TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG MOJOKERTO
Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah is-tighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan:
Termasuk sebab turunnya rizki adala taqwa. Saya akan membicarakan masalah ini – dengan memohon taufik dari Allah– dalam dua bahasan:
Termasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:
Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas masalah ini –dengan memohon pertolongan kepada Allah– dari dua hal:
Pasal Kelima :
MELANJUTKAN HAJI DENGAN UMRAH ATAU SEBALIKNYA
Di antara perbuatan yang dijadikan Allah termasuk kunci-kunci rizki yaitu melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya. Pembicaraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah– akan saya lakukan melalui dua poin bahasan:
Di antara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembi-caraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah– akan saya bahas melalui empat poin berikut:
Termasuk di antara kunci-kunci rizki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin. Nabi menjelaskan bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.
Allah menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rizki. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik Allah– melalui dua poin berikut ini:
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi hamba-Nya yang lemah ini sehingga bisa menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya senantiasa diminta ampunan, ke-murahan dan ijabah (pengabulan).
KUNCI
RIZKI
Diantara sebab terpenting diturunkannya rizki adalah is-tighfar (memohon ampunan) dan taubat kepada Allah Yang Maha Pengampun dan Maha Menutupi (kesalahan). Untuk itu, pembahasan mengenai pasal ini kami bagi menjadi dua pembahasan:
a. Hakikat istighfar dan taubat.
b. Dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.
b. Dalil syar'i bahwa istighfar dan taubat termasuk kunci rizki.
A. Hakikat Istighfar dan Taubat
Sebagian besar orang menyangka bahwa istighfar dan
taubat hanyalah cukup dengan lisan semata. Sebagian mere-ka mengucapkan,
"Aku memohon ampunan kepada Allah dan bertaubat
ke-padaNya"
Tetapi kalimat-kalimat di atas tidak membekas di dalam
hati, juga tidak berpengaruh dalam perbuatan anggota badan. Sesungguhnya
istighfar dan taubat jenis ini adalah perbuatan orang-orang dusta.
Para ulama – semoga Allah memberi balasan yang
se-baik-baiknya kepada mereka telah menjelaskan hakikat istighfar dan taubat.
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani menerangkan: "Dalam
istilah syara', taubat adalah meninggalkan dosa karena ke-burukannya, menyesali
dosa yang telah dilakukan, berke-inginan kuat untuk tidak mengulanginya dan
berusaha mela-kukan apa yang bisa diulangi (diganti). Jika keempat hal itu
telah terpenuhi berarti syarat taubatnya telah sempurna"
Imam An-Nawawi dengan redaksionalnya sendiri
menje-laskan: "Para ulama berkata, 'Bertaubat dari setiap dosa hu-kumnya
adalah wajib. Jika maksiat (dosa) itu antara hamba dengan Allah, yang tidak ada
sangkut pautnya dengan hak manusia maka syaratnya ada tiga. Pertama, hendaknya
ia menjauhi maksiat tersebut. Kedua, ia harus menyesali per-buatan
(maksiat)nya. Ketiga, ia harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya
lagi. Jika salah satunya hilang, maka taubatnya tidak sah.
Jika taubat itu berkaitan dengan manusia maka syaratnya
ada empat. Ketiga syarat di atas dan keempat, hendaknya ia membebaskan diri
(memenuhi) hak orang tersebut. Jika ber-bentuk harta benda atau sejenisnya maka
ia harus mengem-balikannya. Jika berupa had (hukuman) tuduhan atau
seje-nisnya maka ia harus memberinya kesempatan untuk mem-balasnya atau meminta
maaf kepadanya. Jika berupa ghibah (menggunjing), maka ia harus meminta
maaf."
Adapun istighfar, sebagaimana diterangkan Imam
Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah "Meminta (ampunan) dengan ucapan dan
perbuatan. Dan firman Allah:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya
Dia Maha Pengampun." (Nuh: 10).
Tidaklah berarti bahwa mereka diperintahkan meminta
ampun hanya dengan lisan semata, tetapi dengan lisan dan perbuatan. Bahkan
hingga dikatakan, memohon ampun (istighfar) hanya dengan lisan saja
tanpa disertai perbuatan adalah pekerjaan para pendusta.
B. Dalil Syar'i Bahwa Istighfar dan
Taubat Termasuk Kunci Rizki
Beberapa nash (teks) Al-Qur'an dan Al-Hadits
me-nunjukkan bahwa istighfar dan taubat termasuk sebab-sebab rizki
dengan karunia Allah . Di bawah ini beberapa nash dimaksud:
1. Apa yang disebutkan Allah tentang Nuh
yang berkata kepada kaumnya :
"Maka aku katakan kepada mereka, 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu', sesungguhnya Dia adalah
Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan
membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai'." (Nuh: 10-12).
Ayat-ayat di atas menerangkan cara mendapatkan hal-hal
berikut dengan istighfar.
- Ampunan
Allah terhadap dosa-dosanya. Berdasarkan fir-manNya: "Sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun."
- Diturunkannya
hujan yang lebat oleh Allah. Ibnu Abbas radhiallaahu anhu berkata "
" adalah (hujan) yang turun dengan deras.
- Allah
akan membanyakkan harta dan anak-anak. Dalam menafsirkan ayat:Atha'
berkata: "Niscaya Allah akan membanyakkan harta dan anak-anak
kalian".
- Allah
akan menjadikan untuknya kebun-kebun.
- Allah
akan menjadikan untuknya sungai-sungai. Imam Al-Qurthubi berkata:
"Dalam ayat ini, juga disebutkan dalam (surat Hud) adalah dalil yang
menunjukkan bah-wa istighfar merupakan salah satu sarana meminta
ditu-runkannya rizki dan hujan."
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam Tafsirnya berkata:
"Makna-nya, jika kalian bertaubat kepada Allah, meminta ampun kepadaNya
dan kalian senantiasa mentaatiNya niscaya Ia akan membanyakkan rizki kalian dan
menurunkan air hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan untuk kalian
berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuh-tumbuhan untuk kalian, melimpahkan air
susu perahan untuk kalian, mem-banyakkan harta dan anak-anak untuk kalian,
menjadikan kebun-kebun yang di dalamnya bermacam-macam buah-buahan untuk kalian
serta mengalirkan sungai-sungai di antara kebun-kebun itu (untuk kalian)."
Demikianlah, dan Amirul mukminin Umar bin
Khaththab juga berpegang dengan apa yang terkandung dalam ayat-ayat ini
ketika beliau memohon hujan dari Allah .
Muthrif meriwayatkan dari Asy-Sya'bi: "Bahwasanya
Umar keluar untuk memohon hujan bersama orang ba-nyak. Dan beliau tidak
lebih dari mengucapkan istighfar (memohon ampun kepada Allah) lalu
beliau pulang. Maka seseorang bertanya kepadanya, 'Aku tidak mendengar Anda
memohon hujan'. Maka ia menjawab, 'Aku memohon diturunkannya hujan dengan majadih
langit yang dengannya diharapkan bakal turun air hujan. Lalu beliau membaca
ayat:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya
Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan
lebat." (Nuh: 10-11).
Imam Al-Hasan Al-Bashri juga menganjurkan istighfar (memohon
ampun) kepada setiap orang yang mengadukan kepadanya tentang kegersangan,
kefakiran, sedikitnya ketu-runan dan kekeringan kebun-kebun.
Imam Al-Qurthubi menyebutkan dari Ibnu Shabih,
bah-wasanya ia berkata: "Ada seorang laki-laki mengadu kepada Al-Hasan
Al-Bashri tentang kegersangan (bumi) maka beliau berkata kepadanya,
"Beristighfarlah kepada Allah!" Yang lain mengadu kepadanya tentang
kemiskinan maka beliau berkata kepadanya, "Beristighfarlah kepada
Allah!" Yang lain lagi berkata kepadanya, "Do'akanlah (aku) kepada
Allah, agar ia memberiku anak!" Maka beliau mengatakan kepadanya,
"Beristighfarlah kepada Allah!" Dan yang lain lagi mengadu kepadanya
tentang kekeringan kebunnya maka beliau mengatakan (pula) kepadanya,
"Beristighfarlah kepa-da Allah!"
Dan kami menganjurkan demikian kepada orang yang
mengalami hal yang sama. Dalam riwayat lain disebutkan: "Maka Ar-Rabi' bin
Shabih berkata kepadanya, 'Banyak orang yang mengadukan bermacam-macam
(perkara) dan Anda memerintahkan mereka semua untuk beristighfar. Maka
Al-Hasan Al-Bashri menjawab, 'Aku tidak mengata-kan hal itu dari diriku
sendiri. Tetapi sungguh Allah telah berfirman dalam surat Nuh:
"Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia
adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirim-kan hujan kepadamu dengan
lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu
ke-bun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai." (Nuh: 10-12).
Allahu Akbar! Betapa agung,
besar dan banyak buah dari istighfar! Ya Allah, jadikanlah kami termasuk
hamba-ham-baMu yang pandai beristighfar. Dan karuniakanlah kepada kami
buahnya, di dunia maupun di akhirat. Sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan
Maha Mengabulkan. Amin, wahai Yang Maha Hidup dan terus menerus mengurus
MakhlukNya.
2. Ayat lain adalah firman Allah yang menceritakan
ten-tang seruan Hud kepada kaumnya agar beristighfar.
"Dan (Hud berkata), 'Hai kaumku, mohonlah
ampun kepada Tuhanmu lalu bertaubatlah kepadaNya, niscaya Dia menurunkan hujan
yang sangat lebat atasmu dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu dan
janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa'." (Hud:52).
Al-Hafizh Ibnu katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia
di atas menyatakan: "Kemudian Hud memerintahkan kaumnya untuk
beristighfar yang dengannya dosa-dosa yang lalu dapat dihapuskan, kemudian
memerintahkan mereka bertaubat untuk masa yang akan mereka hadapi. Barangsiapa
memiliki sifat seperti ini, niscaya Allah akan memudahkan rizkinya, melancarkan
urusannya dan menjaga keadaannya. Karena itu Allah berfirman:
"Niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat
lebat atas-mu".
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang
memiliki sifat taubat dan istighfar, dan mudahkanlah rizki-rizki kami,
lancarkanlah urusan-urusan kami serta jagalah keadaan kami. Sesungguhnya Engkau
Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan doa. Amin, wahai Dzat Yang Memiliki
keagungan dan kemuliaan.
3. Ayat yang lain adalah firman Allah:
"Dan hendaklah kamu meminta ampun kepada
Tuhanmu dan bertaubat kepadaNya. (jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya
Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu sampai kepada
waktu yang telah ditentukan, dan Dia akan memberi kepada tiap-tiap orang yang
mempunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. Jika kamu berpaling, maka
sesungguhnya aku takut kamu akan ditimpa siksa hari Kiamat." (Hud: 3).
Pada ayat yang mulia di atas, terdapat janji dari Allah
Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan berupa kenikmatan yang baik kepada orang
yang beristighfar dan bertaubat. Dan maksud dari firmanNya:
"Niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik
(terus-menerus) kepadamu." Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin
Abbas adalah, "Ia akan menganugerahi rizki dan kelapangan kepada
kalian".
Sedangkan Imam Al-Qurthubi dalam tafsirnya mengatakan:
"Inilah buah dari istighfar dan taubat. Yakni Allah akan memberi
kenikmatan kepada kalian dengan berbagai manfaat berupa kelapangan rizki dan
kemakmuran hidup serta Ia tidak akan menyiksa kalian sebagaimana yang
dilakukanNya terhadap orang-orang yang dibinasakan sebelum kalian.
Dan janji Tuhan Yang Maha Mulia itu diutarakan dalam
bentuk pemberian balasan sesuai dengan syaratnya. Syaikh Muhammad Al-Amin
Asy-Syinqithi berkata: "Ayat yang mulia tersebut menunjukkan bahwa
beristighfar dan ber-taubat kepada Allah dari dosa-dosa adalah sebab sehingga
Allah menganugerahkan kenikmatan yang baik kepada orang yang melakukannya
sampai pada waktu yang ditentu-kan. Allah memberikan balasan (yang baik) atas
istighfar dan taubat itu dengan balasan berdasarkan syarat yang
dite-tapkan".
4. Dalil lain bahwa beristighfar dan taubat adalah di
antara kunci-kunci rizki yaitu hadits yang diriwayatkan Imam Ahmad, Abu Dawud,
An-Nasa'i, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abdullah bin Abbas ia berkata,
Rasulullah bersabda:
"Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun
kepada Allah), niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar
dan untuk setiap kesempitan-nya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki
(yang halal) dari arah yang tiada disangka-sangka".
Dalam hadits yang mulia ini, Nabi yang jujur dan
terpercaya, yang berbicara berdasarkan wahyu, mengabarkan tentang tiga
hasil yang dapat dipetik oleh orang yang mem-perbanyak istighfar. Salah
satunya yaitu, bahwa Allah Yang Maha Memberi rizki, yang Memiliki kekuatan akan
mem-berikan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka dan tidak diharapkan
serta tidak pernah terdetik dalam hatinya.
Karena itu, kepada orang yang mengharapkan rizki
hen-daklah ia bersegera untuk memperbanyak istighfar (memo-hon ampun),
baik dengan ucapan maupun perbuatan. Dan hendaknya setiap muslim waspada,
sekali lagi hendaknya waspada, dari melakukan istighfar hanya sebatas
dengan lisan tanpa perbuatan. Sebab itu adalah pekerjaan para pendusta.
Pasal Kedua :
TAQWA
TAQWA
Termasuk sebab turunnya rizki adala taqwa. Saya akan membicarakan masalah ini – dengan memohon taufik dari Allah– dalam dua bahasan:
a. Makna taqwa.
b. Dalil syar'i bahwa taqwa termasuk kunci rizki.
b. Dalil syar'i bahwa taqwa termasuk kunci rizki.
A. MAKNA TAQWA
Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan
taqwa. Di antaranya, Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani mendefinisikan: "Taqwa
yaitu menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu dengan
meninggalkan apa yang dilarang, menjadi sempurna dengan meninggalkan sebagian
yang dihalalkan".
Sedangkan Imam An-Nawawi mendefinisikan taqwa dengan
"Mentaati perintah dan laranganNya." Maksudnya, menjaga diri dari
kemurkaan dan adzab Allah . Hal itu sebagaimana didefinisikan oleh Imam
Al-Jurjani "Taqwa yaitu menjaga diri dari pekerjaan yang mengakibatkan
siksa, baik dengan melakukan perbuatan atau meninggalkannya."
Karena itu, siapa yang tidak menjaga dirinya, dari
perbuatan dosa, berarti dia bukanlah orang bertaqwa. Maka orang yang melihat
dengan kedua matanya apa yang diharamkan Allah, atau mendengarkan dengan kedua
telinganya apa yang dimurkai Allah, atau mengambil dengan kedua tangan-nya apa
yang tidak diridhai Allah, atau berjalan ke tempat yang dikutuk Allah, berarti
tidak menjaga dirinya dari dosa.
Jadi, orang yang membangkang perintah Allah serta
me-lakukan apa yang dilarangNya, dia bukanlah termasuk orang-orang yang
bertaqwa.
Orang yang menceburkan diri ke dalam maksiat sehingga
ia pantas mendapat murka dan siksa dari Allah, maka ia telah mengeluarkan
dirinya dari barisan orang-orang yang bertaqwa.
B. DALIL SYAR'I BAHWA TAQWA TERMASUK KUNCI RIZKI
Beberapa nash yang menunjukkan bahwa taqwa
terma-suk di antara sebab rizki, Di antaranya:
1. Firman Allah:
"Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah
niscaya Dia akan mengadakan jalan keluar baginya. Dan memberi-nya rizki dari
arah yang tiada disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq: 2-3).
Dalam ayat di atas, Allah menjelaskan bahwa orang yang
merealisasikan taqwa akan dibalas Allah dengan dua hal. Pertama, "Allah
akan mengadakan jalan keluar baginya." Artinya, Allah akan
menyelamatkannya –sebagaimana dika-takan Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu –
dari setiap kesusahan dunia maupun akhirat. Kedua, "Allah akan
memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka." Artinya, Allah
akan memberi-nya rizki yang tak pernah ia harapkan dan angankan.
Al-Hafizh Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan:
"Maknanya, barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah de-ngan melakukan apa
yang diperintahkanNya dan mening-galkan apa yang dilarangNya, niscaya Allah
akan membe-rinya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-sangka,
yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam benaknya,"
Alangkah agung dan besar buah taqwa itu! Abdullah bin
Mas'ud berkata: "Sesungguhnya ayat terbesar dalam hal pemberian
janji jalan keluar adalah:
"Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya
Dia akan mengadakan jalan keluar baginya".
2. Ayat lainnya adalah firman Allah:
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada me-reka berkah dari
langit dan bumi, tetapi mereka mendus-takan
(ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka di-sebabkan perbuatan mereka
sendiri". (Al-A'raf: 96).
Dalam ayat yang mulia ini Allah menjelaskan,
seandai-nya penduduk negeri-negeri merealisasikan dua hal, yakni iman dan
taqwa, niscaya Allah akan melapangkan kebaikan (kekayaan) untuk mereka dan
memudahkan mereka menda-patkannya dari segala arah.
Menafsirkan firman Allah:
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas mengatakan: "Niscaya Kami lapangkan kebaikan (ke-kayaan) untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkan dari segala arah."
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berbagai berkah dari langit dan bumi, Abdullah bin Abbas mengatakan: "Niscaya Kami lapangkan kebaikan (ke-kayaan) untuk mereka dan Kami mudahkan bagi mereka untuk mendapatkan dari segala arah."
Janji Allah yang terdapat dalam ayat yang mulia
tersebut terhadap orang-orang beriman dan bertaqwa mengandung beberapa hal, di
antaranya:
a. Janji Allah untuk membuka " " (keberkahan) bagi mereka. "" adalah bentuk jama'
dari " " Imam Al-Baghawi
berkata, Ia berarti mengerjakan sesuatu secara terus menerus. Atau seperti kata
Imam Al-Khazin, "Tetapnya suatu kebaikan Tuhan atas sesuatu."
Jadi, yang dapat disimpulkan dari makna kalimat "
" adalah bahwa apa yang diberikan Allah disebabkan oleh keimanan dan
ketaqwaan mereka merupakan kebaikan yang terus menerus, tidak ada keburukan
atau konsekuensi apa pun atas mereka sesudahnya.
Tentang hal ini, Sayid Muhammad Rasyid Ridha berkata:
"Adapun orang-orang beriman maka apa yang dibukakan untuk mereka adalah
berupa berkah dan kenikmatan. Dan untuk hal itu, mereka senantiasa bersyukur
kepada Allah, ridha terhadapNya dan mengharapkan karuniaNya. Lalu mereka
menggunakannya di jalan kebaikan, bukan jalan keburukan, untuk perbaikan bukan
untuk merusak. Sehingga balasan bagi mereka dari Allah adalah ditambahnya
berbagai kenikmatan di dunia dan pahala yang baik di akhirat."
Syaikh Ibnu Asyur mengungkapkan hal itu dengan
ucapannya: " " adalah kebaikan yang murni yang tidak ada
konsekuensinya di akhirat. Dan ini adalah sebaik-baik jenis nikmat."
b. Kata berkah disebutkan dalam bentuk jama' sebagai-mana
firman Allah:
"Pastilah Kami akan melimpahkan kepada
mereka berbagai berkah." Ayat ini,
sebagaimana disebutkan Syaikh Ibnu Asyur untuk menunjukan banyaknya berkah
sesuai dengan banyaknya sesuatu yang diberkahi.
c. Allah berfirman:
"Berbagai keberkahan dari langit dan
bumi". Menurut Imam Ar-Razi, maksudnya adalah keberkahan langit dengan
turunnya hujan, keberkahan bumi dengan tumbuhnya berba-gai tanaman dan
buah-buahan, banyaknya hewan ternak dan gembalaan serta diperolehnya keamanan
dan keselamatan. Hal ini karena langit adalah laksana ayah, dan bumi laksana
Ibu. Dari keduanya diperoleh semua bentuk manfaat dan kebaikan berdasarkan
penciptaan dan pengurusan Allah ."
3. Ayat lainnya adalah firman Allah:
"Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat, Injil dan (Al-Qur'an) yang diturunkan kepada mereka
dari Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas mereka dan dari
bawah kaki mereka. Diantara mereka ada golongan pertengah-an. Dan alangkah
buruknya apa yang dikerjakan oleh kebanyakan mereka". (Al-Ma'idah: 66).
Allah mengabarkan tentang Ahli Kitab, 'Bahwa
seandainya mereka mengamalkan apa yang ada di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an
–demikian seperti dikatakan oleh Abdullah bin Abbas c dalam menafsirkan ayat terse-but,–
niscaya Allah memperbanyak rizki yang diturunkan kepada mereka dari langit
dan yang tumbuh untuk mereka dari bumi.
Syaikh Yahya bin Umar Al-Andalusi berkata: "Allah
menghendaki –wallahu a'lam– bahwa seandainya mereka mengamalkan
apa yang diturunkan di dalam Taurat, Injil dan Al-Qur'an, niscaya mereka
memakan dari atas dan dari bawah kaki mereka. Maknanya –wallahu'alam–,
niscaya mereka diberi kelapangan dan kesempurnaan nikmat du-nia,"
Dalam menafsirkan ayat ini, Imam Al-Qurthubi
mengata-kan, "Dan sejenis dengan ayat ini adalah firman Allah:
"Barangsiapa bertaqwa kepada Allah, niscaya
Dia akan mengadakan baginya jalan keluar dan memberinya rizki dari arah yang
tidak disangka-sangkanya." (Ath-Thalaq:2-3).
"Dan bahwasanya jika mereka tetap berjalan
di atas ja-lan itu (agama Islam), benar-benar Kami akan memberi minum kepada
mereka air yang segar (rizki yang ba-nyak)." (Al-Jin: 16).
"Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada me-reka berbagai
keberkahan dari langit dan bumi." (Al-A'raf:
96).
Sebagaimana disebutkan dalam ayat-ayat di atas, Allah
menjadikan ketaqwaan di antara sebab-sebab rizki dan men-janjikan untuk
menambahnya bagi orang yang bersyukur.
Allah berfirman:
"Jika kalian bersyukur, niscaya Aku
tambahkan nikmat-Ku atasmu." (Ibrahim: 7).
Karena itu, setiap orang yang menginginkan keluasan
rizki dan kemakmuran hidup, hendaknya ia menjaga dirinya dari segala dosa.
Hendaknya ia menta'ati perintah-perintah Allah dan menjauhi
larangan-laranganNya. Juga hendaknya ia menjaga diri dari yang menyebabkan
berhak mendapat siksa, seperti melakukan kemungkaran atau meninggalkan
kebaikan.
Pasal Ketiga :
BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
BERTAWAKKAL KEPADA ALLAH
Termasuk di antara sebab diturunkannya rizki adalah bertawakkal kepada Allah dan Yang kepadaNya tempat bergantung. Insya Allah kita akan membicarakan hal ini melalui tiga hal:
a. Yang dimaksud bertawakkal kepada Allah.
b. Dalil syar'i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki.
c. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
b. Dalil syar'i bahwa bertawakkal kepada Allah termasuk di antara kunci-kunci rizki.
c. Apakah tawakkal itu berarti meninggalkan usaha?
A. Yang Dimaksud Bertawakkal kepada Allah
Para ulama –semoga Allah membalas mereka dengan
sebaik-baik balasan– telah menjelaskan makna tawakkal. Di antaranya adalah Imam
Al-Ghazali, beliau berkata: "Tawak-kal adalah penyandaran hati hanya
kepada wakil (yang di-tawakkali) semata."
Al-Allamah Al-Manawi berkata: "Tawakkal adalah
me-nampakkan kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang di tawakkali."
Menjelaskan makna tawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benar tawakkal, Al-Mulla Ali Al-Qori berkata: "Hendaknya kalian
ketahui secara yakin bahwa tidak ada yang berbuat dalam alam wujud ini kecuali
Allah, dan bahwa setiap yang ada, baik makhluk maupun rizki, pem-berian atau
pelarangan, bahaya atau manfaat, kemiskinan atau kekayaan, sakit atau sehat,
hidup atau mati dan segala hal yang disebut sebagai sesuatu yang maujud (ada),
semua-nya itu adalah dari Allah."
B. Dalil syar'i Bahwa Bertawakkal kepada Allah Termasuk
Kunci Rizki
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Al-Muba-rak,
Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Qhudha'i dan Al-Baghawi meriwayatkan dari Umar bin
Khaththab bahwa Rasulullah bersabda:
"Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada
Allah sebenar-benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana
rizki burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar, dan pulang
sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadits yang mulia ini, Rasulullah yang
ber-bicara dengan wahyu menjelaskan, orang yang bertawakkal kepada Allah dengan
sebenar-benar tawakkal, niscaya dia akan diberi rizki oleh Allah sebagaimana
burung-burung diberiNya rizki. Betapa tidak demikian, karena dia telah
bertawakkal kepada Dzat Yang Maha Hidup, Yang tidak pernah mati. Karena itu,
barangsiapa bertawakkal kepada-Nya, niscaya Allah akan mencukupinya. Allah
berfirman:
"Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah,
niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan
urusan (yang dikehendaki)Nya. Se-sungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan
bagi tiap-tiap sesuatu." (Ath-Thalaq:
3).
Menafsirkan ayat tersebut, Ar-Rabi' bin Khutsaim
me-ngatakan: "(Mencukupkan) diri setiap yang membuat sempit manusia".
C. Apakah Tawakkal itu Berarti Mening-galkan Usaha?
Sebagian orang mukmin ada yang berkata: "Jika
orang yang bertawakkal kepada Allah itu akan diberi rizki, maka kenapa kita
harus lelah, berusaha dan mencari penghidupan. Bukankah kita cukup duduk-duduk
dan bermalasan-malasan, lalu rizki kita datang dari langit?"
Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang
mengucapkan tentang hakikat tawakkal. Nabi kita yang mulia telah menyerupakan
orang yang bertawakkal dan di-beri rizki itu dengan burung yang pergi di pagi
hari dan pulang pada sore hari, padahal burung itu tidak memiliki sandaran
apapun, baik perdagangan, pertanian, pabrik atau pekerjaan tertentu. Ia keluar
berbekal tawakkal kepada Allah Yang Maha Esa dan Yang kepadanya tempat
bergantung. Dan sungguh para ulama –semoga Allah membalas mereka dengan
sebaik-baik kebaikan– telah memperingatkan masa-lah ini. Di antaranya
adalah Imam Ahmad, beliau berkata: " Dalam hadits tersebut tidak ada
isyarat yang membolehkan untuk meninggalkan usaha, sebaliknya justru di
dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki. Jadi maksud
hadits tersebut, bahwa seandainya mereka berta-wakkal kepada Allah dalam
kepergian, kedatangan dan usa-ha mereka, dan mereka mengetahui kebaikan (rizki)
itu di TanganNya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam keadaan
mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana burung-burung tersebut."
Imam Ahmad pernah ditanya tentang seorang laki-laki
yang hanya duduk di rumah atau masjid seraya berkata, 'Aku tidak mau bekerja
sedikit pun, sampai rizkiku datang sendiri'. Maka beliau berkata, Ia adalah
laki-laki yang tidak mengenal ilmu. Sungguh Nabi bersabda:
"Sesungguhnya Allah telah menjadikan rizkiku
melalui panahku."
Dan beliau bersabda:
"Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
"Sekiranya kalian bertawakkal kepada Allah dengan se-benar-benar tawakkal, niscaya Allah memberimu rizki sebagaimana yang diberikanNya kepada burung-burung berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang."
Dalam hadits tersebut dikatakan, burung-burung itu berangkat pagi-pagi
dan pulang sore hari dalam rangka men-cari rizki.
Selanjutnya Imam Ahmad berkata: "Para Sahabat berda-gang dan
bekerja dengan pohon kurmanya. Dan mereka itu-lah teladan kita".
Syaikh Abu Hamid berkata: "Barangkali ada yang mengi-ra bahwa makna
tawakkal adalah , meninggalkan pekerjaan secara fisik, meninggalkan perencanaan
dengan akal serta menjatuhkan diri di atas tanah seperti sobekan kain yang
di-lemparkan, atau seperti daging di atas landasan tempat me-motong daging. Ini
adalah sangkaan orang-orang bodoh. Semua itu adalah haram menurut hukum
syari'at. Sedangkan syari'at memuji orang yang bertawakkal. Lalu, bagaimana
mungkin sesuatu derajat ketinggian dalam agama dapat di-peroleh dengan hal-hal
yang dilarang oleh agama pula?
Hakikat yang sesungguhnya dalam hal ini dapat kita kata-kan,
"Sesungguhnya pengaruh bertawakkal itu tampak da-lam gerak dan usaha hamba
ketika bekerja untuk mencapai tujuan-tujuannya".
Imam Abul Qosim Al-Qusyairi berkata: "Ketahuilah se-sungguhnya
tawakkal itu letaknya di dalam hati. Adapun gerak secara lahiriah hal itu tidak
bertentangan dengan ta-wakkal yang ada di dalam hati setelah seorang hamba
me-yakini bahwa rizki itu datangnya dari Allah. Jika terdapat kesulitan, maka
hal itu adalah karena taqdirNya, dan jika terdapat kemudahan maka hal itu
karena kemudahan dariNya."
Di antara yang menunjukkan bahwa tawakkal kepada Allah tidaklah berarti
meninggalkan usaha adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Ibnu Hibban dan Imam
Al-Hakim dari Ja'far bin Amr bin Umayah dari ayahnya , ia berkata:
"Seseorang berkata kepada Nabi , Aku lepaskan unta-ku dan (lalu)
aku bertawakkal?' Nabi bersabda: 'Ikatlah kemudian bertawakkallah'."
Dan dalam riwayat Al-Qudha'i disebutkan:
"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'."
"Amr bin Umayah berkata: 'Aku bertanya,'Wahai Rasulullah, Apakah aku ikat dahulu (tunggangan)ku lalu aku bertawakkal kepada Allah, atau aku lepaskan begitu saja lalu aku bertawakkal?' Beliau menjawab, 'Ikatlah kendaran (unta)mu lalu bertawakkallah'."
Kesimpulan dari pembahasan ini adalah bahwa tawakkal tidaklah berarti
meninggalkan usaha. Dan sungguh setiap muslim wajib berpayah-payah,
bersungguh-sungguh dan berusaha untuk mendapatkan penghidupan. Hanya saja ia
tidak boleh menyandarkan diri pada kelelahan, kerja keras dan usahanya, tetapi
ia harus meyakini bahwa segala urusan adalah milik Allah, dan bahwa rizki itu
hanyalah dari Dia semata.
Pasal Keempat :
BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA
BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA
Di antara kunci-kunci rizki adalah beribadah kepada Allah sepenuhnya. Saya akan membahas masalah ini –dengan memohon pertolongan kepada Allah– dari dua hal:
A. Makna beribadah
kepada Allah sepenuhnya.
B. Dalil syar'i bahwa beribadah kepada Allah sepenuhnya adalah di antara kunci-kunci rizki.
B. Dalil syar'i bahwa beribadah kepada Allah sepenuhnya adalah di antara kunci-kunci rizki.
A.
Makna Beribadah Kepada Allah Sepenuhnya.
Hendaknya seseorang
tidak mengira bahwa yang dimak-sud beribadah sepenuhnya adalah dengan
meninggalkan usaha untuk mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang
siang dan malam. Tetapi yang dimaksud – wallahu a'lam– adalah hendaknya
seorang hamba beribadah dengan hati dan jasadnya, khusyu' dan merendahkan diri
di hadapan Allah Yang Maha Esa, menghadirkan (dalam hati) betapa besar
keagungan Allah, benar-benar merasa bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah
Yang Maha Menguasai dan Maha Menentukan. Yakni beribadah sebagaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits:
"Hendaknya
kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kami melihatNya. Jika kamu tidak
melihatNya maka sesungguhnya
Dia melihatmu."
Janganlah engkau
termasuk orang-orang yang (ketika beribadah) jasad mereka berada di masjid,
sedang hatinya berada di luar masjid.
Menjelaskan sabda
Rasulullah :
"Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu". Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada Tuhan-mu".
"Beribadahlah sepenuhnya kepadaKu". Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Maknanya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (berkonsentrasi) untuk beribadah kepada Tuhan-mu".
B.
DALIL SYAR'I BAHWA BERIBADAH KEPADA ALLAH SEPENUHNYA TERMASUK KUNCI RIZKI
Ada beberapa nash
yang menunjukkan bahwa beribadah sepenuhnya kepada Allah termasuk di antara
kunci-kunci rizki. Beberapa nash tesebut di antaranya adalah:
1. Hadits
yang diriwayatkan Imam Ahmad, At-Tirmidzi, Ibnu Majah dan Al-Hakim dari Abu
Hurairah , dari Nabi beliau bersabda:
"Sesungguhnya
Allah berfirman, 'wahai anak Adam!, beribadahlah sepenuhnya kepadaKu,
niscaya Aku penuhi (hatimu yang ada) di dalam dada dengan kekayaan dan Aku
penuhi kebutuhanmu. Jika tidak kalian lakukan, nis-caya Aku penuhi tanganmu
dengan kesibukan dan tidak Aku penuhi kebutuhanmu (kepada manusia)'."
Nabi dalam
hadits tersebut menjelaskan, bahwasanya Allah menjanjikan kepada orang yang
beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan dua hadiah, sebaliknya mengancam bagi
yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan dua siksa. Adapun dua hadiah
itu adalah Allah mengisi hati orang yang beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan
keka-yaan serta memenuhi kebutuhannya. Sedangkan dua siksa itu adalah Allah
memenuhi kedua tangan orang yang tidak beribadah kepadaNya sepenuhnya dengan
berbagai kesibuk-an, dan ia tidak mampu memenuhi kebutuhannya, sehingga ia
tetap membutuhkan kepada manusia.
2. Hadits
riwayat Imam Al-Hakim dari Ma'qal bin Yasar ia berkata, Rasulullah
bersabda:
"Tuhan
kalian berkata, 'Wahai anak Adam, beribadah-lah kepadaKu sepenuhnya, niscaya
Aku penuhi hatimu dengan kekayaan dan Aku penuhi kedua tanganmu dengan rizki.
Wahai anak Adam, jangan jauhi Aku sehingga Aku penuhi hatimu dengan kefakiran
dan Aku penuhi kedua tangamu dengan kesibukan."
Dalam hadits yang
mulia ini, Nabi yang mulia, yang berbicara berdasarkan wahyu mengabarkan
tentang janji Allah, yang tak satu pun lebih memenuhi janji daripadaNya, berupa
dua jenis pahala bagi orang yang benar-benar ber-ibadah kepada Allah
sepenuhnya. Yaitu, Allah pasti meme-nuhi hatinya dengan kekayaan dan kedua
tangannya dengan rizki.
Sebagaimana
Nabi juga memperingatkan akan ancam-an Allah kepada orang yang
menjauhiNya dengan dua jenis siksa. Yaitu Allah pasti memenuhi hatinya dengan
kefakiran dan kedua tangannya dengan kesibukan.
Dan semua
mengetahui, siapa yang hatinya dikayakan oleh Yang Maha Memberi kekayaan,
niscaya tidak akan didekati oleh kemiskinan selama-lamanya. Dan siapa yang
kedua tangannya dipenuhi rizki oleh Yang Maha Memberi rizki dan Maha Perkasa,
niscaya ia tidak akan pernah pailit selama-lamanya. Sebaliknya, siapa yang
hatinya dipenuhi dengan kefakiran oleh Yang Maha Kuasa dan Maha Menentukan,
niscaya tak seorang pun mampu membuatnya kaya. Dan siapa yang disibukkan oleh
Yang Maha Perkasa dan Maha Memaksa, niscaya tak seorang pun yang mampu
memberinya waktu luang.
Pasal Kelima :
MELANJUTKAN HAJI DENGAN UMRAH ATAU SEBALIKNYA
Di antara perbuatan yang dijadikan Allah termasuk kunci-kunci rizki yaitu melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya. Pembicaraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah– akan saya lakukan melalui dua poin bahasan:
A. Yang dimaksud
melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya.
B. Dalil syar'i bahwa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk pintu-pintu rizki.
B. Dalil syar'i bahwa melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya termasuk pintu-pintu rizki.
A.
Yang Dimaksud Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau Sebaliknya
Syaikh Abul Hasan
As-Sindi menjelaskan tentang mak-sud melanjutkan haji dengan umrah atau
sebaliknya berkata: "Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain, di mana
ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan haji maka tunaikanlah
umrah. Dan jika kalian menunaikan umrah maka tunaikanlah haji, sebab keduanya
saling mengikuti.
B.
Dalil Syar'i Bahwa Melanjutkan Haji Dengan Umrah Atau Sebaliknya Termasuk Kunci
Rizki
Di antara
hadits-hadits yang menunjukkan bahwa melan-jutkan haji dengan umrah atau
sebaliknya termasuk kunci-kunci rizki adalah :
1.
Imam Ahmad, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban meriwayatkah dari Abdullah bin
Mas'ud berkata, Rasulullah bersabda:
"Lanjutkanlah
haji dengan umrah, karena sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan
dosa, sebagai-mana api dapat menghilangkan kotoran besi, emas dan perak. Dan
tidak ada pahala haji yang mabrur itu melainkan Surga".
Dalam hadits yang
mulia tersebut Nabi yang terper-caya, yakni berbicara dengan wahyu
menjelaskan bahwa buah melanjutkan haji dengan umrah atau sebaliknya adalah
hilangnya kemiskinan dan dosa. Imam Ibnu Hibban mem-beri judul hadits ini dalam
kitab shahihnya dengan:
"Keterangan
Bahwa Haji dan Umrah Menghilangkan Dosa-dosa dan Kemiskinan dari Setiap Muslim
dengan Sebab Keduanya."
Sedangkan Imam
Ath-Thayyibi dalam menjelaskan sabda Nabi :
"Sesungguhnya
keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa", dia berkata, "Kemampuan
keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti kemampuan amalan ber-sedekah
dalam menambah harta."
2.
Hadits riwayat Imam An-Nasa'i dari Ibnu Abbas c, ia berkata bahwa
Rasulullah pernah bersabda:
"Lanjutkanlah
haji dengan umrah atau sebaliknya. Kare-na sesungguhnya keduanya dapat
menghilangkan kemis-kinan dan dosa-dosa sebagaimana api dapat menghi-langkan
kotoran besi."
Maka orang-orang yang
menginginkan untuk dihilangkan kemiskinan dan dosa-dosanya, hendaknya ia segera
melan-jutkan hajinya dengan umrah atau sebaliknya.
Pasal Keenam :
SILATURRAHIM
SILATURRAHIM
Di antara pintu-pintu rizki adalah silaturrahim. Pembi-caraan masalah ini –dengan memohon pertolongan Allah– akan saya bahas melalui empat poin berikut:
A. Makna
silaturrahim.
B. Dalil syar'i bahwa silaturrahim termasuk di antara pintu-pintu rizki.
C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?
D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.
B. Dalil syar'i bahwa silaturrahim termasuk di antara pintu-pintu rizki.
C. Apa saja sarana untuk silaturrahim?
D. Tata cara silaturrahim dengan para ahli maksiat.
A.
Makna Silaturrahim
Makna "ar-rahim"
adalah para kerabat dekat. Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata: "Ar-rahim"
secara umum adalah dimak-sudkan untuk para kerabat dekat. Antara mereka
terdapat garis nasab (keturunan), baik berhak mewarisi atau tidak, dan
sebagai mahram atau tidak."
Menurut pendapat
lain, mereka adalah maharim (para kerabat dekat yang haram dinikahi)
saja.
Pendapat pertama
lebih kuat, sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-anak
bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram dinikahi, padahal
tidak demikian."
Silaturrahim,
sebagaimana dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari adalah kinayah
(ungkapan/sindiran) tentang berbuat baik kepada para karib kerabat dekat –baik
menurut garis keturunan maupun perkawinan– berlemah lembut dan mengasihi mereka
serta menjaga keadaan mereka.
B.
Dalil Syar'i Bahwa Silaturrahim Termasuk Kunci Rizki
Beberapa hadits dan
atsar menunjukkan bahwa Allah menjadikan silaturrahim termasuk di
antara sebab kelapang-an rizki. Di antara hadits-hadits dan atsar-atsar
itu adalah:
1. Imam Al-Bukhari
meriwayatkan dari Abu Hurairah , ia berkata, 'Aku mendengar Rasulullah
bersabda:
"Siapa yang
senang untuk dilapangkan rizkinya dan di-akhirkan ajalnya (dipanjangkan
umurnya) maka hen-daknyalah ia menyambung (tali) silaturrahim".
2. Dalil lain
adalah hadits riwayat Imam Al-Bukhari dari Anas bin Malik bahwasanya
Rasulullah bersabda:
"Siapa yang
suka untuk dilapangkan rizkinya dan di-akhirkan usianya (dipanjangkan umurnya), hendaklah ia
menyambung silaturrahim."
Dalam hadits yang
mulia di atas, Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim membuahkan dua hal,
kelapangan rizki dan bertambahnya usia.
Ini adalah tawaran
terbuka yang disampaikan oleh makh-luk Allah yang paling benar dan jujur, yang
berbicara berda-sarkan wahyu, Nabi Muhammad . Maka barangsiapa me-nginginkan
dua buah di atas hendaknya ia menaburkan be-nihnya, yaitu silaturrahim.
Demikianlah, sehingga Imam Al-Bukhari memberi judul untuk kedua hadits itu
dengan "Bab Orang Yang Dilapangkan Rizkinya dengan Silaturrahim."
Artinya, dengan sebab silaturrahim.
Imam Ibnu Hibban
juga meriwayatkan hadits Anas bin Malik dalam kitab shahihnya dan beliau
memberi judul dengan: "Keterangan Tentang Baiknya Kehidupan dan Ba-nyaknya
Berkah dalam Rizki Bagi Orang Yang Menyam-bung Silaturrahim.
3. Dalil lain
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari
Abu Hurairah , dari Nabi beliau bersabda:
"Belajarlah
tentang nasab-nasab kalian sehingga kalian bisa menyambung silaturrahim. Karena
sesungguhnya silaturrahim adalah (sebab adanya) kecintaan terhadap keluarga
(kerabat dekat), (sebab) banyaknya harta dan bertambahnya usia."
Dalam hadits yang
mulia Ini Nabi menjelaskan bahwa silaturrahim ini membuahkan tiga hal, di
antaranya adalah ia menjadi sebab banyaknya harta.
4. Dalil lain
adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abdullah bin Ahmad, Al-Bazzar dan
Ath-Thabrani dari Ali bin Abi Thalib dari Nabi , beliau bersabda:
"Barangsiapa
senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskan rizkinya serta dihindarkan dari
kematian yang buruk maka hendaklah ia bertaqwa kepada Allah dan menyambung
silaturrahim."
Dalam hadits yang
mulia ini, Nabi yang jujur dan terpercaya, menjelaskan tiga manfaat yang
terealisir bagi orang yang memiliki dua sifat; bertaqwa kepada Allah dan
menyambung silaturrahim. Dan salah satu dari tiga manfaat itu adalah keluasan
rizki.
5. Dalil lain
adalah riwayat Imam Al-Bukhari dari Abdullah bin Umar ia berkata:
"Barangsiapa
bertaqwa kepada Tuhannya dan menyam-bung silaturrahim, niscaya dipanjangkan umurnya
dan dibanyakkan rizkinya dan dicintai oleh keluarganya."
6. Demikian
besarnya pengaruh silaturrahim dalam ber-kembangnya harta benda dan menjauhkan
kemiskinan, sam-pai-sampai ahli maksiat pun, disebabkan oleh silaturrahim,
harta mereka bisa berkembang, semakin banyak jumlahnya dan mereka jauh dari
kefakiran, karena karunia Allah .
Imam Ibnu Hibban
meriwayatkan dari Abu Bakrah dari Nabi bahwasanya beliau bersabda:
"Sesungguhnya
keta'atan yang paling disegerakan paha-lanya adalah silaturrahim. Bahkan hingga
suatu keluar-ga yang ahli maskiat pun, harta mereka bisa berkembang dan jumlah
mereka bertambah banyak jika mereka saling bersilaturrahim. Dan tidaklah ada
suatu keluarga yang saling bersilaturrahim kemudian mereka membutuhkan
(kekurangan)."
C.
APA SAJA SARANA UNTUK SILATURRAHIM?
Sebagian orang
menyempitkan makna silaturrahim hanya dalam masalah harta. Pembatasan ini
tidaklah benar. Sebab yang dimaksud silaturrahim lebih luas dari itu.
Silaturrahim adalah usaha untuk memberikan kebaikan kepada kerabat dekat serta
(upaya) untuk menolak keburukan dari mereka, baik dengan harta atau dengan
lainnya.
Imam Ibnu Abu
Jamrah berkata: "Silaturrahim itu bisa dengan harta, dengan memberikan
kebutuhan mereka, de-ngan menolak keburukan dari mereka, dengan wajah yang
berseri-seri serta dengan do'a."
Makna silaturrahim
yang lengkap adalah memberikan apa saja yang mungkin diberikan dari segala
bentuk kebaik-an, serta menolak apa saja yang mungkin bisa ditolak dari
keburukan sesuai dengan kemampuannya (kepada kerabat dekat).
D.
Tata Cara Silaturrahim dengan Para Ahli Maksiat
Sebagian orang
salah dalam memahami tata cara silatur-rahim dengan para ahli maksiat. Mereka
mengira bahwa bersilaturrahim dengan mereka berarti juga mencintai dan
menyayangi mereka, bersama-sama duduk dalam satu maje-lis dengan mereka, makan
bersama-sama mereka serta bersi-kap lembut dengan mereka. Ini adalah tidak
benar.
Semua memaklumi
bahwa Islam tidak melarang berbuat baik kepada kerabat dekat yang suka berbuat
maksiat, bah-kan hingga kepada orang-orang kafir. Allah berfirman:
"Allah
tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan ber-laku adil terhadap orang-orang
yang tiada memerangi-mu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari
negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil." (Al-Mumtahanah: 8).
Demikian pula
sebagaimana disebutkan dalam hadits Asma' binti Abu Bakar c yang menanyakan
Rasullah untuk bersilaturrahmi kepada ibunya yang musyrik. Dalam hadits
ini diantaranya disebutkan:
"Aku
bertanya, 'Sesungguhnya ibuku datang dan ia sangat berharap, apakah aku harus
menyambung (silaturrahim) dengan ibuku?' Beliau menjawab, 'Ya, sambunglah
(silaturrahim) dengan ibumu'."
Tetapi, itu bukan
berarti harus saling mencintai dan me-nyayangi, duduk-duduk satu majelis dengan
mereka. Bersa-ma-sama makan dengan mereka serta bersikap lembut de-ngan
orang-orang kafir dan ahli maksiat tersebut. Allah ber-firman:
"Kamu tidak
akan mendapati sesuatu kaum yang ber-iman kepada Allah dan hari Akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan RasulNya, sekalipun
orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-sudara atau pun
keluarga me-reka." (Al-Mujadilah: 22).
Makna ayat yang
mulia ini –sebagaimana disebutkan oleh Imam Ar-Razi– adalah bahwasanya tidak
akan bertemu antara iman dengan kecintaan kepada musuh-musuh Allah. Karena jika
seseorang mencintai orang lain maka tidak mungkin ia akan mencintai musuh orang
tersebut.
Dan berdasarkan
ayat ini, Imam Malik menyatakan bolehnya memusuhi kelompok Qadariyah dan tidak
duduk satu majelis dengan mereka.
Imam Al-Qurthubi
mengomentari dasar hukum Imam Malik: "Saya berkata, 'Termasuk dalam makna
kelompok Qadariyah adalah semua orang yang zhalim dan yang suka
memusuhi'."
Al-Hafizh Ibnu
Katsir dalam menafsirkan ayat yang mulia tersebut berkata: "Artinya,
mereka tidak saling men-cintai dengan orang yang suka menentang (Allah dan
Rasul-Nya), bahkan meskipun mereka termasuk kerabat dekat."
Sebaliknya,
silaturrahim dengan mereka adalah dalam upaya untuk menghalangi mereka agar
tidak mendekat kepada Neraka dan menjauhi dari Surga. Tetapi, bila kondisi
mengisyaratkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut ada-lah dengan cara
memutuskan hubungan dengan mereka, maka pemutusan hubungan tersebut –dalam
kondisi demi-kian– dapat dikategorikan sebagai silaturrahim.
Dalam hal ini, Imam
Ibnu Abu Jamrah berkata: "Jika mereka itu orang-orang kafir atau suka
berbuat dosa maka memutuskan hubungan dengan mereka karena Allah adalah
(bentuk) silaturrahim dengan mereka. Tapi dengan syarat telah ada usaha untuk
menasehati dan memberitahu mereka, dan mereka masih terus membandel. Kemudian,
hal itu (pe-mutusan silaturrahim) dilakukan karena mereka tidak mau menerima
kebenaran. Meskipun demikian, mereka masih te-tap berkewajiban mendo'akan
mereka tanpa sepengetahuan mereka agar mereka kembali ke jalan yang lurus.
Pasal Ketujuh :
BERINFAK DI JALAN ALLAH
BERINFAK DI JALAN ALLAH
Di antara
kunci-kunci rizki lain adalah berinfak di jalan Allah. Pembahasan masalah ini
–dengan memohon taufik dari Allah– akan saya lakukan melalui dua poin berikut:
A. Yang dimaksud
berinfak.
B. Dalil syar'i bahwa berinfak di jalan Allah adalah termasuk kunci-kunci rizki.
B. Dalil syar'i bahwa berinfak di jalan Allah adalah termasuk kunci-kunci rizki.
A.
Yang Dimaksud Berinfak
Di tengah-tengah
menafsirkan firman Allah:
"Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan, niscaya Dia akan menggantinya". (Saba': 39).
Syaikh Ibnu Asyur
berkata: "Yang dimaksud dengan infak di sini adalah infak yang dianjurkan
dalam agama. Seperti berinfak kepada orang-orang fakir dan berinfak di jalan
Allah untuk menolong agama."
B.
Dalil Syar'i Bahwa Berinfak di Jalan Allah Adalah Termasuk Kunci Rizki
Ada beberapa nash
dalam Al-Qur'anul Karim dan Al-Hadits Asy-Syarif yang menunjukkan bahwa orang
yang berinfak di jalan Allah akan diganti oleh Allah di dunia. Di samping,
tentunya apa yang disediakan oleh Allah baginya dari pahala yang besar di
akhirat. Di antara dalil-dalil itu adalah sebagai berikut:
1. Firman Allah:
"Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan maka Allah akan menggantinya dan Dialah Pemberi
rizki yang se-baik-baiknya." (Saba': 39).
Dalam menafsirkan
ayat di atas, Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata: "Betapapun sedikit apa yang
kamu infakkan dari apa yang diperintahkan Allah kepadamu dan apa yang
diper-bolehkanNya, niscaya Dia akan menggantinya untukmu di dunia, dan di
akhirat engkau akan diberi pahala dan gan-jaran, sebagaimana yang disebutkan
dalam hadits…"
Imam Ar-Razi
berkata, "Firman Allah: 'Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka
Allah akan menggantinya', adalah realisasi dari sabda Nabi : "Tidaklah
para hamba berada di pagi hari…." (Al-Hadits). Yang demikian itu karena Allah adalah Penguasa, Maha Tinggi
dan Maha Kaya. Maka jika Dia berkata: "Nafkahkanlah dan Aku yang akan
menggantinya,' maka itu sama dengan janji yang pasti ia tepati. Sebagaimana
jika Dia berkata: "Lemparkanlah barangmu ke dalam laut dan Aku yang
menjaminnya."
Maka, barangsiapa
berinfak berarti dia telah memenuhi syarat untuk mendapatkan ganti. Sebaliknya,
siapa yang ti-dak berinfak maka hartanya akan lenyap dan ia tidak berhak mendapatkan
ganti. Hartanya akan hilang tanpa ganti, arti-nya lenyap begitu saja.
Yang mengherankan,
jika seseorang pedagang mengeta-hui bahwa sebagian dari hartanya akan binasa,
ia akan menjualnya dengan cara nasi'ah (pembayaran di belakang),
meskipun pembelinya termasuk orang miskin. Lalu ia ber-kata, hal itu lebih baik
daripada pelan-pelan harta itu binasa. Jika ia tidak menjualnya sampai harta
itu binasa maka ia akan disalahkan. Dan jika ada orang mampu yang menjamin
orang miskin itu, tetapi ia tidak menjualnya (kepada orang tersebut) maka ia
disebut orang gila.
Dan sungguh, hampir
setiap orang melakukan hal ini, tetapi masing-masing tidak menyadari bahwa hal
itu mendekati gila. Sesungguhnya harta kita semuanya pasti akan binasa. Dan
menafkahkan kepada keluarga dan anak-anak adalah berarti memberi pinjaman.
Semuanya itu berada dalam jaminan kuat, yaitu Allah Yang Maha Tinggi. Allah
berfirman: "Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia pasti
manggantinya."
Lalu Allah memberi
pinjaman kepada setiap orang, ada yang berupa tanah, kebun, penggilingan,
tempat pemandian untuk berobat atau manfaat tertentu. Sebab setiap orang tentu
memiliki pekerjaan atau tempat yang daripadanya ia mendapatkan harta. Dan semua
itu milik Allah. Di tangan manusia, harta itu adalah pinjaman. Jadi,
seakan-akan ba-rang-barang tersebut adalah jaminan yang diberikan Allah dari
rizkiNya, agar orang tersebut percaya penuh kepadaNya bahwa bila dia berinfak,
Allah pasti akan menggantinya. Tetapi meskipun demikian, ternyata ia tidak mau
berinfak dan membiarkan hartanya lenyap begitu saja tanpa mendapat pahala dan
disyukuri.
Selain itu, Allah
menegaskan janjiNya dalam ayat ini kepada orang yang berinfak untuk
menggantinya dengan rizki (lain) melalui tiga penegasan. Dalam hal ini, Ibnu
Asyur berkata: "Allah menegaskan janji tersebut dengan kalimat bersyarat,
dan dengan menjadikan jawaban dari kali-mat bersyarat itu dalam bentuk jumlah
ismiyah dan dengan mendahulukan musnad ilaiah (sandaran) terhadap khabar
fi'il-nya ( ÇáúÎóÈóÑ ÇáúÝöÚúáöíøó) yaitu dalam firmanNya: Ýóåõæó íõÎúáöÝõåõ De-ngan demikian, janji tersebut ditegaskan dengan
tiga pene-gasan yang menunjukkan bahwa Allah benar-benar akan merealisasikan
janji itu. Sekaligus menunjukkan bahwa ber-infak adalah sesuatu yang dicintai
Allah.
Dan sungguh janji
Allah adalah sesuatu yang tegas, ya-kin, pasti dan tidak ada keraguan untuk
diwujudkannya, wa-laupun tanpa adanya penegasan seperti di atas. Lalu,
bagai-mana halnya jika janji itu ditegaskan dengan tiga penegasan?
2.
Dalil lain adalah firman Allah:
"Setan
menjanjikan (menakut-nakuti) kamu dengan ke-miskinan dan menyuruh kamu berbuat
kejahatan (kikir); sedang Allah menjanjikan untukmu ampunan daripada-Nya dan
karunia. Dan Allah Maha Luas (karuniaNya) lagi Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 268).
Menafsirkan ayat
mulia ini, Ibnu Abbas berkata: "Dua hal dari Allah, dan dua hal dari
setan. "Setan men-janjikan (menakut-nakuti) kamu dengan
kemiskinan." Setan itu berkata, 'Jangan kamu infakkan hartamu,
peganglah untukmu sendiri karena kamu membutuhkannya'. "Dan menyuruh
kamu berbuat kejahatan (kikir)."
(Dan dua hal dari
Allah adalah), "Allah menjanjikan un-tukmu ampunan daripadaNya," yakni
atas maksiat yang kamu kerjakan, "dan karunia" berupa rizki.
Al-Qadhi Ibnu
Athiyah menafsirkan ayat ini berkata: "Maghfirah (ampunan Allah)
adalah janji Allah bahwa Dia akan menutupi kesalahan segenap hambaNya di dunia
dan di akhirat. Sedangkan al-fadhl (karunia) adalah rizki yang luas di
dunia, serta pemberian nikmat di akhirat, dengan segala apa yang telah
dijanjikan Allah .
Imam Ibnu Qayim
Al-Jauziyah dalam menafsirkan ayat yang mulia ini berkata: "Demikianlah,
peringatan setan bah-wa orang yang menginfakkan hartanya, bisa mengalami
ke-fakiran bukanlah suatu bentuk kasih sayang setan kepa-danya, juga bukan
suatu bentuk nasihat baik untuknya. Ada-pun Allah, maka Ia menjanjikan kepada
hambaNya ampunan dosa-dosa daripadaNya, serta karunia berupa penggantian yang
lebih baik daripada yang ia infakkan, dan ia dilipatgan-dakanNya baik di dunia
saja atau di dunia dan di akhirat."
3.
Dalil lain adalah hadits riwayat Muslim dari Abu Hurairah , Nabi
memberitahukan kepadanya:
"Allah
Tabaraka wa Ta'ala berfirman, 'Wahai anak Adam, berinfaklah, niscaya Aku
berinfak (memberi rizki) kepadaMu."
Allahu Akbar! Betapa besar jaminan orang yang
berinfak di jalan Allah! Betapa mudah dan gampang jalan mendapatkan rizki!
Seorang hamba berinfak di jalan Allah, lalu Dzat Yang di TanganNya kepemilikan
segala sesuatu memberi-kan infak (rizki) kepadanya. Jika seorang hamba berinfak
sesuai dengan kemampuannya maka Dzat Yang memiliki perbendaharaan langit dan
bumi serta kerajaan segala se-suatu akan memberi infak (rizki) kepadanya sesuai
dengan keagungan, kemuliaan dan kekuasaanNya.
Imam An-Nawawi
berkata: "Firman Allah, 'Berinfaklah, niscaya Aku berinfak (memberi
rizki) kepadamu' adalah makna dari firman Allah dalam Al-Qur'an:
"Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah yang akan menggantinya." (Saba': 39).
Ayat ini mengandung
anjuran untuk berinfak dalam ber-bagai bentuk kebaikan, serta berita gembira
bahwa semua itu akan diganti atas karunia Allah .
4.
Dalil lain bahwa berinfak di jalan Allah adalah di antara kunci-kunci rizki
yaitu apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Abu Hurairah
bahwasanya Nabi bersabda:
"Tidaklah
para hamba berada di pagi hari kecuali di dalamnya terdapat dua malaikat yang
turun. Salah satunya berdo'a, 'Ya Allah, berikanlah kepada orang yang berinfak
ganti (dari apa yang ia infakkan)'. Sedang yang lain berkata, 'Ya Allah,
berikanlah kepada orang yang menahan (hartanya) kebinasaan (hartanya)'."
Dalam hadits yang
mulia ini, Nabi yang mulia menga-barkan bahwa terdapat malaikat yang
berdo'a setiap hari kepada orang yang berinfak agar diberikan ganti oleh Allah.
Maksudnya –sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Mulla Ali Al-Qari– adalah ganti
yang besar. Yakni ganti yang baik, atau ganti di dunia dan ganti di akhirat.
Hal itu berdasarkan firman Allah:
"Dan barang
apa saja yang kamu nafkahkan maka Dia-lah yang akan menggantinya. Dan Dialah
sebaik-baik Pemberi rizki." (Saba': 39).
Dan diketahui
secara umum bahwa do'a malaikat adalah dikabulkan, sebab tidaklah mereka
mendo'akan bagi sese-orang melainkan dengan izinNya. Allah berfirman:
"Dan mereka
tiada memberi syafa'at melainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka
itu selalu berhati-hati karena takut kepadaNya." (Al-Anbiya': 28).
5.
Dalil lain adalah apa yang diriwayatkan oleh Imam Al-Baihaqi dari Abu
Hurairah bahwasanya Nabi bersabda:
"Berinfaklah
wahai Bilal! Jangan takut dipersedikit (hartamu) oleh Dzat Yang Memiliki
Arsy."
Aduhai, alangkah
kuat jaminan dan karunia Allah bagi orang yang berinfak di jalanNya! Apakah
Dzat Yang Memiliki Arsy akan menghinakan orang yang berinfak di jalan-Nya,
sehingga ia mati karena miskin dan tak punya apa-apa? Demi Allah, tidak akan
demikian!
Al-Mulla Ali-AlQari
menjelaskan kata " ÇöÞúáÇó áÇð " dalam hadits tersebut
berkata, "Maksudnya, dijadikan miskin dan tidak punya apa-apa".
Artinya, "Apakah engkau takut akan disia-siakan oleh Dzat Yang Mengatur segala
urusan dari langit ke bumi?" Dengan kata lain, "Apakah kamu takut
untuk digagalkan cita-citamu dan disedikitkan rizkimu oleh Dzat Yang rahmatNya
meliputi penduduk langit dan bumi, orang-orang mukmin dan orang-orang kafir,
burung-burung dan binatang melata?"
6.
Berapa banyak bukti-bukti dalam kitab-kitab Sunnah (Hadits), Sirah
(Perjalanan Hidup), Tarajum (Biografi), Tarikh (Sejarah), bahkan
hingga dalam kenyataan-kenyataan yang kita alami saat ini yang menunjukkan
bahwa Allah mengganti rizki hambaNya yang berinfak di jalanNya.
Berikut ini kami
ringkaskan satu bukti dalam masalah ini. Imam Muslim meriwayatkan dari Abu
Hurairah dari Nabi beliau bersabda:
"Ketika
seorang laki-laki berada di suatu tanah lapang bumi ini, tiba-tiba ia mendengar
suara dari awan, 'Sira-milah kebun si fulan!' Maka awan itu berarak menjauh dan
menuangkan airnya di areal tanah yang penuh de-ngan batu-batu hitam. Di sana
ada aliran air yang me-nampung air tersebut. Lalu orang itu mengikuti kemana
air itu mengalir. Tiba-tiba ia (melihat) seorang laki-laki yang berdiri di
kebunnya. Ia mendorong air tersebut dengan skopnya (ke dalam kebunnya). Kemudian ia bertanya,
'Wahai hamba Allah! Siapa namamu?' Ia menjawab, 'Fulan', yakni nama yang
didengar di awan. Ia balik bertanya, "Wahai hamba Allah, kenapa engkau
menanyakan namaku?' Ia menjawab, 'Sesungguhnya aku mendengar suara di awan yang
menurunkan air ini. Suara itu berkata, 'Siramilah kebun si fulan! Dan itu
adalah namamu. Apa sesungguhnya yang engkau laku-kan?' Ia menjawab, "Jika
itu yang engkau tanyakan, maka sesungguhnya aku memperhitungkan hasil yang
didapat dari kebun ini, lalu aku bersedekah dengan se-pertiganya, dan aku makan
beserta keluargaku seper-tiganya lagi, kemudian aku kembalikan (untuk menanam
lagi) sepertiganya'."
Dalam riwayat lain
disebutkan:
"Dan aku
jadikan sepertiganya untuk orang-orang miskin dan peminta-minta serta ibnu
sabil (orang yang dalam perjalanan)."
Imam An-Nawawi
berkata: "Hadits itu menjelaskan ten-tang keutamaan bersedekah dan berbuat
baik kepada orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan. Juga
keutamaan seseorang yang makan dari hasil kerjanya sen-diri, termasuk keutamaan
memberi nafkah kepada keluar-ga."
Pasal Kedelapan :
MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI'AT (AGAMA)
MEMBERI NAFKAH KEPADA ORANG YANG SEPENUHNYA MENUNTUT ILMU SYARI'AT (AGAMA)
Termasuk
kunci-kunci rizki adalah memberi nafkah ke-pada orang yang sepenuhnya menuntut
ilmu syari'at (agama). Dalil yang menunjukkan hal ini adalah hadits riwayat
At-Tirmidzi dan Al-Hakim dari Anas bin Malik bahwasanya ia berkata:
"Dahulu ada
dua orang saudara pada masa Rasulullah . Salah seorang daripadanya mendatangi
Nabi dan (saudaranya) yang lain bekerja. Lalu saudaranya yang bekerja itu
mengadu kepada Nabi maka beliau bersabda: Mudah-mudahan engkau diberi
rizki dengan sebab dia."
Dalam hadits yang
mulia ini, Nabi yang mulia menje-laskan kepada orang yang mengadu
kepadanya karena kesi-bukan saudaranya dalam menuntut ilmu agama, sehingga
membiarkannya sendirian mencari penghidupan (bekerja), bahwa ia tidak
semestinya mengungkit-ungkit nafkahnya ke-pada saudaranya, dengan anggapan
bahwa rizki itu datang karena dia bekerja. Padahal ia tidak tahu bahwasanya
Allah membukakan pintu rizki untuknya karena sebab nafkah yang ia berikan
kepada suadaranya yang menuntut ilmu agama secara sepenuhnya.
Al-Mulla Ali
Al-Qari menjelaskan sabda Nabi :
"Mudah-mudahan
engkau diberi rizki dengan sebab dia," yang menggunakan shighat majhul (ungkapan kata
kerja pasif) itu berkata, 'Yakni, aku berharap atau aku ta-kutkan bahwa engkau
sebenarnya diberi rizki karena berkah-nya. Dan bukan berarti di diberi rizki
karena pekerjaanmu. Oleh sebab itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaan-mu
kepadanya."
Al-Alamah
Ath-Thaibi berkata: "Makna 'áóÚóáøó' (mudah-mudahan) dalam sabda
beliau 'áóÚóáøóßó' (mudah-mudahan engkau), bisa kembali kepada
Rasulullah , sehingga ber-fungsi untuk memberikan kepastian (bahwa dia
mendapat-kan rizki karena berkah saudaranya) dan menegur (bahwa dia mendapatkan
rizki bukan karena pekerjaannya). Hal ini sebagaimana disebutkan dalam hadits:
"Bukanlah
kalian diberi rizki karena sebab orang-orang lemah di antara kalian?" Tetapi bisa pula kembali kepada
orang yang diajaknya bicara untuk mengajakanya berfikir dan merenungkan,
sehingga ia menjadi sadar."
Demikianlah, dan
sebagian ulama telah menyebutkan bahwa orang-orang yang mempelajari ilmu agama
secara sepenuhnya adalah termasuk kelompok orang yang dising-gung dalam firman
Allah:
"(Berinfaklah)
kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah, mereka tidak
dapat (beru-saha) di muka bumi, orang yang tidak tahu menyangka mereka orang
kaya karena memelihara diri dari me-minta-minta. Kamu kenal mereka dengan
melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak. Dan
apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan (di jalan Allah), maka
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui." (Al-Baqarah: 273).
Imam Al-Ghazali
berkata: "Ia harus mencari orang yang tepat untuk mendapatkan sedekahnya.
Misalnya para ahli ilmu. Sebab hal itu merupakan bantuan baginya untuk (mempelajari)
ilmunya. Ilmu adalah jenis ibadah yang paling mulia, jika niatnya benar. Ibnu
Al-Mubarak senantiasa mengkhususkan kebaikan (pemberiannya) bagi para ahli
ilmu. Ketika dikatakan kepada beliau, "Mengapa tidak eng-kau berikan pada
orang secara umum?" Beliau menjawab, "Sesungguhnya aku tidak
mengetahui suatu kedudukan setelah kenabian yang lebih utama daripada kedudukan
para ulama. Jika hati para ulama itu sibuk mencari kebutuhan (hidupnya),
niscaya ia tidak bisa memberi perhatian sepe-nuhnya kepada ilmu, serta tidak
akan bisa belajar (dengan baik). Karena itu, membuat mereka bisa mempelajari
ilmu secara sepenuhnya adalah lebih utama."
Pasal Kesembilan :
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG-ORANG LEMAH
BERBUAT BAIK KEPADA ORANG-ORANG LEMAH
Termasuk di antara kunci-kunci rizki adalah berbuat baik kepada orang-orang miskin. Nabi menjelaskan bahwa para hamba itu ditolong dan diberi rizki disebabkan oleh orang-orang yang lemah di antara mereka.
Imam Al-Bukhari
meriwayatkan dari Mush'ab bin Sa-'dan ia berkata, 'Bahwasanya
Sa'dan merasa dirinya memiliki kelebihan daripada orang lain. Maka
Rasulullah bersabda:
"Bukankah
kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang lemah di antara
kalian?"
Karena itu, siapa
yang ingin ditolong Allah dan diberi rizki olehNya maka hendaknya ia memuliakan
orang-orang lemah dan berbuat baik kepada mereka."
Nabi yang
mulia, juga menjelaskan bahwa keridhaan-nya dapat diperoleh dengan
berbuat baik kepada orang-orang miskin.
Imam Ahmad, Abu
Daud, At-Tirmidzi, An-Nasa'i, Ibnu Hibban dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu
Darda' bahwasanya ia berkata, aku mendengar Rasulullah bersabda:
"Carilah
(keridhaan)ku melalui orang-orang lemah di antara kalian. Karena sesungguhnya
kalian diberi rizki dan ditolong dengan sebab orang-orang lemah di antara
kalian."
Menjelaskan sabda
Nabi di atas Al-Mulla Ali Al-Qari berkata, "Carilah keridhaanku
dengan berbuat baik kepada orang-orang miskin di antara kalian."
Dan barangsiapa
berusaha mendapatkan keridhaan keka-sih Yang Maha Memberi rizki dan Maha
Memiliki kekuatan dan keperkasaan, Muhammad dengan berbuat kepada
orang-orang miskin, niscaya Tuhannya akan menolongnya dari para musuh serta
akan memberinya rizki.
Pasal Kesepuluh :
HIJRAH DI JALAN ALLAH
HIJRAH DI JALAN ALLAH
Allah menjadikan hijrah di jalan Allah sebagai kunci di antara kunci-kunci rizki. Saya akan membicarakan masalah ini –dengan memohon taufik Allah– melalui dua poin berikut ini:
a. Makna hijrah di
jalan Allah .
b. Dalil syar'i bahwa hijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki.
b. Dalil syar'i bahwa hijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki.
A.
MAKNA HIJRAH DI JALAN ALLAH
ÇáúãõåóÇ ÌóÑóÉó (hijrah) sebagaimana dikatakan oleh
Imam Ar-Raghib Al-Ashfahani adalah keluar dari negeri kafir kepada negeri iman,
sebagaimana para sahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
Dan hijrah di jalan
Allah itu, sebagaimana dikatakan oleh Sayid Muhammad Rasyid Ridha harus dengan
sebenar-benarnya. Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negeri-nya itu
adalah untuk mendapatkan ridha Allah dengan mene-gakkan agamaNya yang ia
merupakan kewajiban baginya, dan merupakan sesuatu yang dicintai Allah, juga
untuk me-nolong saudara-saudaranya yang beriman dari permusuhan orang-orang
kafir.
B.
Dalil Syar'i Bahwa Hijrah di Jalan Allah Termasuk Kunci Rizki
Di antara dalil
yang menunjukkan bahwa berhijrah di jalan Allah termasuk kunci rizki adalah
firman Allah:
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak." (An-Nisa': 100).
Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak." (An-Nisa': 100).
Dalam ayat yang
mulia ini, Allah menjanjikan bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan
mendapati dua hal: Pertama, ãõÑóÇÛóãðÇ
ßóËöíúÑðÇ
kedua, ÓóÚóÉð.
Yang dimaksud ãõÑóÇÛóãðÇ
sebagaimana dikatakan oleh Imam Ar-Razi adalah, barangsiapa berhijrah di jalan
Allah ke negeri lain, niscaya akan mendapati di negerinya yang baru itu
kebaikan dan kenikmatan yang menjadi sebab kehinaan dan kekecewaan para
musuhnya yang berada di negeri asal-nya. Sebab orang yang memisahkan diri dan
pergi ke negeri asing, sehingga mendapatkan ketentraman di sana, lalu berita
itu sampai kepada negeri asalnya, niscaya penduduk asli negeri itu akan malu
atas buruknya mua'amalah (perlakuan) yang mereka berikan, sehingga
dengan demikian mereka merasa hina.'
Sedang yang
dimaksud, ÓóÚóÉð (keluasan), yaitu keluasan rizki. Inilah yang dikatakan
oleh Abdullah bin Abbas dalam menafsirkan ayat ini. Juga dikatakan oleh
Ar-Rabi', Adh-Dhakkak, Atha' dan mayoritas ulama.
Qatadah berkata:
"Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada petunjuk dan dari kemiskinan
kepada banyaknya kekayaan."
Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri."
Imam Malik berkata: "Keluasan yang dimaksud adalah keluasan negeri."
Mengomentari ketiga
pendapat di atas, Imam Al-Qurthubi mengatakan: "Pendapat Imam Malik lebih
dekat pada kefasihan ungkapan bahasa Arab. Sebab keluasan ne-geri dan banyaknya
bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga menunjukkan kelapangan dada yang siap
menanggung kesedihan dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan
kemudahan."
Pendapat mana saja
yang kita ambil dari ketiga pendapat di atas, yang jelas semuanya menunjukkan
bahwa orang yang berhijrah di jalan Allah akan mendapatkan janji dari Allah
berupa keluasan rizki, baik dengan ungkapan langsung maupun secara tidak
langsung.
Dan sungguh janji
Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Menentukan adalah suatu janji yang haq serta
tidak pernah luput. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya daripada Allah?
Sungguh dunia telah
dan sampai sekarang masih menyak-sikan kebenaran janji ini. Dan saya kira,
orang yang menge-tahui sedikit tentang sejarah Islam pun sudah tahu akan peristiwa
hijrahnya para sahabat Rasulullah ke Madinah.
Ketika para sahabat
meninggalkan rumah-rumah, harta benda dan kekayaan mereka untuk hijrah di jalan
Allah , Allah serta merta mengganti semuanya. Allah memberikan kepada mereka
kunci-kunci negeri Syam, Persia dan Yaman. Allah berikan kepada mereka
kekuasaan atas istana-istana negeri Syam yang merah, juga istana Mada'in yang
putih. Kepada mereka juga dibukakan pintu-pintu Shan'a, serta ditundukkan untuk
mereka berbagai simpanan kekayaan Kaisar dan Kisra.
Imam Ar-Razi
menjelaskan kesimpulan tafsir ayat yang mulia ini berkata: "Walhasil,
seakan-akan dikatakan, 'Wahai manusia! Jika kamu membenci hijrah dari tanah
airmu hanya karena takut mendapatkan kesusahan dan ujian dalam per-jalananmu,
maka sekali-kali jangan takut! Karena sesung-guhnya Allah akan memberimu
berbagai nikmat yang agung dan pahala yang besar dalam hijrahmu. Hal yang
ke-mudian menyebabkan kehinaan musuh-musuhmu dan men-jadi sebab bagi kelapangan
hidupmu."
PENUTUP
Segala puji bagi Allah yang telah menganugerahi hamba-Nya yang lemah ini sehingga bisa menyelesaikan tulisannya. Dan sungguh kepadaNya senantiasa diminta ampunan, ke-murahan dan ijabah (pengabulan).
Dari tulisan ini
dapat dirumuskan beberapa poin berikut ini:
1. Allah Yang Maha Agung
dan Maha Perkasa menja-dikan beberapa sebab dan kunci untuk rizki, di
antaranya:
- Istighfar (memohon ampun kepada Allah)
dan taubat kepadaNya. Dan yang dimaksud adalah melakukan ke-duanya dengan
perkataan dan perbuatan.
- Taqwa. Dan hakikatnya adalah menjaga
diri dari yang menyebabkan dosa atau mentaati perintah-perintah Allah dan
menjauhi larangan-laranganNya atau menjaga diri dari sesuatu yang
menyebabkan siksa, baik dengan mela-kukan perbuatan atau meninggalkannya.
- Tawakkal. Yaitu menampakkan kelamahan
hamba serta bersandar sepenuhnya kepada Allah semata.
- Beribadah sepenuhnya kepada
Allah . Yaitu
bersungguh-sungguh dalam mengkonsentrasikan hati ketika beribadah kepada
Allah .
- Mengikuti haji dengan umrah. Maksudnya, melakukan salah
satunya lalu melanjutkannya dengan yang lain.
- Silaturrahim. Yaitu berbuat baik kepada
kerabat/keluarga dekat.
- Berinfak di jalan Allah . Yaitu berinfak untuk se-suatu
yang dicintai dan diridhai Allah .
- Memberi nafkah kepada orang
yang sepenuhnya me-nuntut ilmu syar'i (agama).
- Berbuat baik kepada orang-orang
yang lemah.
- Berhijrah di jalan Allah . Yakni keluar dari negeri
kafir ke negeri iman untuk mencari keridhaan Allah se-suai dengan
syar'iatNya.
2. Istighfar dan
taubat itu wajib dengan perkataan dan perbuatan. Sebab ber-istighfar dan
bertaubat dengan lisan saja tanpa perbuatan, maka itu adalah perilaku para
pendus-ta. Sebagaimana taqwa itu harus dengan menjaga diri dari berbuat maksiat
kepada Allah, mentaati perintah-perintah-Nya serta menjauhi
larangan-laranganNya. Dan sungguh pengakuan semata, itu sama sekali tidak
bermanfaat, baik di dunia maupun di akhirat.
3. Bertawakkal dan
beribadah sepenuhnya kepada Allah tidaklah berarti meninggalkan usaha untuk
mencari penghi-dupan.
4. Silaturrahim itu
tidak saja terbatas dalam hal harta, tetapi menyambung (memberikan) apa yang
mungkin diberi-kan dari kebaikan kepada keluarga dekat, serta menolak bahaya
dari mereka sesuai dengan kemampuan. Dan sila-turrahim dengan ahli maksiat
tidaklah menuntut adanya kecintaan, kasih sayang dan berpura-pura dengan
mereka. Tetapi sialturrahim dengan mereka adalah berusaha meng-halangi mereka
dari melakukan kemaksiatan.
Kemudian saya
wasiatkan kepada suadara-saudaraku di segenap penjuru dunia untuk tetap
berpegang teguh dengan sebab-sebab rizki tersebut. Sebab kebaikan
segala-galanya adalah dengan berpegang teguh terhadap apa yang disyari-'atkan
Sang Pencipta dan keburukkan segala-galanya adalah dengan berpaling
daripadanya. Allah berfirman:
"Hai
orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul
menyeru kamu kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kamu, dan ketahuilah bahwa sesungguhnya
Allah membatasi antara manusia dan hatinya dan sesungguhnya kepadaNya-lah kamu
akan dikumpulkan." (Al-Anfal: 24).
"Dan barangsiapa
berpaling dari peringatanKu, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit
dan Kami akan menghimpunkannya pada hari Kiamat dalam keadaan buta. Berkatalah
ia, 'Ya Tuhanku, mengapa Engkau menghimpunkan aku dalam keadaan buta, pada-hal
aku dahulunya adalah seorang yang melihat?' Allah berfirman, 'Demikianlah,
telah datang kepadamu ayat-ayat Kami, maka kamu melupakannya dan begitu (pula)
pada hari ini kamu pun dilupakan." (Thaha: 124-126).
Semoga shalawat,
salam dan keberkahan dilimpahkan kepada Nabi kita, kepada segenap keluarga,
sahabat dan para pengikutnya. Kemudian akhir dari do'a kita adalah: "Alham-dulillahi
Rabbil 'Alamin". (segala puji bagi Allah, Rabb se-mesta alam).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar