebutkan dalam Surah An-Nahl (QS. 16:50): “Mereka takut kepada Rabb mereka yang berkuasa atas mereka dan melaksanakan apa yang diperintahkan (kepada mereka), (QS. 16:50)". Karena ketakutan inilah mereka sangat patuh terhadap segala sesuatu yang diperintahkan oleh Allah swt dan menjauhi segala yang dilarangnya. Didalam melakukan segala aktifitasnya mereka sangatlah hati-hati, karena takut padaNya. Jangankan terjerumus kedalam maksiat menyerempet saja mereka sangat amatlah takut akan murkanya Allah swt. Yang mereka cari hanyalah ridho dari-Nya, seperti yang dinyatakan Al-Qur’an: “Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang-orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya. (QS. 21:28)
Imam Al-Ghazali menggambarkan bahwa orang yang taqwa dan takut kepada Allah itu selalu berusaha untuk menekan segala kecederungan buruk dari dirinya dan membangkitkan amal-amal baik yang diperintahkan Allah swt dengan cara mengendalikan segala gerakan hati dan jasadnya yang dinyatakan Imam Al-Ghazali sebagai ciri orang yang takut kepada Allah swt, yakni:
·         Menjaga hati dari sikap yang tercela, iri, dengking, hasad dsb dan menggantikannya dengan gerak hati yang baik yakni berbaik sangka, bersahabat, kasih, sayang dst.
·         Menjaga lisan dari perkataan yang tidak baik, kotor dan bahkan yang kurang bermanfa’at dengan menggantikannya dengan perkataan yang bermanfa’at, khususnya melafazkan kata-kata dzikir terhadap Allah swt.
·         Menjaga perut dari memakan makanan yang haram, baik yang haram karena dzatnya maupun yang haram karena cara mendapatkannya. Dan sudah tentu hanya makanan yang halallah yang dapat memberikan keberkahan dalam perkembangan jasad maupun rohani kita. 
·         Menjaga penglihatan dari hal yang dilarang Allah swt, seperti melihat aurat orang lain yang bukan muhrimnya dsb.
·         Menjaga tangan dari berbuat yang maksiat.
·         Menjaga kaki dari melangkah kepada yang tidak baik.
·         Menjaga telinga dari mendengar hal-hal yang tidak bermanfa’at.
·         Serta menjaga kemaluannya dari berbuat zina.
Beruntunglah orang-orang yang secara konsisten (istiqomah) menjaga jasad dan rohaninya dari larangan Allah swt dikarenakan takut kepadaNya, baik ketika bersama-sama orang lain maupun dalam keadaan sendiri. Karena mereka yakin bahwasanya mereka bukan hanya diintip tetapi bahkan ditonton oleh Allah swt. Dan puncak segala kenikmatan yang dijanjikan Allah swt terhadap hanbanya yang takut padaNya dan hanya mengharapkan ridho-Nya ini, dipaparkan Allah swt dalam Al-Qur’an: “Balasan mereka di sisi Rabb mereka ialah surga 'Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya.Allah ridha terhadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya.Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Rabbnya.” (QS. 98:8)
Semoga kita digolongkan kepada hambanya yang bertakwa sebagaiman yang dipaparkan diatas.

Mutiara Shubuh : Rabu, 26/04/00 (21 Muharram 1421H)

Kemana Saja Sih Ayah Selama Ini?

Apakah reaksi kita jika pada suatu ketika anak kita yang selama ini kita kira sangat manis sekali tiba-tiba kita temukan dalam keadaan sakit karena tergantung pada narkoba? Atau tiba-tiba polisi menelepon kita bahwa anak kita tersebut dalam tahanan polisi dikarenakan melanggar hukum mungkin berkelahi, mencuri atau bahkan merampok? Apakanh tersirat dalam benak kita langsung bahwa kita adalah seorang ayah yang gagal dan secara serta merta memecahkan masalahnya dan memperbaiki diri?  Atau kita meradang dan lari dari kenyataan bahwa hal ini adalah tanggung jawab kita hingga mencari kambing hitam. Dan ujung-ujungnya kita sampai pada suatu pertanyaan “Kemana saja sih aku (ayah) selama ini?
Kalau kita tinjau kebelakang (kilas balik) atas kejadian yang ditimpakan kepada kita adalah ujung-ujung nya hampir dapat dipastikan disebabkan oleh kesalahan atau kegagalan kita sendiri dalam mendidik anak kita atau setidak-tidaknya kesalahan kita itu memberikan kontribusi terbesar dari penyimpangan akhlaq anak kita tersebut, untuk itu cepat-cepatlah kita introspeksi diri. Bukan kah Allah swt menyatakan: “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu). (QS. 42:30). Atau bahkan justru selama ini kita tidak mau tahu atas mendidikan atau pergaulan anak kita dan kita menyangka bahwa itu adalah tugas dari ibunya dan tugas kita adalah mencukupi nafkahnya saja. Kita sibuk dengan kerja dan kerja, bisnis dan bisnis, pergi pagi ketika anak belum bangun dan pulang tengah malam ketika dia sudah tidur dan bahkan ada yang menghabiskan waktunya dengan ngendon ditempat-tempat hiburan dalam rangka memenuhi quota diluar rumah sebagai dalih dalam menunjukkan bahwa kita sangat sibuk sekali dengan urusan pekerjaan atau kantor.
Islam mengajarkan bahwa seorang ayah itu adalah orang yang paling bertanggung jawab atas apa yang terjadi pada keluarganya baik istri apalagi untuk anaknya. Banyak contoh ayah-ayah teladan yang ditunjukkan Allah swt untuk dapat diteladani oleh ummat Islam dalam mendidik anaknya sesuai dengan ajaran Islam untuk menjadi anak yang bertaqwa. Dari pemantapan Aqidah, Ibadah sebagaimana yang dicontohkan oleh Luqman Al-Hakim dengan menasehati anaknya yang diabadikan Allah dalam Al-Qur’an. Dan bukankah Rasulullah saw menyatakan bahw kita tidaklah akan tersesat selagi kita masih berpegang teguh pada Al-Qur’an dan Hadits. Jadi jelaslah bahwa mendidik anak menjadi shaleh yang selalu berjalan dishirotnya Allah itu adalah tanggung jawab bersama kedua orang tua dan tidak ada alasan bagi kita untuk mencari kambing hitam. Yang ada hanyalah pertanyaan dibenak kita: “Kemana sih kita (ayah) selama ini?” dan berusaha untuk menjawab dan memperbaikinya dengan perbuatan yang nyata.

Mutiara Shubuh : Kamis, 27/04/00 (22 Muharram 1421H)

Mengintip Neraka

Beberapa waktu yang lalu kita sudah sedikit dibayangkan sekilas tentang nikmat syurga yang diperuntukkan oleh Allah swt bagi hambanya yang selalu ta’at kepadaNya. Dari kenikmatan yang diberikan didalamnya minumannya, makananya, bidadarinya dan masih banyak lagi yang sesungguhnya tidak dapat kita bandingkan dengan kehidupan didunia dan hal ini tentu Insya Allah akan membangkitkan ghirah kita untuk lebih berjibaku lagi beribadah mendekatkan diri kepada Sang Pemberi Nikmat tersebut.
Nach… kali ini kita coba untuk mengintip (sekelumit) keadaan neraka yang tentu diperuntukkan Allah bagi siapa saja yang mendurhakaiNya, melanggar segala yang dilarangNya dan meninggalkan segala yang diperintahkan kepadanya. Tujuan dari pemaparan ini tidak lain hanyalah sebagai peringatan kepada kita terhadap siksaan Allah bagi hambaNya yang ingkar. Dan patut digaris bawahi disini bahwa gambaran yang didapat ini hanyalah suatu pemaparan pikiran manusia yang terbatas dan itu juga dibandingkan terhadap keadaan dunia yang sesungguhnya antara kedua itu tidaklah dapat dibandingkan atau kita pikirkan karena keterbatasan pengetahuan kita.
Didalam suatu hadits dari Abu Hurairah r.a., ia berkata : "Ketika sedang bersama Rasulullah, kami mendengar sesuatu jatuh. Maka beliau bersabda, 'Tahukah kalian suara apa itu?'. Kami menjawab, 'Allah dan RasulNya lebih tahu'. Beliau bersabda, 'Itu adalah suara batu yang dilemparkan ke neraka semenjak 70 tahun yang lalu, dan ia sekarang masih meluncur ke (dasar) neraka." (HR. Muslim). Dan Rasulullah SAW pun membayangkan sebagaimana panasnya neraka melalui sabdanya: "Api kita adalah satu bagian diantara 70 bagian dari api neraka (1/70)." (HR. Muslim).
Allah swt berfirman dalam Surah Al-Waqi'ah : 51 - 55 yang artinya : "Kemudian sesungguhnya kamu hai orang yang sesat lagi mendustakan, benar-benar akan memakan pohon zaqqum, dan akan memenuhi perutmu dengannya. Sesudah itu kamu akan meminum air yang sangat panas. Maka kamu minum seperti unta yang sangat haus minum.". Dan ditambahkan oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya : "Seandainya setetes zaqqum jatuh ke dunia, tentu akan merusak kehidupan penduduk bumi. Lalu bagaimana dengan orang-orang yang menjadikannya sebagai makanan?." (Hadits hasan shahih menurut Tirmidzi). Begitu juga dengan yang difirman Allah swt dalam Surah Muhammad : 15 yang artinya : "...dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya."
Selain itu Allah swt juga berfirmanNya juga dalam Surah Al-Hajj : 19 - 20 yang artinya : "Maka orang kafir akan dibuatkan untuk mereka pakaian-pakaian dari api neraka. Disiramkan air yang sedang mendidih ke atas kepala mereka. Dengan air itu dihancur luluhkan segala apa yang ada dalam perut mereka dan juga kulit (mereka)." Ibrahim At-Taimi jika membaca ayat ini, ia berkata, "Maha suci Dzat yang telah menciptakan pakaian dari api."
Sesungguhnya masih banyak lagi paparan-paparan yang lebih dahsyat yang diterangkan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits tentang keadaan neraka ini, dan Rasulullah saw juga pernah menggambarkan bahwa siksaan yang paling ringan saja adalah seseorang yang diletakkan bara api ditelapak kakinya hingga mendidih benak dikepalanya.
NA’UDZUBILLAHI MIN DZAALIK…….
Semoga dengan yang sangat sedikit ini seyogyanyalah akan mampu mencambuk kita untuk ingat kembali kejalan Ilahi dari jalan yang melenceng apalagi dari kedurhakaan terhadapNya yang menyebabkan kita dilemparkan Allah swt kedalam nerakaNya. Sehingga kita akan menjadi orang yang menyesal dihari akhir nanti, sebagaimana firmanNya: “Dan jika kamu (Muhammad) melihat ketika mereka dihadapkan ke neraka, lalu mereka berkata:"Kiranya kami dikembalikan (ke dunia) dan tidak mendustakan ayat-ayat Rabb kami, serta menjadiorang-orang yang beriman". (tentulah kami melihat suatu peristiwa yang mengharukan). (QS. 6:27)
Yaa….Allah Yang Maha Penyayang, berilah kami hidayah dan kekuatan untuk berjalan dishirat-Mu serta jauhkanlah hambaMu ini dari siksaan neraka-Mu ……… amien……….
 

Mutiara Shubuh : Jum’at, 28/04/00 (23 Muharram 1421H)

Menyegerakan Beramal

Dalam melakukan ibadah atau amalan, terkadang kita menunda-nunda pelaksanaan ibadah atau amalan tersebut, seperti menunda melaksanakan shalat, bersadaqah, membayar puasa wajib dsb. Padahal seandainya kita sadar bahwa sesuatu itu bisa terjadi seketika pada diri kita yang dapat lebih menunda atau bahkan akhirnya kita tidak jadi melakukannya, maka kitaakan bersegera melakukannya. Hal inilah yang selalu dijaga Rasulullah saw beserta sahabatnya. Rasulullah saw pada suatu ketika pernah terburu-buru pulang dari shalat berjama’ah karena hanya ingat bahwa uang yang direncanakannya untuk sadaqah masih belum diberikan kepada seseorang. Dan Ali bin Abi Thalib pun ketika ditanya tentang mengapa beliau berjibaku sekali menjaga waktu shalatnya (diawal waktu), beliau menjawab dengan arif bahwa beliau tidak ingan dipanggil Allah ketika dalam sebelum shalat.
Rasulullah saw bersabda dalam suatu hadits: “Rebutlah lima perkara sebelum datang lima perkara, yaitu: selagi engkau muda sebelum datang masa tuamu, selagi engkau sehat sebelum datang masa sakitmu, selagi engkau kaya sebelum datang masa miskinmu, selagi engkau menganggur sebelum datang masa sibukmu, selagi engkau masih hidup sebelum datang masa kematianmu.” (HR Al-Baihaqi, Ibnu Abiddunya dan Ibnu Mubarak). Dan sementara di dalam hadits lainnya yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dinyataka Rasulullah saw bahwa ada dua macam kenikmatan yang sebagian banyak manusia masih tertutup dari padanya atau tidak mengetahuinya atau kurang memperhatikannya). Yaitu keadaan sehat dan menganggur (ada waktu yang terluang). Hadits-hadits diatas mengingatkan kepada kita untuk memanfaatkan kenikmatan yang dianugerahkan kepada kita selagi ada sebelum kenikmatan itu berlalu, dan sudah tentu sebagi seorang muslim yang beriman hendaklah digunakan untuk yang bermanfa’at, beribadah atau beramal.
Hasan berkata dalam salah satu nasehatnya: “Ayo segera, ayo segera. Sebab segala sesuatu itu tergantung pada nafasmu saja dan jikalau ini telah terputus, terputus juga segala amalanmu. Kalau demikian amalan mana lagi yang akan kau pergunakan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Semoga Allah Ta’ala merahmati seseorang yang suka melihat pada dirinya sendiri, memperhatikan keadaannya dan suka menangisi karena banyaknya dosa yang diperbuatnga”. Selanjutnya beliau mengucapkan ayat yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami (Allah) menghitungnya itu dengan hitungan yang cermat” (QS Maryam : 85). Yang dimaksud dengan hitungan disini adalah hitungan pernafasan sehari-hari. Hitungan yang terakhir sekali ialah diwaktu kita menghembuskan nafas yang penghabisan, lebih terakhir lagi ialah diwaktu kita berpisah dengan segenap keluarga dan kecintaan kita dan yang lebih terakhir lagi dari itu adalah diwaktu kita masuk ke liang kubur.
Penyebab pokok kenapa orang itu suka menangguh-nangguhkan beramal shalih itu adalah karena kegemaran dan kecintaannya pada hal keduniaan (hubbuddunya), suka sekali dengan kesyahwatannya, dan membuat mereka berjibaku mencari dunia dan melalaikan akhiratnya. Sehingga pada suatu ketika kenikmatan yang diberikan kepada mereka itu dicabut oleh Allah swt, maka berulah mereka menyesal kenapa tidak ketika waktu lapangnya mereka berbuat amal, namun semua itu telah terlambat.
Semoga dengan yang sedikit ini dapat memperingatkan kita untuk dapat bersegera memanfa’atkan kenikmatan yang dianugerahkan kepada kita ini dijalanNya sesegera mungkin dengan tidak menunda-nunda hingga datang waktu dimana semua kenikmatan itu dicabut oleh Allah dari diri kita.

Tidak ada komentar: