TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG TUNTUNAN SHALAT menurut Al-Qur'an &
As-Sunnah
Sujud sahwi ialah sujud yang dilakukan orang yang shalat sebanyak dua kali untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat yang disebabkan lupa.
Pengantar :
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala yang menjanjikan
keberuntungan bagi orang-orang mukmin yang khusyu' dalam shalatnya. KepadaNya
kita menyembah dan kepadaNya kita mohon pertolongan. Semoga shalawat dan salam
Allah limpahkan kepada kekasih dan pilihanNya, sahabat dan orang-orang yang
mengikutinya hingga akhir zaman.
Telah banyak
tulisan-tulisan tentang tuntunan shalat yang beredar di tengah-tengah
masyarakat. Namun, sedikit sekali yang memperhatikan keshahihan dan akurasi
dalilnya. Inilah salah satu motivasi mengapa tulisan ini diterbitkan.
Yakni menyampaikan tata cara shalat yang benar sesuai tuntunan Al-Qur'an dan
As-Sunnah yang shahih.
Tulisan ini adalah
terjemahan dari salah satu bahasan dalam buku "Syarhu Arkaanil
Islaam" (Penjelasan Rukun-rukun Islam) yang ditulis oleh seorang
penuntut ilmu dan diberi pengantar oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman
Al-Jibrin.
Sebagai catatan,
koreksian tidak saja dilakukan pada tulisan ini, tetapi juga terhadap naskah
aslinya yang berbahasa Arab. Di antaranya ada yang salah cetak bahkan dalam
penempatan dalil. Mudah-mudahan tulisan ini menuntun kita semua bisa
menegakkan shalat sebagaimana yang diteladankan Rasulullah . Aamiin.
Hukum Shalat
Keutamaan Shalat
Peringatan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Syarat-Syarat Shalat
Rukun-Rukun Shalat
Hal-Hal Yang Wajib Dilaksanakan Pada Waktu Shalat
Sunnah-Sunnah Shalat
Hal-Hal Yang Diperbolehkan Pada Waktu Shalat
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Sujud Sahwi
Tata Cara Shalat
Shalat Berjama'ah
Hadirnya Wanita Di Masjid Dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya.
Shalat Jum'at
Shalat Sunat Rawatib
Shalat Witir
Tata Cara Shalat Orang Sakit
Keutamaan Shalat
Peringatan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Syarat-Syarat Shalat
Rukun-Rukun Shalat
Hal-Hal Yang Wajib Dilaksanakan Pada Waktu Shalat
Sunnah-Sunnah Shalat
Hal-Hal Yang Diperbolehkan Pada Waktu Shalat
Hal-Hal Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
Hal-Hal Yang Membatalkan Shalat
Sujud Sahwi
Tata Cara Shalat
Shalat Berjama'ah
Hadirnya Wanita Di Masjid Dan Keutamaan Shalat Wanita Di Rumahnya.
Shalat Jum'at
Shalat Sunat Rawatib
Shalat Witir
Tata Cara Shalat Orang Sakit
Hukum
Shalat
Shalat hukumnya
fardhu bagi setiap orang yang beriman, baik laki-laki maupun perempuan. Allah
Subhanahu wa Ta'ala telah memerintahkan kita untuk mendirikan shalat,
sebagai-mana disebutkan dalam beberapa ayat Al-Qur'anul Karim. Di antaranya
adalah firman Allah Ta'ala:
"Maka
dirikanlah shalat itu, sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan
waktunya atas orang-orang yang beriman." (An-Nisa': 103)
"Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat Ashar)." (Al-Baqarah: 238)
"Peliharalah segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wusthaa (shalat Ashar)." (Al-Baqarah: 238)
Dan Rasulullah menempatkannya sebagai rukun yang kedua
di antara rukun-rukun Islam yang lima, seba-gaimana sabdanya yang berbunyi:
|
"Islam itu
dibangun berdasarkan rukun yang lima; yaitu: Bersaksi bahwa tidak ada
sesembahan yang haq selain Allah dan Nabi Muhammad itu utusanNya, mendirikan
shalat, membayar zakat, melaksanakan ibadah haji ke Baitullah dan berpuasa di
bulan Ramadhan."
(Muttafaq 'alaih)
Oleh karena itulah,
maka orang yang meninggalkan shalat itu hukumnya kafir dan dilaksanakan hukum
bunuh terhadapnya, sedangkan orang yang melalaikan shalat dihukumi sebagai
orang fasik.
Keutamaan Shalat
Shalat adalah
ibadah yang utama dan berpahala sangat besar. Banyak hadits-hadits yang
menerangkan hal itu, akan tetapi dalam kesempatan ini kita cukup menyebutkan
beberapa di antaranya sebagai berikut:
1. Ketika
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam ditanya tentang amal yang paling utama,
beliau menjawab:
|
"Shalat
pada waktunya".
(Muttafaq 'alaih)
2. Sabda
Rasulullahshallallaahu alaihi wasallam :
|
"Bagaimana
pendapat kamu sekalian, seandainya di depan pintu masuk rumah salah seorang di
antara kamu ada sebuah sungai, kemudian ia mandi di sungai itu lima kali dalam
sehari, apakah masih ada kotoran yang melekat di badannya?" Para sahabat
menjawab: "Tidak akan tersisa sedikit pun kotoran di badannya."
Bersabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam: "Maka begitu pulalah perumpamaan shalat lima kali
sehari semalam, dengan shalat itu Allah akan menghapus semua dosa." (Muttafaq 'alaih)
3. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam :
|
"Tidak ada
seorang muslim pun yang ketika shalat fardhu telah tiba kemudian dia berwudhu' dengan
baik dan memperbagus kekhusyu'annya (dalam shalat) serta ru-ku'nya, terkecuali
hal itu merupakan penghapus dosanya yang telah lalu selama dia tidak melakukan
dosa besar, dan hal itu berlaku sepanjang tahun itu." (HR. Muslim)
4. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Pokok segala
perkara itu adalah Al-Islam dan tonggak Islam itu adalah shalat, dan puncak
Islam itu adalah jihad di jalan Allah." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih)
Peringatan Bagi Orang Yang Meninggalkan Shalat
Ada beberapa ayat
Al-Qur'an dan hadits-hadits Nabi shallallaahu alaihi wasallam yang merupakan
peringatan bagi orang yang meninggal-kan shalat dan mengakhirkannya dari waktu
yang semes-tinya, di antaranya:
1. Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
"Maka
datanglah sesudah mereka, pengganti (yang buruk) yang menyia-nyiakan shalat dan
memperturut-kan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kerugian." (Maryam: 59)
2. Firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
"Celakalah
bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dalam
shalatnya." (Al-Ma'un:
4-5)
3. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"(Yang
menghilangkan pembatas) antara seorang muslim dengan kemusyrikan dan kekufuran
adalah meninggalkan shalat." (HR. Muslim)
4. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Perjanjian
antara kita dengan mereka (orang munafik) adalah shalat, barangsiapa
meninggalkannya maka sesungguhnya ia telah kafir." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi dan An-Nasai,
hadits shahih)
5. Pada suatu hari,
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam berbicara tentang shalat, sabda beliau:
|
"Barangsiapa
menjaga shalatnya maka shalat tersebut akan menjadi cahaya, bukti dan
keselamatan baginya pada hari Kiamat nanti. Dan barangsiapa tidak men-jaga
shalatnya, maka dia tidak akan memiliki cahaya, tidak pula bukti serta tidak
akan selamat. Kemudian pada hari Kiamat nanti dia akan (dikumpulkan)
ber-sama-sama dengan Qarun, Fir'aun, Haman dan Ubay Ibnu Khalaf." (HR. Ahmad, At-Thabrani dan Ibnu Hibban, hadits shahih)
Syarat-syarat Shalat
Yaitu syarat-syarat
yang harus terpenuhi sebelum shalat (terkecuali niat, yaitu syarat yang ke
delapan, maka yang lebih utama dilaksanakan bersamaan dengan takbir) dan wajib
bagi orang yang shalat untuk memenuhi syarat-syarat itu. Apabila ada salah satu
syarat yang ditinggalkan, maka shalatnya batal.
Adapun
syarat-syarat itu adalah sebagai berikut:
1. Islam;
Maka tidak sah shalat yang dilakukan oleh orang kafir, dan tidak diterima.
Begitu pula halnya semua amalan yang mereka lakukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala
berfirman:
"Tidaklah
pantas bagi orang-orang musyrik itu untuk memakmurkan masjid-masjid Allah,
sedang mereka mengakui bahwa mereka sendiri kafir. Itulah orang-orang yang
sia-sia pekerjaannya, dan mereka kekal di dalam Neraka." (At-Taubah: 17)
2. Berakal Sehat;
Maka tidaklah wajib shalat itu bagi orang gila, sebagaimana sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Ada tiga
golongan manusia yang telah diangkat pena darinya (tidak diberi beban syari'at)
yaitu; orang yang tidur sampai dia terjaga, anak kecil sampai dia baligh dan
orang yang gila sampai dia sembuh." (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
3. Baligh;
Maka, tidaklah wajib shalat itu bagi anak kecil sampai dia baligh, sebagaimana
disebutkan dalam hadits di atas. Akan tetapi anak kecil itu hendaknya
dipe-rintahkan untuk melaksanakan shalat sejak berumur tujuh tahun dan
shalatnya itu sunnah baginya, sebagaimana sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Perintahkanlah
anak-anak untuk melaksanakan shalat apabila telah berumur tujuh tahun, dan
apabila dia telah berumur sepuluh tahun, maka pukullah dia kalau tidak
melaksanakannya." (HR. Abu Daud dan lainnya, hadits shahih)
4. Suci Dari
Hadats Kecil dan Hadats Besar; Hadats kecil ialah tidak dalam keadaan
berwudhu dan hadats besar adalah belum mandi dari junub. Dalilnya adalah firman
Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah
mukamu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan (basuhlah) kakimu
sampai kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah." (Al-Maidah: 6)
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Allah
tidak akan menerima shalat yang tanpa disertai bersuci". (HR. Muslim)
5. Suci Badan,
Pakaian dan Tempat Untuk Shalat ; Adapun dalil tentang suci badan adalah
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap perempuan yang keluar
darah istihadhah:
|
"Basuhlah darah
yang ada pada badanmu kemudian laksanakanlah shalat." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Adapun dalil
tentang harusnya suci pakaian, yaitu firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan." (Al-Muddatstsir: 4)
"Dan pakaianmu, maka hendaklah kamu sucikan." (Al-Muddatstsir: 4)
Adapun dalil
tentang keharusan sucinya tempat shalat yaitu hadits Abu Hurairah radhiyallahu
anhu, ia berkata:
|
"Telah berdiri
seorang laki-laki dusun kemudian dia kencing di masjid Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam ,
sehingga orang-orang ramai berdiri untuk memukulinya, maka bersabdalah
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, 'Biarkanlah dia dan tuangkanlah
di tempat kencingnya itu satu timba air, sesungguhnya kamu diutus dengan
membawa kemudahan dan tidak diutus dengan membawa kesulitan." (HR.
Al-Bukhari).
6. Masuk Waktu
Shalat ; Shalat tidak wajib dilaksanakan terkecuali apabila sudah masuk
waktunya, dan tidak sah hukumnya shalat yang dilaksanakan sebelum masuk
waktunya. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang diten-tukan waktunya atas orang-orang yang
beriman." (An-Nisa': 103)
Maksudnya, bahwa
shalat itu mempunyai waktu tertentu. Dan malaikat Jibril pun pernah
turun, untuk mengajari Nabi shallallaahu alaihi wasallam tentang waktu-waktu
shalat. Jibril mengimaminya di awal waktu dan di akhir waktu, kemu-dian
ia berkata kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam: "Di antara keduanya
itu adalah waktu shalat."
7. Menutup aurat;
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Wahai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid." (Al-A'raf: 31)
Yang dimaksud
dengan pakaian yang indah adalah yang menutup aurat. Para ulama sepakat bahwa
menutup aurat adalah merupakan syarat sahnya shalat, dan barangsiapa shalat
tanpa menutup aurat, sedangkan ia mampu untuk menutupinya, maka shalatnya tidak
sah.
8. Niat ;
Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung niatnya, dan sesungguhnya setiap orang
akan men-dapatkan (balasan) sesuai dengan niatnya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
9. Menghadap
Kiblat ; Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Sungguh
Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan
memalingkanmu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil
Haram. Dan di mana saja kamu berada, maka palingkanlah mukamu ke arahnya."
(Al-Baqarah: 144)
Rukun-rukun Shalat
Shalat mempunyai
rukun-rukun yang apabila salah satu-nya ditinggalkan, maka batallah shalat
tersebut. Berikut ini penjelasannya secara terperinci:
1. Berniat;
Yaitu niat di hati untuk melaksanakan shalat tertentu, hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Sesungguhnya
segala amal perbuatan itu tergantung niatnya". (Muttafaq 'alaih)
Dan niat itu
dilakukan bersamaan dengan melaksana-kan takbiratul ihram dan mengangkat
kedua tangan, tidak mengapa kalau niat itu sedikit lebih dahulu dari keduanya.
2. Membaca Takbiratul
Ihram; Yaitu dengan lafazh (ucapan): .Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam :
|
"Kunci shalat
itu adalah bersuci, pembatas antara per-buatan yang boleh dan tidaknya
dilakukan waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat
adalah salam." (HR.
Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )
3. Berdiri bagi
yang sanggup ketika melaksana-kan shalat wajib; Hal ini berdasarkan firman Allah
Subhanahu wa Ta'ala:
"Peliharalah
segala shalat(mu) dan (peliharalah) shalat wustha (Ashar). Berdirilah karena
Allah (dalam shalat-mu) dengan khusyu'." (Al-Baqarah: 238)
Dan berdasarkan
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada Imran bin Hushain:
|
"Shalatlah kamu
dengan berdiri, apabila tidak mampu maka dengan duduk, dan jika tidak mampu
juga maka shalatlah dengan berbaring ke samping." (HR. Al-Bukhari)
4. Membaca surat
Al-Fatihah tiap rakaat shalat fardhu dan shalat sunnah; Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Tidak sah
shalat seseorang yang tidak membaca surat Al-Fatihah." (HR. Al-Bukhari)
5. Ruku';
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Hai
orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujud-lah kamu, sembahlah Rabbmu dan
perbuatlah kebajikan supaya kamu mendapat kemenangan." (Al-Hajj: 77)
Juga berdasarkan
sabda Nabi shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang tidak benar
shalatnya:
|
" ... kemudian
ruku'lah kamu sampai kamu tuma'ninah dalam keadaan ruku'." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
6. Bangkit dari
ruku' ; Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam terhadap seseorang
yang salah dalam shalat-nya:
|
" ... kemudian
bangkitlah (dari ruku') sampai kamu tegak lurus berdiri." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
7. I'tidal (berdiri
setelah bangkit dari ruku'); Hal ini berdasarkan hadits tersebut di atas tadi
dan berdasarkan hadits lain yang berbunyi:
|
"Allah tidak
akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya
di antara ruku' dan sujudnya." (HR.
Ahmad, dengan isnad shahih)
8. Sujud ;
Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala yang telah disebutkan di
atas tadi. Juga berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Kemudian
sujudlah kamu sampai kamu tuma'ninah dalam sujud." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
9. Bangkit dari
sujud; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Kemudian
bangkitlah sehingga kamu duduk dengan tuma'ninah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
10. Duduk di
antara dua sujud ; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Allah tidak
akan melihat kepada shalat seseorang yang tidak menegakkan tulang punggungnya
di antara ruku' dan sujudnya." (HR.
Ahmad, dengan isnad shahih)
11. Tuma'ninah
ketika ruku', sujud, berdiri dan duduk; Hal ini berdasarkan sabda
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam kepada seseorang yang salah dalam
melaksanakan shalatnya:
|
"Sampai kamu
merasakan tuma'ninah." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Dan tuma'ninah tersebut
beliau tegaskan kepadanya pada saat ruku', sujud dan duduk sedangkan i'tidal
pada saat berdiri. Hakikat tuma'ninah itu ialah bahwa orang yang
ruku', sujud, duduk atau berdiri itu berdiam sejenak, sekadar waktu yang cukup
untuk membaca: satu kali setelah semua anggota tubuhnya
berdiam. Adapun selebihnya dari itu adalah sunnah hukumnya.
12. Membaca tasyahhud
akhir serta duduk; Ada-pun tasyahhud akhir itu, maka berdasarkan
perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu yang bunyinya:
"Dahulu kami
membaca di dalam shalat sebelum diwajibkan membaca tasyahhud adalah:
|
'Kesejahteraan
atas Allah, kesejahteraan atas malaikat Jibril dan Mikail.'
Maka bersabdalah
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
'Janganlah kamu
membaca itu, karena sesungguhnya Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia itu
sendiri adalah Maha Sejahtera, tetapi hendaklah kamu membaca:
|
"Segala
penghormatan, shalawat dan kalimat yang baik bagi Allah. Semoga kesejahteraan,
rahmat dan berkah Allah dianugerahkan kepadamu wahai Nabi. Semoga kesejahteraan
dianugerahkan kepada kita dan hamba-hamba yang shalih. Aku bersaksi bahwa tidak
ada sesembahan yang hak melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan rasulNya." (HR. An-Nasai, Ad-Daruquthni dan Al-Baihaqi dengan sanad shahih)
Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
Dan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Apabila salah
seorang di antara kamu duduk (tasyah-hud), hendaklah dia mengucapkan: 'Segala
penghormatan, shalawat dan kalimat-kalimat yang baik bagi Allah'." (HR. Abu Daud, An-Nasai dan yang
lainnya, hadits ini shahih dan diriwayatkan pula dalam dalam "Shahih
Al-Bukhari dan Shahih Muslim")
Adapun duduk untuk tasyahhud
itu termasuk rukun juga karena tasyahhud akhir itu termasuk rukun.
13. Membaca
salam; Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Pembuka shalat
itu adalah bersuci, pembatas antara perbuatan yang boleh dan tidaknya dilakukan
waktu shalat adalah takbir, dan pembebas dari keterikatan shalat adalah
salam." (HR.
Abu Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits shahih )
14. Melakukan
rukun-rukun shalat secara ber-urutan; Oleh karena itu janganlah seseorang
membaca surat Al-Fatihah sebelum takbiratul ihram dan jangan-lah ia
sujud sebelum ruku'. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam :
|
"Shalatlah
kalian sebagaimana kalian melihatku shalat." (HR. Al-Bukhari)
Maka apabila
seseorang menyalahi urutan rukun shalat sebagaimana yang sudah ditetapkan oleh
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam, seperti mendahulukan yang semestinya
diakhirkan atau sebaliknya, maka batallah shalatnya.
Hal-hal Yang Wajib Dilaksanakan Pada
Waktu Shalat
Yang dimaksud
dengan hal-hal yang wajib dilaksanakan itu ialah yang apabila ditinggalkan
dengan sengaja menye-babkan shalat seseorang batal, akan tetapi kalau
dikarenakan lupa maka tidak mengapa, namun diganti dengan sujud sahwi. Berikut
ini penjelasannya.
1. Membaca takbir
perpindahan pada tiap perpindahan dari satu gerakan kepada gerakan lain,
seperti ketika bangkit untuk berdiri atau sebaliknya (terkecuali ketika bangkit
dari ruku'). Hal ini berdasarkan perkataan Ibnu Mas'ud radhiyallahu anhu:
|
"Aku melihat
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam selalu membaca takbir ketika me-rendahkan dan
mengangkat (kepala) ketika berdiri dan duduk." (HR. Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasai dan
lainnya, hadits shahih)
2. Membaca (Maha Suci Rabbku Yang Maha Agung) sekali
ketika ruku'. Hal ini berdasarkan perkataan Hudzaifah ibnul Yaman radhiyallahu
anhu dalam haditsnya:
|
"Nabi
Shallallaahu alaihi wasallam membaca di dalam ruku'nya dan di dalam
sujudnya membaca: (Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi).
3. Membaca (Maha Suci Rabbku Yang Maha Tinggi) sekali di
dalam sujud. Hal ini berdasarkan hadits Hudzaifah di atas.
4. Membaca (Allah Maha Men-dengar hamba yang memujiNya) bagi
imam dan orang yang shalat sendirian. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah
radhiyallahu anhu: "Sesungguhnya Nabi Shallallaahu
alaihi wasallam membaca ketika bangkit dari ruku', kemudian masih dalam
keadaan berdiri beliau membaca . (Muttafaq 'alaih)
5. Membaca (wahai Rabb kami bagi-Mu segala pujian) bagi
imam dan makmum dan orang yang shalat sendirian. Hal ini berdasarkan hadits
yang disebut-kan di atas. Juga berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam:
"Apabila imam membaca , maka bacalah . (Muttafaq 'alaih)
"Apabila imam membaca , maka bacalah . (Muttafaq 'alaih)
6. Membaca do'a
berikut di antara dua sujud:
"Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berikanlah kepadaku petunjuk dan rezki."
"Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, berikanlah kepadaku petunjuk dan rezki."
Atau membaca:
"Wahai Rabbku ampunilah aku."
Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam membaca itu.
"Wahai Rabbku ampunilah aku."
Karena Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam membaca itu.
7. Tasyahhud
awal.
8. Duduk untuk
melakukan tasyahhud awal. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah kepada Rifa'ah bin Rafi':"Apabila kamu melaksanakan shalat,
maka bacalah takbir, lalu bacalah apa yang mudah menurut kamu dari ayat
Al-Qur'an. Kemudian apabila kamu duduk di per-tengahan shalatmu maka hendaklah
disertai tuma'ni-nah, dan duduklah secara iftirasy (bertumpu pada paha kiri),
kemudian bacalah tasyahhud." (HR. Abu Daud dan Al-Baihaqy dari jalannya, hadits hasan)
Sunnah-sunnah
Shalat
Shalat mempunyai
beberapa sunnah yang dianjurkan untuk kita kerjakan sehingga menambah pahala
kita menjadi banyak. Di antaranya:
1. Mengangkat kedua
tangan sejajar dengan bahu atau sejajar dengan kuping pada keadaan sebagai
berikut:
- Ketika ber-takbiratul ihram.
- Ketika ruku'.
- Ketika bangkit dari ruku'.
- Ketika berdiri setelah rakaat kedua ke rakaat ketiga.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhu:
- Ketika ber-takbiratul ihram.
- Ketika ruku'.
- Ketika bangkit dari ruku'.
- Ketika berdiri setelah rakaat kedua ke rakaat ketiga.
Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar radhiyallahu anhu:
|
"Bahwasanya
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam apabila beliau melaksanakan shalat, beliau
mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, kemudian
membaca takbir. Apabila beliau ingin ruku' beliau pun mengangkat kedua
tangannya seperti itu, dan begitu pula kalau beliau bangkit dari ruku'." (Muttafaq 'alaih)
Adapun ketika
berdiri untuk rakaat ketiga, hal ini ber-dasarkan apa yang dilakukan Ibnu Umar,
dimana beliau apabila berdiri dari rakaat kedua beliau mengangkat kedua
tangannya. (HR. Al-Bukhari secara mauquf, Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
Dan riwayat ini dihukumi marfu'). Dan Ibnu Umar menisbatkan hal tersebut
kepada Nabi Shallallaahu alaihi wasallam.
2. Meletakkan
tangan kanan di atas tangan kiri di atas dada atau di bawah dada dan di atas
pusar. Hal ini berdasar-kan perkataan Sahl bin Sa'd radhiyallahu anhu:
|
"Orang-orang
(di masa Nabi Shallallaahu alaihi wasallam) disuruh untuk meletak-kan tangan
kanan di atas tangan kiri dalam shalat." (HR. Al-Bukhari secara mauquf. Al-Hafidz Ibnu Hajar berkata:
''Riwayat ini dihukumi marfu')
Dan berdasarkan
hadits Wail bin Hijr radhiyallahu anhu:
|
"Saya pernah
shalat bersama NabiShallallaahu alaihi wasallam , kemudian beliau meletakkan
tangan kanannya di atas tangan kiri di atas dadanya." (HR. Ibnu Huzaimah, shahih)
3. Membaca do'a iftitah.
Ada beberapa contoh do'a iftitah, di antaranya:
|
"Ya Allah,
jauhkanlah jarak antara aku dan dosa-dosaku sebagaimana Engkau jauhkan jarak
antara timur dan barat. Ya Allah bersihkanlah aku dari segala dosa-dosaku
sebagaimana pakaian yang putih dibersihkan dari noda. Ya Allah, basuhlah
dosa-dosaku dengan air, es dan embun." (Muttafaq 'alaih)
|
"Maha Suci
Engkau ya Allah, dan dengan memujiMu. Maha Suci namaMu dan Maha Tinggi
kebesaranMu, dan tiada Ilah selain Engkau." (HR. Muslim secara mauquf -terhenti sanadnya
kepada Umar bin Khattab dan diriwayatkan oleh Abu Daud, At-Tirmidzi dan
Al-Hakim secara marfu' -bersambung sanad-nya hingga kepada Nabi Shallallaahu
alaihi wasallam-, shahih)
4. Membaca isti'adzah
pada rakaat pertama dan membaca basmalah dengan suara pelan pada
tiap-tiap rakaat. Hal ini berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
"Maka
apabila kamu membaca Al-Qur'an, maka hen-daklah kamu memohon perlindungan
kepada Allah dari syaitan yang terkutuk." (An-Nahl: 98)
5. Membaca aamiin
setelah membaca surat Al-Fatihah. Hal ini disunnahkan kepada setiap orang yang
shalat, baik sebagai imam maupun makmum atau shalat sendirian. Hal ini
berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Apabila imam
membaca maka bacalah aamiin. Maka sesungguhnya barangsiapa yang bacaan
aamiin-nya berbarengan dengan aamiin-nya malaikat, maka akan diampuni segala
dosa-dosanya yang terdahulu." (HR. Al-Bukhari dan Muslim dengan maknanya)
Juga dikarenakan
apabila Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam membaca: beliau membaca aamiin dan beliau pun
memanjangkan suaranya. (HR.
Abu Daud dan At-Tirmidzi dari sahabat Wa'il bin Hijr dengan sanad shahih).
6. Membaca ayat
setelah membaca surat Al-Fatihah. Dalam hal ini cukup dengan satu surat atau
beberapa ayat Al-Qur'an pada dua rakaat shalat Subuh dan dua rakaat pertama
pada shalat Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya. Hal ini berdasarkan hadits
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam ketika shalat dzuhur membaca Ummul Kitab
(Al-Fatihah) dan dua surat pada dua rakaat pertama, dan beliau membaca Ummul
Kitab saja pada dua rakaat berikutnya dan terkadang beliau perdengar-kan ayat
(yang dibacanya) kepada para sahabat." (Muttafaq 'alaih)
7. Mengeraskan
bacaan Al-Fatihah dan surat pada waktu shalat jahriah (yang dikeraskan
bacaannya) dan merendahkan suara pada shalat sirriah (yang dipelankan
bacaannya). Yaitu mengeraskan suara pada dua rakaat yang pertama pada shalat
Maghrib dan Isya dan pada kedua rakaat shalat Subuh. Dan merendahkan suara pada
yang lainnya. Ini semuanya dalam pelaksanaan shalat fardhu, dan ini tsabit (dicontohkan)
dan populer dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam, baik secara
perkataan maupun perbuatan. Adapun pada shalat sunnah, maka dianjurkan untuk
merendahkan suara apabila dilaksanakan pada siang hari dan disunnahkan
mengeraskan suara jika shalat sunnah itu dilaksanakan pada waktu malam hari,
terkecuali apabila takut mengganggu orang lain dengan bacaannya itu, maka
disunnahkan baginya untuk merendahkan suara ketika itu.
8. Memanjangkan bacaan
pada shalat Subuh, membaca dengan bacaan yang sedang pada shalat Dzuhur, Ashar
dan Isya', dan disunnahkan memendekkan bacaan pada shalat Maghrib. Hal ini
berdasarkan hadits berikut:
|
"Dari Sulaiman
bin Yasar, dari Abu Hurairah radhiyallaahu anhu, beliau berkata, 'Aku tidak
pernah melihat seseorang yang lebih mirip shalatnya dengan shalat Rasulullah
daripada si Fulan -seorang imam di Madinah-.' Sulaiman berkata, 'Kemudian aku
shalat di belakang orang tersebut, dia memperpanjang bacaan pada dua rakaat
pertama shalat Dzuhur dan mempercepat pada dua rakaat berikutnya. Mempercepat
bacaan surat dalam shalat Ashar. Dan pada dua rakaat pertama shalat Maghrib ia membaca
surat mufashshal(1) yang pendek, sedang pada dua rakaat
pertama shalat Isya' ia membaca surat mufashshal yang sedang, selanjutnya pada
shalat Subuh ia membaca surat-surat mufashshal yang panjang'." (HR. Ahmad dan An-Nasai, shahih)
9. Cara duduk yang tsabit
(diriwayatkan) dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam dalam shalat
adalah duduk iftirasy (bertumpu pada paha kiri) pada semua posisi duduk
dan semua tasyahhud selain tasyahhud akhir. Apabila ada dua tasyahhud
dalam shalat itu, maka dia harus duduk tawar-ruk pada tasyahhud
akhir. Hal ini berdasarkan perkataan Abu Hamid As-Sa'idi di hadapan para
sahabat. Ketika ia menerangkan shalat Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam, di antaranya menyebut-kan: "Maka apabila beliau duduk
setelah dua rakaat, beliau duduk di atas kaki kiri sambil menegakkan telapak
kaki kanan, dan apabila beliau duduk pada rakaat akhir beliau majukan kaki kiri
sambil menegakkan telapak kaki yang satunya, dan beliau duduk di lantai." (HR. Al-Bukhari)
Dari penjelasan di
atas dapat kita pahami apa arti iftirasy dan apa arti tawarruk.
Iftirasy: Yaitu duduk di atas kaki kiri
sambil menegak-kan telapak kaki kanan.
Tawarruk : Yaitu Meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kanan, kemudian mendudukkan pantat di alas/lantai dan menegakkan telapak kaki kanan.
Tawarruk : Yaitu Meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kanan, kemudian mendudukkan pantat di alas/lantai dan menegakkan telapak kaki kanan.
Keterangan: Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam, apabila duduk tasyahhud, beliau meletakkan tangan kirinya
di atas paha kiri dan tangan kanannya di atas paha kanan, kemudian beliau
menelunjukkan dengan jari telunjuk. (HR. Muslim)
Dan beliau tidak melebihkan pandangannya dari telunjuk itu. (HR. Abu Daud, shahih)
Dan beliau tidak melebihkan pandangannya dari telunjuk itu. (HR. Abu Daud, shahih)
10. Berdo'a pada
waktu sujud. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Ketahuilah!
Sesungguhnya aku dilarang membaca Al-Qur'an ketika ruku' dan sujud. Adapun yang
dilakukan pada waktu sujud maka hendaklah kamu membesarkan Rabbmu dan pada
waktu sujud maka hendaklah kamu bersungguh-sungguh berdoa, niscaya dikabulkan
do'a-mu." (HR. Muslim)
11. Membaca
shalawat untuk Nabi Shallallaahu alaihi wasallam pada waktu tasyahhud
akhir, yaitu setelah membaca tasyahhud:
|
lalu membaca:
|
"Ya Allah,
bershalawatlah Engkau untuk Nabi Muhammad dan juga keluarganya sebagaimana
Engkau bershalawat kepada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah Nabi
Muhammad beserta keluarganya seba-gaimana Engkau telah memberkati Nabi Ibrahim
dan juga keluarganya. Pada sekalian alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi
Maha Mulia). (HR. Muslim dan lainnya dengan sanad
shahih)
12. Berdo'a setelah
selesai dari membaca tasyahhud dan membaca shalawat untuk Nabi dengan
do'a yang dicontohkan Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam. Beliau
bersabda:
|
"Apabila salah
seorang kamu selesai membaca shalawat, maka hendaklah ia berdo'a untuk meminta
perlindungan dari empat hal, kemudian dia boleh berdo'a sekehendaknya, keempat
hal tersebut adalah:
|
"Ya Allah, aku
berlindung kepadaMu dari siksa Neraka Jahannam, siksa kubur, fitnah hidup dan
fitnah mati serta fitnah Al-Masih Ad-Dajjal." (HR. Al-Baihaqy, shahih)
13. Salam kedua ke
kiri. Hal ini berdasarkan hadits riwayat Muslim:
|
"Bahwasanya
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam melakukan salam ke kanan dan ke kiri
sehingga terlihat putihnya pipi beliau." (HR. Muslim)
14. Beberapa dzikir
dan do'a setelah salam. Telah diriwayatkan beberapa dzikir dan do'a setelah
salam dari Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam yang disunnahkan
untuk dibaca. Di sini akan kami pilihkan beberapa dzikir dan do'a, di
antaranya:
|
Dari Tsauban
radhiyallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam,
apabila selesai shalat beliau membaca istighfar tiga kali(1) dan membaca:
|
"Ya Allah,
Engkaulah Yang Maha Sejahtera, dari Mulah kesejahteraan, Maha Suci Engkau wahai
Rabb Yang Maha Agung dan Maha Mulia." (HR. Muslim)
|
"Dari Mu'adz
bin Jabal , bahwasanya Nabi Shallallaahu alaihi wasallam pada suatu hari
memegang tangannya, kemudian bersabda, 'Wahai Mu'adz, sesungguhnya aku
mencintai kamu, aku berpesan kepadamu wahai Mu'adz, janganlah kamu tinggalkan
setelah selesai shalat membaca do'a:
|
"Ya Allah,
tolonglah aku di dalam berdzikir, bersyukur dan beribadah dengan baik
kepadamu." (HR.
Imam Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
|
"Dari Mughirah
bin Syu'bah , bahwasanya Rasulullah shallallahu alaihi wasallam membaca pada
tiap selesai shalat fardhu:
|
"Tiada
sesembahan yang hak melainkan Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagiNya.
MilikNyalah ke-rajaan dan pujian, sedang Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya
Allah tidak ada yang mampu mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang
mampu memberi apa yang Engkau cegah. Dan tidaklah berguna kekuasaan seseorang
dari ancaman siksaMu." (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)
|
"Dari Abu
Hurairah , bahwa Nabi Shallallahu alaihi wasallam bersabda, 'Siapa yang membaca
tasbih ' ' 33 kali dan tahmid ' ' 33 kali serta takbir ' ' 33 kali (jumlahnya menjadi 99), kemudian
menggenapkan hitungan keseratus dengan bacaan:
|
(Tiada sesembahan
yang haq melainkan Allah Yang Maha Esa, tiada sekutu bagiNya. MilikNya kerajaan
dan segala pujian, sedang Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu), maka ia akan
diampuni kesalahan-kesalahannya sekalipun sebanyak buih di lautan'." (HR. Muslim)
|
"Dari Abu
Umamah , bahwa NabiShallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Ba-rangsiapa membaca
Ayat Kursi pada tiap-tiap selesai shalat, maka tidak ada lagi yang
menghalanginya untuk masuk Surga hanya saja dia akan meninggal dunia'." (HR. An-Nasai, Ibnu Hibban dan
Ath-Thabrani, shahih)
|
Dari Sa'd bin Abi
Waqqas , bahwasanya dia mengajari anak-anaknya beberapa bacaan sebagaimana
halnya ketika seorang guru mengajari anak-anak menulis, dan dia berkata,
'Sesungguhnya Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam memohon perlindungan
kepada Allah dengan membaca bacaan-bacaan tersebut pada tiap-tiap selesai
shalat, yaitu:
|
"Ya Allah, aku
berlindung kepadaMu dari sifat kikir dan pengecut. Aku berlindung kepadaMu agar
aku tidak dija-dikan pikun. Dan aku berlindung kepadaMu dari fitnah (cobaan)
dunia dan dari siksa kubur." (HR.
Al-Bukhari)
Hal-hal Yang Diperbolehkan Dalam Shalat
1. Membetulkan
bacaan imam. Apabila imam lupa ayat tertentu maka makmum boleh mengingatkan
ayat tersebut kepada imam. Hal ini berdasarkan hadits Ibnu Umar :
|
"Bahwa Nabi
Shallallaahu alaihi wasallam shalat, kemudian beliau membaca suatu ayat, lalu
beliau salah dalam membaca ayat tersebut. Setelah selesai shalat beliau
bersabda kepada Ubay, 'Apakah kamu shalat bersama kami?', ia menjawab, 'Ya',
kemudian beliau bersabda, 'Apakah yang menghalangi-mu untuk membetulkan
bacaanku'." (HR.
Abu Daud, Al-Hakim dan Ibnu Hibban, shahih)
2. Bertasbih atau
bertepuk tangan (bagi wanita) apa-bila terjadi sesuatu hal, seperti ingin
menegur imam yang lupa atau membimbing orang yang buta dan sebagainya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Barangsiapa
terjadi padanya sesuatu dalam shalat, maka hendaklah bertasbih, sedangkan
bertepuk tangan hanya untuk perempuan saja." (Muttafaq 'alaih)
3. Membunuh ular,
kalajengking dan sebagainya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam:
|
"Bunuhlah kedua
binatang yang hitam itu sekalipun dalam (keadaan) shalat, yaitu ular dan
kalajengking."
(HR. Ahmad, Abu Daud,
At-Tirmidzi dan lainnya, shahih)
4. Mendorong orang
yang melintas di hadapannya ketika shalat. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah
Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Apabila salah
seorang di antara kamu shalat meng-hadap ke arah sesuatu yang menjadi pembatas
baginya dari manusia, kemudian ada yang mau melintas di hadapannya, maka
hendaklah dia mendorongnya dan jika dia memaksa maka perangilah (cegahlah dengan
keras). Sesungguhnya (perbuatannya) itu adalah (atas dorongan) syaitan." (Muttafaq 'alaih)
5. Membalas dengan
isyarat apabila ada yang me-ngajaknya bicara atau ada yang memberi salam
kepadanya. Dasarnya ialah hadits Jabir bin Abdullah :
|
"Dari Jabir bin
Abdullah , ia berkata, 'Telah mengutus-ku Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam sedang beliau pergi ke Bani Musthaliq. Kemudian beliau saya temui
sedang shalat di atas onta-nya, maka saya pun berbicara kepadanya. Kemudian
beliau memberi isyarat dengan tangannya. Saya ber-bicara lagi kepada beliau,
kemudian beliau kembali memberi isyarat sedang saya mendengar beliau membaca
sambil memberi isyarat dengan kepalanya. Ketika beliau selesai dari shalatnya
beliau bersabda, 'Apa yang kamu kerjakan dengan perintahku tadi? Sebenarnya
tidak ada yang menghalangiku untuk bicara kecuali karena aku dalam keadaan
shalat'." (HR.
Muslim)
Dari Ibnu Umar,
dari Shuhaib , ia berkata: "Aku telah melewati Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam ketika beliau sedang shalat, maka aku beri salam kepadanya,
beliau pun membalasnya dengan isyarat." Berkata Ibnu Umar: "Aku tidak
tahu terkecuali ia (Shuhaib) berkata dengan isyarat jari-jarinya." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai,
dan selain mereka, hadits shahih)
Dari sini dapat
kita ketahui, bahwa isyarat itu terkadang dengan tangan atau dengan anggukan
kepala atau dengan jari.
6. Menggendong bayi
ketika shalat. Hal ini berdasar-kan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Dari Abu
Qatadah Al-Anshari berkata,
'Aku melihat Nabi Shallallaahu alaihi wasallam mengimami shalat sedangkan Umamah
binti Abi Al-'Ash, yaitu anak Zainab putri Nabi Shallallaahu alaihi wasallam
berada di pundak beliau. Apabila beliau ruku', beliau meletak-kannya dan
apabila beliau bangkit dari sujudnya beliau kembalikan lagi Umamah itu ke
pundak beliau." (HR.
Muslim)
7. Berjalan sedikit
karena keperluan. Dalilnya adalah hadits Aisyah radhiallaahhu anha:
|
"Dari Aisyah
radhialaahu anha, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam sedang
shalat di dalam rumah, sedangkan pintu tertutup, kemudian aku datang dan minta
dibukakan pintu, beliau pun berjalan menuju pintu dan membukakannya untukku,
kemudian beliau kembali ke tempat shalatnya. Dan terbayang bagiku bahwa pintu
itu menghadap kiblat." (HR. Ahmad, Abu
Daud, At-Tirmidzi dan lainnya, hadits hasan)
8. Melakukan
gerakan ringan, seperti membetulkan shaf dengan mendorong seseorang ke depan
atau menarik-nya ke belakang, menggeser makmum dari kiri ke kanan, membetulkan
pakaian, berdehem ketika perlu, menggaruk badan dengan tangan, atau meletakkan
tangan ke mulut ketika menguap. Hal ini berdasarkan hadits berikut:
|
"Dari Ibnu
Abbas , ia berkata, 'Aku pernah menginap di (rumah) bibiku, Maimunah, tiba-tiba
Nabi Shallallaahu alaihi wasallam bangun di waktu malam mendirikan shalat, maka
aku pun ikut bangun, lalu aku ikut shalat bersama Nabi Shallallaahu alaihi
wasallam, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau menarik kepalaku dan
menempatkanku di sebelah kanannya." (Muttafaq
'alaih)
Hal-hal
Yang Dimakruhkan Dalam Shalat
1. Menengadahkan
pandangan ke atas. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Apa yang
membuat orang-orang itu mengangkat peng-lihatan mereka ke langit dalam shalat
mereka? Hendak-lah mereka berhenti dari hal itu atau (kalau tidak), nis-caya
akan tersambar penglihatan mereka." (HR. Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkannya dengan
makna yang sama)
2. Meletakkan
tangan di pinggang. Hal ini berdasar-kan larangan Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam meletakkan tangan di pinggang ketika shalat. (Muttafaq 'alaih)
3. Menoleh atau
melirik, terkecuali apabila diperlukan. Hal ini berdasarkan perkataan Aisyah
radhiallaahu anha. Aku ber-tanya kepada Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam tentang seseorang yang me-noleh dalam keadaan shalat, beliau
menjawab:
|
"Itu adalah
pencurian yang dilakukan syaitan dari shalat seorang hamba." (HR. Al-Bukhari dan Abu Daud, lafazh
ini dari riwayatnya)
4. Melakukan
pekerjaan yang sia-sia, serta segala yang membuat orang lalai dalam shalatnya
atau menghilangkan kekhusyu'an shalatnya. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam:
|
"Hendaklah kamu
tenang dalam melaksanakan shalat." (HR. Muslim)
5. Menaikkan rambut
yang terurai atau melipatkan lengah baju yang terulur. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Aku
diperintahkan untuk sujud di atas tujuh anggota badan dan tidak boleh melipat
baju atau menaikkan rambut (yang terulur)." (Muttafaq 'alaih)
6. Menyapu kerikil
yang ada di tempat sujud (dengan tangan) dan meratakan tanah lebih dari sekali.
Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Dari Mu'aiqib,
ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam menyebutkan tentang
menyapu di masjid (ketika shalat), maksudnya menyapu kerikil (dengan telapak
tangan). Beliau bersabda, 'Apabila memang harus berbuat begitu, maka hendaklah
sekali saja'."
(HR. Muslim)
|
"Dari Mu'aiqib
pula, bahwa Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam bersabda tentang seseorang
yang meratakan tanah pada tempat sujudnya (dengan telapak tangan), beliau
bersabda, 'Kalau kamu melakukannya, maka hendaklah sekali saja'." (Muttafaq 'alaih)
7. Mengulurkan
pakaian sampai mengenai lantai dan menutup mulut (tanpa alasan).
|
"Dari Abu
Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam melarang mengulurkan pakaian sampai mengenai lantai dalam shalat dan
menutup mulut."
(HR. Abu Daud,
At-Tirmidzi dan lainnya, hadits hasan)
Adapun jika menutup
mulut karena hal seperti menguap ataupun yang lainnya maka hal tersebut
dibolehkan sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits.
8. Shalat di
hadapan makanan. Ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Tidak sempurna
shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan." (HR. Muslim)
9. Shalat sambil
menahan buang air kecil atau besar, dan sebagainya yang mengganggu ketenangan
hati. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Tidak sempurna
shalat (yang dikerjakan setelah) makanan dihidangkan dan shalat seseorang yang
menahan buang air kecil dan besar." (HR. Muslim)
10. Shalat ketika
sudah terlalu mengantuk. Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
bersabda:
|
"Apabila salah
seorang di antara kamu ada yang me-ngantuk dalam keadaan shalat, maka hendaklah
ia tidur sampai hilang rasa kantuknya. Maka sesungguhnya apabila salah seorang
di antara kamu ada yang shalat dalam keadaan mengantuk, dia tidak akan tahu apa
yang ia lakukan, barangkali ia bermaksud minta ampun kepada Allah, ternyata dia
malah mencerca dirinya sendiri." (Muttafaq 'alaih)
Hal-hal Yang Membatalkan Shalat
Shalat seseorang
akan batal apabila ia melakukan salah satu di antara hal-hal berikut ini:
1. Makan dan minum
dengan sengaja. Hal ini ber-dasarkan sabda Rasulullah Shallallaahu alaihi
wasallam:
|
"Sesungguhnya
di dalam shalat itu ada kesibukkan tertentu." (Muttafaq 'alaih) (1)
Dan ijma' ulama
juga mengatakan demikian.
2. Berbicara dengan
sengaja, bukan untuk kepentingan pelaksanaan shalat.
|
"Dari Zaid bin
Arqam radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Dahulu kami berbicara di waktu shalat,
salah seorang dari kami berbicara kepada temannya yang berada di sampingnya
sampai turun ayat: 'Dan hendaklah kamu berdiri karena Allah (dalam shalatmu)
dengan khusyu'(1), maka kami pun diperintahkan untuk
diam dan dilarang berbicara." (Muttafaq 'alaih)
Dan juga sabda
Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Sesungguhnya
shalat ini tidak pantas ada di dalamnya percakapan manusia sedikit pun." (HR. Muslim)
Adapun pembicaraan
yang maksudnya untuk mem-betulkan pelaksanaan shalat, maka hal itu
diperbolehkan seperti membetulkan bacaan (Al-Qur'an) imam, atau imam setelah
memberi salam kemudian bertanya apakah shalat-nya sudah sempurna, apabila ada
yang menjawab belum, maka dia harus menyempurnakannya. Hal ini pernah terjadi
terhadap Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam , kemudian Dzul Yadain
ber-tanya kepada beliau, 'Apakah Anda lupa ataukah sengaja meng-qashar
shalat, wahai Rasulullah?' Rasulullah Shallallaahu alaihi wasallam
menjawab, 'Aku tidak lupa dan aku pun tidak bermaksud meng-qashar
shalat.' Dzul Yadain berkata, 'Kalau begitu Anda telah lupa wahai Rasulullah.'
Beliau bersabda, 'Apa-kah yang dikatakan Dzul Yadain itu betul?' Para sahabat
menjawab, 'Benar.' Maka beliau pun menambah shalatnya dua rakaat lagi, kemudian
melakukan sujud sahwi dua kali. (Muttafaq 'alaih)
3. Meninggalkan
salah satu rukun shalat atau syarat shalat yang telah disebutkan di muka,
apabila hal itu tidak ia ganti/sempurnakan di tengah pelaksanaan shalat atau
sesudah selesai shalat beberapa saat. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah Shallallaahu
alaihi wasallam terhadap orang yang shalatnya tidak tepat:
"Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat." (Muttafaq 'alaih)
"Kembalilah kamu melaksanakan shalat, sesungguhnya kamu belum melaksanakan shalat." (Muttafaq 'alaih)
Lantaran orang itu
telah meninggalkan tuma'ninah dan i'tidal. Padahal kedua hal itu
termasuk rukun.
4. Banyak melakukan
gerakan, karena hal itu bertentangan dengan pelaksanaan ibadah dan membuat hati
dan anggota tubuh sibuk dengan urusan selain ibadah. Adapun gerakan yang
sekadarnya saja, seperti memberi isyarat untuk menjawab salam, membetulkan
pakaian, menggaruk badan dengan tangan, dan yang semisalnya, maka hal itu
tidaklah membatalkan shalat.
5. Tertawa sampai
terbahak-bahak. Para ulama se-pakat mengenai batalnya shalat yang disebabkan
tertawa seperti itu. Adapun tersenyum, maka kebanyakan ulama menganggap bahwa
hal itu tidaklah merusak shalat sese-orang.
6. Tidak berurutan
dalam pelaksanaan shalat, seperti mengerjakan shalat Isya sebelum mengerjakan
shalat Maghrib, maka shalat Isya itu batal sehingga dia shalat Maghrib dulu,
karena berurutan dalam melaksanakan shalat-shalat itu adalah wajib, dan
begitulah perintah pelaksanaan shalat itu.
7. Kelupaan yang
fatal, seperti menambah shalat menjadi dua kali lipat, umpamanya shalat Isya'
delapan rakaat, karena perbuatan tersebut merupakan indikasi yang jelas, bahwa
ia tidak khusyu' yang mana hal ini me-rupakan ruhnya shalat.
Sujud Sahwi
Sujud sahwi ialah sujud yang dilakukan orang yang shalat sebanyak dua kali untuk menutup kekurangan yang terjadi dalam pelaksanaan shalat yang disebabkan lupa.
Sebab-sebab sujud
sahwi ada tiga; Karena kelebihan, karena kurang, dan karena ragu-ragu.
Keterangannya sebagai berikut:
a. Sujud Sahwi
Karena Kelebihan
Barangsiapa
kelupaan dalam shalatnya kemudian dia menambah ruku', atau sujud, maka dia
harus sujud dua kali sesudah menyelesaikan shalatnya dan salamnya. Hal ini
berdasarkan hadits berikut:
|
"Dari Ibnu
Mas'ud radhiallaahu anhu, bahwa Nabi shallallaahu alaihi wasallam shalat Dhuhur
lima rakaat, kemudian beliau ditanya, 'Apakah shalat Dhuhur ditambah
rakaatnya?', beliau balik bertanya, 'Apa itu?' Para sahabat menjelaskan, 'Anda
shalat lima rakaat.' Kemudian beliau pun sujud dua kali setelah salam. Dalam
riwayat lain disebutkan, beliau melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat
kemudian sujud dua kali, kemudian salam." (Muttafaq 'alaih)
Salam sebelum
shalat selesai berarti termasuk kele-bihan dalam shalat, sebab ia telah
menambah salam di pertengahan pelaksanaan shalat. Barangsiapa mengalami hal itu
dalam keadaan lupa, lalu dia ingat beberapa saat setelahnya, maka dia harus
menyempurnakan shalatnya kemudian salam, setelah itu dia sujud sahwi, kemudian
salam lagi. Dalilnya adalah hadits Abu Hurairah radhiallaahu anhu:
|
"Dari Abu
Hurairah radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam shalat
Dhuhur atau Ashar bersama para sahabat. Beliau salam setelah shalat dua rakaat,
kemudian orang-orang yang bergegas keluar dari pintu masjid berkata, 'Shalat
telah diqashar (dikurangi)?' Nabi pun berdiri untuk bersandar pada sebuah kayu,
sepertinya beliau marah. Kemudian berdirilah seorang laki-laki dan bertanya
kepadanya, 'Wahai Rasulullah, apakah Anda lupa atau memang shalat telah
diqashar?.' Nabi berkata, 'Aku tidak lupa dan shalat pun tidak diqashar.'
Laki-laki itu kembali berkata, 'Kalau begitu Anda memang lupa wahai
Rasulullah.' Nabi shallallaahu alaihi wasallam bertanya kepada para sahabat,
'Benarkah apa yang dikatakannya?'. Mereka pun menga-takan, 'Benar.' Maka
majulah Nabi shallallaahu alaihi wasallam, selanjutnya beliau shalat untuk
melengkapi kekurangan tadi, kemudian salam, lalu sujud dua kali, dan salam
lagi." (Muttafaq
'alaih)
b. Sujud Sahwi
Karena Kekurangan
Barangsiapa
kelupaan dalam shalatnya, kemudian ia meninggalkan salah satu sunnah
muakkadah (yaitu yang termasuk katagori hal-hal wajib dalam shalat), maka
ia harus sujud sahwi sebelum salam, seperti misalnya kelupaan melakukan tasyahhud
awal dan dia tidak ingat sama sekali, atau dia ingat setelah berdiri tegak
dengan sempurna, maka dia tidak perlu duduk kembali, cukup baginya sujud
sahwi sebelum salam. Dalilnya ialah hadits berikut:
|
"Dari Abdullah
bin Buhainah radhiallaahu anhu, bahwa Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
shalat Dhuhur bersama mereka, beliau langsung berdiri setelah dua rakaat
pertama dan tidak duduk. Para jama'ah pun tetap mengikuti beliau sampai beliau
selesai menyempurnakan shalat, orang-orang pun menunggu salam beliau, akan
tetapi beliau malah bertakbir padahal beliau dalam keadaan duduk (tasyahhud
akhir), kemu-dian beliau sujud dua kali sebelum salam, lalu salam." (Muttafaq 'alaih)
c. Sujud Sahwi
Karena Ragu-ragu
Yaitu ragu-ragu
antara dua hal, yang mana yang terjadi. Keragu-raguan terdapat dalam dua hal,
yaitu antara ke-lebihan atau kurang. Umpamanya seseorang ragu apakah dia sudah
shalat tiga rakaat atau empat rakaat.
Keraguan ini ada
dua macam:
1. Seseorang lebih
cenderung kepada satu hal, baik kelebihan atau kurang, maka dia harus
menurutkan mengambil sikap kepada yang lebih ia yakini, kemudian dia melakukan sujud
sahwi setelah salam. Dalilnya hadits berikut:
|
"Dari Abdullah
Ibnu Mas'ud radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, 'Apabila salah seorang dari kamu ada yang ragu-ragu dalam shalatnya,
maka hendaklah lebih memilih kepada yang paling mendekati kebenaran, kemudian
menyempurnakan shalatnya, lalu melakukan salam, selanjutnya sujud dua
kali'." (Muttafaq 'alaih)
2. Ragu-ragu antara
dua hal, dan tidak condong pada salah satunya, tidak kepada kelebihan dalam
pelaksanaan shalat dan tidak pula pada kekurangan. Maka dia harus mengambil
sikap kepada hal yang sudah pasti akan kebe-narannya, yaitu jumlah rakaat yang
lebih sedikit. Kemudian menutupi kekurangan tersebut, lalu sujud dua kali
sebelum salam, ini berdasarkan hadits berikut:
|
"Dari Abu Sa'id
Al-Khudri radhiallaahu anhu, bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, 'Apabila salah seorang di antara kamu ragu-ragu dalam shalatnya, dia
tidak tahu berapa rakaat yang sudah ia lakukan, tigakah atau empat? Maka
hendaknya ia meninggalkan keraguan itu dan mengambil apa yang ia yakini, kemudian
ia sujud dua kali sebelum salam. Jika ia telah shalat lima rakaat, maka hal itu
menggenap-kan pelaksanaan shalatnya, dan jika ia shalat sempurna empat rakaat,
maka hal itu merupakan penghinaan (pengecewaan) terhadap syaitan'." (HR. Muslim)
Ringkasnya, bahwa
sujud sahwi itu adakalanya sebelum salam dan adakalanya sesudah salam.
Adapun sujud sahwi yang dilakukan setelah salam ialah pada dua kondisi:
Adapun sujud sahwi yang dilakukan setelah salam ialah pada dua kondisi:
- Apabila karena kelebihan (dalam
pelaksanaan shalat).
- Apabila karena ragu antara dua
kemungkinan, tapi ada kecondongan pada salah satunya.
Sedangkan sujud
sahwi yang dilakukan sebelum salam, juga pada dua kondisi:
- Apabila dikarenakan kurang
(dalam pelaksanaan shalat).
- Apabila dikarenakan ragu antara dua kemungkinan dan tidak merasa lebih berat kepada salah satunya.
Hal-hal Penting Berkenaan Dengan
Sujud Sahwi
- Apabila seseorang meninggalkan
salah satu rukun shalat, dan yang tertinggal itu adalah takbiratul
ihram, maka shalatnya tidak terhitung, baik hal itu terjadi secara
sengaja ataupun karena lupa, karena shalatnya tidak sah. Dan jika yang
tertinggal itu selain takbiratul ihram, dan ditinggalkan secara
sengaja, maka batallah shalatnya. Jika tertinggal secara tidak sengaja,
dan dia sudah berada pada rukun yang ketinggalan tersebut pada rakaat
kedua, maka rakaat yang ketinggalan ru-kunnya tadi itu dianggap tidak ada,
dan dia ganti dengan rakaat yang berikutnya. Dan jika ia belum sampai pada
rakaat kedua, maka ia wajib kembali kepada rukun yang ketinggalan
tersebut, kemudian dia kerjakan rukun itu, begitu pula apa-apa yang
setelah itu. Pada kedua hal ini, wajib dia melakukan sujud sahwi setelah
salam atau sebelumnya
- Apabila sujud sahwi dilakukan
setelah salam, maka harus pula melakukan salam sekali lagi.
- Apabila seseorang yang melakukan shalat meninggal-kan sunnah muakkadah (hal-hal yang wajib dalam shalat) secara sengaja, maka batallah shalatnya. Jika ketinggalan karena lupa, kemudian dia ingat sebelum beranjak dari sunnah muakkadah tersebut, maka hendaklah dia melaksanakannya dan tidak ada konsekwensi apa-apa. Jika ia ingat setelah melewatinya tapi belum sampai kepada rukun berikutnya, maka hendak-lah dia kembali untuk melaksanakan rukun tersebut. Kemudian dia sempurnakan shalatnya serta melakukan salam. Selanjutnya sujud sahwi kemudian salam lagi. Jika ia ingat setelah sampai kepada rukun yang berikut-nya, maka sunnah (muakkadah) itu gugur dan dia tidak perlu kembali kepadanya untuk melakukannya, akan tetapi terus melaksanakan shalatnya kemudian sujud sahwi sebelum salam seperti kami sebutkan di atas pada masalah tasyahhud awal.
Tata
Cara Shalat
- Seorang muslim yang hendak
melakukan shalat hendaklah berdiri tegak setelah masuk waktu shalat dalam
keadaan suci dan menutup aurat serta menghadap kiblat dengan seluruh
anggota badannya tanpa miring atau menoleh ke kiri dan ke kanan.
- Kemudian berniat untuk
melakukan shalat yang ia mak-sudkan di dalam hatinya tanpa diucapkan.
- Kemudian melakukan takbiratul
ihram, yaitu membaca Allahu Akbar sambil mengangkat kedua
tangannya sejajar dengan kedua bahunya ketika takbir.
- Meletakkan tangan kanan di atas
tangan kiri di atas dada atau di bawahnya, tetapi di atas pusar.
- Kemudian membaca do'a iftitah,
ta'awwudz (a'udzu billahi minasy syaithanirrajim) dan basmalah,
kemudian membaca Al-Fatihah dan apabila sampai pada bacaan dia membaca aamiin.
- Kemudian membaca salah satu
surat atau apa yang mudah baginya di antara ayat-ayat Al-Qur'an.
- Kemudian mengangkat kedua
tangan sejajar dengan bahunya lalu ruku' sambil mengucapkan Allahu
Akbar selanjutnya memegang dua lutut dengan kedua tapak tangan dengan
meratakan tulang punggung, tidak me-ngangkat kepalanya juga tidak terlalu
membungkuk-kannya, dan jari-jari tangannya hendaknya dalam ke-adaan
terbuka.
- Pada saat ruku', membaca "Maha Suci Rabbku Yang Maha
Agung" tiga kali atau lebih.
- Kemudian bangkit dari ruku'
seraya mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu sambil membaca "Allah Maha Mendengar orang yang
memujiNya" sehingga tegak berdiri dalam keadaan i'tidal,
kemudian membaca:
"Wahai Rabb kami, bagiMu segala puji, (aku memuji-Mu) dengan pujian yang banyak, baik dan penuh dengan keberkahan di dalamnya."
- Kemudian sujud sambil
mengucapkan Allahu Akbar, lalu sujud bertumpu pada tujuh anggota
sujud, yaitu dahi (yang termasuk di dalamnya) hidung, dua telapak tangan,
dua lutut dan ujung dua tapak kaki. Hendaknya diperhatikan agar dahi dan
hidung betul-betul mengenai lantai, serta merenggangkan bagian atas
lengannya dari samping badannya dan tidak meletakkan lengannya (hastanya)
ke lantai dan mengarahkan ujung jari-jarinya ke arah kiblat.
- Membaca "Maha Suci Rabbku Yang Maha
Tinggi" tiga kali atau lebih dalam sujud.
- Bangkit dari sujud sambil
mengucapkan Allahu Akbar, kemudian duduk iftirasy, yaitu
bertumpu pada kaki kiri dan duduk di atasnya sambil menegakkan telapak
kaki kanan seraya membaca: "Wahai Rabbku ampunilah aku,
rahmatilah, berikanlah petunjuk dan rezki kepadaku."
- Kemudian sujud lagi seperti di
atas, lalu bangkit untuk melaksanakan rakaat kedua sambil bertakbir.
Kemu-dian melakukan seperti pada rakaat pertama, hanya saja tanpa membaca
do'a iftitah lagi. Apabila telah menye-lesaikan rakaat kedua hendaknya
duduk untuk melak-sanakan tasyahhud. Apabila shalatnya hanya dua
rakaat saja seperti shalat Subuh, maka membaca tasyahhud kemudian
membaca shalawat Nabi shallallaahu alaihi wasallam, lalu langsung salam,
dengan mengucapkan:
"Semoga kesejahteraan dan rahmat Allah bagimu." Sambil menoleh ke kanan, kemudian mengucapkan salam lagi sambil menoleh ke kiri.
- Jika shalat itu termasuk shalat
yang lebih dari dua rakaat, maka berhenti ketika selesai membaca tasyahhud
awwal, yaitu pada ucapan:
"Aku bersaksi tidak ada sesembahan yang haq melainkan Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusanNya."
Kemudian bangkit berdiri sambil mengucapkan takbir dan mengangkat kedua tangan sejajar dengan kedua bahu, lalu mengerjakan rakaat berikutnya seperti rakaat sebelumnya, hanya saja terbatas pada bacaan surat Al-Fatihah saja.
- Kemudian duduk tawarruk, yaitu dengan menegakkan telapak kaki kanan dan meletakkan telapak kaki kiri di bawah betis kaki kanan, kemudian mendudukkan pantat di lantai serta meletakkan kedua tangan di atas kedua paha. Lalu membaca tasyahhud, membaca shalawat kepada Nabi shallallaahu alaihi wasallam dan meminta perlindungan kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dari empat perkara berikut:
|
- "Ya Allah, aku berlindung kepadaMu dari siksa api
Neraka, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, dan dari fitnah Al-Masih
Ad-Dajjal."
- Kemudian mengucapkan salam dengan suara yang jelas sambil menoleh ke kanan, lalu mengucapkan salam kedua sambil menoleh ke kiri.
Shalat
Berjama'ah
a. Hukum Shalat
Berjama'ah
Shalat berjama'ah
itu adalah wajib bagi tiap-tiap mukmin, tidak ada keringanan untuk
meninggalkannya terkecuali ada udzur (yang dibenarkan dalam agama).
Hadits-hadits yang merupakan dalil tentang hukum ini sangat banyak, di
antaranya:
|
"Dari Abu
Hurairah radhiallaahu anhu , ia berkata,Telah datang kepada Nabi shallallaahu
alaihi wasallam seorang lelaki buta, kemudian ia berkata, 'Wahai Rasulullah,
aku tidak punya orang yang bisa menuntunku ke masjid, lalu dia mohon kepada
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam agar diberi keringanan dan cukup shalat
di rumahnya.' Maka Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam memberikan
keringanan kepadanya. Ketika dia berpaling untuk pulang, beliau memanggilnya,
seraya berkata, 'Apakah engkau mendengar suara adzan (panggilan) shalat?', ia
menjawab, 'Ya.' Beliau bersabda, 'Maka hendaklah kau penuhi (panggilah
itu)'." (HR. Muslim)
|
"Dari Abu
Hurairah radhiallaahu anhu ia berkata: 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, 'Shalat yang paling berat bagi orang munafik adalah shalat Isya' dan
shalat Subuh. Seandainya mereka itu mengetahui pahala kedua shalat tersebut,
pasti mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak. Aku pernah berniat
memerintahkan shalat agar didirikan kemudian akan kuperintahkan salah seorang
untuk mengimami shalat, lalu aku bersama beberapa orang sambil membawa beberapa
ikat kayu bakar mendatangi orang-orang yang tidak hadir dalam shalat
berjama'ah, dan aku akan bakar rumah-rumah mereka itu'." (Muttafaq 'alaih)
|
"Dari Abu
Darda' radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam bersabda, 'Tidaklah berkumpul tiga orang, baik di suatu desa
maupun di dusun, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat berjama'ah,
terkecuali syaitan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu senan-tiasa
bersama jama'ah (golongan yang banyak), karena sesungguhnya serigala hanya akan
memangsa domba yang jauh terpisah (dari rombongannya)'." (HR. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dan lainnya, hadits hasan
)
|
"Dari Ibnu
Abbas , bahwasanya Nabi shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa
mendengar panggilan adzan namun tidak mendatanginya, maka tidak ada shalat
baginya, ter-kecuali karena udzur (yang dibenarkan dalam agama)'." (HR. Abu Daud, Ibnu Majah dan lainnya, hadits shahih)
|
"Dari Ibnu
Mas'ud radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Sesungguhnya Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam mengajari kami sunnah-sunnah (jalan-jalan petunjuk dan
kebenaran) dan di antara sunnah-sunnah tersebut adalah shalat di masjid yang
dikuman-dangkan adzan di dalamnya." (HR. Muslim)
b. Keutamaan
Shalat Berjama'ah
Shalat berjama'ah
mempunyai keutamaan dan pahala yang sangat besar, banyak sekali hadits-hadits
yang menerangkan hal tersebut di antaranya adalah:
|
"Dari Ibnu Umar
radhiallaahu anhuma , bahwasanya Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, 'Shalat berjama'ah dua puluh tujuh kali lebih utama daripada shalat
sendirian." (Muttafaq
'alaih)
|
"Dari Abu
Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata,'Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam, 'Shalat seseorang dengan berjama'ah lebih besar pahalanya sebanyak 25
atau 27 derajat daripada shalat di rumahnya atau di pasar (maksudnya shalat
sendi-rian). Hal itu dikarenakan apabila salah seorang di antara kamu telah
berwudhu dengan baik kemudian pergi ke masjid, tidak ada yang menggerakkan
untuk itu kecuali karena dia ingin shalat, maka tidak satu langkah pun yang
dilangkahkannya kecuali dengannya dinaikkan satu derajat baginya dan dihapuskan
satu kesalahan darinya sampai dia memasuki masjid. Dan apabila dia masuk
masjid, maka ia terhitung shalat selama shalat menjadi penyebab baginya untuk
tetap berada di dalam masjid itu, dan malaikat pun mengu-capkan shalawat kepada
salah seorang dari kamu selama dia duduk di tempat shalatnya. Para malaikat
berkata, 'Ya Allah, berilah rahmat kepadanya, ampunilah dia dan terimalah
taubatnya.' Selama ia tidak berbuat hal yang mengganggu dan tetap berada dalam keadaan
suci'." (Muttafaq 'alaih)
c. Berjama'ah
dapat dilaksanakan sekalipun dengan seorang makmum dan seorang imam
Shalat berjama'ah
bisa dilaksanakan dengan seorang makmum dan seorang imam, sekalipun salah
seorang di antaranya adalah anak kecil atau perempuan. Dan semakin banyak
jumlah jama'ah dalam shalat semakin disukai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala.
|
"Dari Ibnu
Abbas radhiallaahu anhuma , ia berkata, 'Aku pernah bermalam di rumah bibiku,
Maimunah (salah satu istri Nabi shallallaahu alaihi wasallam), kemudian Nabi
shallallaahu alaihi wasallam bangun untuk shalat malam, maka aku pun ikut
bangun untuk shalat bersamanya, aku berdiri di samping kiri beliau, lalu beliau
menarik kepalaku dan menempatkanku di samping kanannya'." (Muttafaq 'alaih)
|
"Dari Abu Sa'id
Al-Khudri dan Abu Hurairah radhiallaahu anhuma, keduanya berkata, 'Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam bersabda, 'Barangsiapa ba-ngun di waktu malam hari
kemudian dia membangunkan isterinya, kemudian mereka berdua shalat berjama'ah,
maka mereka berdua akan dicatat sebagai orang yang selalu berdzikir kepada Allah'."
(HR. Abu Daud dan
Al-Hakim, hadits shahih)
|
"Dari Abu Sa'id
Al-Khudri radhiallaahu anhu, 'Bahwasanya seorang laki-laki masuk masjid
sedangkan Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam sudah shalat bersama para
sahabatnya, maka beliau pun bersabda, 'Siapa yang mau bersedekah untuk orang
ini, dan menemaninya shalat.' Lalu berdirilah salah seorang dari mereka
kemudian dia shalat bersamanya'." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, hadits shahih)
|
"Dari Ubay bin
Ka'ab radhiallaahu anhu, ia berkata, 'Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
bersabda, Shalat seseorang bersama orang lain (berdua) lebih besar pahalanya
dan lebih mensucikan daripada shalat sendirian, dan shalat seseorang ditemani
oleh dua orang lain (bertiga) lebih besar pahalanya dan lebih menyucikan
daripada shalat dengan ditemani satu orang (berdua), dan semakin banyak (jumlah
jama'ah) semakin disukai oleh Allah Ta'ala'." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai, hadits hasan)
Hadirnya Wanita Di Masjid dan Keutamaan
Shalat Wanita Di Rumahnya
Para wanita boleh
pergi ke masjid dan ikut melaksanakan shalat berjama'ah dengan syarat
menghindarkan diri dari hal-hal yang membangkitkan syahwat dan menim-bulkan
fitnah, seperti mengenakan perhiasan dan menggu-nakan wangi-wangian. Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
|
"Janganlah
kalian melarang para wanita (pergi) ke masjid dan hendaklah mereka keluar
dengan tidak me-makai wangi-wangian." (HR. Ahmad dan Abu Daud, hadits shahih)
Dan beliau juga bersabda:
Dan beliau juga bersabda:
|
"Perempuan yang
mana saja yang memakai wangi-wangian, maka janganlah dia ikut shalat Isya'
berjama'ah bersama kami." (HR.
Muslim)
Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda:
Pada kesempatan lain, beliau juga bersabda:
|
"Perempuan yang
mana saja yang memakai wangi-wangian, kemudian dia pergi ke masjid, maka
shalatnya tidak diterima sehingga dia mandi." (HR. Ibnu Majah, hadits shahih)
Beliau juga bersabda:
Beliau juga bersabda:
|
"Jangan kamu
melarang istri-istrimu (shalat) di masjid, namun rumah mereka sebenarnya lebih
baik untuk mereka." (HR. Ahmad, Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Dalam sabdanya yang lain:
Dalam sabdanya yang lain:
|
"Shalat seorang
wanita di salah satu ruangan rumahnya lebih utama daripada di bagian tengah rumahnya
dan shalatnya di kamar (pribadi)-nya lebih utama daripada (ruangan lain)
di rumahnya." (HR.
Abu Daud dan Al-Hakim)
Beliau bersabda pula:
Beliau bersabda pula:
|
"Sebaik-baik tempat
shalat bagi kaum wanita adalah bagian paling dalam (tersembunyi) dari
rumahnya." (HR. Ahmad dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
Shalat Jum'at
a. Hukum Shalat
Jum'at
Shalat Jum'at wajib bagi kaum lelaki, yaitu sebanyak dua rakaat. Adapun dalil tentangnya adalah sebagai berikut:
Shalat Jum'at wajib bagi kaum lelaki, yaitu sebanyak dua rakaat. Adapun dalil tentangnya adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah
Subhanahu waTa'ala:
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum'at, maka ber-segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui." (Al-Jumu'ah: 9)
"Wahai orang-orang yang beriman, apabila kamu diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum'at, maka ber-segeralah mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, dan itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui." (Al-Jumu'ah: 9)
2. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Hendaklah
orang-orang itu berhenti dari meninggalkan shalat Jum'at atau kalau tidak,
Allah akan menutup hati mereka kemudian mereka akan menjadi orang yang
lalai." (HR. Muslim)
3. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Sungguh aku
berniat menyuruh seseorang (menjadi imam) shalat bersama-sama yang lain,
kemudian aku akan membakar rumah orang-orang yang meninggalkan shalat
Jum'at." (HR.
Muslim)
4. Sabda Rasulullah
shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Shalat Jum'at
itu wajib bagi tiap-tiap muslim, dilaksana-kan secara berjama'ah terkecuali
empat golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang yang
sakit." (HR.
Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
5. Ijma' para
ulama. Para ulama telah sepakat bahwa shalat Jum'at itu wajib hukumnya.
b. Keutamaan
Hari Jum'at
Hari Jum'at adalah
hari yang penuh keberkahan, mempunyai kedudukan yang agung dan merupakan hari
yang paling utama. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:"Sebaik-baik
hari adalah hari Jum'at, pada hari itulah diciptakan Nabi Adam, dan pada hari
itu dia diturunkan ke bumi, pada hari itu pula diterima taubatnya, pada hari
itu pula beliau diwafatkan, dan pada hari itu pula terjadi Kiamat ... Pada hari
itu ada saat yang kalau seorang muslim menemuinya kemudian shalat dan memohon
segala keperluannya kepada Allah, niscaya akan dikabulkan." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi, An-Nasai
dan lainnya, hadits shahih)
c. Hal-Hal Yang
Disunnahkan Serta Beberapa Adab Hari Jum'at
1. Mandi,
berpakaian yang rapi, memakai wangi-wangian dan bersiwak. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Mandi hari
Jum'at itu wajib bagi tiap muslim yang telah baligh." (Muttafaq 'alaih)
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
Sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Mandi, memakai
siwak, mengusapkan parfum sebisa-nya pada hari Jum'at dianjurkan pada setiap
laki-laki yang telah baligh." (Muttafaq 'alaih)
Dan sabda beliau shallallaahu
alaihi wasallam yang lain:
|
"Apa yang
menghalangi salah seorang di antara kamu jika dia mempunyai kesempatan untuk
memakai dua pakaian (baju dan sarung) selain pakaian kerjanya pada hari
Jum'at." (HR.
Abu Daud dan Ibnu Majah, shahih)
Juga sabda beliau shallallaahu
alaihi wasallam tentang hari Jum'at:
|
"Hak setiap
muslim adalah siwak, mandi Jum'at dan memakai minyak wangi dari rumah jika
ada." (HR.
Al-Bazzar, shahih)
2. Lebih awal pergi
ke masjid untuk shalat Jum'at, yaitu beberapa saat sebelumnya. Hal ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Barangsiapa
yang mandi pada hari Jum'at seperti mandi jinabat, kemudian dia pergi ke masjid
pada saat pertama, maka seakan-akan dia berkurban dengan se-ekor unta dan siapa
yang berangkat pada saat kedua, maka seakan-akan ia berkurban dengan seekor
sapi, dan siapa yang pergi pada saat ketiga, maka seakan-akan dia berkurban
dengan seekor domba yang mempunyai tanduk, dan siapa yang berangkat pada saat
keempat, maka seakan-akan dia berkurban dengan seekor ayam, dan siapa yang
berangkat pada saat kelima, maka seolah-olah dia berkurban dengan sebutir
telur, dan apabila imam telah datang, maka malaikat ikut hadir mende-ngarkan
khutbah." (Muttafaq
'alaih)
3. Melakukan
shalat-shalat sunnah di masjid sebelum shalat Jum'at selama imam belum datang.
Apabila imam telah datang, maka berhenti dari itu kecuali shalat tahiyyatul
masjid tetap boleh dikerjakan meskipun imam sedang berkhutbah tetapi
hendaknya dipercepat. Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam bersabda:
|
"Tidaklah
seseorang mandi pada hari Jum'at dan bersuci sebisa mungkin, kemudian dia
memakai wangi-wangian atau memakai minyak wangi, lalu pergi ke masjid dan (di
sana) tidak memisahkan antara dua orang (yang duduk berjajar), kemudian dia
shalat yang disunnahkan baginya, dan dia diam apabila imam telah berkhutbah,
terkecuali akan diampuni dosa-dosanya antara Jum'at (itu) dan Jum'at berikutnya
selama dia tidak berbuat dosa besar." (HR. Al-Bukhari)
4. Makruh
melangkahi pundak-pundak orang yang sedang duduk dan memisahkan (menggeser)
mereka. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam,
ketika beliau melihat seseorang yang melangkahi pundak orang-orang:
|
"Duduklah,
sesungguhnya kamu telah mengganggu orang lain, lagi pula kamu datang
terlambat." (HR. Ahmad, Abu Daud dan An-Nasai,
hadits shahih)
Dan juga berdasarkan
hadits sebelumnya yang bunyi-nya:
|
"... Dan tidak
memisahkan antara dua orang... niscaya akan diampuni segala dosanya dari Jum'at
(itu) ke Jum'at berikutnya."
5. Berhenti dari
segala pembicaraan dan perbuatan sia-sia --seperti memain-mainkan kerikil--
apabila imam telah datang. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
|
"Apabila kamu
berkata kepada temanmu 'diamlah', ketika imam sedang berkhutbah pada hari
Jum'at, maka sesungguhnya kamu telah berbuat sia-sia." (Muttafaq 'alaih)
6. Diharamkan
transaksi jual beli ketika adzan sudah mulai berkumandang. Allah Subhanahu wa
Ta'ala berfirman:
|
"Hai
orang-orang yang beriman, apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada
hari Jum'at, maka segeralah mengingat Allah dan tinggalkan jual beli." (Al-Jumu'ah: 9)
7. Hendaklah
memperbanyak membaca shalawat serta salam kepada Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam pada malam Jum'at dan siang harinya. Hal ini berdasarkan
sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Perbanyaklah
membaca shalawat kepadaku pada hari Jum'at, sesungguhnya tidak seorang pun yang
membaca shalawat kepadaku pada hari Jum'at kecuali diperlihatkan kepadaku
shalawatnya itu." (HR. Al-Hakim dan Al-Baihaqi)
Sabda beliau yang
lain:
|
"Perbanyaklah
membaca shalawat kepadaku pada hari Jum'at dan malam Jum'at, maka barangsiapa
bersha-lawat kepadaku sekali, niscaya Allah akan bershalawat kepadanya sepuluh
kali." (HR. Al-Baihaqi, hadits hasan)
8. Disunnahkan
membaca surat Al-Kahfi. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
|
"Barangsiapa
membaca surat Al-Kahfi pada hari Jum'at, maka dia akan mendapat cahaya yang
terang di antara kedua Jum'at itu." (HR.
Al-Hakim dan Al-Baihaqi, hadits shahih)
9.
Bersungguh-sungguh dalam berdo'a untuk men-dapatkan waktu yang mustajab (dikabulkannya
do'a). Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Sesungguhnya
pada hari Jum'at ada saat yang apabila seorang hamba muslim mendapatinya sedang
dia dalam keadaan shalat dan memohon kebaikan kepada Allah niscaya Allah akan
mengabulkannya."
(HR. Muslim)
Dan saat istijabah
itu ialah pada akhir waktu hari Jum'at. Ini berdasarkan hadits Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam:
|
"Hari Jum'at
terdiri dari dua belas waktu, di antaranya ada waktu dimana tidak seorang hamba
muslim pun yang meminta kepada Allah suatu permintaan terkecuali akan diberikan
kepadanya, maka hendaklah kalian mencarinya pada waktu terakhir yaitu setelah
Ashar." (HR.
Abu Daud, An-Nasai dan Al-Hakim, hadits shahih)
Dalam hadits lain
disebutkan:
"Dari Abu
Hurairah radhiallaahu anhu, ia berkata,'Bersabda Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam, 'Sebaik-baik hari, dimana matahari terbit di dalam-nya adalah hari
Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu pula dia diturunkan ke
bumi, pada hari itu pula diterima taubatnya, pada hari itu pula dia wafat, pada
hari itu pula kiamat akan terjadi dan tidak ada makhluk yang melata di muka
bumi kecuali menunggu hari Kiamat itu dari waktu Subuh hari Jum'at sampai
terbit matahari, karena takut pada hari Kiamat terkecuali jin dan manusia. Di
dalamnya ada satu saat yang apabila seorang hamba muslim menemuinya sedang dia
dalam keadaan shalat dan memohon kepada Allah suatu kebutuhan, niscaya akan
dikabulkan permohonannya.' Ka'ab berkata, 'Yang demikian itu hanya ada satu
hari dalam setahun?' Aku berkata, 'Bahkan pada setiap hari Jum'at.' Berkata Abu
Hurairah, 'Maka Ka'ab membaca Taurat, kemudian berkata, 'Benarlah perkataan Nabi
shallallaahu alaihi wasallam itu.' Abu Hurairah berkata, 'Kemudian aku bertemu
Abdullah Ibnu Salam, lalu aku ceritakan apa yang men-jadi pembicaraanku dengan
Ka'ab, maka dia berkata, 'Aku telah mengetahui kapan saat itu.' Abu Hurairah
berkata, 'Aku katakan kepadanya, 'Beritahukan kepada-ku hal itu.' Abdullah bin
Salam berkata, 'Waktunya adal-ah saat terakhir dari hari Jum'at,' Aku katakan
kepada-nya, 'Bagaimana mungkin padahal Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam
telah bersabda, 'Tidak seorang hamba muslim pun yang men-dapatinya sedang ia
dalam keadaan shalat, dan pada waktu itu (setelah Ashar) tidak boleh shalat.
Berkatalah Abdullah bin Salam, 'Bukankah Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam telah ber-sabda, 'Barangsiapa duduk pada suatu tempat sambil menunggu
(waktu) shalat, maka dia dianggap dalam keadaan shalat sampai dia melaksanakan
shalat,' Aku katakan, 'Ya.' Dia berkata, 'Itulah maksudnya'." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan
An-Nasai, hadits shahih)
Dikatakan pula
bahwa saat tersebut adalah sejak duduk-nya imam di atas mimbar hingga usainya
pelaksanaan shalat.
d. Syarat-syarat
Kewajiban Shalat Jum'at
Shalat Jum'at
diwajibkan atas setiap muslim, laki-laki yang merdeka, sudah mukallaf,
sehat badan serta muqim (bukan dalam keadaan musafir). Ini berdasarkan
hadits Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam:
|
"Shalat Jum'at
itu wajib atas setiap muslim, dilaksana-kan secara berjama'ah terkecuali empat
golongan, yaitu hamba sahaya, perempuan, anak kecil dan orang sakit." (HR. Abu Daud dan Al-Hakim, hadits shahih)
Adapun bagi orang
yang musafir, maka tidak wajib melaksanakan shalat Jum'at, sebab Rasulullah shallallaahu
alaihi wasallam pernah melakukan perjalanan untuk menunaikan haji, dan
ber-tempur, namun tidak pernah diriwayatkan bahwa beliau melaksanakan shalat
Jum'at.
Dan dalam sebuah atsar disebutkan, bahwa Amirul Mukminin Umar Ibnul Khattab radhiallaahu anhu melihat seseorang yang terlihat akan melakukan perjalanan, kemudian beliau mendengar ucapannya, 'Seandainya hari ini bukan hari Jum'at, niscaya aku akan bepergian.' Maka Khalifah Umar berkata, 'Silakan Anda pergi, sesungguhnya shalat Jum'at itu tidak menghalangimu dari bepergian.'
Dan dalam sebuah atsar disebutkan, bahwa Amirul Mukminin Umar Ibnul Khattab radhiallaahu anhu melihat seseorang yang terlihat akan melakukan perjalanan, kemudian beliau mendengar ucapannya, 'Seandainya hari ini bukan hari Jum'at, niscaya aku akan bepergian.' Maka Khalifah Umar berkata, 'Silakan Anda pergi, sesungguhnya shalat Jum'at itu tidak menghalangimu dari bepergian.'
e. Syarat-syarat
Sahnya Shalat Jum'at
Untuk sahnya shalat
Jum'at itu ada beberapa syarat, yaitu sebagai berikut:
1. Dilaksanakan di
suatu perkampungan atau kota, karena di zaman Rasulullah r tidak pernah dilaksanakan terkecuali di perkampungan atau di
kota. Dan beliau shallallaahu alaihi wasallam tidak pernah menyuruh
penduduk dusun (orang peda-laman) untuk melaksanakannya. Dan tidak pernah
disebut-kan bahwa ketika bepergian beliau melaksanakan shalat Jum'at.
2. Meliputi dua
khutbah. Ini berdasarkan pada per-buatan Rasulullah shallallaahu alaihi
wasallam dan kebiasaan beliau (dalam melak-sanakannya). Juga dikarenakan
khutbah merupakan salah satu manfaat yang sangat besar dari pelaksanaan shalat
Jum'at. Karena ia mengandung dzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala,
peringatan terhadap kaum muslimin serta nasehat bagi mereka.
f. Tata Cara
Shalat Jum'at
Adapun tata cara
pelaksanaan shalat Jum'at, yaitu imam naik ke atas mimbar setelah
tergelincirnya matahari, kemudian memberi salam. Apabila ia sudah duduk, maka
muadzin melaksanakan adzan sebagaimana halnya adzan Dhuhur. Dan apabila selesai
adzan, berdirilah imam untuk melaksanakan khutbah yang dimulai dengan hamdalah
dan pujian kepada Allah Subhanahu waTa'ala serta membaca shalawat kepada
Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam. Kemudian memberikan nasehat
kepada para jama'ah, mengingatkan mereka dengan suara yang lantang,
menyampaikan perintah dan larangan Allah Subhanahu waTa'ala dan RasulNya,
mendorong mereka untuk berbuat kebajikan serta menakut-nakuti mereka dari
berbuat keburukan, dan mengingatkan mereka dengan janji-janji kebaikan
Allah Subhanahu waTa'ala serta ancaman-ancaman Allah Subhanahu
waTa'ala. Kemudian duduk sebentar, lalu memulai khutbahnya yang kedua dengan hamdalah
dan pujian kepadaNya. Kemudian melanjutkan khutbahnya dengan pelaksanaan
yang sama dengan khutbah pertama dan dengan suara yang layaknya seperti suara
seorang komandan pasukan perang, sampai selesai tanpa perlu berpanjang lebar,
kemudian turun dari mimbar. Selanjutnya muadzin melaksanakan iqamah untuk
melaksanakan shalat. Kemudian memimpin shalat berjama'ah dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan, dan sebaiknya surat yang dibaca pada rakaat pertama setelah
Al-Fatihah adalah surat Al-A'la dan pada rakaat kedua surat Al-Ghasyiah, atau
pada rakaat pertama setelah Al-Fatihah surat Al-Jumu'ah dan pada rakaat kedua
surat Al-Muna-fiqun. Dan jika dia membaca surat yang lain juga tidak apa-apa.
g. Shalat Sunnah
Sebelum dan Sesudah Shalat Jum'at
Dianjurkan shalat
sunnah sebelum pelaksanaan shalat Jum'at semampunya sampai imam naik ke mimbar,
karena pada waktu itu tidak dianjurkan lagi shalat sunnah, kecuali shalat tahiyatul
masjid bagi orang yang (terlambat) masuk ke dalam masjid. Dalam hal
ini shalat tetap boleh dilaksana-kan sekali pun imam sedang berkhutbah dengan
catatan mempercepat pelaksanaannya sebagaimana diterangkan di atas disertai
dengan dalilnya.
Adapun setelah
shalat Jum'at, maka disunnahkan shalat empat rakaat atau dua rakaat. Ini
berdasarkan sabda Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam :
|
"Barangsiapa di
antara kamu ingin shalat setelah Jum'at, maka hendaklah shalat empat
rakaat." (HR.
Muslim)
Dari Ibnu Umar radhiallaahu
anhuma disebutkan:
|
"Bahwasanya
Nabi shallallaahu alaihi wasallam shalat setelah shalat Jum'at dua rakaat di
rumah beliau." (Muttafaq
'alaih)
Sebagai pengamalan
hadits-hadits ini, sebagian ulama mengatakan bahwa seorang muslim apabila ingin
shalat sunnah setelah Jum'at di masjid, maka dia shalat empat rakaat dan
apabila dia shalat di rumah, maka dia shalat dua rakaat.
Shalat Sunnah Rawatib
Sesungguhnya di
balik disyari'atkannya shalat sunnah terdapat hikmah-hikmah yang agung dan
rahasia yang sangat banyak, di antaranya untuk menambah kebajikan dan
meninggikan derajat seseorang. Juga berfungsi sebagai penutup segala kekurangan
dalam pelaksanaan shalat fardhu. Juga dikarenakan shalat mempunyai keutamaan
yang agung dan kedudukan yang tinggi yang tidak terdapat pada ibadah-ibadah
lainnya. Di samping hikmah-hikmah yang lain.
|
"Dari Rabi'ah
bin Ka'ab Al-Aslami, pelayan Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , berkata,
'Aku pernah menginap bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam , kemudian
aku membawakan air wudhu untuk beliau serta kebutuhannya yang lain. Beliau bersabda,
'Minta-lah kepadaku', maka aku katakan kepada beliau, 'Aku minta agar bisa
bersamamu di Surga', beliau bersabda, 'Ataukah permintaan yang lain?' Aku
katakan, 'Itu saja'. Beliau bersabda, 'Kalau begitu bantulah aku atas dirimu
dengan banyak bersujud (shalat)'." (HR. Muslim)
Dalam hadits lain
disebutkan:
|
"Dari Abu
Hurairah radhiallahu anhu , ia berkata, 'Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam ber-sabda, 'Sesungguhnya amal seorang hamba yang per-tama-tama
kali di hisab (diperhitungkan) pada Hari Kiamat nanti adalah shalatnya, apabila
shalatnya baik maka sungguh dia telah beruntung dan selamat, dan jika shalatnya
rusak maka dia akan kecewa dan merugi. Apabila shalat fardhunya kurang
sempurna, maka Allah berfirman, 'Apakah hambaKu ini mempunyai shalat sunnah?,
maka tutuplah kekurangan shalat fardhu itu dengan shalat sunnahnya.' Kemudian
begitu pula dengan amalan-amalan lainnya yang kurang'." (HR. Abu Daud, At-Tirmidzi dan
lainnya, hadits shahih)
a. Pembagian
Shalat-shalat Sunnah
Shalat sunnah
terbagi menjadi dua, yaitu sunnah mutlak dan sunnah muqayyad.
Shalat sunnah mutlak itu dilakukan hanya dengan niat shalat sunnah saja
tanpa dikaitkan dengan yang lain. Adapun shalat sunnah muqayyad di
antaranya ada yang disyari'atkan sebagai penyerta shalat fardhu yaitu yang
biasa disebut dengan shalat sunnah rawatib. Yaitu mencakup shalat sunnah Subuh,
Dhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya' yang akan dibahas pada halaman-halaman berikut.
b. Keutamaan
Shalat Sunnah Rawatib
|
"Dari Ummi
Habibah radhiallahu anhu, ia berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam bersabda, 'Tidaklah seorang hamba muslim
melaksanakan shalat sunnah (bukan fardhu) karena Allah- sebanyak dua belas
rakaat setiap harinya kecuali Allah akan membangunkan sebuah rumah un-tuknya di
Surga'." (HR. Muslim)
c. Penjelasan
Tentang Sunnah Rawatib
Yaitu tentang
berapa jumlah minimal dan maksimal rakaatnya serta berapa jumlah
pertengahannya.
|
"Dari Ummu
Habibah radhiallahu anha, ia berkata, 'Aku telah mendengar Rasulullah
shallallahu alaihi wasalam bersabda, Barangsiapa shalat dalam sehari
semalam dua belas rakaat akan dibangun untuknya rumah di Surga, yaitu; empat
rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah maghrib,
dua rakaat sesudah Isya dan dua rakaat sebe-lum shalat Subuh'." (HR. At-Tirmidzi, ia mengatakan,
hadits ini hasan shahih)
Dalam riwayat ini
ada penjelasan secara terperinci tentang dua belas rakaat yang disebutkan
secara global dalam riwayat Muslim yang lalu.
|
"Dari Ibnu Umar
radhiallahu anhu dia
berkata, 'Aku shalat bersama Rasulullah shallallahu alaihi wasalam dua
rakaat sebelum Dhuhur dan dua rakaat sesudahnya, dua rakaat sesudah Jum'at, dua
rakaat sesudah Maghrib dan dua rakaat sesudah Isya'." (Muttafaq 'alaih)
|
"Dari Abdullah
bin Mughaffal radhiallahu anhu , ia berkata, 'Bersabda Rasulullah shallallahu
alaihi wasalam , 'Di antara dua adzan itu ada shalat, di antara dua adzan itu
ada shalat, di antara dua adzan itu ada shalat. Kemudian pada ucapannya yang
ketiga beliau menambahkan: 'bagi yang mau'." (Muttafaq 'alaih)
|
"Dari Ummu
Habibah radhiallahu anha, ia berkata, 'Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam bersabda, 'Barangsiapa yang menjaga empat rakaat sebelum Dhuhur
dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkannya dari api Neraka'." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan hadits ini hasan
shahih)
|
"Dari Ibnu Umar
radhiallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wasalam bersabda, 'Semoga
Allah memberi rahmat bagi orang yang shalat empat rakaat sebelum Ashar'." (HR. Abu Daud dan At-Tirmidzi, ia mengatakan, hadits ini hasan)
d. Jadwal
Bilangan Rakaat Shalat Sunnah
Shalat-Shalat
|
Sunnah Qobliah
|
Fardhu
|
Sunnah Ba'diah
|
Subuh
|
2
|
2
|
|
Dzuhur
|
2+2
|
4
|
2+2
|
Ashar
|
2+2
|
4
|
|
Maghrib
|
2
|
3
|
2
|
Isya
|
2
|
4
|
2
|
Catatan:
Shalat-shalat sunnah rawatib qabliah dan ba'diah yang tersebut dalam jadwal di atas diambil dari beberapa hadits shahih yang berkaitan dengan pembahasan masalah ini.
Shalat-shalat sunnah rawatib qabliah dan ba'diah yang tersebut dalam jadwal di atas diambil dari beberapa hadits shahih yang berkaitan dengan pembahasan masalah ini.
Shalat Witir
Shalat-shalat
sunnah yang kita sebutkan di atas meru-pakan shalat sunnah rawatib yang sangat
ditekankan. Di samping itu ada pula shalat sunnah mu'akkadah yang tidak
boleh ditinggalkan begitu saja, salah satunya adalah shalat witir. Dan hakikat
shalat itu adalah shalat satu rakaat yang dikerjakan oleh seorang muslim
sebagai akhir dari shalat sunnah yang dia lakukan di malam hari setelah shalat
Isya'. Ini berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasalam :
|
"Shalat malam
itu dua rakaat dua rakaat, dan apabila salah seorang dari kamu khawatir waktu
Subuh akan tiba, maka shalatlah satu rakaat untuk mengganjilkan shalat yang
telah dilaksanakan." (HR. Al-Bukhari)
a. Hal-hal Yang
Disunnahkan Sebelum Witir
Disunnahkan sebelum
shalat witir shalat dua rakaat atau lebih sampai sepuluh rakaat yang
dilaksanakan dua rakaat dua rakaat, kemudian menutupnya dengan shalat witir
satu rakaat. Ini berdasarkan apa yang dicontohkan Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam .
Ishaq bin Ibrahim rahimahullah
berkata: "Makna apa yang diriwayatkan dari Nabi shallallahu alaihi wasalam
, bahwa beliau shalat witir tiga belas rakaat itu ialah, beliau shalat di waktu
malam tiga belas rakaat beserta witirnya. Maksudnya di antaranya ada shalat
witir. Di sini ada penisbatan shalat malam kepada shalat witir."
Dan yang tiga belas
rakaat ini boleh dilaksanakan dua-dua, yaitu salam tiap selesai dua rakaat.
Kemudian shalat satu rakaat dengan tasyahhud lalu salam.
Begitu pula, boleh
dilaksanakan semuanya dengan dua kali tasyahhud dan sekali salam. Yaitu
dilaksanakan semua rakaat itu secara berurutan tanpa tasyahhud kecuali
pada rakaat sebelum akhir, kemudian tasyahhud pada rakaat tersebut, lalu
berdiri untuk rakaat terakhir dan menyele-saikannya, setelah itu ber-tasyahhud
selanjutnya ditutup dengan salam. Dan boleh pula dilaksanakan semuanya
dengan sekali tasyahhud dan sekali salam pada rakaat terakhir.
Semua cara itu
boleh dilakukan dan semuanya dicontoh-kan oleh Rasulullah shallallahu alaihi
wasalam . Namun yang lebih utama adalah dengan cara salam pada tiap-tiap
selesai dua rakaat. Dan boleh dilaksanakan dengan sekali salam apabila ada
udzur lemah tenaga atau sudah tua dan sebagainya.
b. Waktu Shalat
Witir
Dari shalat Isya'
sampai menjelang Subuh. Dan (pelak-sanaannya) di akhir malam lebih utama dari
awalnya bagi yang sanggup melaksanakannya, namun jika takut tidak bangun (di
waktu malam) boleh dilaksanakan sebelum tidur.
Tata Cara Shalat
Orang Sakit
1. Orang yang sakit
wajib melaksanakan shalat fardhu dengan berdiri, sekali pun bersandar ke
dinding atau ke tiang atau dengan tongkat.
2. Jika tidak
sanggup shalat berdiri, maka hendaklah ia shalat dengan duduk, dan lebih baik
kalau duduk bersila pada waktu di mana semestinya berdiri dan ruku', dan duduk istirasy
pada waktu di mana dia sujud.
3. Jika tidak
sanggup shalat sambil duduk, boleh shalat sambil berbaring bertumpu pada sisi
badan menghadap kiblat. Dan bertumpu pada sisi kanan lebih utama dari sisi
kiri. Jika tidak memungkinkan untuk menghadap kiblat boleh menghadap ke mana
saja dan tidak perlu mengulangi shalatnya.
4. Jika tidak
sanggup shalat berbaring, boleh shalat sambil terlentang dengan menghadapkan
kedua kaki ke kiblat. Dan yang lebih utama yaitu dengan mengangkat kepala untuk
menghadap kiblat. Dan jika tidak bisa meng-hadapkan kedua kakinya ke kiblat,
dibolehkan shalat menghadap ke mana saja.
5. Orang sakit
wajib melaksanakan ruku' dan sujud, jika tidak sanggup, cukup dengan
membungkukkan badan pada ruku' dan sujud, dan ketika sujud hendaknya lebih
rendah dari ruku'. Dan jika sanggup ruku' saja dan tidak sanggup sujud, dia
boleh ruku' saja dan menundukkan kepala saat sujud. Demikian pula sebaliknya
jika dia sanggup sujud saja dan tidak sanggup ruku', dia boleh sujud saja dan
ketika ruku' dia menundukkan kepala.
6. Jika tidak
sanggup dengan menundukkan kepala ketika ruku' dan sujud, cukup dengan isyarat
mata, dengan memejamkan sedikit ketika ruku' dan dengan meme-jamkan lebih kuat
ketika sujud. Adapun isyarat dengan telunjuk seperti yang dilakukan beberapa
orang sakit, itu tidak betul dan penulis tidak pernah tahu dalil-dalilnya baik
dalil dari Al-Qur'an maupun As-Sunnah, dan tidak pula dari perkataan para
ulama.
7. Jika tidak
sanggup juga shalat dengan menggerakkan kepala dan isyarat mata, hendaklah ia
shalat dengan hatinya, dia berniat ruku', sujud dan berdiri serta du-duk.
Masing-masing orang akan diganjar sesuai dengan niatnya.
8. Orang yang sakit
wajib melaksanakan semua kewajiban shalat tepat pada waktunya sesuai menurut
kemampu-annya sebagaimana kita jelaskan di atas. Tidak boleh sengaja
mengakhirkannya dari waktu yang semestinya. Dan jika termasuk orang yang
kesulitan berwudhu dia boleh menjamak shalatnya seperti layaknya seorang
musafir.
9. Jika dia sulit
untuk shalat pada waktunya, boleh menja-mak antara Dhuhur dengan Ashar dan
antara Maghrib dengan Isya', baik jama' taqdim maupun jama' ta'khir,
sesuai dengan kemampuannya. Kalau dia mau, dia boleh memajukan shalat Asharnya
digabung dengan Dhuhur, atau mengakhirkan Dhuhurnya digabung dengan Ashar di
waktu Ashar. Jika mau, boleh juga dia memajukan shalat Isya' untuk digabung
dengan shalat Maghrib di waktu Maghrib atau sebaliknya. Adapun shalat Subuh,
maka tidak boleh di-jama' dengan shalat yang sebelumnya atau sesudahnya,
karena waktunya terpisah dari waktu shalat sebelumnya dan shalat se-sudahnya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Dan dirikanlah shalat dari sesudah tergelincirnya mata-hari sampai
gelap malam, dan (dirikanlah pula) shalat Subuh. Sesungguhnya shalat Subuh itu
disaksikan (oleh malaikat)." (Al-Isra': 78)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar