AL HAROMAIN

DAFTAR

  • pakaian
  • buku

Daftar Blog

TEXT

text

zainimjkbgt

zainimjkbgt
zainimjkbgt

zainimjkbgt.blogspot.com

zainimjkbgt

alharomain

Penayangan bulan lalu

Populer

Entri Populer

31 Januari 2012

IHSAN UTLUBI

TOKO ALHAROMAIN MENJUAL PAKAIAN JADI D 54-D55 AND B19-B20 PASAR TANJUNG MOJOKERTOأحاديث مشهورة ضعيفة السند


Ihsan al-’Utaibi

Muqaddimah

Segala puji bagi Allah, semoga selawat dan salam terlimpah kepada Rasulullah, Wa Ba’d
Inilah 100 buah hadis dla’if (lemah) maudlu’ (palsu) yang tersebar luas di kalangan khatib dan muballigh. Sedangkan di dalam hadis yang shahih telah cukup bagi seorang muslim sehingga tidak perlu mengambil hadis dla’if. Saya memohon kepada Allah kiranya usaha ini bermanfaat.
آخِرُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ رَجُلٌ مِنْ جُهَيْنَةٍ، يُقَالُ لَهُ: جُهَيْنَةٌ، فَيَسْأَلُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ : هَلْ بَقِيَ أَحَدٌ يُعَذَّبُ ؟ فَيَقُوْلُ : لاَ، فَيَقُوْلُوْنَ عِنْدَ جُهَيْنَةٍ الْخَبَرُ الْيَقِيْنُ
Orang yang paling akhir masuk sorga adalah laki-laki dari suku Juhainah yang bernama Juhainah. Kemudian ia ditanya oleh penghuni sorga; Masih adakah orang yang disiksa? Dia menjawab; Tidak. Maka mereka berkata; Pada Juhainah ada berita yang meyakinkan
Hadis ini maudlu’ (palsu), Kasyf al-Ilahi, ath-Tharablusi, 1:161; Tanzih asy-Syari’ah, 2:391; al-Fawaid al-Majmu’ah, 1429
آفَةُ الدِّيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَ إِمَامٌ جَائِرٌ وَ مُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Penyakit agama ada tiga macam, yaitu ahli fikih yang keji, pemimpin yang kejam dan mujtahid yang bodoh.
Hadis maudlu’. Al-Albani menyebutkan bahwa hadis ini diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Akhbar al-Asbahan dan oleh ad-Dailami di dalam al-Musnad dengan sanad dari Nahsyal bin Sa’id at-Tirmidzi, dari adl-Dlahak, dari Ibnu Abbas ra. Al-Bukhari di dalam at-Tarikh al-Kabir menyebutkan pentapat Ishaq bin Ibrahim bahwa Nahsyal adalah kadzab (pendusta). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Ishaq bin Rahawiyah. Selain dari kelemahan tersebut, al-Albani menyebutkan ada inqitha’ antara adl-Dlahhak dengan Ibnu Abbas.
Lihat al-Maudlu’ah, 819
آمَنَ شَعْرُ أُمَيَّةَ بْنِ أَبِي الصَّلَتِ وَكَفَرَ قَلْبُهُ
Telah beriman rambut Umayyah bin Abi ash-Shalt tetapi hatinya masih kafir
Hadis ini dla’if (lemah). Kasyf al-Khafa’, 1:19; adl-Dla’ifah 1546.
أَبْرِدُوْا بِالطَّعَامِ فَإِنَّ الطَّعَامَ الْحَارَّ غَيْرُ ذِي الْبَرَكَةِ
Dinginkanlah makanan itu, sebab makanan yang panas itu tidak mengandung berkah
Hadis dla’if
اْلأَبْدَالُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ ثَلاَثُوْنَ، مِثْلُ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِ الرَّحْمَنِ عَزِّ وَجَلَّ، كُلَّمَا مَاتَ رَجُلٌ أَبْدَلَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَكَانَهً رَجُلاً
Pengganti pada ummat ini ada tiga puluh, seperti Ibrahim Khalilurrahman (kekasih Allah Yang Maha pengasih) azza wa jalla, setiap kali ada yang mati di antara mereka maka Allah akan menempatkan seseorang pada posisinya sebaga pengganti
Hadis ini palsu, asl-Asrar al-Marfu’ah, Ali al-Qari, 470; Tamyiz at-Thayyib min al-Khabits, Ibnu ad-Diba’, 7; al-Manar al-Munif, Ibnu al-Qayyim, 308.
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ الطَّلاَقِ
Barang halal yang peling dibenci Allah adalah talaq (perceraian)
Hadis ini dla’if (lemah), al-Ilal al-Mutanahiyah. Ibnu al-Jauzi, 2:1056; adz-Dzakhirah,1:23
اتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ يَنْظُرُ بِنُوْرِ اللهِ
Berhati-hatilah terhadap firasat orang mukmin, karena sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah
Hadis ini dla’if. Tanzih asy-Syari’ah, al-Kanani, 2:305; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 74.
أَجْرَؤُكُمْ عَلَ الْفُتْيَا أَجْرَئُكُمْ عَلَى النَّارِ
Yang paling berani berfatwa di antara kalian adalah orang yang paling berani ke neraka
Hadis ini dla’if, adl-Dla’ifah, 1814
اخْتِلاَفُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
Perbedaan pendapat di kalangan ummatku adalah rahmat
Hadis ini Maudlu’. Al-Asrar al-Marfu’ah, 506; Tanzih asy-Syari’ah, 2:402. Al-Albani mengatakan; hadis ini tidak ada asalnya, adl-Dla’ifah, 57.
أَدَّبَنِيْ رَبِّيْ فَأَحْسَنَ تَأْدِيْبِيْ
Rabb (Tuhan)ku telah mendidikku dan membaguskan pendidikanku
Ibnu Taimiyah mengatakan; Tidak diketahui adanya sanad yang teguh pada hadis ini. Ahadits al-Qashash, 78; Asy-Syaukani menyebutkan di dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, 1020; dan Al-Futni menyebutkan dalam Tadzkiratu al-Maudlu’at, 87
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّفِّ وَقَدْ تَمَّ فَلْيَجْبِذْ إِلَيْهِ رَجُلاً يُقِيْمُهُ إِلَى جَنْبِهِ
Apabila salah seorang di antara kalian sampai ke suatu shaff yang telah penuh maka hendaklah menarik seorang dari shaf itu untuk berdiri di sampingnya
Hadis ini dla’if. Hadis ini terdapat di dalam kitab Mu’jam al-Ausath karya at-Thabrani, 7:314, dengan sanad dari Muhammad bin Ya’qub, dari hafsh bin Amr ar-Rabbali, dari Bisyr bin Ibrahim, dari al-Hajjaj bin Hassan, dari ikrimah dari Ibnu Abbas. Al-Haitsami di dalam Majma’ az-Zawaid disebutkan bahwa hadis ini hanya diriwayatkan melalui jalur ini, kemudian al-Haitsami menyatakan bahwa Bisyr sangat dla’if.
Majma’ az-Zawa’id, 2:96; adl-Dla’ifah, 921
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ أَرْبَعِيْنَ قُلَّةً لَمْ يَحْمِلِ الْخُبُثُ
Apabila air telah mencapai empat puluh kulah, maka kotoran (najis) tidak akan mempengaruhinya
Hadis ini tidak sah dari Rasulullah saw
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ السَّوْدَ خَرَجَتْ مِنْ قِبَلِ خُرَاسَانَ، فَأَتَوْهَا وَلَوْ حَبْواً فَإِنَّ فِيْهَا خَلِيْفَةُ اللهِ الْمَهْدِيّ
Apabila kalian melihat bendera hitam keluar dari arah Khurasan, maka datangilah ia meskipun dengan merangkak, karena padanya ada khalifatullah al-Mahdi
Hadis ini Dla’if, al-Manar al-Munif, Ibnu al-Qayyim, 340; al-Maudlu’at, 2:39; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 233
إِذَا فُعِلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ : إِذَا كَانَ الْمَغْنَمُ دُوْلاً ، وَاْلأَمَانَةُ مَغْنَماً ، وَالزَّكَاةُ مَغْرَماً ، وَاَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ، وَعَقَّ اُمَّهُ، وَبَرَّ صَدِيْقَهُ، وَجَفَا اَبَاهُ وَارْتَفَعَتِ اْلاَصْوَاتِ فِي الْمَسْاجِدِ، وَكَانَ زَعِيْمُ الْقَوْمِ اَرْذَلُهُمْ ، وَاَكْرَمُ الرَّجُلِ مُخَالَفَةَ شَرِّهِ ، وَشُرِبَ الْخَمْرُ ، وَلُبِسَ الْحَرِيْرُ، وَاتُّخِذَتِ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ، وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ اْلاُمَّةِ اَوَّلَهَا ، فَلْتَرْتَقِبُوْا عِنْدَ ذَلِكَ رِيْحًا حَمْرَاءَ، وَخَسَفًا وَمَسْخًا
Apabila umatku melakukan lima nelas perkara, maka halal untuk ditimpa bencana. Apabila hasil rampasam prang hanya untuk mereka saja, amanat dianggap sebagai miliknya, zakat dijadikan sebagai pembayaran hutang, suami mentaati isteri, mendurhakai ibunya tetapi berbuat baik kepada kawannya dan memutuskan hubungan dengan ayahnya, munculnya suara-suara keras dan teriakan di dalam masjid, pemimpin suatu kaum adalah yang paling keji di antara mereka, dimuliakannya seseorang karena ditakuti kejahatannya, khamar telah menjadi minuman biasa, sutera telah biasa dipakai, biduanita dan musik digunakan, generasi terakhir ummat ini mengutuk generasi pertamanya. Oleh karena itu apabila telah nyata tanda-tandanya hendkalah kalan waspada akan datangnya badai dahsyat atau terbenam-nya tanah dan musnahnya apa yang ada di muka bumi.
Hadis ini dla’if, Sunan at-Tirmidzi, 2:33; al-Ilal al-Mutanahiah, 2:1421, al-Kasyf al-Ilahi, 1:33.
إِذَا مَاتَ الرَّجُلُ مِنْكُمْ فَدَفَنْتُمُوْهُ فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ فَلْيَقُلْ : يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةٍ فَإِنَّهُ سَيَسْمَعُ، فَلْيَقُلْ: يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةٍ فَإِنَّهُ سَيَسْتَوِي قَاعِداً، فَلْيَقُلْ: يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةٍ فَإِنَّهُ سَيَقُوْلُ: أَرْشِدْنِيْ أَرْشِدْنِيْ رَحِمَكَ اللهُ، فَلْيَقُلْ مَا خَرَجْتَ عَلَيْهِ مِنْ دَارِ الدُّنْيَا: شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَ رَيْبَ فِيْهَا وَأَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُوْرِ، فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ صَاحِبِهِ وَيَقُوْلُ لُهُ: مَا نَصْنَعُ عِنْدَ رَجُلٍ قَدْ لَقِنَ حُجَّتَهُ؟ فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُمَا دُوْنَهُ
Bila salah seorang di antara kalian meninggal dunia dan telah kaliankebumikan maka hendaklah salah seorang di antara kalian berdiri di bagian kepalanya lalu berkata, wahai fulan bin fulanah, sesungguhnya ia akan mendengarkan. Lalu hendaklah mengatakan lagi wahai fulan bin fulan ia akan duduk dengan tegak. Kemudian mengatakan lagi, wahai fulan bin fulan maka ia akan menjawab, tuntunlah aku, tuntunlah aku semoga Allah merahmati kalian. Kemudian katakanlah; Ingatlah apa yang telah mengeluarkanmu dari alam dunia, persaksian bahwasannya tidak ada tuhan melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan bahwasannya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Dan bahwasannya kiamat pasti datang, tanpa ada keraguan, dan Allah membangkitkan orang yang di dalam kubur, dan bahwa Munkar dan Nakir masing-masing memegang tangan penghuni kubur seraya berkata kepadanya; Apa yang harus kita perbuat kepada mayat yang telah dituntun hujjahnya?. Maka telah cukuplah Allah sebagai hujjah bagi kedua malaikat tanpa menanyainya.
Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya’, 4:420; Zad al-Ma’ad, Ibnu al-Qayyim, 1:206; adl-Dla’ifah, 599
اْلأَذَانُ وَاْلإِقَامَةُ فِي أُذُنِ الْمَوْلُوْدِ
Adzan dan iqamah di telinga anak yang baru lahir
Hadis ini dla’if sekali. Bayan al-Wahm, Ibnu al-Qaththan, 4:594; al-Majruhin, Ibnu Hibban, 2:128; adl-Dla’ifah, 1:494
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ اقْتَدَيْتُمُ اهْتَدَيْتُمْ (وَفِي لَفْظٍ:) إِنَّمَا أَصْحَابِيْ مِثْلُ النُّجُوْمِ فَأَيُّهُمْ أَخَذْتُمْ بِقَوْلِهِ اهْتَدَيْتُمْ
Sahabat-sahabatku bagaikan bintang-bintang, kepada siapa saja kalian mencontoh maka kalian akan mendapat petunjuk. Dalam riwayat lain dengan teks, Sasungguhnya sahabat-sahabatku seperti bintang-bintang, maka dari siapa saja kalian ambil kata-katanya maka kalian akan mendapat petunjuk
Ibnu Hazm berkata; Ini adalah khabar yang dusta, palsu, bathil dan sama sekali tidak benar. Al-Ihkam fi Ushuli al-Ahkam, 5:64; dan 6:82; Al-Albani mengatakan; Hadis ini maudlu’ (palsu), adl-Dla’ifah, 66; Lihat juga Jami’ Bayan al-Ulum wa Fadl-luhu, Ibnu Abdul Barr, 2:91
اطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ فَاِنَّ طَلَبَ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Carilah ilmu meskipun sampai di negeri Cina, karena sesungguhnya mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap orang muslim
Hadis ini palsu. Al-Maudlu’at, Ibnu al-Jauzi, 1:215; Tartib al-Maudlu’at, adz-Dzahabi, 111; al-Fawaid al-Majmu’ah, 852; Kasyful Khafa’, al-Ajluni, 1:139.
اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَداً، وَاعْمَلْ لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَداً
Beramallah untuk duniamu seolah-olah kau akan hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kau akan mati besok
al-Albani mengatakan; Tidak benar kalau hadis ini marfu’, maksudnya tidak benar kalau hadis ini berasa dari Nabi saw. adl-Dla’ifah:8
اْلأَقْرَبُوْنَ أَوْلَى بِالْمَعْرُوْفِ
Kerabat dekat itu lebih berhak mendapatkan santunan dengan baik
Hadis ini tidak ada asalnya (palsu). al-Asrar al-Marfu’ah, 51; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 55; al-Maqashid al-Hasanah, as-Sakhawi, 141.
أَمَّا إِنِّي لاَ أَنْسَى، وَلَكِنْ أُنَسَّى لأُشَرِّعَ
Aku tidaklah lupa, tetapi dilupakan agar aku membuat syari’at (aturan)
Hadis yang tidak ada asalnya, al-Ahadits allati laa ashla laha fi al-Ihya’, as-Subki, 357; adl-Dla’ifah, 101
إِنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ حَبْواً
Sesungguhnya Abdurrahman bin Auf masuk sorga dengan merangkak
Hadis ini palsu, al-manar al-Munif, Ibnu al-Qayyim, 306; al-Fawaid al-Majmu’ah, asy-Syaukani, 1184;
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا قَامَ فِي الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ بَيْنَ عَيْنَيْ الرَّحْمَنِ فَإِذَا الْتَفَتَ قَالَ لَهُ الرَّبُّ يَا ابْنَ آدَمَ إَلَى مَنْ تَلْتَفِتُ؟ إِلَى مَنْ هُوَ خَيْرٌ لَكَ مِنِّي؟ ابْنَ آدَمَ أَقْبِلْ عَلَى صَلاَتِكَ فَأَنَا خَيْرٌ لَكَ مِمَّنْ تَلْتَفِتُ إِلَيْهِ
Apabila seorang hamba mendirikan shalat maka ia berada di antara dua mata ar-Rahman (Allah), apabila ia berpaling maka Tuhan berfirman; Wahai anak Adam, kepada siapakah kau berpaling? (Menghadap) kepada siapakah yang lebih baik bagimu dari pada-Ku? Hai anak Adam, menghadaplah kepada-Ku pada shalatmu, Aku lebih baik bagimu daripada apa pun tempat kau berpaling.
Hadis ini dla’if sekali. Al-Ahadits al-Qudsiyyah adl-Dla’ifah wa al-Maudlu’ah, al-’Isawi, 46; adl-Dla’ifah, 1024.
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْباً، وَإِنَّ قَلْبَ الْقُرْآنِ يس مَنْ قَرَأَهَا فَكَأَنَّمَا قَرَأ الْقُرْآنِ عَشْرَ مَرَّاتٍ
Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, dan sesung-guhnya hatinya Al-Qur’an adalah surat Yasin, barang siapa membaca surat Yasin, maka seolah-olah ia telah membaca Alqur’an 10 kali.
Hadis ini maudlu’. Al-Ilal Ibnu Abi Hatim, 2:55; adl-Dla’ifah, 169.
إِنَّ لِلْقُلُوْبِ صَدْأٌ كَصَدْأِ الْحَدِيْدِ وَجَلاَؤُهَا اْلاِسْتِغْفَارُ
Sesungguhnya pada hati terdapat karat seperti karat pada besi, dan yang mengkilapkannya adalah istighfar
Hadis Maudlu’. Dzakhirat al-Huffadz, 2:1978; adl-Dla’ifah, 2242.
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ يَقُوْلُ أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا مَالِكُ الْمُلُوْكِ وَمَلِكُ الْمُلُوْكِ قُلُوْبُ الْمُلُوْكِ فِيْ يَدَيَّ وَإِنَ الْعِبَادَ إِذَا أَطَاعُوْنِي حَوَّلْتُ قُلُوْبَهُمْ عَلَيْهِمْ بِالرَّأْفَةِ وَ الرَّحْمَةِ وَإِنَّ الْعِبَادَ إَذَا عَصَوْنِي حَوَّلْتُ قُلُوْبَهُمْ بِالسُّخْطِ وَالنِّقْمَةِ فَسَامُوْهُمْ سُوْءَ الْعَذَابِ، فَلاَ تُشْغِلُوْا أَنْفُسَكُمْ بِالدُّعَاءِ عَلَى الْمُلُوْكِ، وَلَكِنْ أَشْغِلُوْا أَنْفُسَكُمْ بِالذِّكْرِ وَالتَّضَرُّعِ أَكْفِكُمْ مُلُوْكَكُمْ
Sesungguhnya Allah swt berfirman, Aku adalah Allah, tidak ada tuhan melainkan aku, penguasa segala kerajaan, dan pemilik semua raja, hati para raja itu ada ditangan-Ku dan sesungguhnya para hamba apabila mentaati-Ku aku palingkan hati mereka (para penguasa) menjadi penuh kasih sayang dan rahmat kepada mereka (hamba) dan apabila hambaku mendurhakaiku maka aku palingkan hati mereka (penguasa) menjadi bengis dan kejam lalu mereka menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, maka janganlah dirimu sibuk melaknat para penguasa, tetapi sibukkanlah diri kalian untuk berdzikir dan merendahkan diri (kepada Allah), niscaya Aku lindungi kalian dari (kebengisan) penguasa kalian.
Hadis ini dla’if jiddan. Al-Ahadis al-Qudsiyah, al-’Aisawi, 43; adl-Dla’ifah, 602
أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ
Aku keturunan dari dua orang yang hendak disembelih (Isma’il bin Ibrahim as, dan Abdullah bin Abdul Muthallib)
Hadis ini tidak ada asalnya. Risalah Lathifah, Ibnu Qudamah, 23; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 81; an-Nakhbah al-Bahiyyah, as-Sinbawi, 43
أَنَا جَدُّ كُلُّ تَقِيٍّ
Saya adalah kakek setiap orang yang bertaqwa
as-Suyuthi mengatakan; Aku tidak mengenal hadis seperti ini. Al-Albani menyatakan; Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Hawi, as-Suyuthi (2:89), adl-Dla’ifah (9)
أَحِبُّوْا الْعَرَبَ لِثَلاَثٍ لأَنِّيْ عَرَبِيٌّ وَالْقُرْآنُ عَرَبِيٌّ وَكَلاَمُ أَهْلِ الْجَنَّةِ عَرَبِيٌّ
Cintailah Arab karena tiga hal, karena saya orang Arab, al-Qur’an berbahasa Arab, dan bahasa penduduk sorga (di sorga) adalah bahasa Arab
Hadis ini Maudlu’ (palsu). Tadzkiratu al-Maudlu’at, 112; al-Maqashid al-Hasanah, 31; Tanzih asy-Syari’ah, 2:30; Kasyf al-Khafa’, 1:54
انْطَلَقَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبُوْ بَكْرٍ إِلَى الْغَارِ، فَدَخَلاَ فِيْهِ فَجَاءَتِ الْعَنْكَبُوْتُ فَنَسَجَتْ عَلَى بَابِ الْغَارِ وَجَاءَتْ قُرَيْشٌ يَطْلُبُوْنَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَ كَانُوْا إِذَا رَأَوْا عَلَى بَابِ الْغَارِ نَسْجُ الْعَنْكَبُوْتِ قَالُوا لَمْ يَدْخُلْهُ أَحَدٌ وَكَانَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَائِمًا يُصَلِّى وَأَبُوْ بَكْرٍ يَرْتَقِبُ فَقَالَ اَبُوْ بَكْرٍ لِلنَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي هَؤُلاَءِ قَوْمُكَ يَطْلُبُوْنَكَ أَمَّا وَاللهِ مَا عَلَى نَفْسِي أَبْكِي وَلَكِنْ مُخَافَةً أَنِ أَرَى فِيْكَ مَا أَكْرَهُ فَقَالَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا
Nabi bersama Abu Bakar berangkat ke gua, lalu mereka memasukinya. Datanglah laba-laba membuat sarang di mulut gua. Kemudian datanglah serombongan kaum Quraisy yang mencari jejak Nabi saw. Ketika mereka dapati ada sarang laba-laba di mulut gua mereka berkata; Pasti tidak ada seorang pun yang memasuki gua ini. Padahal ketika itu Nabi saw salat, sedang Abu Bakar menungguinya. Abu Bakar berkata; Kukorbankan ayah dan ibuku untukmu, mereka itu kaummu yang hendak membunuhmu. Demi Allah tidaklah aku ini menangis karna diriku, akan tetapi karena takut akan menimpamu apa yang tidak aku sukai. Rasulullah saw menjawab; Jangan engkau takut, sesungguhnya Allah bersama kita.
Hadis ini dla’if. adl-Dla’ifah, 1129; at-Tahdits bima Qila laa Yashihhu fih al-Hadits, Bakr Abu Zaid, 214
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّماً
Aku diutus untuk menjadi pengajar
al-Iraqi mengatakan; Sanad hadis ini dla’if. Al-Albani mengatakan; Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya‘, 1:11; adl-Dla’ifah:11
أَوْحَى اللهُ إِلَى الدُّنْيَا أَنِ اخْدَمِيْ مَنْ خَدَمَنِيْ وَأَتْعِبِيْ مَنْ خَدَمَكِ
Allah mewahyukan kepada dunia: “Berkhidmat (layani) lah orang yang melayani (berkhidmat kepada)-Ku, dan sengsarakanlah orang yang melayani (berkhidmat kepada)mu”
al-Albani mengatakan; Hadis ini maudlu’ (palsu). Tanzih asy-Syari’ah, al-Kannani (2:303). Al-Fawaid al-Majmu’ah, asy-Syaukani; 712, adl-Dla’ifah;12
أَوْصَانِي جِبْرَائِيْلُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ بِالْجَارِ إِلَى أَرْبَعِيْنَ دَارًا عَشْرَةٌ مِنْ هَا هُنَا، وَعَشْرَةٌ مِنْ هَا هُنَا ، وَعَشْرَةٌ مِنْ هَا هُنَا ، وَعَشْرَةٌ مِنْ هَا هُنَا
Jibril mewasiatkan kepadaku bahwa tetangga itu sampai 40 rumah, 10 dari arah sana, 10 dari arah sana, 10 dari arah sana, dan 10 dari arah sana
Hadis ini dla’if. Kasyful Khafa’, 1:1054; Takhrij al-Ihya’, 2:232; al-Maqashid al-Hasanah, as-Sakhawi, 170.
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدِ فَإِنَّ الْحَسَدَ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Hati-hatilah kalian terhadap iri (hasad), karena iri itu akan dapat memakan kebaikan seperti api memakan (membakar) kayu
Hadis dla’if. At-Tarikh al-Kabir, 1:272; Mukhtashar Sunan Abi Dawud, al-Mundziri,7:226
إِيَّاكُمْ وَخَضْرَاءُ الدِّمَنِ فَقِيْلَ مَا خَضْرَاءُ الدِّمَنِ؟ قَالَ الْمَرْأَةُ الْحُسَنَاءُ فِي الْمَنْبَتِ السُّوْءِ
Berhati-hatilah kalian terhadap Khadra’ ad-Diman (hijaunya kotoran ternak), Rasulullah ditanya, apakah khadra’ ad-diman itu? Beliau bersabda; Perempuan yang baik di lingkungan yang buruk.
Al-Iraqi berkata; Hadis ini dla’if, dan juga didla’ifkan oleh Ibnu al-Mulqin. Al-Albani berkata; Hadis ini dla’if jiddan (lemah sekali). Takhrij al-Ihya’ (2:42), adl-Dla’ifah:14
اْلاِيْمَانُ عُرْيَانٌ فَلِبَاسُهُ التَقْوَى وَزِيْنَتُهُ الْحَيَاءُ وَثَمْرَتُهُ الْعِلْمُ
Iman itu telanjang, pakaiannya adalah taqwa, perhiasan-nya adalah malu dan buahnya adalah ilmu.
Hadis ini palsu, Kasyf al-Khafa’, 27.
اْلإِيْمَانُ عَقْدٌ بِالْقَلْبِ وَإِقْرَارٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ
Iman adalah keyakinan di dalam hati, pernyataan dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan
Hadis ini palsu. Al-Mashnu’, Ali al-Qari, 72; Kasyf al-Khafa’, 1:22
اْلإِيْمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
Iman itu bisa bertambah dan berkurang
Bukan hadis Rasululah, tetapi kata-kata yang disepakati (ijma’) oleh ulama’ salaf. al-Manar al-Munif, 119; Kasyf al-Khafa’, 25; Mizan al-I’tidal, 6:304.
بَادِرُوْا بِالأَعْمَالِ سَبْعاً، هَلْ تَنْتَظِرُوْنَ إِلاََّ مَرَضاً مُفْسِداً وَهَرَماً مُفَنَّداً أَوْ غِنًى مُطْغِيّاً أَوْ فَقْراً مُنْسِيّاً أًوْ مَوْتاً مُجَهَّزاً أَوْ الدَّجَّالَ فشر غائب يُنْتَظَرُ أَوِ السَّاعَةَ وَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمُرُّ
Bersegeralah melakukan amal shalih sebelum datangnya 7 hal, apakah kalian menanti penyakit yang merusak, ketuaan yang renta, kaya yang menyebabkan berlebih-lebihan, kefakiran yang membuat lupa, kematian yang terasa cepat datangnya, dajjal yang merupakan kejaha-tan yang dinantikan, atau kiamat. Padahal kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.
Hadis ini dla’if. Dzakhiratu al-Huffadh, Ibnu Thahir, 2:2313; adl-Dla’ifah, 1666
الْبِرُّ لاَ يْبْلَى وَاْلإِثْمُ لاَ يُنْسَى وَالدَيَّانُ لاَ يَنَامُ فَكُنْ كَمَا شِئْتَ كَمَا تَدِيْنُ تُدَانُ
Kebajikan itu tak akan musnah, dosa itu tak akan terlupakan, dan yang membuat perhitungan tak akan tidur. Maka jadilah kamu seperti yang kau inginkan, karena seperti apa yang kau perbuat demikianlah kau akan diberi balasan
Hadis ini dla’if. Al-Kasyf al-Ilahi, ath-Tharablusi, 681; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 414.
التَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah
Hadis ni tidak ada asalnya, al-Ahadits allati laa ashla laha fi al-Ihya’, as-Subki, 356; adl-Dla’ifah, 95
تَحِيَّةُ الْبَيْتِ الطَّوَافُ
Penghormatan kepada Baitullah (ka’bah) adalah thawaf
Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Asrar al-Marfu’ah, 130; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 143; al-Maudlu’at ash-Shughra, al-Qari, 88.
تَخْرُجُ الدَّابَةُ مَعَهَا عَصَا مُوْسَى وَخَاتَمُ سُلَيْمَانَ فَتَجَلُّوا وَجْهَ الْمُؤْمِنِ بِالْعَصَا وَتَخْتَمُّ أَنْفَ الْكَافِرِ بِالْخَاتَمِ حَتَّى اَنَّ أَهْلَ الْخَوَانِ لَيَجْتَمِعُوْنَ فَيَقُوْلُ هَذَا يَا مُؤْمِن وَيَقُوْلُ هَذَا يَا كَافِر
ad-Dabbah (hewan melata sebagai tanda datangnya kiamat) akan keluar dengan membawa tongkatnya nabi Musa as. Dan cincin Nabi Sulaiman, lalu mereka menghilangkan kesedihan dari wajah orang mukmin dengan tongkat Nabi Musa, dan membinasakan orang kafir dengan cincin Nabi Sulaiman sehingga tukang makan pun berkumpul di depan hidangan dan berkata satu golongan; Wahai mu’min, dan ia berkata golongan lainnya; Wahai kafir
Hadis ini munkar. Adl-Dla’ifah, 1108
تَوَسَّلُوْا بِجَاهِيْ ، فَإِنَّ جَاهِي عِنْدَ اللهِ عَظِيْمٌ
Berperantaralah (bertawassul) kalian dengan kedudu-kanku, karena sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat agung
Ibnu Taimiyah dan al-Albani mengatakan, hadis ini tidak ada asalnya. Iqtidla’ ash-Shirat al-Mustaqim, Ibnu Taimiyah, 2:415; adl-Dla’ifah, 22
تَزَوَّجُوْا وَلاَ تُطَلِّقُوْا، فَإِنَّ الطَّلاَقَ يَهْتَزُّ لَهُ الْعَرْش
Menikahlah kalian dan jangan kalian bercerai, karena perceraian itu akan menggoncangkan arsy
Hadis ini maudlu’. Tartib al-Maudlu’at, 694; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 97; Tanzih asy-Syari’ah, 2:202.
تُعَادُ الصَّلاَةُ مِنْ قَدْرِ الدِّرْهَمِ مِنَ الدَّمِ
Shalat harus diulang karena adanya darah seukuran satu dirham (menempel pada anggota badan/pakaian)
Hadis ini maudlu’. Dli’af ad-Daruquthni, al-Ghassani, 353; al-Asrar al-Marfu’ah, 138; al-Maudlu’at, Ibnu al-Jauzi, 2:76.
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ خَطِيْئَةٍ
Cinta dunia adalah pokok segala kesalahan
Hadis maudlu’ (palsu). Ahadits al-Qashash, Ibnu Taimiyah, 7; al-Asrar al-Marfuah, 1:163; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 173, Kasf al-Khafa’, 1099.
حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
Cinta tanah air sebagian dari iman
Hadis ini tidak ada asalnya, adl-Dla’ifah, 36; Kasyf al-Khafa’, 1102; al-Mashnu’, Ali al-Qari, 1:91.
الْحَجَرُ اْلأَسْوَدُ يَمِيْنُ اللهِ فِي اْلأَرْضِ يُصَافِحُ بِهَا عِبَادَهُ
Hajar aswad adalah tangan kanan Allah di muka bumi, dengannya Allah menjabat tangan hamba-hamba-Nya
Hadis ini maudlu’. Tarikh al-Baghdad, al-Khathib, 6:328; al-Ilal al-Mutanahiyah, 2:944; adl-Dla’ifah, 223.
الْحَدِيْثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ الْبَهَائِمِ الْحَشِيْشَ (وفي لفظ(
الْحَدِيْثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Bercakap-cakap di masjid itu akan memakan kebaikan seperti binatang ternak memakan rumput, dalam riwayat lain dikatakan, Bercakap-cakap di masjid itu akan memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar,
Al-Hafidz al-Iraqi berkata; Aku belum menemukan sumbernya. Abdul Wahab bin Taqiyuddin as-Subki mengatakan; Aku tidak mendapatkan sanadnya. Al-Albani mengatakan; Hadis ini tidak ada asalnya. Takhrij al-Ihya’ (1:136), Thabaqat asy-Syafi’iyah oleh as-Subki (4:145), adl-Dla’ifah (4).
الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ كُلِّ حَكِيْمٍ ، فَإِذَا وَجَدَهَا فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
Hikmah (ilmu pengetahuan) itu adalah barang hilang dari seorang yang hakim (bijaksana), maka apabila ia mendapatkannya maka ia adalah orang yang lebih berhak terhadapnya.
Hadis ini Dla’if. al-’Ilal al-Mutanahiyah, Ibnu al-Jauzi, 1:96; Sunan at-Tirmidzi, 5:51
خَيْرُ اْلأَسْمَاءِ مَا عُبِّدَ وَمَا حُـمِّدَ
Sebaik-baik nama adalah yang menghamba (mengguna-kan kata ‘Abdu) dan yang memuji (menggunakan kata Ahmad)
Maudlu’. Al-Asrar al-Marfu’ah, 192; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 189; an-Nakhbah, 117
الْخَيْرُ فِيَّ وَفِي أُمَّتِي إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Kebaikan yang ada padaku dan pada ummatku (terung berlangsung) hingga hari kiamat kelak.
Ibnu Hajar mengatakan; Aku tidak mengetahui hadis seperti ini, al-Maqashid al-hasanah, as-Sakhawi, h. 208; Tadzkiratu al-Mudlu’at, al-Futni, 68; al-Asrar al-Marfu’ah fi al-Akhbar al-Maudlu’ah, al-Qari, h. 195.
الدُّنْيَا دَارُ مَنْ لاَ دَارَ لَهُ وَمَالُ مَنْ لاَ مَالَ لَهُ وَلَهَا يُجْمَعُ مَنْ لاَ عَقْلَ لَهُ
Dunia itu adalah rumah bagi orang yang tidak punya rumah, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, untuknya lah orang yang tidak berakal itu dikumpulkan
Hadis dla’if jiddan. Al-Ahadits allati laa Ashla laha fi al-Ihya’, as-Subki, 344; Tadzkirat al-Mudlu’at, al-Futni, 174.
رَجَعْناَ مِنَ الْجِهَادِ اْلأَصْغَرِ إِلَى الْجِهَادِ اْلأَكْبَرِ قَالُوْا وَمَا الْجِهَادُ اْلأَكْبَرُ قَالَ جِهَادُ الْقَلْبِ
Kami pulang dari jihad ashghar (jihad kecil) menuju jihad akbar (jihad besar). Para sahabat bertanya, apakah jihad akbar itu. Rasul saw bersabda; Jihad hati
Hadis ini tidak ada asalnya, al-Asrar al-Marfu’ah, 211; Tadzkiratu al-Maudlu’at, al-Futni, 191, Kasyf al-Khafa’, 1:511
سُؤْرُ الْمُؤْمِنِ شِفَاءٌ
Bekas minuman orang mu’min adalah obat
Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Asrar al-Marfu’ah, 217. Kasyf al-Khafa’, 1:500; adl-Dla’ifah, 78;
السَّخِيُّ قَرِيْبٌ مِنَ اللهِ، قَرِيْبٌ مِنَ الْجَنَّةِ قَرِيْبٌ مِنَ النَّاسِ، بَعِيْدٌ مِنَ النَّارِ، وَالْبَخِيْلُ بَعِيْدٌ مِنَ اللهِ، بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ، بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ، قَرِيْبٌ مِنَ النَّارِ وَجَاهِلٌ سَخِيٌّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ عَابِدٍ بَخِيْلٍ
Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan sorga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Orang yang kikir jauh dari Allah, jauh dari sorga, jauh dari manusia, dan dekat kepada neraka. Orang bodoh yang dermawan lebih disukai oleh Allah dari pada ahli ibadah yang kikir
Hadis ini Dla’if sekali, al-Manar al-Munif, 284; Tartib al-Maudlu’at, 564; al-La-ali’ al-Mashnu’ah, 2:91.
السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِي أَرْضِهِ ، مَنْ نَصَحَهُ هُدِيَ ، وَمَنْ غَشَّهُ ضَلَّ
Penguasa adalah bayang-bayang Allah di bumi-Nya, barangsiapa yang setia kepada penguasa maka ia telah mendapatkan petunjuk dan barangsiapa mengkhianati-nya maka ia telah sesat.
Maudlu’ (palsu). Tadzkiratu al-Maudlu’at, al-Futni, 182; al-Fawaid al-Majmu’ah, asy-Syaukani, 623; adl-Dla’ifah, 475
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka
Hadis ini dla’if. Al-Maqashid al-Hasanah, as-Sakhawi, 579; adl-Dla’ifah,1502
شَاوِرُوْهُنَّيَعْنِي النِّسَاءَوَخَالِفُوْهُنَّ
Bermusyawarahlah dengan mereka – isteri-isterimu – tetapi berselisihlah dengan pendapat mereka.
Hadis ini la ashla lahu (tidak ada asalnya). Al-Lu’lu’ al-Marshu’, 264; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 128; al-Asrar al-Marfu’ah, 240.
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي إِذَا صَلُحَا صَلُحَ النَّاسُ اْلأُمَرَاءُ وَالْفُقَهَاءُ (وفي لفظ) صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي إِذَا صَلُحَا، صَلُحَ النَّاسُ: اْلأُمَرَاءُ وَالْعَلَمَاءُ
Ada dua golongan di antara ummatku, apabila keduanya baik maka semua manusia akan baik; yaitu pemerintah dan ahli fiqh, dalam riwayat yang lain diungkapkan dengan teks, Ada dua golongan di antara ummatku, apabila keduanya baik maka semua manusia akan baik; yaitu pemerintah dan ulama’
Imam Ahmad mengatakan, salah seorang rawi hadis ini pendusta dan tukang memalsukan hadis. Ibnu Ma’in dan ad-Daruquthni mengatakan serupa dengan Imam Ahmad. Al-Albani mengatakan, hadis ini palsu. Takhrij al-Ihya’, 1:6; adl-Dlu’afa‘, 16
صُوْمُوْا تَصِحُّوْا
Berpuasalah niscaya kau akan sehat
Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya’, 3:87; Tadzkirah al-Maudlu’at, 70; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 72.
طَلَبُ الْحَلاَلِ جِهَادٌ، وَإِنَّ اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنِ الْمُحْتَرِفِ
Mencari rizki yang halal adalah jihad, dan Allah mencintai orang mukmin yang profesional
Hadis dl’aif. An-Nakhbat al-Bahiyah, as-Sanbawi, 57; al-Kasyf al-Ilahi, 1:518; adl-Dla’ifah, 1301
عَلَيْكُمْ بِالشِّفَائَيْ: العَسَلُ وَالْقُرْآنُ
Hendaklah kalian menggunakan dua macam obat, madu dan Alqur’an
Hadis ini dla’if. Ahadits Mu’allah Dhahiruha ash-Shihhah, al-Wadi’i, 247; adl-Dla’ifah 1514
فِكْرَةُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادِةِ سِتِّيْنَ سَنَةً
Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah enam puluh tahun
Hadis ini maudlu’. Tanzih asy-Syari’ah, 2:305; al-Fawa’id al-Majmu’ah, 723; Tartib al-Maudlu’at, 964.
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِيْ وَيُصْبِرْ عَلَى بَلاَئِيْ، فَلْيَلْتَمْسْ رَبّاً سِوَائِيْ
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman; Barangsiapa yang tidak ridla dengan keputusan-Ku, dan tidak sabar terhadap ujian (bala’)-Ku maka hendaklah mencari tuhan selain-Ku.
Hadis ini dla’if. karena di dalam sanadnya ada Sa’id bin Ziyad bin Hind, dia matruk. Majma’ az-Zawa’id, 7:207; Al-Kasyf al-Ilahi, ath-Tharablusi, 1:625; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 189. Al-Fawaid al-Majmu’ah, 746.
كَانَ إِذَا أَخَذَ مِنْ شَعْرِهِ أَوْ قَلَمَ أَظْفَارِهِ ، أَوِ احْتَجَمَ بَعَثَ بِهِ إِلَى الْبَقِيْعِ فَدَفَنَ
Rasulullah saw apabila memotong rambutnya atau memotong ujung kukunya, atau berbekam (mengeluarkan darah kotor) maka beliau membawanya ke Baqi’ untuk menguburnya
Hadis ini Maudlu’. Al-’Ilal, Ibnu Abi Hatim, 2:337; adl-Dla’ifah, 713
كَمَا تَكُوْنُوْا يُوَلَّي عَلَيْكُمْ
Sebagaimana keadaan kalian, maka seperti kalianlah yang dikuasakan untuk memimpin
Hadis ini dla’if. Kasyful Khafa’, 2:1997; al-Fawa’id al-Majmu’ah, 624; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 182.
لاَ تَجْعَلُوْا آخِرَ طَعَامِكُمْ مَاءً
Janganlah kau jadikan akhir dari makan kalian berupa air.
Hadis ini tak ada asalnya. Adl-Dla’ifah, 2096
لاَ تُكْثِرُوا الْكَلاَمَ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ، فَإِنَّ كَثْرَةُ الْكَلاَمِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ قَسْوَةٌ لِلْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي
Janganlah banyak bicara yang tidak mengandung dzikir kepada Allah, karena kebanyakan bicara tanpa ingat (dzikir) kepada Allah itu menjadikan keras hati, dan sesungguhnya manusia yang paling jauh dari Allah adalah yang hatinya keras.
Hadis dla’if, adl-Dla’ifah, 920.
لاَ صَلاَةَ لِجَارِ الْمَسْجِدِ إِلاَّ فِي الْمَسْجِدِ
Bagi tetangga masjid, tidak sah shalatnya kecuali dilakukan di masjid
Hadis ini dla’if. Dli’af ad-Daruquthni, 362; al-La-ali’ al-Mashnu’ah, 2:16; al-’Ilal al-Mutanahiyah, 1:693.
لِكُلِّ شَيْءٍ عُرُوْسٌ وَعُرُوْسُ الْقُرْآنِ الرَّحْمَنُ
Segala sesuatu memiliki pengantin, dan pengantinnya Alqur’an adalah surat ar-Rahman
Hadis ini munkar. Adl-Dla’ifah, 1350
لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ جَعَلَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ وَالْوَلاَئِدُ يَقُوْلُوْنَ :
أَيـُّهَا الْمَبْـعُوْثُ فِيْنَا     جِئْتَ بِاْلأَمْرِ الْمُطَاعْ
فَقَالَ لَهُنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هَزُّوْا غَرَابِيْلَكُمْ بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ
Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah para perempuan dan anak-anak mengalunkan syair;
Telah terbit rembulan bagi kami,
    dari bukit al-Wada’
Kita semua harus bersyukur,
    atas seruan kepada Allah oleh sang penyeru
Wahai Nabi yang diutus kepada kita,
    Engkau datang membawa perintah untuk ditaati
Lalu Rasulullah saw bersabda kepada mereka, “Goyang-goyangkanlah rebana kalian, semoga Allah memberkahi kalian
Hadis ini dla’if. Ibnu Taymiyah berkata tntang hal ini;Hadis perempuan dan menabuh rebana di saat bergembira adalah sahih. Memang di masa Rasulullah hal itu terjadi. Tetapi tentang sabda beliau, “goyang-goyangkanlah rebana kalian” tidak dikenal adanya riwayat dari beliau. Ahadits al-Qashash, Ibnu Taimiyah, 17. Tadzkiratu al-Maudlu’at, 196.
لَمُعَالَجَةُ مَلَكِ الْمَوْتِ أَشَدُّ مِنْ أَلْفِ ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ
Pemrosesan Malaikat al-Maut (sakaratul maut) benar-benar lebih pedih dari pada 1000 pukulan dengan pedang
Hadis dla’if jiddan. Tartib al-Maudlu’at, adz-Dzahabi, 1071; al-Maudlu’at, Ibnu al-Jauzi, 3:220
لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ الدُّنْيَا
Kalau bukan karena kamu (Nabi Muhammad saw) niscaya idak aku ciptakan dunia
Hadis maudlu’. Al-Lu’lu’ al-Marshu’, al-Musyaisyi, 454; Tartib al-Maudlu’at, 196; adl-Dla’ifah, 282.
لَيْسَ اْلإِيْمَانِ بِالتَّمَنِّي وَلاَ بِالتَّحَلِّيْ، وَلَكِنْ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ وَصَدَقَهُ الْفِعْلُ
Iman itu bukan dengan angan-angan, juga bukan dengan berhias tetapi sesuatu yang mantap di dalam hati dan dibuktikan dengan pekerjaan.
Hadis ini palsu. Dzakhiratu al-Hufadz, Ibnu Thahir, 4:4656; adl-Dla’ifah, 1098; Tabyidl ash-Shahifah, Muhammad ‘Amr, 33.
لَيْسَ لِفَاسِقٍ غِيْبَةٌ
Terhadap orang fasik tidak ada ghibah.
Hadis ini maudlu’ (palsu). Al-Asrar al-Marfu’ah, al-Harawi, 390; al-Manar al-Munif, Ibnu al-Qayyim, 301; al-Kasyfu al-Ilahi, 1:764.
مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ ، وَلاَ نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ
Tidak akan sia-sia orang yang beristikharah, tidak akan kecewa orang yang bermusyawarah, dan tidak akan sengsara orang yang berhemat
Hadis ini maudlu’ (palsu). Al-Kasyf al-Ilahi, 1:775; adl-Dla’ifah, 611
مَا فَضَّلَكُمْ أَبُوْ بَكْرٍ بِكَثْرَةِ صِيَامٍ وَلاَ صَلاَةٍ ، وَلَكِنْ بِشَيْءٍ وَقَرَ فِي صَدْرِهِ
Keutamaan Abu Bakar atas kalian bulan karena banyaknya berpuasa atau shalat, tetapi karena adanya seuatu yang mantap dalam dadanya
Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Asrar al-Marfu’ah, Ali al-Qari, 452; al-Ahadits Allati laa Ashla laha fi al-Ihya,as-Subki, 288; al-Manar al-Munif, 246.
الْمُؤْمِنُ كَيِّسٌ فَطِنٌ حَذَرٌ
Orang mukmin itu cerdik, pandai dan hati-hati
Hadis Maudlu’. Kasyf al-Khafa’, al-Ajluni, 2:2684, al-Kasyf al-Ilahi, ath-Tharablusi, 1:859; adl-Dla’ifah, 760.
الْمُتَمَسِّكُ بِسُنَّتِيْ عِنْدَ فَسَادِ أُمَّتِي لَهُ أَجْرُ شَهِيْدٍ
Orang yang memegang teguh sunnahku ketika terjadi kerusakan di antara ummatku maka ia berhak mendapatkan pahala seorang yang mati syahid.
Hadis dla’if, adl-Dla’ifah, 326
مَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّتِي عِنْدَ فَسَادِ أُمَّتِي، فَلَهُ أَجْرُ مِئَةِ شَهِيْدٍ
Barangsiapa yang berpegang teguh pada sunnahku di saat terjadinya kerusakan pada ummatku, maka ia berhak atas pahala 100 orang yang mati syahid.
Hadis yang sangat dla’if. Dzakhiratu al-Huffadz, 4:5174, adl-Dla’ifah, 326
مَنْ أَحْدَثَ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ فَقَدْ جَفَانِي ، وَمَنْ تَوَضَّأَ وَ لَمْ يُصَلِّ فَقَدْ جَفَانِي ، وَمَنْ صَلَّى وَلَم يَدْعُنِي فَقَدْ جَفَانِي، وَ مَنْ دَعَانِيْ فَلَمْ أَجِبْهُ فَقَدْ جَفَيْتُهُ، وَلَسْتُ بِرَبٍّ جَفٍ
Barangsiapa yang berhadas dan tidak berwudlu maka ia telah menjauh dariku dan barangsiapa berwudlu tetapi tidak salat maka ia telah menjauhiku. Barangsiapa yang shalat tetapi (sesudahnya) tidak berdo’a untukku maka ia telah menjauhiku, dan barangsiapa yang mendoakanku tetapi tidak aku jawab berarti aku telah menjauhinya, dan aku bukan pengatur yang suka mengatur
Ash-Shaghani mengatakan; Hadis ini Maudlu’, al-Maudlu’at, 53; dan Al-Albani mengatakan; Maudlu’. Adl-Dala’ifah, 44.
مَنْ أَصْبَحَ وَهَمُّهُ غَيْرُ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ وَمَنْ لَمْ يَهْتَمَّ لِلْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang bangun pagi dan perhatiannya tertuju kepada selain Allah azza wa jalla, maka ia tidak akan mendapat apa-apa dari Allah. Dan barangsiapa yang tidak memperhatikan kaum muslimin maka ia bukan golongan mereka
Maudlu’. Al-Fawaid Majmu’ah, 233; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 69; adl-Dla’ifah, 309-312.
مَنْ أَفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ فِي غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللهُ لَهُ، لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ كُلُّهُ، وَإِنْ صَامَهُ
Barangsiapa yang berbuka sehari pada bulan ramadhan tanpa adanya rukhshah yang telah diberikan oleh Allah, maka puasanya setahun penuh yang dia lakukan tidak akan memenuhinya
Hadis ini dla’if, Tanzih asy-Syari’ah, 2:148; at-Targhib wa at-Tarhib, 2:74.
مَنْ حَجَّ الْبَيْتَ وَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي
Barangsiapa berhaji di Baitullah ttapi tidak menziarahi makamku maka ia telah menjauh dariku
Hadis ini Maudlu’ sebagaimana disebutkan oleh adz-Dzahabi di dalam kitab Tartib al-Maudlu’at, 600; ash-Shaghani menyebutkan di dalam al-Maudlu’at, 52; asy-Syaukani menyebutkan di dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, 326
مَنْ حَجَّ، فَزَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ مَوْتِي، كَانَ كَمَنْ زَارَنِي فِي حَيَاتِي
Barangsiapa yang berhaji lalu menziarahi kuburku setelah kematianku maka ia seperti orang yang mengunjungiku di masa hidupku
Ibnu Taimiyah mengatakan, hadis ini dla’if, Qa’idah Jalilah, 57; Al-Albani menyatakan Maudlu’, adl-Dla’ifah, 47. Lihat pula Dzakhirat al-Huffadz, Ibnu Al-Qaisrani, 4:5250
مَنْ حَدَّثَ حَدِيْثاً، فَعَطِسَ عِنْدَهُ، فَهُوَ حَقٌّ
Barangsiapa yan mengatakan suatu perkataan, kemudian ia merasa haus, maka ia (yang dikatakan itu) benar.
Hadis maudlu’. Tanzih asy-Syari’ah, 483; al-La-ali’ al-Mashnu’ah, 2:286; al-Fawa-id al-Majmu’ah, 669.
مَنْ خَافَ اللهَ خَوَّفَ اللهُ مِنْهُ كُلَّ شَيْءٍ ، وَمَنْ لَمْ يَخْفَ اللهَ خَوَّفَهُ اللهُ مِنْ كُلِّ شَيْءٍ
Barangsiapa yang takut kepada Allah maka Allah akan menjadikan segala sesuatu takut kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak takut kepada Allah maka Allah akan menjadikannya takut kepada segala sesuatu
Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya’, al-’Iraqi, 2:145; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 20; adl-Dla’ifah, 485.
مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى الصَّلاَةِ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِيْنَ عَلَيْكَ وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشْرًا وَلاَ بَطَرًا وَلاَ رِيَاءً وَلاَ سُمْعَةً وَخَرَجْتُ اتِّقَاءً سَخَطِكَ وَابْتِغَاءَ مَرْضَاتِكَ فَأَسَالُكَ أَنْ تَعِيْذَنِي مِنَ النَّارِ وَأَنْ تَغْفِرْ لِي ذُنُوْبِي إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ أَقْبَلَ اللهُ عَلَيْهِ بِوَجْهِهِ وَاسْتَغْفَرَ لَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ
Barangsiapa yang keluar dari rumahnya menuju (masjid untuk) shalat seraya berdo’a; Ya Allah sesungguhnya aku memohon kepada-Mu dengan haqnya orang-orang yang memohon kepada-Mu, dan aku memohon kepada-Mu dengan haknya perjalanan ini karena sesungguhnya aku tidak keluar untuk melakukan sesuatu yang keji, bukan karena sombong, riya’, dan sum’ah. Aku keluar hanya karena takut akan muka-Mu dan mengharap ridla-Mu. Maka aku memohon agar Engkau melindungi-ku dari api neraka dan mengampuni dosa-dosaku karena sesungguh-nya tidak ada yang bisa mengampuni dosa-dosa melain-kan Engkau. Allah akan menerimanya dengan wajah-Nya dan seribu malaikat akan memohonkan ampunan untuknya
Hadis ini didla’ifkan oleh al-Mundziri, al-Buwaishiri mengatakan, sanadnya musalsal (berurutan) dengan orang-orang yang lemah. Al-Albani mengatakan; Hadis ini Dla’if. At-Targhib wa at-Tarhib, al-Mundziri,3:272; Sunan Ibnu Majah, 1:256.
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ اُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu pengetahuan, lalu ia menyembunyikannya maka pada hari kiamat ia akan dicambuk dengan cambuk dari api neraka.
Hadis ini tidak sah dari Rasulullah saw, al-Ilal al-Mutanahiyah, 1:105
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِيْ أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ     يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئٌ مِنَ النِّفَاقِ
Barangsiapa shalat di masjidku empat puluh waktu shalat tanpa ketinggalan satu waktu shalat pun maka ditetapkan baginya terbebas dari neraka dan selamat dari adzab, dan trlepas dari kemunafikan
Hadis dla’if, adl-Da’ifah, 364
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia telah mengenal tuhannya
Hadis ini maudlu’, al-Asrar al-Marfu’ah, 506. Tanzih asy-Syari’ah, 2:402; Tadzkirat al-Maudlu’at,11
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ فِي كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةً أَبَداً
Barangsiapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam, ia tidak akan tertimpa kefakiran selama-lamanya
Hadis dla’if. Al-’Ilal al-Mutanahiyah, 1:151; Tanzih asy-Syari’ah, 1:301; al-Fawaid al-Majmu’ah, 972;
مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ، لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْداً (وفي لفظ) مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ، فَلاَ صَلاَةَ لَهُ
Barangsiapa yang shalatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan fakhsya’ dan munkar maka ia tidak akan mendapatkan tambahan dari Allah melainkan kejauh (dari Allah). Dalam riwayat lain dinyatakan, barangsiapa ang shalatnya tidak bisa mencegahnya dari perbuatan fakhsya’ dan mungkar maka tidak ada salat baginya (belum melaksanakan salat)
Adz-Dzahabi berkata Ibnu Junaid adalah pendusta dan pembohong. Al-Hafidz al-Iraqi berkata; Sanad hadis ini lemah. Al-Albani mengatakan; Hadis ini bathil, tidak dapat diterima dari segi sanadnya dan juga dari matannya. Mizan al-I’idal (3:293), Takhrij al-Ihya’ (1:143), as-Silsilah adl-Dla’ifah (2,985)
مَنْ نَامَ بَعْدَ الْعَصْرِ، فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ، فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
Barangsiapa tidur setelah shalat ashar maka akalnya akan terampas, maka janganlah mencaci kecuali kepada dirinya sendiri
Hadis ini disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi di dalam maudlu’at, 3:69, as-Suyuthi menyebutkan di dalam al-La’ali’ al-Mashnu’ah, adz-Dzahabi menyebutkan di dalam Tartib al-Maudlu’at, 839.
مَنْ وَلَدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ فَأَذِنَ فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرُّهُ أُمُّ الصِّبْيَانِ
Barangsiapa yang mendapatkan seorang anak, kemudian ia adzankan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri, maka kelak anak itu tidak akan diganggu oleh jin
Hadis Maudlu’. Al-Mizan, adz-Dzahabi, 4:397; Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami. Takhrij al-Ihya‘, 2:61.
النَّاسُ كُلُّهُمْ مَوْتَى إِلاَّ الْعَالِمُوْنَ، وَالْعَالِمُوْنَ كُلُّهُمْ هَلَكَى إِلاَّ الْعَامِلُوْنَ، وَالْعَامِلُوْنَ كُلُّهُمْ غَرَقَى إِلاَّ الْمُخْلِصُوْنَ، وَالْمُخْلِصُوْنَ عَلَى خَطْرٍ عَظِيْمٍ
Manusia semuanya adalah mayat, kecuali orang yang berilmu, dan orang-orang yang berilmu semuanya binasa kecuali orang yang beramal, orang-orang yang beramal semuanya tenggelam kecuali orang yang ikhlas. Dan orang yang ikhlas berada di atas kedudukan yang agung
Ash-Shaghani berkata, ini adalah hadis yang diada-adakan lagi pula tidak sesuai dengan aturan kebahasaan. Yang benar secara bahasa adalah dengan menggunakan kata al-’Alimina, al-’Amilina dan Mukhlishin. Al-Maudlu’at, 200; Asy-Syaukani menyebutkan di dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, 771; al-Futni menyebutkan dalam Tadzkirat al-Maudlu’at, 200.
النَّاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا انْتَبَهُوا
Manusia itu ibarat tidur (bermimpi), apabila mereka telah mati maka mereka sadar
Hadis ini tidak ada sumbernya, al-Asrar al-Marfu’ah, 555; al-Fawa’id al-Majmu’ah, 766; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 200
النَّظْرُ فِي الْمُصْحَفِ عِبَادَةٌ، وَنَظْرُ الْوَلَدِ إِلَى الْوَالِدَيْنِ عِبَادَةٌ، وَالنَّظْرُ إِلَى عَلِي بْنِ أَبِي طَالِبٍ عِبَادَةٌ
Memandang mushaf adalah ibadah, pandangan anak kepada orang tuanya adalah ibadah, dan memandang Ali bin Abi Thalib adalah ibadah
Hadis ini palsu. Adl-Dla’ifah, 356.
النَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ مَنْ تَرَكَهَا خَوْفاً مِنَ اللهِ آتَاهُ اللهُ إِيْمَاناً يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِي قَلْبِهِ
Pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) itu adalah salah satu anak panah iblis, barangsiapa yang meninggakan pandangan karena takut kepada Allah maka Alah akan mendatangkan kepadanya iman yang ia rasakan manisnya di dalam hatinya
Hadis ini dla’if sekali. At-Tarhib wa at-Targhib, al-Mundziri, 4:106; Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami, 8:63; Talkhish al-Mustadrak, adz-Dzahabi, 4;314.
وَجَدَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رِيْحاً فَقَالَ لِيَقُمْ صَاحِبَ هَذَا الرِّيْحِ فَلْيَتَوَضَّأْ فَاسْتَحْيَا الرَّجُلُ أَنْ يَقُوْمَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِيَقُمْ صَاحِبَ هَذَا الرِّيْحَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَإِنَّ اللهَ لاَ يَسْتَحْيِ مِنَ الْحَقِّ، فَقَالَ الْعَبَّاسُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَلاَ نَقُوْمُ كُلُّنَا نَتَوَضَّأُ؟ فَقَالَ قُوْمُوْا كُلُّكُمْ فَتَوَضَّؤُوْا
Suatu hari Rasulullah mendapatkan bau kentut, kemudian bersabda; Yang kentut hendaklah berdiri untuk berwudlu. Tetapi yang kentut itu malu untuk berdiri, lalu Rasululllah saw bersabda lagi; Yang kentut berdiri untuk wudlu, sesungguhnya Allah tidak malu dlah kebenaran. Al-Abbas berkata; Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita semua berdiri dan berwudlu? Rasulullah saw bersabda; Siakan semua berdiri dan berwudlu.
Hadis Bathil, adl-Dla’ifah, 1132
وَقَعَ فِي نَفْسِ مُوْسَى هَلْ يَنَامُ اللهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ؟ فَأَرْسَلَ اللهُ إِلَيْهِ مَلَكاً فَأَرَقَّهُ ثَلاَثاً، ثُمَّ أَعْطَاهُ قَارُوْرَتَيْنِ فِي كُلِّ يَدٍ قَارُوْرَةٌ وَ أَمَرَهُ أَنْ يَحْتَفِظَ بِهَا، قَالَ فعجل النَّوْمُ وَتَكَادُ يَدَاهُ تَلْتَقِيَانِ ثُمَّ يَسْتَيْقِظُ فَيَحْبِسُ إِحْدَاهُمَا عَنِ اْلأُخْرَى ثُمَّ نَامَ نَوْمَةً فَاصْطَفَقَتْ يَدَاهُ وَانْكَسَرَتِ الْقَارُوْرَتَانِ قَالَ ضَرَبَ اللهُ لَهُ مَثَلاً أَنَّ اللهَ لَوْ كَانَ يَناَمُ لَمْ تَسْتَمْسِكِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ
Muncul di benak Nabi Musa as.; Apakah Allah swt tertidur? Lalu Allah mengirim seorang malaikat kepadanya lalu membuatnya tidak tidur selama tiga hari kemudian memberikan dua buah botol kepadanya, di setiap tangan ada satu botol dan diperintahkan kepadanya untuk mengawasinya. Kemudian ia tertidur sehingga kedua tangannya hampir berbenturan, lalu ia terbangun dan menjauhkan kembali jarak kedua tangannya. Kamudian ia tertidur kambali sehingga kedua botol itu pecah. Beliau bersabda; Allah memberikan perumpamaan kepadanya, bahwa kalau Allah tertidur pastiah langit dan bumi tidak akan terkendali
Hadis ini dla’if. Al-’Ilal al-Mutanahiyah, Ibnu al-Jauzi; adl-Dla’ifah, 1034.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ، جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَقِيَامَ لَيْلَةٍ تَطَوُّعاً ..الخ
Wahai manusia, suatu bulan yang agung telah menaungi kalian, bulan yang mengandung malam yang lebih baik dari seriu bulan, Allah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai kewajiban, dan qiyam (berdiri untuk shalat) pada malam harinya sebagai tathawwu’ (sunnah)
Hadis dla’if, al-’Ilal, Ibnu Abi Hatim, 1:249; adl-Dla’ifah, 871
يا جبريل صف لي النار، وانعت لي جَهَنَّم فَقَالَ جِبرِيْلُ إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالىَ أَمْرٌ بِجَهَنَّمَ فَأُوْقَدَ عَلَيْهَا أَلْفَ عَامٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا فَأُوْقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ عَامٍ حَتَّى احْمَرَّتْ، ثُمَّ أََمَر فَأُوْقِدَ عَلَيْهَا أَلْفِ عِامٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ فَهِيَ سَوْدَاْءُ مُظْلِمَة . . . . . . الخ
Wahai Jibril, sebutkanlah untukku sifat neraka dan sebutkan pula tentang Jahanam. Jibril menjawab; Sesungguhnya Allah swt
Hadis ini palsu, al-Haithami, 10:387. Adl-Dla’ifah, 910
يدعى الناس يوم القيامة بأمهاتهم ستراً من الله عز وجل عليهم
Di hari kiamat nanti manusia dipanggil beserta nama ibu mereka sebagai rahasia Allah terhadap mereka (merahasiakan anak zina)
Hadis ini maudlu’ (palsu). Al-La-ali’ al-Mashnu’ah, as-Suyuthi, 2:449; al-Maudlu’at, Ibnu al-Jauzi, 3:248; Tartib al-Maudlu’at, 1123
يُعَادُ الْوُضُوْءُ مِنَ الرُّعَافِ السَّائِلِ
Wudlu itu harus diulang karena mimisan yang mengalir
Hadis ini palsu. Dzakhiratu al-Hufadz, Ibnu Thahir, 5:6526; adl-Dla’ifah, 1071
Alternatifnya dicarikan dari adl-dlaifah 370
.
July 3, 2009 by bulekbasandiang
Mukaddimah
Pada kajian ilmu hadits kali ini, sengaja kami ketengahkan masalah Hadîts Qudsiy yang tentunya sudah sering didengar atau dibaca tentangnya namun barangkali ada sebagian kita yang belum mengetahuinya secara jelas.
Untuk itu, kami akan membahas tentangnya secara ringkas namun terperinci insya Allah, semoga bermanfa’at.
Definisi
Secara bahasa (Etimologis), kata القدسي dinisbahkan kepada kata القدس (suci). Artinya, hadits yang dinisbahkan kepada Dzat yang Maha suci, yaitu Allah Ta’ala.
Dan secara istilah (terminologis) definisinya adalah 
ما نقل إلينا عن النبي صلى الله عليه وسلم مع إسناده إياه إلى ربه عز وجل
Sesuatu (hadits) yang dinukil kepada kita dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam yang disandarkan beliau kepada Rabb-nya.
Perbedaan Antara Hadîts Qudsiy Dan al-Qur`an

Terdapat perbedaan yang banyak sekali antara keduanya, diantaranya adalah:
1. Bahwa lafazh dan makna al-Qur`an berasal dari Allah Ta’ala sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian, alias maknanya berasal dari Allah Ta’ala namun lafazhnya berasal dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam.
2. Bahwa membaca al-Qur`an merupakan ibadah sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
3. Syarat validitas al-Qur’an adalah at-Tawâtur (bersifat mutawatir) sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
Jumlah Hadîts-Hadîts Qudsiy
Dibandingkan dengan jumlah hadits-hadits Nabi, maka Hadîts Qudsiy bisa dibilang tidak banyak. Jumlahnya lebih sedikit dari 200 hadits.
Contoh
Hadits yang diriwayatkan Imam Muslim di dalam kitab Shahîh-nya dari Abu Dzarr radliyallâhu ‘anhu dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkan beliau dari Allah Ta’ala bahwasanya Dia berfirman,
يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا فَلاَ تَظَالَمُوْا
“Wahai para hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Ku dan menjadikannya diantara kamu diharamkan, maka janganlah kamu saling menzhalimi (satu sama lain).” (HR.Muslim)
Lafazh-Lafazh Periwayatannya

Bagi orang yang meriwayatkan Hadîts Qudsiy, maka dia dapat menggunakan salah satu dari dua lafazh-lafazh periwayatannya:
1.
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla
2.
قال الله تعالى، فيما رواه عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم
Allah Ta’ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam dari-Nya
Buku Mengenai Hadîts Qudsiy
Diantara buku yang paling masyhur mengenai Hadîts Qudsiy adalah kitab
 الاتحافات السنية بالأحاديث القدسية (al-Ithâfât as-Saniyyah Bi al-Ahâdîts al-Qudsiyyah) karya ‘Abdur Ra`uf al-Munawiy.
    Di dalam buku ini terkoleksi 272 buah hadits.
(SUMBER: Buku Taysîr Musthalah al-Hadîts, karya
DR.Mahmûd ath-Thahhân, h.127-128)

 
Posted in Uncategorized | Leave a Comment »
July 3, 2009 by bulekbasandiang
MUKADDIMAH
Bila kita memperhatikan fenomena dan gejala yang memasyarakat saat ini di dalam mencari panutan atau lebih trend lagi dengan sebutan “sang idola”, maka kita akan menemukan hal yang sangat kontras dengan apa yang terjadi pada abad-abad terdahulu, khususnya pada tiga abad utama (al-Qurûn al-Mufadldlalah).
Kalau dulu, orang begitu mengidolakan manusia-manusia pilihan dan berakhlaq mulia di kalangan mereka seperti para ulama dan orang-orang yang shalih. Maka, kondisi itu sekarang sudah berubah total. Orang-orang sekarang cenderung menjadikan manusia-manusia yang tidak karuan dari segala aspeknya sebagai idola. Mereka mengidolakan para pemain sepakbola, kaum selebritis, paranormal dan tokoh-tokoh maksiat pada umumnya. Anehnya, hal ini didukung oleh keluarga bahkan diberi spirit sedemikian rupa agar anaknya kelak bisa menjadi si fulanah yang artis, atau si fulan yang pemain sepakbola dan seterusnya. Lebih aneh lagi bahwa mereka berbangga-bangga dengan hal itu.
Tentunya ini sangat ironis karena sebagai umat Islam yang mayoritas seharusnya mereka harus memahami ajaran agama secara benar sehingga tidak terjerumus kepada hal-hal yang dilarang di dalamnya. Ketidaktahuan akan ajaran agama ini akan berimplikasi kepada masa depan mereka kelak karena ini menyangkut keselamatan dan ketentraman mereka di dalam meniti kehidupan di dunia ini.
Bahkan pada sebagian masyarakat kita, telah muncul gejala yang lebih serius dan mengkhawatirkan lagi, yaitu pengkultusan terhadap sosok yang dianggap sebagai tokoh tanpa menyelidiki terlebih dahulu sisi ‘aqidah dan akhlaqnya. Tokoh idola ini diikuti semua perkataan dan ditiru semua perbuatannya tanpa ditimbang-timbang lagi, apakah yang dikatakan atau dilakukan itu benar atau salah menurut agama bahkan sebaliknya, perkataan dan perbuatannya justru menjadi acuan benar tidaknya menurut agama…naûdzu billâhi min dzâlik.
Yang lebih memilukan lagi, sang idola yang tidak ketahuan juntrungannya tersebut memposisikan dirinya sebagaimana yang dianggap oleh para pengidolanya. Mereka berlagak sebagai manusia-manusia suci pada momen-momen yang memang suci seperti pada bulan Ramadhan, hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adlha. Mereka diangkat sedemikian rupa oleh mass media dan media visual maupun audio visual seperti surat kabar, majalah, internet, radio dan televisi.
Pada momen-momen tersebut, mereka seakan mengisi semua hari-hari para pengidola bahkan non pengidolapun tak luput dari itu. Mereka menganggap bahwa diri merekalah yang paling mengetahui apa yang harus dilakukan secara agama pada momen-momen tersebut. Maka dipersembahkanlah berbagai tayangan program dan acara untuk menyemarakkan syi’ar bulan Ramadhan tersebut – menurut anggapan mereka- . Tampak, pada momen-momen tersebut mereka seakan menjadi manusia paling suci dan panutan semua… Yah! Untuk sesaat saja!.
Sesungguhnya, apa yang mereka lakukan itu tak lain hanyalah racun yang dipaksakan kepada ummat untuk diteguk, mulai dari racun dengan reaksi lambat, sedang bahkan cepat tergantung kepada daya tahan dan tingkat kekebalan peneguknya.
Selanjutnya, akankah kita membiarkan anggota keluarga kita meneguk racun-racun tersebut, baru kemudian menyesali apa yang telah terjadi?.
Maka untuk mengetahui siapa yang seharusnya dijadikan sebagai idola oleh seorang Muslim dan bagaimana implikasi-implikasinya?. Kajian hadits kali ini sengaja mengangkat tema tersebut, mengingat hampir semua rumah kaum Muslimin telah dimasuki oleh salah satu atau kebanyakan mass media dan media tersebut.
Semoga kita belum terlambat untuk menyelamatkan keluarga kita sehingga racun-racun tersebut dapat dilenyapkan dan dimusnahkan.
NASKAH HADITS
عَنْ أَبِي وَائِلٍ, عَنْ عَبْدِ اللّهِ (بْنِ مَسْعُوْدٍ) قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَىَ رَسُولِ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ, كَيْفَ تَرَىَ فِي رَجُلٍ أَحَبّ قَوْماً وَلَمّا يَلْحَقْ بِهِمْ؟ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ: «الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبّ».
Dari Abu Wâ-il dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata: “seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sembari berkata: ‘wahai Rasulullah! Apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali) berjumpa dengan mereka?’. Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “seseorang itu adalah bersama orang yang dia cintai”. (H.R.Muslim)
TAKHRIJ HADITS SECARA GLOBAL
Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Bukhâry, at-Turmuzy, an-Nasaiy, Abu Daud, Ahmad dan ad-Darimy.
PENJELASAN HADITS
Di dalam riwayat yang lain, disebutkan dengan lafazh “Engkau bersama orang yang engkau cintai”. Demikian pula dengan hadits yang maknanya: “Ikatan Islam yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena Allah”.
Anas bin Malik mengomentarinya: “Setelah keislaman kami, tidak ada lagi hal yang membuat kami lebih gembira daripada ucapan Rasulullah: ‘engkau bersama orang yang engkau cintai’ “.
Lalu Anas melanjutkan: “Kalau begitu, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya, Abu Bakar serta ‘Umar. Aku berharap kelak dikumpulkan oleh Allah bersama mereka meskipun aku belum berbuat seperti yang telah mereka perbuat”.
Imam an-Nawawy, setelah menyebutkan beberapa hadits terkait dengan hadits diatas, menyatakan: “Hadits ini mengandung keutamaan mencintai Allah dan Rasul-Nya, orang-orang yang shalih, orang-orang yang suka berbuat kebajikan baik yang masih hidup atau yang telah mati. Dan diantara keutamaan mencintai Allah dan Rasul-Nya adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan keduanya serta berakhlaq dengan akhlaq islami. Di dalam mencintai orang-orang yang shalih tidak mesti mengerjakan apa saja yang dikerjakannya sebab bila demikian halnya maka berarti dia adalah termasuk kalangan mereka atau seperti mereka. Pengertian ini dapat diambil dari hadits setelah ini, yakni (ucapan seseorang yang bertanya tentang pendapat beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam mengenai) seseorang yang mencintai suatu kaum sementara dia tidak pernah sama sekali bertemu dengan mereka (seperti yang tersebut di dalam hadits diatas-red)…”.
Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah mengaitkan makna cinta tersebut selama seseorang itu mencintai Allah dan Rasul-Nya sebab orang yang mencintai Allah, maka dia pasti mencintai para Nabi-Nya karena Dia Ta’ala mencintai mereka dan mencintai setiap orang yang meninggal di atas iman dan taqwa. Maka mereka itulah Awliyâ Allah (para wali Allah) yang Allah cintai seperti mereka yang dipersaksikan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam masuk surga, demikian pula dengan Ahli Badar dan Bai’ah ar-Ridlwan. Jadi, siapa saja yang telah dipersaksikan oleh Rasulullah masuk surga, maka kita bersaksi untuknya dengan hal ini sedangkan orang yang tidak beliau persaksikan demikian, maka terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama; sebagian ulama mengatakan: ‘tidak boleh dipersaksikan bahwa dia masuk surga dan kita juga tidak bersaksi bahwa Allah mencintainya’. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan: ‘justeru orang yang memang dikenal keimanan dan ketakwaannya di kalangan manusia serta kaum Muslimin telah bersepakat memuji mereka seperti ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, al-Hasan al-Bashry, Sufyan ats-Tsaury, Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’iy, Ahmad, Fudlail bin ‘Iyadl, Abu Sulaiman ad-Darany (al-Kurkhy), ‘Abdullah bin Mubarak dan selain mereka, kita mesti bersaksi bahwa mereka masuk surga’.
Diantara dalil yang digunakan oleh kelompok kedua ini adalah hadits shahih yang menyatakan bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah melewati suatu jenazah lalu mereka memujinya dengan kebaikan, maka beliau berkata: “pasti, pasti”. Kemudian lewat lagi suatu jenazah lalu mereka bersaksi untuknya dengan kejelekan, maka beliau berkata: “pasti, pasti”. Mereka lantas bertanya: “wahai Rasulullah! Apa maksud ucapanmu : ‘pasti, pasti tersebut ?’. beliau menjawab: “jenazah ini kalian puji dengan kebaikan, maka aku katakan: ‘pasti ia masuk surga’. Dan jenazah satunya, kalian bersaksi dengan kejelekan untuknya, maka aku katakan: ‘pasti dia masuk neraka’. Lalu ada yang bertanya kepada beliau: “bagaimana hal itu bisa terjadi, wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab: “dengan pujian baik atau jelek”.
Klasifikasi Mahabbah (Kecintaan)
Mahabbah ada beberapa jenis:
Pertama, al-Mahabbah Lillâh (kecintaan karena Allah) ; jenis ini tidak menafikan tauhid kepada-Nya bahkan sebagai penyempurna sebab ikatan keimanan yang paling kuat adalah kecintaan karena Allah dan kebencian karena Allah.
Refleksi dari kecintaan karena Allah adalah bahwa kita mencintai sesuatu karena Allah Ta’ala mencintainya baik ia berupa orang atau pekerjaan, dan inilah yang merupakan penyempurna keimanan.
Diantara contoh yang menjelaskan perbedaan antara kecintaan kepada Allah dan selain Allah adalah antara apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Abu Thalib; Abu Bakar mencintai Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam karena semata-mata mengharap ridla Allah sedangkan Abu Thalib, paman Nabi mencintai diri beliau dan membelanya karena mengikuti hawa nafsunya bukan karena Allah sehingga Allah menerima amal Abu Bakar dan tidak menerima amal Abu Thalib.
Kedua, al-Mahabbah ath-Thabî’îyyah (kecintaan yang alami) dimana seseorang tidak mendahulukannya dari kecintaannya kepada Allah ; jenis ini juga tidak menafikan kecintaan kepada Allah. Contohnya adalah seperti kecintaan terhadap isteri, anak dan harta.
Oleh karena itu, tatkala Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ditanyai tentang siapa manusia yang paling engkau cintai?. Beliau menjawab: ‘Aisyah. Lalu beliau ditanyai lagi: dari kalangan laki-laki siapa?. Beliau menjawab: ayahnya (yakni Abu Bakar).
Demikian juga kecintaan seseorang kepada makanan, pakaian dan selain keduanya yang bersifat alami.
Ketiga, al-Mahabbah ma’a Allah (kecintaan berbarengan dengan kecintaan kepada Allah) yang menafikan tauhid kepada-Nya; yaitu menjadikan kecintaan kepada selain Allah seperti kecintaan kepada-Nya atau melebihinya dimana bila kedua kecintaan itu saling bertolak belakang, seseorang lebih mengutamakan kecintaan kepada selain-Nya ketimbang kepada-Nya. Hal ini dapat terjadi ketika seseorang menjadikan kecintaan tersebut sebagai sekutu bagi Allah yang lebih diutamakannya atas kecintaan kepada-Nya atau –paling tidak- menyamainya.
Diantara contoh kecintaan kepada selain Allah adalah seperti kecintaan kaum Nashrani terhadap ‘Isa al-Masih ‘alaihissalâm, kecintaan kaum Yahudi terhadap Musa ‘alaihissalâm, kecintaan kaum Syi’ah Rafidlah terhadap ‘Aly radliallâhu ‘anhu, kecintaan kaum Ghulât (orang-orang yang melampaui batas dan berlebih-lebihan) terhadap para syaikh dan imam mereka seperti orang yang menunjukkan loyalitas terhadap seorang Syaikh atau Imam dan menghasut orang lain agar menjauhi orang yang dianggap rival atau saingannya padahal masing-masing mereka hampir sama atau sama di dalam kedudukan dan kualitas kelimuan. Ini sama dengan kondisi Ahlul Kitab yang beriman kepada sebagian Rasul dan kufur kepada sebagian yang lain; kondisi kaum Syi’ah Rafidlah yang menunjukkan loyalitas terhadap sebagian shahabat dan memusuhi sebagian besar yang lainnya, demikian pula kondisi orang-orang yang fanatik dari kalangan Ahli Fiqih dan Zuhud yang menunjukkan sikap loyalitas terhadap para syaikh dan imam mereka dengan menganggap remeh orang-orang selain mereka yang sebenarnya hampir sama atau selevel dengan para syaikh dan imam mereka tersebut. Seorang Mukmin sejati adalah orang yang menunjukkan loyalitas terhadap semua orang yang beriman sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”.
Perbedaan Antara Klasifikasi Pertama Dan Ketiga
Perbedaan antara klasifikasi pertama, yakni al-Mahabbah lillâh (kecintaan karena Allah) dan klasifikasi ketiga, yakni al-Mahabbah ma’a Allah (kecintaan berbarengan dengan kecintaan kepada Allah) tampak jelas sekali, yaitu;
- bahwa Ahli syirik menjadikan sekutu-sekutu yang mereka cintai sama seperti kecintaan mereka kepada Allah bahkan lebih,
- sedangkan orang-orang yang beriman dan ahli iman sangat mencintai Allah, ini dikarenakan asal kecintaan mereka adalah mencintai Allah dan barangsiapa yang mencintai Allah, maka dia akan mencintai orang yang dicintai oleh Allah; dan barangsiapa yang dicintai oleh-Nya, maka dia akan mencintai-Nya. Jadi, orang yang dicintai oleh orang yang dicintai oleh Allah adalah dicintai oleh Allah karena dia mencintai Allah; barangsiapa yang mencintai Allah, maka Allah akan mencintainya sehingga kemudian dia mencintai orang yang dicintai oleh-Nya.
Urgensi Mencintai Allah dan Rasul-Nya
Kewajiban pertama seorang hamba adalah mencintai Allah Ta’ala karena merupakan jenis ibadah yang paling agung sebagaimana firman-Nya : “Dan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”. (Q,.s.al-Baqarah/01: 165). Hal ini dikarenakan Dia Ta’ala adalah Rabb yang telah berkenan memberikan kepada semua hamba-Nya nikmat-nikmat yang banyak baik secara lahir maupun bathin.
Kewajiban berikutnya adalah mencintai Rasul-Nya, Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebab beliaulah yang mengajak kepada Allah, memperkenalkan-Nya, menyampaikan syari’at-Nya serta menjelaskan kepada manusia hukum-hukum-Nya. Jadi, semua kebaikan yang didapat oleh seorang mukmin di dunia dan akhirat semata adalah berkat perjuangan Rasulullah. Seseorang tidak akan masuk surga kecuali bila ta’at dan mengikuti beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam .
Di dalam hadits yang lain disebutkan: “Tiga hal yang bila ada pada seseorang maka dia akan merasakan manisnya iman; (pertama)bahwa dia menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya daripada selain keduanya; (kedua) dia mencintai seseorang hanya karena Allah; (ketiga) dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh Allah darinya sebagaimana dia benci dirinya dicampakkan ke dalam api neraka”. (Hadits Muttafaqun ‘alaih)
Dalam hal ini, mencintai Rasulullah yang menempati peringkat kedua merupakan sub-ordinasi dan konsekuensi dari mencintai Allah Ta’ala. Khusus dengan kewajiban mencintai Rasulullah dan mendahulukannya atas kecintaan terhadap siapapun dari Makhluk Allah, terdapat hadits beliau yang berbunyi (artinya) : “Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga aku menjadi orang yang paling dicintainya daripada anaknya, ayahnya serta seluruh manusia”. (Hadits Muttafaqun ‘alaih).
Lebih dari itu, hendaknya kecintaannya terhadap Rasulullah melebihi kecintaannya terhadap dirinya sendiri sebagaimana disebutkan di dalam hadits bahwa ‘Umar bin al-Khaththab radliallâhu ‘anhu pernah berkata: “Wahai Rasulullah! Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu selain daripada diriku”. Lalu beliau bersabda: “demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga engkau jadikan aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri”. Lantas ‘Umar berkata kepada beliau: “Kalau begitu, sekarang engkau lebih aku cintai daripada diriku sendiri”. Beliau berkata kepadanya: “Sekaranglah, wahai ‘Umar!”. (H.R.Bukhary).
Imam Ibn al-Qayyim berkata: “Setiap mahabbah (kecintaan) dan pengagungan terhadap manusia hanya boleh menjadi sub-ordinasi dari kecintaan kepada Allah dan pengagungan terhadap-Nya, yaitu seperti kecintaan kepada Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan pengagungan terhadapnya karena hal ini merupakan sarana penyempurna kecintaan terhadap utusan-Nya dan pengagungan terhadap-Nya. Sesungguhnya, umat mencintai Rasul mereka karena kecintaan Allah, pengagungan-Nya serta pemuliaan-Nya terhadap dirinya. Inilah bentuk kecintaan yang merupakan konsekuensi dari kecintaan kepada Allah”.
Implikasi Dari Kecintaan Kepada Selain Allah Dan Rasul-Nya Yang Berlebihan
Dimuka telah dijelaskan bahwa kita sangat menginginkan agar dikumpulkan bersama orang-orang yang kita cintai, yaitu orang-orang yang shalih dan dikenal ketaqwaannya. Sementara itu menurut satu pendapat, juga kita dibolehkan bersaksi untuk orang yang memang dikenal oleh kalangan luas ketaqwaan dan keshalihannya serta umat telah bersepakat memujinya seperti imam-imam madzhab yang empat.
Di samping itu, telah disebutkan bahwa ada dua pendapat terkait dengan persaksian masuk surga terhadap orang yang belum dipersaksikan demikian oleh Rasulullah dimana salah satu pendapat berdalil dengan salah satu sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang memberikan kriteria, yaitu adanya pujian baik dan jelek dari manusia.
Dari sini, sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah bahwa sebenarnya banyak di kalangan para syaikh yang terkenal di masa beliau yang bisa jadi bukan orang berilmu, bahkan melakukan amalan sesat, kemaksiatan dan dosa-dosa yang menghalangi diri mereka dari persaksian orang terhadap mereka dengan kebaikan. Bahkan bisa jadi, diantara mereka ada orang Munafiq dan Fasiq, juga tidak menutup kemungkinan ada orang yang termasuk wali-wali Allah yang benar-benar bertaqwa dan beramal shalih serta termasuk hizb-Nya yang mendapatkan kemenangan. Disamping itu, ada pula kelompok manusia selain para syaikh tersebut yang dikategorikan sebagai para wali Allah dan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa -dimana mereka itu masuk surga – seperti para pedagang, petani dan selain mereka dari kelas sosial lainnya yang ada di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, menurut Syaikhul Islam, barangsiapa yang meminta agar kelak dikumpulkan dengan seorang Syaikh yang dia tidak tahu bagaimana akhir hidupnya maka dia telah sesat, bahkan seharusnya dia meminta agar dikumpulkan oleh Allah dengan orang yang dia ketahui akhir hidupnya yaitu para Nabi dan hamba-hamba-Nya yang shalih sebagaimana firman Allah Ta’ala: “…dan jika kamu berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula”. (Q,.s. 66/at-Tahrim: 4).
Di dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah)”. (Q,.s. 5/al-Ma-idah: 55). Demikian pula di dalam firman-Nya: “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang”. (Q,.s. 5/al-Ma-idah: 56).
Maka, berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, kembali menurut Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, siapa saja yang mencintai seorang Syaikh/tuan guru yang menyelisihi syari’at, maka dia kelak akan bersamanya; bila si Syaikh dimasukkan ke dalam neraka, maka dia akan bersamanya disana. Sebab secara lumrah sudah diketahui bahwa para Syaikh yang menyimpang dan menyelisihi Kitabullah dan as-Sunnah adalah orang-orang yang sesat dan jahil, karenanya; barangsiapa yang bersama mereka, maka jalan akhir dari kehidupannya adalah sama seperti jalan akhir dari kehidupan orang-orang tersebut (ahli kesesatan dan kejahilan). Sedangkan mencintai orang yang termasuk para wali Allah yang bertaqwa seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Aly dan selain mereka adalah merupakan ikatan keimanan yang paling kokoh dan sebesar-besar kebaikan yang akan diraih oleh orang-orang yang bertaqwa. Andaikata seseorang mencintai seseorang yang lain lantaran melihat kebaikan yang tampak pada dirinya yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka Allah akan mengganjarnya pahala atas kecintaannya terhadap apa yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya meskipun dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya tersimpan di dalam bathinnya (orang tersebut) karena hukum asalnya adalah mencintai Allah dan mencintai apa yang dicintai oleh-Nya; barangsiapa yang mencintai Allah dan apa yang dicintai oleh-Nya, maka dia termasuk wali Allah akan tetapi kebanyakan manusia sekarang hanya mengaku-aku saja bahwa dirinya mencintai tetapi tanpa teliti dan realisasi yang benar. Allah berfirman: “Katakanlah (wahai Muhammad)! Jika kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian dan mengampuni semua dosa kalian”.
Ayat ini turun terhadap suatu kaum di masa Rasulullah yang mengaku-aku bahwa mereka mencintai Allah.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa memiliki konsekuensi melakukan hal-hal yang dicintai-Nya dan menjauhi hal-hal yang tidak disukai-Nya sementara manusia di dalam hal ini memiliki perbedaan yang signifikan; barangsiapa yang di dalam hal tersebut berhasil meraup jatah yang banyak, maka dia akan meraih derajat yang paling besar pula di sisi Allah.
Sedangkan orang yang mencintai seseorang karena mengikuti hawa nafsunya seperti dia mencintainya karena ada urusan yang bersifat duniawy yang ingin diraihnya, karena suatu hajat tertentu, karena harta yang dia menumpang makan kepada si empunya-nya, atau karena fanatisme terhadapnya, dan semisal itu; maka ini semua itu bukan termasuk kecintaan karena Allah tetapi (kecintaan) karena hawa nafsu belaka. Kecintaan seperti inilah yang menjerumuskan para pelakunya ke dalam kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK DARI HADITS TERSEBUT
  • Kewajiban pertama seorang hamba adalah mencintai Allah, setelah itu diikuti dengan kewajiban berikutnya, yaitu mencintai Rasul-Nya yang merupakan subordinasi dan konsekuensi dari mencintai Allah tersebut.
  • Seseorang kelak akan dikumpulkan bersama orang yang diidolakan dan dicintainya; maka hendaknya yang menjadi idola kita adalah Allah dan Rasul-Nya serta hamba-hamba-Nya yang shalih dan bertaqwa.
  • Persaksian terhadap seseorang masuk surga atau tidak boleh dilakukan bila memang termasuk orang yang sudah dipersaksikan oleh Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam, sedangkan terhadap orang yang banyak dipuji dan dipersaksikan oleh orang banyak; maka terdapat perbedaan pendapat tentang kebolehannya.
  • Hendaknya semua makhluk mengikuti Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam; tidak menyembah selain Allah dan beribadah kepada-Nya dengan syari’at Rasulullah, bukan selainnya.
  • Tidak boleh kita mengidolakan dan mencintai orang-orang yang dikenal sebagai pelaku maksiat dan pengumbar hawa nafsu karena implikasinya amat berbahaya, khususnya terhadap ‘aqidah. Karenanya, bagi mereka yang terlanjur telah mengidolakan orang-orang seperti itu yang tidak karuan ‘aqidah dan akhlaqnya, hendaknya mulai dari sekarang mencabut pengidolaan tersebut dari hati mereka dan mengalihkannya kepada idola yang lebih utama, yaitu Allah dan Rasul-Nya serta hamba-hamba-Nya yang shalih dan bertaqwa. Sebab bila tidak, maka akhir hidupnya akan seperti akhir hidup orang-orang yang diidolakannya yang tidak karuan juntrungannya tersebut, na’ûdzu billâhi min dzâlik. Wallahu a’lam
REFERENSI:
1.      “Majmu’ al-Fatâwâ” Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah, pasal: Ma’na hadîts “al-Mar-u ma’a man Ahabb”
2.      Kitab “at-Tauhid” karya Syaikh Shalih al-Fauzân
3.      Kitab “al-Qaul al-Mufîd ‘ala kitâb at-Tauhîd” karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullâh, jld. I, hal. 151)

Tidak ada komentar: