TOKO ALHAROMAIN
MENJUAL PAKAIAN JADI
D 54-D55 AND B19-B20
PASAR TANJUNG MOJOKERTOأحاديث مشهورة ضعيفة السند
Ihsan al-’Utaibi
Muqaddimah
Segala puji bagi Allah, semoga
selawat dan salam terlimpah kepada Rasulullah ,
Wa Ba’d
Inilah 100 buah hadis dla’if
(lemah) maudlu’ (palsu) yang tersebar luas di kalangan khatib dan muballigh. Sedangkan
di dalam hadis yang shahih telah cukup bagi seorang muslim sehingga tidak perlu
mengambil hadis dla’if. Saya memohon kepada Allah kiranya usaha ini bermanfaat.
آخِرُ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ رَجُلٌ
مِنْ جُهَيْنَةٍ، يُقَالُ لَهُ: جُهَيْنَةٌ، فَيَسْأَلُهُ أَهْلُ الْجَنَّةِ
: هَلْ بَقِيَ أَحَدٌ يُعَذَّبُ ؟ فَيَقُوْلُ : لاَ، فَيَقُوْلُوْنَ عِنْدَ
جُهَيْنَةٍ الْخَبَرُ الْيَقِيْنُ
Orang yang paling akhir masuk sorga adalah
laki-laki dari suku Juhainah yang bernama Juhainah. Kemudian ia ditanya oleh
penghuni sorga; Masih adakah orang yang disiksa? Dia menjawab; Tidak. Maka
mereka berkata; Pada Juhainah ada berita yang meyakinkan
Hadis ini maudlu’ (palsu), Kasyf al-Ilahi,
ath-Tharablusi, 1:161; Tanzih asy-Syari’ah, 2:391; al-Fawaid
al-Majmu’ah, 1429
آفَةُ الدِّيْنِ ثَلاَثَةٌ فَقِيْهٌ فَاجِرٌ وَ إِمَامٌ جَائِرٌ وَ مُجْتَهِدٌ جَاهِلٌ
Penyakit agama ada tiga macam, yaitu ahli fikih
yang keji, pemimpin yang kejam dan mujtahid yang bodoh.
Hadis maudlu’. Al-Albani menyebutkan bahwa hadis ini
diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Akhbar al-Asbahan dan oleh ad-Dailami di
dalam al-Musnad dengan sanad dari Nahsyal bin Sa’id at-Tirmidzi, dari
adl-Dlahak, dari Ibnu Abbas ra. Al-Bukhari di dalam at-Tarikh al-Kabir menyebutkan
pentapat Ishaq bin Ibrahim bahwa Nahsyal adalah kadzab (pendusta). Hal
yang sama juga dinyatakan oleh Ishaq bin Rahawiyah. Selain dari kelemahan
tersebut, al-Albani menyebutkan ada inqitha’ antara adl-Dlahhak dengan
Ibnu Abbas.
Lihat al-Maudlu’ah, 819
آمَنَ شَعْرُ أُمَيَّةَ بْنِ أَبِي
الصَّلَتِ وَكَفَرَ قَلْبُهُ
Telah beriman rambut Umayyah bin Abi ash-Shalt
tetapi hatinya masih kafir
Hadis ini dla’if (lemah). Kasyf al-Khafa’,
1:19; adl-Dla’ifah 1546.
أَبْرِدُوْا بِالطَّعَامِ فَإِنَّ
الطَّعَامَ الْحَارَّ غَيْرُ ذِي الْبَرَكَةِ
Dinginkanlah makanan itu, sebab makanan yang panas
itu tidak mengandung berkah
Hadis dla’if
اْلأَبْدَالُ فِي هَذِهِ اْلأُمَّةِ
ثَلاَثُوْنَ،
مِثْلُ إِبْرَاهِيْمَ خَلِيْلِ الرَّحْمَنِ عَزِّ وَجَلَّ، كُلَّمَا
مَاتَ رَجُلٌ
أَبْدَلَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَكَانَهً رَجُلاً
Pengganti pada ummat ini ada tiga puluh, seperti
Ibrahim Khalilurrahman (kekasih Allah Yang Maha pengasih) azza wa jalla, setiap
kali ada yang mati di antara mereka maka Allah akan menempatkan seseorang pada
posisinya sebaga pengganti
Hadis ini palsu, asl-Asrar al-Marfu’ah, Ali
al-Qari, 470; Tamyiz at-Thayyib min al-Khabits, Ibnu ad-Diba’, 7; al-Manar
al-Munif, Ibnu al-Qayyim, 308.
أَبْغَضُ الْحَلاَلِ إِلَى اللهِ
الطَّلاَقِ
Barang halal yang peling dibenci Allah adalah
talaq (perceraian)
Hadis ini dla’if (lemah), al-Ilal
al-Mutanahiyah. Ibnu al-Jauzi, 2:1056; adz-Dzakhirah,1:23
اتَّقُوْا فِرَاسَةَ الْمُؤْمِنِ فَإِنَّهُ
يَنْظُرُ بِنُوْرِ
اللهِ
Berhati-hatilah terhadap firasat orang mukmin,
karena sesungguhnya ia melihat dengan cahaya Allah
Hadis ini dla’if. Tanzih asy-Syari’ah,
al-Kanani, 2:305; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 74.
أَجْرَؤُكُمْ عَلَ الْفُتْيَا أَجْرَئُكُمْ
عَلَى النَّارِ
Yang paling berani berfatwa di antara kalian
adalah orang yang paling berani ke neraka
Hadis ini dla’if, adl-Dla’ifah, 1814
اخْتِلاَفُ أُمَّتِي رَحْمَةٌ
Perbedaan pendapat di kalangan ummatku adalah
rahmat
Hadis ini Maudlu’. Al-Asrar al-Marfu’ah,
506; Tanzih asy-Syari’ah, 2:402. Al-Albani mengatakan; hadis ini tidak
ada asalnya, adl-Dla’ifah, 57.
أَدَّبَنِيْ رَبِّيْ فَأَحْسَنَ
تَأْدِيْبِيْ
Rabb (Tuhan)ku telah mendidikku dan membaguskan
pendidikanku
Ibnu Taimiyah mengatakan; Tidak diketahui adanya
sanad yang teguh pada hadis ini. Ahadits al-Qashash, 78; Asy-Syaukani
menyebutkan di dalam al-Fawa’id al-Majmu’ah, 1020; dan Al-Futni
menyebutkan dalam Tadzkiratu al-Maudlu’at, 87
إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّفِّ وَقَدْ تَمَّ فَلْيَجْبِذْ إِلَيْهِ رَجُلاً يُقِيْمُهُ إِلَى جَنْبِهِ
Apabila salah seorang di antara kalian sampai ke
suatu shaff yang telah penuh maka hendaklah menarik seorang dari shaf itu untuk
berdiri di sampingnya
Hadis ini dla’if. Hadis ini terdapat di dalam kitab Mu’jam
al-Ausath karya at-Thabrani, 7:314, dengan sanad dari Muhammad bin Ya’qub, dari
hafsh bin Amr ar-Rabbali, dari Bisyr bin Ibrahim, dari al-Hajjaj bin Hassan,
dari ikrimah dari Ibnu Abbas. Al-Haitsami di dalam Majma’ az-Zawaid disebutkan
bahwa hadis ini hanya diriwayatkan melalui jalur ini, kemudian al-Haitsami
menyatakan bahwa Bisyr sangat dla’if.
Majma’ az-Zawa’id, 2:96; adl-Dla’ifah, 921
إِذَا بَلَغَ الْمَاءُ أَرْبَعِيْنَ
قُلَّةً لَمْ يَحْمِلِ الْخُبُثُ
Apabila air telah mencapai empat puluh kulah, maka
kotoran (najis) tidak akan mempengaruhinya
Hadis ini tidak sah dari Rasulullah saw
إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّايَاتِ
السَّوْدَ خَرَجَتْ مِنْ قِبَلِ خُرَاسَانَ، فَأَتَوْهَا وَلَوْ حَبْواً فَإِنَّ فِيْهَا
خَلِيْفَةُ اللهِ الْمَهْدِيّ
Apabila kalian melihat bendera hitam keluar dari
arah Khurasan, maka datangilah ia meskipun dengan merangkak, karena padanya ada
khalifatullah al-Mahdi
Hadis ini Dla’if, al-Manar al-Munif, Ibnu
al-Qayyim, 340; al-Maudlu’at, 2:39; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 233
إِذَا فُعِلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ عَشْرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلاَءُ : إِذَا
كَانَ الْمَغْنَمُ دُوْلاً ، وَاْلأَمَانَةُ
مَغْنَماً ، وَالزَّكَاةُ مَغْرَماً ، وَاَطَاعَ الرَّجُلُ
زَوْجَتَهُ، وَعَقَّ اُمَّهُ، وَبَرَّ صَدِيْقَهُ، وَجَفَا اَبَاهُ وَارْتَفَعَتِ اْلاَصْوَاتِ فِي الْمَسْاجِدِ، وَكَانَ
زَعِيْمُ الْقَوْمِ اَرْذَلُهُمْ ،
وَاَكْرَمُ الرَّجُلِ مُخَالَفَةَ شَرِّهِ ، وَشُرِبَ الْخَمْرُ ، وَلُبِسَ الْحَرِيْرُ، وَاتُّخِذَتِ الْقَيْنَاتُ
وَالْمَعَازِفُ، وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ
اْلاُمَّةِ اَوَّلَهَا ، فَلْتَرْتَقِبُوْا عِنْدَ ذَلِكَ رِيْحًا حَمْرَاءَ، وَخَسَفًا وَمَسْخًا
Apabila umatku melakukan lima nelas perkara, maka
halal untuk ditimpa bencana. Apabila hasil rampasam prang hanya untuk mereka
saja, amanat dianggap sebagai miliknya, zakat dijadikan sebagai pembayaran
hutang, suami mentaati isteri, mendurhakai ibunya tetapi berbuat baik kepada
kawannya dan memutuskan hubungan dengan ayahnya, munculnya suara-suara keras
dan teriakan di dalam masjid, pemimpin suatu kaum adalah yang paling keji di
antara mereka, dimuliakannya seseorang karena ditakuti kejahatannya, khamar
telah menjadi minuman biasa, sutera telah biasa dipakai, biduanita dan musik
digunakan, generasi terakhir ummat ini mengutuk generasi pertamanya. Oleh
karena itu apabila telah nyata tanda-tandanya hendkalah kalan waspada akan
datangnya badai dahsyat atau terbenam-nya tanah dan musnahnya apa yang ada di
muka bumi.
Hadis ini dla’if, Sunan at-Tirmidzi, 2:33; al-Ilal
al-Mutanahiah, 2:1421, al-Kasyf al-Ilahi, 1:33.
إِذَا مَاتَ الرَّجُلُ مِنْكُمْ
فَدَفَنْتُمُوْهُ فَلْيَقُمْ أَحَدُكُمْ عِنْدَ رَأْسِهِ فَلْيَقُلْ : يَا فُلاَنُ بْنُ
فُلاَنَةٍ فَإِنَّهُ سَيَسْمَعُ، فَلْيَقُلْ: يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةٍ
فَإِنَّهُ سَيَسْتَوِي قَاعِداً، فَلْيَقُلْ: يَا فُلاَنُ بْنُ فُلاَنَةٍ فَإِنَّهُ
سَيَقُوْلُ: أَرْشِدْنِيْ أَرْشِدْنِيْ رَحِمَكَ اللهُ، فَلْيَقُلْ مَا خَرَجْتَ
عَلَيْهِ مِنْ دَارِ الدُّنْيَا: شَهَادَةُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ
لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَأَنَّ
السَّاعَةَ آتِيَةٌ لاَ رَيْبَ فِيْهَا وَأَنَّ اللهَ يَبْعَثُ مَنْ فِي الْقُبُوْرِ،
فَإِنَّ مُنْكَرًا وَنَكِيْرًا يَأْخُذُ كُلَّ وَاحِدٍ مِنْهُمَا بِيَدِ
صَاحِبِهِ وَيَقُوْلُ لُهُ: مَا نَصْنَعُ عِنْدَ رَجُلٍ قَدْ لَقِنَ حُجَّتَهُ؟
فَيَكُوْنُ اللهُ حَجِيْجَهُمَا دُوْنَهُ
Bila salah seorang di antara kalian meninggal
dunia dan telah kaliankebumikan maka hendaklah salah seorang di antara kalian
berdiri di bagian kepalanya lalu berkata, wahai fulan bin fulanah, sesungguhnya
ia akan mendengarkan. Lalu hendaklah mengatakan lagi wahai fulan bin fulan ia
akan duduk dengan tegak. Kemudian mengatakan lagi, wahai fulan bin fulan maka
ia akan menjawab, tuntunlah aku, tuntunlah aku semoga Allah merahmati kalian.
Kemudian katakanlah; Ingatlah apa yang telah mengeluarkanmu dari alam dunia, persaksian
bahwasannya tidak ada tuhan melainkan Allah semata, yang tidak ada sekutu
bagi-Nya. Dan bahwasannya Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Dan
bahwasannya kiamat pasti datang, tanpa ada keraguan, dan Allah membangkitkan
orang yang di dalam kubur, dan bahwa Munkar dan Nakir masing-masing memegang
tangan penghuni kubur seraya berkata kepadanya; Apa yang harus kita perbuat
kepada mayat yang telah dituntun hujjahnya?. Maka telah cukuplah Allah sebagai
hujjah bagi kedua malaikat tanpa menanyainya.
Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya’, 4:420; Zad
al-Ma’ad, Ibnu al-Qayyim, 1:206; adl-Dla’ifah, 599
اْلأَذَانُ وَاْلإِقَامَةُ فِي أُذُنِ
الْمَوْلُوْدِ
Adzan dan iqamah di telinga anak yang baru lahir
Hadis ini dla’if sekali. Bayan al-Wahm,
Ibnu al-Qaththan, 4:594; al-Majruhin, Ibnu Hibban, 2:128; adl-Dla’ifah,
1:494
أَصْحَابِيْ كَالنُّجُوْمِ بِأَيِّهِمْ
اقْتَدَيْتُمُ
اهْتَدَيْتُمْ (وَفِي لَفْظٍ:) إِنَّمَا أَصْحَابِيْ مِثْلُ النُّجُوْمِ فَأَيُّهُمْ
أَخَذْتُمْ بِقَوْلِهِ اهْتَدَيْتُمْ
Sahabat-sahabatku bagaikan bintang-bintang, kepada
siapa saja kalian mencontoh maka kalian akan mendapat petunjuk. Dalam riwayat lain dengan teks, Sasungguhnya
sahabat-sahabatku seperti bintang-bintang, maka dari siapa saja kalian ambil
kata-katanya maka kalian akan mendapat petunjuk
Ibnu Hazm berkata; Ini adalah khabar yang dusta,
palsu, bathil dan sama sekali tidak benar. Al-Ihkam fi Ushuli al-Ahkam,
5:64; dan 6:82; Al-Albani mengatakan; Hadis ini maudlu’ (palsu), adl-Dla’ifah,
66; Lihat juga Jami’ Bayan al-Ulum wa Fadl-luhu, Ibnu Abdul Barr, 2:91
اطْلُبُوا الْعِلْمَ وَلَوْ بِالصِّيْنِ
فَاِنَّ طَلَبَ
الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Carilah ilmu meskipun sampai di negeri Cina,
karena sesungguhnya mencari ilmu adalah kewajiban atas setiap orang muslim
Hadis ini palsu. Al-Maudlu’at, Ibnu
al-Jauzi, 1:215; Tartib al-Maudlu’at, adz-Dzahabi, 111; al-Fawaid
al-Majmu’ah, 852; Kasyful Khafa’, al-Ajluni, 1:139.
اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ
أَبَداً، وَاعْمَلْ
لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَداً
Beramallah untuk duniamu seolah-olah kau akan
hidup selamanya, dan berbuatlah untuk akhiratmu seolah-olah kau akan mati besok
al-Albani mengatakan; Tidak benar kalau hadis ini
marfu’, maksudnya tidak benar kalau hadis ini berasa dari Nabi saw. adl-Dla’ifah:8
اْلأَقْرَبُوْنَ أَوْلَى
بِالْمَعْرُوْفِ
Kerabat dekat itu lebih berhak mendapatkan
santunan dengan baik
Hadis ini tidak ada asalnya (palsu). al-Asrar
al-Marfu’ah, 51; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 55; al-Maqashid al-Hasanah,
as-Sakhawi, 141.
أَمَّا إِنِّي لاَ أَنْسَى، وَلَكِنْ
أُنَسَّى لأُشَرِّعَ
Aku tidaklah lupa, tetapi dilupakan agar aku
membuat syari’at (aturan)
Hadis yang tidak ada asalnya, al-Ahadits allati
laa ashla laha fi al-Ihya’, as-Subki, 357; adl-Dla’ifah, 101
إِنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ
يَدْخُلُ الْجَنَّةَ حَبْواً
Sesungguhnya Abdurrahman bin Auf masuk sorga
dengan merangkak
Hadis ini palsu, al-manar al-Munif, Ibnu
al-Qayyim, 306; al-Fawaid al-Majmu’ah, asy-Syaukani, 1184;
إِنَّ الْعَبْدَ إِذَا قَامَ فِي
الصَّلاَةِ فَإِنَّهُ بَيْنَ عَيْنَيْ الرَّحْمَنِ فَإِذَا الْتَفَتَ قَالَ لَهُ
الرَّبُّ يَا ابْنَ آدَمَ إَلَى مَنْ تَلْتَفِتُ؟ إِلَى مَنْ هُوَ خَيْرٌ لَكَ
مِنِّي؟ ابْنَ آدَمَ أَقْبِلْ عَلَى صَلاَتِكَ فَأَنَا خَيْرٌ لَكَ مِمَّنْ تَلْتَفِتُ
إِلَيْهِ
Apabila seorang hamba mendirikan shalat maka ia
berada di antara dua mata ar-Rahman (Allah), apabila ia berpaling maka Tuhan
berfirman; Wahai anak Adam, kepada siapakah kau berpaling? (Menghadap) kepada
siapakah yang lebih baik bagimu dari pada-Ku? Hai anak Adam, menghadaplah
kepada-Ku pada shalatmu, Aku lebih baik bagimu daripada apa pun tempat kau
berpaling.
Hadis ini dla’if sekali. Al-Ahadits
al-Qudsiyyah adl-Dla’ifah wa al-Maudlu’ah, al-’Isawi, 46; adl-Dla’ifah,
1024.
إِنَّ لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْباً، وَإِنَّ
قَلْبَ الْقُرْآنِ يس مَنْ قَرَأَهَا فَكَأَنَّمَا قَرَأ الْقُرْآنِ عَشْرَ
مَرَّاتٍ
Sesungguhnya segala sesuatu memiliki hati, dan
sesung-guhnya hatinya Al-Qur’an adalah surat
Yasin, barang siapa membaca surat
Yasin, maka seolah-olah ia telah membaca Alqur’an 10 kali.
Hadis ini maudlu’. Al-Ilal Ibnu Abi Hatim,
2:55; adl-Dla’ifah, 169.
إِنَّ لِلْقُلُوْبِ صَدْأٌ كَصَدْأِ
الْحَدِيْدِ وَجَلاَؤُهَا اْلاِسْتِغْفَارُ
Sesungguhnya pada hati terdapat karat seperti
karat pada besi, dan yang mengkilapkannya adalah istighfar
Hadis Maudlu’. Dzakhirat al-Huffadz,
2:1978; adl-Dla’ifah, 2242.
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ
يَقُوْلُ أَنَا اللهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنَا
مَالِكُ الْمُلُوْكِ وَمَلِكُ الْمُلُوْكِ قُلُوْبُ الْمُلُوْكِ فِيْ يَدَيَّ وَإِنَ الْعِبَادَ
إِذَا أَطَاعُوْنِي حَوَّلْتُ قُلُوْبَهُمْ عَلَيْهِمْ بِالرَّأْفَةِ وَ الرَّحْمَةِ وَإِنَّ الْعِبَادَ إَذَا عَصَوْنِي حَوَّلْتُ قُلُوْبَهُمْ بِالسُّخْطِ وَالنِّقْمَةِ فَسَامُوْهُمْ سُوْءَ
الْعَذَابِ، فَلاَ تُشْغِلُوْا أَنْفُسَكُمْ بِالدُّعَاءِ عَلَى الْمُلُوْكِ، وَلَكِنْ
أَشْغِلُوْا
أَنْفُسَكُمْ بِالذِّكْرِ وَالتَّضَرُّعِ أَكْفِكُمْ مُلُوْكَكُمْ
Sesungguhnya Allah swt berfirman, Aku
adalah Allah, tidak ada tuhan melainkan aku, penguasa segala kerajaan, dan
pemilik semua raja, hati para raja itu ada ditangan-Ku dan sesungguhnya para
hamba apabila mentaati-Ku aku palingkan hati mereka (para penguasa) menjadi
penuh kasih sayang dan rahmat kepada mereka (hamba) dan apabila hambaku
mendurhakaiku maka aku palingkan hati mereka (penguasa) menjadi bengis dan
kejam lalu mereka menyiksa mereka dengan siksaan yang pedih, maka janganlah
dirimu sibuk melaknat para penguasa, tetapi sibukkanlah diri kalian untuk
berdzikir dan merendahkan diri (kepada Allah), niscaya Aku lindungi kalian dari
(kebengisan) penguasa kalian.
Hadis ini dla’if jiddan. Al-Ahadis al-Qudsiyah,
al-’Aisawi, 43; adl-Dla’ifah, 602
أَنَا ابْنُ الذَّبِيْحَيْنِ
Aku keturunan dari dua orang yang hendak
disembelih (Isma’il bin Ibrahim as, dan Abdullah bin Abdul Muthallib)
Hadis ini tidak ada asalnya. Risalah Lathifah,
Ibnu Qudamah, 23; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 81; an-Nakhbah al-Bahiyyah,
as-Sinbawi, 43
أَنَا جَدُّ كُلُّ تَقِيٍّ
Saya adalah kakek setiap orang yang bertaqwa
as-Suyuthi mengatakan; Aku tidak mengenal hadis
seperti ini. Al-Albani menyatakan; Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Hawi,
as-Suyuthi (2:89), adl-Dla’ifah (9)
أَحِبُّوْا الْعَرَبَ لِثَلاَثٍ لأَنِّيْ
عَرَبِيٌّ
وَالْقُرْآنُ عَرَبِيٌّ وَكَلاَمُ أَهْلِ الْجَنَّةِ عَرَبِيٌّ
Cintailah Arab karena tiga hal, karena saya orang
Arab, al-Qur’an berbahasa Arab, dan bahasa penduduk sorga (di sorga) adalah
bahasa Arab
Hadis ini Maudlu’ (palsu). Tadzkiratu
al-Maudlu’at, 112; al-Maqashid al-Hasanah, 31; Tanzih
asy-Syari’ah, 2:30; Kasyf al-Khafa’, 1:54
انْطَلَقَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَأَبُوْ
بَكْرٍ إِلَى الْغَارِ، فَدَخَلاَ فِيْهِ فَجَاءَتِ الْعَنْكَبُوْتُ فَنَسَجَتْ
عَلَى بَابِ الْغَارِ وَجَاءَتْ قُرَيْشٌ يَطْلُبُوْنَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَ كَانُوْا إِذَا رَأَوْا عَلَى بَابِ الْغَارِ نَسْجُ الْعَنْكَبُوْتِ
قَالُوا لَمْ يَدْخُلْهُ أَحَدٌ وَكَانَ النَّبِيّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَائِمًا يُصَلِّى وَأَبُوْ بَكْرٍ يَرْتَقِبُ فَقَالَ اَبُوْ بَكْرٍ لِلنَّبِي
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِدَاكَ أَبِي وَأُمِّي هَؤُلاَءِ قَوْمُكَ
يَطْلُبُوْنَكَ أَمَّا وَاللهِ مَا عَلَى نَفْسِي أَبْكِي وَلَكِنْ مُخَافَةً أَنِ
أَرَى فِيْكَ مَا أَكْرَهُ فَقَالَ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
لاَ تَحْزَنْ إِنَّ اللهَ مَعَنَا
Nabi bersama Abu Bakar berangkat ke gua, lalu
mereka memasukinya. Datanglah laba-laba membuat sarang di mulut gua. Kemudian
datanglah serombongan kaum Quraisy yang mencari jejak Nabi saw. Ketika mereka
dapati ada sarang laba-laba di mulut gua mereka berkata; Pasti tidak ada
seorang pun yang memasuki gua ini. Padahal ketika itu Nabi saw salat, sedang
Abu Bakar menungguinya. Abu Bakar berkata; Kukorbankan ayah dan ibuku untukmu,
mereka itu kaummu yang hendak membunuhmu. Demi Allah tidaklah aku ini menangis
karna diriku, akan tetapi karena takut akan menimpamu apa yang tidak aku sukai.
Rasulullah saw menjawab; Jangan engkau takut, sesungguhnya Allah bersama kita.
Hadis ini dla’if. adl-Dla’ifah, 1129; at-Tahdits
bima Qila laa Yashihhu fih al-Hadits, Bakr Abu Zaid, 214
إِنَّمَا بُعِثْتُ مُعَلِّماً
Aku diutus untuk menjadi pengajar
al-Iraqi mengatakan; Sanad hadis ini dla’if.
Al-Albani mengatakan; Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya‘, 1:11; adl-Dla’ifah:11
أَوْحَى اللهُ إِلَى الدُّنْيَا أَنِ
اخْدَمِيْ مَنْ
خَدَمَنِيْ وَأَتْعِبِيْ مَنْ خَدَمَكِ
Allah mewahyukan kepada dunia: “Berkhidmat
(layani) lah orang yang melayani (berkhidmat kepada)-Ku, dan sengsarakanlah
orang yang melayani (berkhidmat kepada)mu”
al-Albani mengatakan; Hadis ini maudlu’ (palsu). Tanzih
asy-Syari’ah, al-Kannani (2:303). Al-Fawaid al-Majmu’ah,
asy-Syaukani; 712, adl-Dla’ifah;12
أَوْصَانِي جِبْرَائِيْلُ عَلَيْهِ
السَّلاَمُ
بِالْجَارِ إِلَى أَرْبَعِيْنَ دَارًا عَشْرَةٌ مِنْ هَا هُنَا،
وَعَشْرَةٌ مِنْ
هَا هُنَا ، وَعَشْرَةٌ مِنْ هَا هُنَا ، وَعَشْرَةٌ مِنْ هَا
هُنَا
Jibril mewasiatkan kepadaku bahwa tetangga itu
sampai 40 rumah, 10 dari arah sana, 10 dari arah sana, 10 dari arah sana, dan
10 dari arah sana
Hadis ini dla’if. Kasyful Khafa’, 1:1054; Takhrij
al-Ihya’, 2:232; al-Maqashid al-Hasanah, as-Sakhawi, 170.
إِيَّاكُمْ وَالْحَسَدِ فَإِنَّ الْحَسَدَ
يَأْكُلُ
الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Hati-hatilah kalian terhadap iri (hasad), karena
iri itu akan dapat memakan kebaikan seperti api memakan (membakar) kayu
Hadis dla’if. At-Tarikh al-Kabir, 1:272; Mukhtashar
Sunan Abi Dawud, al-Mundziri,7:226
إِيَّاكُمْ وَخَضْرَاءُ الدِّمَنِ فَقِيْلَ
مَا خَضْرَاءُ
الدِّمَنِ؟ قَالَ الْمَرْأَةُ الْحُسَنَاءُ فِي الْمَنْبَتِ السُّوْءِ
Berhati-hatilah kalian terhadap Khadra’ ad-Diman
(hijaunya kotoran ternak), Rasulullah ditanya, apakah khadra’ ad-diman itu?
Beliau bersabda; Perempuan yang baik di lingkungan yang buruk.
Al-Iraqi berkata; Hadis ini dla’if, dan juga
didla’ifkan oleh Ibnu al-Mulqin. Al-Albani berkata; Hadis ini dla’if jiddan
(lemah sekali). Takhrij al-Ihya’ (2:42), adl-Dla’ifah:14
اْلاِيْمَانُ عُرْيَانٌ فَلِبَاسُهُ
التَقْوَى وَزِيْنَتُهُ
الْحَيَاءُ وَثَمْرَتُهُ الْعِلْمُ
Iman itu telanjang, pakaiannya adalah taqwa,
perhiasan-nya adalah malu dan buahnya adalah ilmu.
Hadis ini palsu, Kasyf al-Khafa’, 27.
اْلإِيْمَانُ عَقْدٌ بِالْقَلْبِ
وَإِقْرَارٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ بِاْلأَرْكَانِ
Iman adalah keyakinan di dalam hati, pernyataan
dengan lisan dan perbuatan dengan anggota badan
Hadis ini palsu. Al-Mashnu’, Ali al-Qari,
72; Kasyf al-Khafa’, 1:22
اْلإِيْمَانُ يَزِيْدُ وَيَنْقُصُ
Iman itu bisa bertambah dan berkurang
Bukan hadis Rasululah, tetapi kata-kata yang
disepakati (ijma’) oleh ulama’ salaf. al-Manar al-Munif, 119; Kasyf
al-Khafa’, 25; Mizan al-I’tidal, 6:304.
بَادِرُوْا بِالأَعْمَالِ سَبْعاً، هَلْ
تَنْتَظِرُوْنَ
إِلاََّ مَرَضاً مُفْسِداً وَهَرَماً مُفَنَّداً أَوْ غِنًى مُطْغِيّاً أَوْ فَقْراً
مُنْسِيّاً أًوْ مَوْتاً مُجَهَّزاً أَوْ الدَّجَّالَ فشر غائب يُنْتَظَرُ أَوِ السَّاعَةَ
وَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمُرُّ
Bersegeralah melakukan amal shalih sebelum
datangnya 7 hal, apakah kalian menanti penyakit yang merusak, ketuaan yang
renta, kaya yang menyebabkan berlebih-lebihan, kefakiran yang membuat lupa,
kematian yang terasa cepat datangnya, dajjal yang merupakan kejaha-tan yang
dinantikan, atau kiamat. Padahal kiamat itu lebih dahsyat dan lebih pahit.
Hadis ini dla’if. Dzakhiratu al-Huffadh,
Ibnu Thahir, 2:2313; adl-Dla’ifah, 1666
الْبِرُّ لاَ يْبْلَى وَاْلإِثْمُ لاَ
يُنْسَى
وَالدَيَّانُ لاَ يَنَامُ فَكُنْ كَمَا شِئْتَ كَمَا تَدِيْنُ
تُدَانُ
Kebajikan itu tak akan musnah, dosa itu tak akan
terlupakan, dan yang membuat perhitungan tak akan tidur. Maka jadilah kamu
seperti yang kau inginkan, karena seperti apa yang kau perbuat demikianlah kau
akan diberi balasan
Hadis ini dla’if. Al-Kasyf al-Ilahi,
ath-Tharablusi, 681; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 414.
التَّائِبُ حَبِيْبُ اللهِ
Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah
Hadis ni tidak ada asalnya, al-Ahadits allati
laa ashla laha fi al-Ihya’, as-Subki, 356; adl-Dla’ifah, 95
تَحِيَّةُ الْبَيْتِ الطَّوَافُ
Penghormatan kepada Baitullah (ka’bah) adalah
thawaf
Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Asrar
al-Marfu’ah, 130; al-Lu’lu’ al-Marshu’, 143; al-Maudlu’at
ash-Shughra, al-Qari, 88.
تَخْرُجُ الدَّابَةُ مَعَهَا عَصَا مُوْسَى
وَخَاتَمُ
سُلَيْمَانَ فَتَجَلُّوا وَجْهَ الْمُؤْمِنِ بِالْعَصَا وَتَخْتَمُّ
أَنْفَ الْكَافِرِ
بِالْخَاتَمِ حَتَّى اَنَّ أَهْلَ الْخَوَانِ لَيَجْتَمِعُوْنَ
فَيَقُوْلُ هَذَا
يَا مُؤْمِن وَيَقُوْلُ هَذَا يَا كَافِر
ad-Dabbah (hewan melata sebagai tanda datangnya
kiamat) akan keluar dengan membawa tongkatnya nabi Musa as. Dan cincin Nabi
Sulaiman, lalu mereka menghilangkan kesedihan dari wajah orang mukmin dengan
tongkat Nabi Musa, dan membinasakan orang kafir dengan cincin Nabi Sulaiman
sehingga tukang makan pun berkumpul di depan hidangan dan berkata satu
golongan; Wahai mu’min, dan ia berkata golongan lainnya; Wahai kafir
Hadis ini munkar. Adl-Dla’ifah, 1108
تَوَسَّلُوْا بِجَاهِيْ ، فَإِنَّ جَاهِي
عِنْدَ اللهِ
عَظِيْمٌ
Berperantaralah (bertawassul) kalian dengan
kedudu-kanku, karena sesungguhnya kedudukanku di sisi Allah sangat agung
Ibnu Taimiyah dan al-Albani mengatakan, hadis ini
tidak ada asalnya. Iqtidla’ ash-Shirat al-Mustaqim, Ibnu Taimiyah,
2:415; adl-Dla’ifah, 22
تَزَوَّجُوْا وَلاَ تُطَلِّقُوْا، فَإِنَّ
الطَّلاَقَ
يَهْتَزُّ لَهُ الْعَرْش
Menikahlah kalian dan jangan kalian bercerai,
karena perceraian itu akan menggoncangkan arsy
Hadis ini maudlu’. Tartib al-Maudlu’at,
694; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 97; Tanzih asy-Syari’ah, 2:202.
تُعَادُ الصَّلاَةُ مِنْ قَدْرِ الدِّرْهَمِ
مِنَ الدَّمِ
Shalat harus diulang karena adanya darah seukuran
satu dirham (menempel pada anggota badan/pakaian)
Hadis ini maudlu’. Dli’af ad-Daruquthni,
al-Ghassani, 353; al-Asrar al-Marfu’ah, 138; al-Maudlu’at, Ibnu
al-Jauzi, 2:76.
حُبُّ الدُّنْيَا رَأْسُ كُلِّ
خَطِيْئَةٍ
Cinta dunia adalah pokok segala kesalahan
Hadis maudlu’ (palsu). Ahadits al-Qashash,
Ibnu Taimiyah, 7; al-Asrar al-Marfuah, 1:163; Tadzkiratu al-Maudlu’at,
173, Kasf al-Khafa’, 1099.
حُبُّ الْوَطَنِ مِنَ اْلإِيْمَانِ
Cinta tanah air sebagian dari iman
Hadis ini tidak ada asalnya, adl-Dla’ifah,
36; Kasyf al-Khafa’, 1102; al-Mashnu’, Ali al-Qari, 1:91.
الْحَجَرُ اْلأَسْوَدُ يَمِيْنُ اللهِ فِي
اْلأَرْضِ
يُصَافِحُ بِهَا عِبَادَهُ
Hajar aswad adalah tangan kanan Allah di muka
bumi, dengannya Allah menjabat tangan hamba-hamba-Nya
Hadis ini maudlu’. Tarikh al-Baghdad,
al-Khathib, 6:328; al-Ilal al-Mutanahiyah, 2:944; adl-Dla’ifah,
223.
الْحَدِيْثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ
الْحَسَنَاتِ كَمَا
تَأْكُلُ الْبَهَائِمِ الْحَشِيْشَ (وفي لفظ(
الْحَدِيْثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
الْحَدِيْثُ فِي الْمَسْجِدِ يَأْكُلُ الْحَسَنَاتِ كَمَا تَأْكُلُ النَّارُ الْحَطَبَ
Bercakap-cakap di masjid itu akan memakan kebaikan
seperti binatang ternak memakan rumput, dalam riwayat lain dikatakan, Bercakap-cakap
di masjid itu akan memakan kebaikan seperti api memakan kayu bakar,
Al-Hafidz al-Iraqi berkata; Aku belum menemukan
sumbernya. Abdul Wahab bin Taqiyuddin as-Subki mengatakan; Aku tidak
mendapatkan sanadnya. Al-Albani mengatakan; Hadis ini tidak ada asalnya. Takhrij
al-Ihya’ (1:136), Thabaqat asy-Syafi’iyah oleh as-Subki (4:145), adl-Dla’ifah
(4).
الْحِكْمَةُ ضَالَّةُ كُلِّ حَكِيْمٍ ،
فَإِذَا وَجَدَهَا
فَهُوَ أَحَقُّ بِهَا
Hikmah (ilmu pengetahuan) itu adalah barang hilang
dari seorang yang hakim (bijaksana), maka apabila ia mendapatkannya maka ia
adalah orang yang lebih berhak terhadapnya.
Hadis ini Dla’if. al-’Ilal al-Mutanahiyah,
Ibnu al-Jauzi, 1:96; Sunan at-Tirmidzi, 5:51
خَيْرُ اْلأَسْمَاءِ مَا عُبِّدَ وَمَا
حُـمِّدَ
Sebaik-baik nama adalah yang menghamba
(mengguna-kan kata ‘Abdu) dan yang memuji (menggunakan kata Ahmad)
Maudlu’. Al-Asrar al-Marfu’ah, 192; al-Lu’lu’
al-Marshu’, 189; an-Nakhbah, 117
الْخَيْرُ فِيَّ وَفِي أُمَّتِي إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ
Kebaikan yang ada padaku dan pada ummatku (terung
berlangsung) hingga hari kiamat kelak.
Ibnu Hajar mengatakan; Aku tidak mengetahui hadis
seperti ini, al-Maqashid al-hasanah, as-Sakhawi, h. 208; Tadzkiratu
al-Mudlu’at, al-Futni, 68; al-Asrar al-Marfu’ah fi al-Akhbar
al-Maudlu’ah, al-Qari, h. 195.
الدُّنْيَا دَارُ مَنْ لاَ دَارَ لَهُ
وَمَالُ مَنْ لاَ
مَالَ لَهُ وَلَهَا يُجْمَعُ مَنْ لاَ عَقْلَ لَهُ
Dunia itu adalah rumah bagi orang yang tidak punya
rumah, dan harta bagi orang yang tidak mempunyai harta, untuknya lah orang yang
tidak berakal itu dikumpulkan
Hadis dla’if jiddan. Al-Ahadits allati laa
Ashla laha fi al-Ihya’, as-Subki, 344; Tadzkirat al-Mudlu’at,
al-Futni, 174.
رَجَعْناَ مِنَ الْجِهَادِ اْلأَصْغَرِ
إِلَى الْجِهَادِ اْلأَكْبَرِ قَالُوْا وَمَا الْجِهَادُ اْلأَكْبَرُ قَالَ جِهَادُ
الْقَلْبِ
Kami pulang dari jihad ashghar (jihad kecil)
menuju jihad akbar (jihad besar). Para sahabat bertanya, apakah jihad akbar
itu. Rasul saw bersabda; Jihad hati
Hadis ini tidak ada asalnya, al-Asrar
al-Marfu’ah, 211; Tadzkiratu al-Maudlu’at, al-Futni, 191, Kasyf
al-Khafa’, 1:511
سُؤْرُ الْمُؤْمِنِ شِفَاءٌ
Bekas minuman orang mu’min adalah obat
Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Asrar
al-Marfu’ah, 217. Kasyf al-Khafa’, 1:500; adl-Dla’ifah, 78;
السَّخِيُّ قَرِيْبٌ مِنَ اللهِ، قَرِيْبٌ
مِنَ الْجَنَّةِ
قَرِيْبٌ مِنَ النَّاسِ، بَعِيْدٌ مِنَ النَّارِ، وَالْبَخِيْلُ
بَعِيْدٌ مِنَ
اللهِ، بَعِيْدٌ مِنَ الْجَنَّةِ، بَعِيْدٌ مِنَ النَّاسِ، قَرِيْبٌ
مِنَ النَّارِ
وَجَاهِلٌ سَخِيٌّ أَحَبُّ إِلَى اللهِ مِنْ عَابِدٍ بَخِيْلٍ
Orang yang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat
dengan sorga, dekat dengan manusia dan jauh dari neraka. Orang yang kikir jauh
dari Allah, jauh dari sorga, jauh dari manusia, dan dekat kepada neraka. Orang
bodoh yang dermawan lebih disukai oleh Allah dari pada ahli ibadah yang kikir
Hadis ini Dla’if sekali, al-Manar al-Munif,
284; Tartib al-Maudlu’at, 564; al-La-ali’ al-Mashnu’ah, 2:91.
السُّلْطَانُ ظِلُّ اللهِ فِي أَرْضِهِ ،
مَنْ نَصَحَهُ
هُدِيَ ، وَمَنْ غَشَّهُ ضَلَّ
Penguasa adalah bayang-bayang Allah di bumi-Nya,
barangsiapa yang setia kepada penguasa maka ia telah mendapatkan petunjuk dan
barangsiapa mengkhianati-nya maka ia telah sesat.
Maudlu’ (palsu). Tadzkiratu al-Maudlu’at,
al-Futni, 182; al-Fawaid al-Majmu’ah, asy-Syaukani, 623; adl-Dla’ifah,
475
سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ
Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka
Hadis ini dla’if. Al-Maqashid al-Hasanah,
as-Sakhawi, 579; adl-Dla’ifah,1502
شَاوِرُوْهُنَّ – يَعْنِي النِّسَاءَ
– وَخَالِفُوْهُنَّ
Bermusyawarahlah dengan mereka – isteri-isterimu –
tetapi berselisihlah dengan pendapat mereka.
Hadis ini la ashla lahu (tidak ada asalnya). Al-Lu’lu’
al-Marshu’, 264; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 128; al-Asrar
al-Marfu’ah, 240.
صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي إِذَا صَلُحَا
صَلُحَ النَّاسُ
اْلأُمَرَاءُ وَالْفُقَهَاءُ (وفي لفظ) صِنْفَانِ مِنْ أُمَّتِي
إِذَا صَلُحَا،
صَلُحَ النَّاسُ: اْلأُمَرَاءُ وَالْعَلَمَاءُ
Ada dua golongan di antara ummatku, apabila
keduanya baik maka semua manusia akan baik; yaitu pemerintah dan ahli fiqh, dalam riwayat yang lain diungkapkan dengan
teks, Ada
dua golongan di antara ummatku, apabila keduanya baik maka semua manusia akan
baik; yaitu pemerintah dan ulama’
Imam Ahmad mengatakan, salah
seorang rawi hadis ini pendusta dan tukang memalsukan hadis. Ibnu Ma’in dan
ad-Daruquthni mengatakan serupa dengan Imam Ahmad. Al-Albani mengatakan, hadis
ini palsu. Takhrij al-Ihya’, 1:6; adl-Dlu’afa‘, 16
صُوْمُوْا تَصِحُّوْا
Berpuasalah niscaya kau akan sehat
Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya’, 3:87; Tadzkirah
al-Maudlu’at, 70; al-Maudlu’at, ash-Shaghani, 72.
طَلَبُ الْحَلاَلِ جِهَادٌ، وَإِنَّ
اللهَ يُحِبُّ الْمُؤْمِنِ الْمُحْتَرِفِ
Mencari rizki yang halal adalah jihad, dan Allah
mencintai orang mukmin yang profesional
Hadis dl’aif. An-Nakhbat al-Bahiyah,
as-Sanbawi, 57; al-Kasyf al-Ilahi, 1:518; adl-Dla’ifah, 1301
عَلَيْكُمْ بِالشِّفَائَيْ: العَسَلُ
وَالْقُرْآنُ
Hendaklah kalian menggunakan dua macam obat, madu
dan Alqur’an
Hadis ini dla’if. Ahadits Mu’allah Dhahiruha
ash-Shihhah, al-Wadi’i, 247; adl-Dla’ifah 1514
فِكْرَةُ سَاعَةٍ خَيْرٌ مِنْ عِبَادِةِ
سِتِّيْنَ سَنَةً
Berpikir sesaat lebih baik daripada beribadah enam
puluh tahun
Hadis ini maudlu’. Tanzih asy-Syari’ah, 2:305;
al-Fawa’id al-Majmu’ah, 723; Tartib al-Maudlu’at, 964.
قَالَ اللهُ تَبَارَكَ وَتَعَالَى مَنْ لَمْ يَرْضَ بِقَضَائِيْ وَيُصْبِرْ عَلَى
بَلاَئِيْ، فَلْيَلْتَمْسْ رَبّاً سِوَائِيْ
Allah tabaraka wa ta’ala berfirman; Barangsiapa
yang tidak ridla dengan keputusan-Ku, dan tidak sabar terhadap ujian (bala’)-Ku
maka hendaklah mencari tuhan selain-Ku.
Hadis ini dla’if. karena di dalam sanadnya ada
Sa’id bin Ziyad bin Hind, dia matruk. Majma’ az-Zawa’id, 7:207; Al-Kasyf
al-Ilahi, ath-Tharablusi, 1:625; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 189. Al-Fawaid
al-Majmu’ah, 746.
كَانَ إِذَا أَخَذَ مِنْ شَعْرِهِ أَوْ
قَلَمَ أَظْفَارِهِ ، أَوِ احْتَجَمَ بَعَثَ بِهِ إِلَى الْبَقِيْعِ فَدَفَنَ
Rasulullah saw apabila memotong rambutnya atau
memotong ujung kukunya, atau berbekam (mengeluarkan darah kotor) maka beliau
membawanya ke Baqi’ untuk menguburnya
Hadis ini Maudlu’. Al-’Ilal, Ibnu Abi
Hatim, 2:337; adl-Dla’ifah, 713
كَمَا تَكُوْنُوْا يُوَلَّي عَلَيْكُمْ
Sebagaimana keadaan kalian, maka seperti kalianlah
yang dikuasakan untuk memimpin
Hadis ini dla’if. Kasyful Khafa’, 2:1997; al-Fawa’id
al-Majmu’ah, 624; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 182.
لاَ تَجْعَلُوْا آخِرَ طَعَامِكُمْ
مَاءً
Janganlah kau jadikan akhir dari makan kalian
berupa air.
Hadis ini tak ada asalnya. Adl-Dla’ifah,
2096
لاَ تُكْثِرُوا الْكَلاَمَ بِغَيْرِ
ذِكْرِ اللهِ، فَإِنَّ كَثْرَةُ الْكَلاَمِ بِغَيْرِ ذِكْرِ اللهِ قَسْوَةٌ
لِلْقَلْبِ، وَإِنَّ أَبْعَدَ النَّاسِ مِنَ اللهِ الْقَلْبُ الْقَاسِي
Janganlah banyak bicara yang tidak mengandung
dzikir kepada Allah, karena kebanyakan bicara tanpa ingat (dzikir) kepada Allah
itu menjadikan keras hati, dan sesungguhnya manusia yang paling jauh dari Allah
adalah yang hatinya keras.
Hadis dla’if, adl-Dla’ifah, 920.
لاَ صَلاَةَ لِجَارِ الْمَسْجِدِ
إِلاَّ فِي الْمَسْجِدِ
Bagi tetangga masjid, tidak sah shalatnya kecuali
dilakukan di masjid
Hadis ini dla’if. Dli’af ad-Daruquthni,
362; al-La-ali’ al-Mashnu’ah, 2:16; al-’Ilal al-Mutanahiyah,
1:693.
لِكُلِّ شَيْءٍ عُرُوْسٌ وَعُرُوْسُ
الْقُرْآنِ
الرَّحْمَنُ
Segala sesuatu memiliki pengantin, dan
pengantinnya Alqur’an adalah surat
ar-Rahman
Hadis ini munkar. Adl-Dla’ifah, 1350
لَمَّا قَدِمَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمَدِيْنَةَ جَعَلَ النِّسَاءُ وَالصِّبْيَانُ
وَالْوَلاَئِدُ يَقُوْلُوْنَ :
أَيـُّهَا الْمَبْـعُوْثُ فِيْنَا جِئْتَ بِاْلأَمْرِ
الْمُطَاعْ
فَقَالَ لَهُنَّ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : هَزُّوْا
غَرَابِيْلَكُمْ بَارَكَ اللهُ فِيْكُمْ
Ketika Rasulullah saw tiba di Madinah para
perempuan dan anak-anak mengalunkan syair;
Telah terbit rembulan bagi kami,
dari bukit al-Wada’
Kita semua harus bersyukur,
atas seruan kepada Allah
oleh sang penyeru
Wahai Nabi yang diutus kepada kita,
Engkau
datang membawa perintah untuk ditaati
Lalu Rasulullah saw bersabda kepada mereka,
“Goyang-goyangkanlah rebana kalian, semoga Allah memberkahi kalian
Hadis ini dla’if. Ibnu Taymiyah berkata tntang hal
ini;Hadis perempuan dan menabuh rebana di saat bergembira adalah sahih. Memang
di masa Rasulullah hal itu terjadi. Tetapi tentang sabda beliau,
“goyang-goyangkanlah rebana kalian” tidak dikenal adanya riwayat dari beliau. Ahadits
al-Qashash, Ibnu Taimiyah, 17. Tadzkiratu al-Maudlu’at, 196.
لَمُعَالَجَةُ مَلَكِ الْمَوْتِ أَشَدُّ
مِنْ أَلْفِ
ضَرْبَةٍ بِالسَّيْفِ
Pemrosesan Malaikat al-Maut (sakaratul maut)
benar-benar lebih pedih dari pada 1000 pukulan dengan pedang
Hadis dla’if jiddan. Tartib al-Maudlu’at,
adz-Dzahabi, 1071; al-Maudlu’at, Ibnu al-Jauzi, 3:220
لَوْلاَكَ مَا خَلَقْتُ
الدُّنْيَا
Kalau bukan karena kamu (Nabi Muhammad saw)
niscaya idak aku ciptakan dunia
Hadis maudlu’. Al-Lu’lu’ al-Marshu’,
al-Musyaisyi, 454; Tartib al-Maudlu’at, 196; adl-Dla’ifah, 282.
لَيْسَ اْلإِيْمَانِ بِالتَّمَنِّي
وَلاَ بِالتَّحَلِّيْ، وَلَكِنْ مَا وَقَرَ فِي الْقَلْبِ وَصَدَقَهُ الْفِعْلُ
Iman itu bukan dengan angan-angan, juga bukan
dengan berhias tetapi sesuatu yang mantap di dalam hati dan dibuktikan dengan
pekerjaan.
Hadis ini palsu. Dzakhiratu al-Hufadz, Ibnu
Thahir, 4:4656; adl-Dla’ifah, 1098; Tabyidl ash-Shahifah,
Muhammad ‘Amr, 33.
لَيْسَ لِفَاسِقٍ غِيْبَةٌ
Terhadap orang fasik tidak ada ghibah.
Hadis ini maudlu’ (palsu). Al-Asrar al-Marfu’ah,
al-Harawi, 390; al-Manar al-Munif, Ibnu al-Qayyim, 301; al-Kasyfu
al-Ilahi, 1:764.
مَا خَابَ مَنِ اسْتَخَارَ ، وَلاَ
نَدِمَ مَنِ اسْتَشَارَ وَلاَ عَالَ مَنِ اقْتَصَدَ
Tidak akan sia-sia orang yang beristikharah, tidak
akan kecewa orang yang bermusyawarah, dan tidak akan sengsara orang yang
berhemat
Hadis ini maudlu’ (palsu). Al-Kasyf al-Ilahi,
1:775; adl-Dla’ifah, 611
مَا فَضَّلَكُمْ أَبُوْ بَكْرٍ
بِكَثْرَةِ صِيَامٍ وَلاَ صَلاَةٍ ، وَلَكِنْ بِشَيْءٍ وَقَرَ فِي صَدْرِهِ
Keutamaan Abu Bakar atas kalian bulan karena
banyaknya berpuasa atau shalat, tetapi karena adanya seuatu yang mantap dalam
dadanya
Hadis ini tidak ada asalnya. Al-Asrar
al-Marfu’ah, Ali al-Qari, 452; al-Ahadits Allati laa Ashla laha fi
al-Ihya,as-Subki, 288; al-Manar al-Munif, 246.
الْمُؤْمِنُ كَيِّسٌ فَطِنٌ
حَذَرٌ
Orang mukmin itu cerdik, pandai dan hati-hati
Hadis Maudlu’. Kasyf al-Khafa’, al-Ajluni,
2:2684, al-Kasyf al-Ilahi, ath-Tharablusi, 1:859; adl-Dla’ifah,
760.
الْمُتَمَسِّكُ بِسُنَّتِيْ عِنْدَ فَسَادِ
أُمَّتِي لَهُ
أَجْرُ شَهِيْدٍ
Orang yang memegang teguh sunnahku ketika terjadi
kerusakan di antara ummatku maka ia berhak mendapatkan pahala seorang yang mati
syahid.
Hadis dla’if, adl-Dla’ifah, 326
مَنْ تَمَسَّكَ بِسُنَّتِي عِنْدَ
فَسَادِ أُمَّتِي، فَلَهُ أَجْرُ مِئَةِ شَهِيْدٍ
Barangsiapa yang berpegang teguh pada sunnahku di
saat terjadinya kerusakan pada ummatku, maka ia berhak atas pahala 100 orang
yang mati syahid.
Hadis yang sangat dla’if. Dzakhiratu al-Huffadz,
4:5174, adl-Dla’ifah, 326
مَنْ أَحْدَثَ وَلَمْ يَتَوَضَّأْ فَقَدْ جَفَانِي ، وَمَنْ تَوَضَّأَ وَ لَمْ يُصَلِّ فَقَدْ
جَفَانِي ، وَمَنْ صَلَّى وَلَم يَدْعُنِي فَقَدْ
جَفَانِي، وَ مَنْ دَعَانِيْ فَلَمْ أَجِبْهُ فَقَدْ جَفَيْتُهُ،
وَلَسْتُ بِرَبٍّ جَفٍ
Barangsiapa yang berhadas dan tidak berwudlu maka
ia telah menjauh dariku dan barangsiapa berwudlu tetapi tidak salat maka ia
telah menjauhiku. Barangsiapa yang shalat tetapi (sesudahnya) tidak berdo’a
untukku maka ia telah menjauhiku, dan barangsiapa yang mendoakanku tetapi tidak
aku jawab berarti aku telah menjauhinya, dan aku bukan pengatur yang suka
mengatur
Ash-Shaghani mengatakan; Hadis ini Maudlu’, al-Maudlu’at,
53; dan Al-Albani mengatakan; Maudlu’. Adl-Dala’ifah, 44.
مَنْ أَصْبَحَ وَهَمُّهُ غَيْرُ اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ، فَلَيْسَ مِنَ اللهِ فِي شَيْءٍ وَمَنْ لَمْ يَهْتَمَّ
لِلْمُسْلِمِيْنَ فَلَيْسَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang bangun pagi dan perhatiannya
tertuju kepada selain Allah azza wa jalla, maka ia tidak akan mendapat apa-apa
dari Allah. Dan barangsiapa yang tidak memperhatikan kaum muslimin maka ia
bukan golongan mereka
Maudlu’. Al-Fawaid Majmu’ah, 233; Tadzkiratu
al-Maudlu’at, 69; adl-Dla’ifah, 309-312.
مَنْ أَفْطَرَ يَوْماً مِنْ رَمَضَانَ
فِي غَيْرِ رُخْصَةٍ رَخَّصَهَا اللهُ لَهُ، لَمْ يَقْضِ عَنْهُ صِيَامُ الدَّهْرِ
كُلُّهُ، وَإِنْ صَامَهُ
Barangsiapa yang berbuka sehari pada bulan
ramadhan tanpa adanya rukhshah yang telah diberikan oleh Allah, maka puasanya
setahun penuh yang dia lakukan tidak akan memenuhinya
Hadis ini dla’if, Tanzih asy-Syari’ah,
2:148; at-Targhib wa at-Tarhib, 2:74.
مَنْ حَجَّ الْبَيْتَ وَلَمْ
يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي
Barangsiapa berhaji di Baitullah ttapi tidak
menziarahi makamku maka ia telah menjauh dariku
Hadis ini Maudlu’ sebagaimana disebutkan oleh
adz-Dzahabi di dalam kitab Tartib al-Maudlu’at, 600; ash-Shaghani
menyebutkan di dalam al-Maudlu’at, 52; asy-Syaukani menyebutkan di dalam
al-Fawa’id al-Majmu’ah, 326
مَنْ حَجَّ، فَزَارَ قَبْرِيْ بَعْدَ
مَوْتِي، كَانَ كَمَنْ زَارَنِي فِي حَيَاتِي
Barangsiapa yang berhaji lalu menziarahi kuburku
setelah kematianku maka ia seperti orang yang mengunjungiku di masa hidupku
Ibnu Taimiyah mengatakan, hadis ini dla’if, Qa’idah
Jalilah, 57; Al-Albani menyatakan Maudlu’, adl-Dla’ifah, 47. Lihat
pula Dzakhirat al-Huffadz, Ibnu Al-Qaisrani, 4:5250
مَنْ حَدَّثَ حَدِيْثاً، فَعَطِسَ
عِنْدَهُ، فَهُوَ حَقٌّ
Barangsiapa yan mengatakan suatu perkataan,
kemudian ia merasa haus, maka ia (yang dikatakan itu) benar.
Hadis maudlu’. Tanzih asy-Syari’ah, 483; al-La-ali’
al-Mashnu’ah, 2:286; al-Fawa-id al-Majmu’ah, 669.
مَنْ خَافَ اللهَ خَوَّفَ اللهُ
مِنْهُ كُلَّ شَيْءٍ ، وَمَنْ لَمْ يَخْفَ اللهَ خَوَّفَهُ اللهُ مِنْ كُلِّ
شَيْءٍ
Barangsiapa yang takut kepada Allah maka Allah
akan menjadikan segala sesuatu takut kepadanya. Dan barangsiapa yang tidak
takut kepada Allah maka Allah akan menjadikannya takut kepada segala sesuatu
Hadis ini dla’if. Takhrij al-Ihya’,
al-’Iraqi, 2:145; Tadzkiratu al-Maudlu’at, 20; adl-Dla’ifah, 485.
مَنْ خَرَجَ مِنْ بَيْتِهِ إِلَى
الصَّلاَةِ فَقَالَ: اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِحَقِّ السَّائِلِيْنَ عَلَيْكَ
وَأَسْأَلُكَ بِحَقِّ مَمْشَايَ هَذَا فَإِنِّي لَمْ أَخْرُجْ أَشْرًا وَلاَ
بَطَرًا وَلاَ رِيَاءً وَلاَ سُمْعَةً وَخَرَجْتُ اتِّقَاءً سَخَطِكَ وَابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِكَ فَأَسَالُكَ أَنْ تَعِيْذَنِي مِنَ النَّارِ وَأَنْ تَغْفِرْ لِي
ذُنُوْبِي إِنَّهُ لاَ يَغْفِرُ الذُّنُوْبَ إِلاَّ أَنْتَ أَقْبَلَ اللهُ عَلَيْهِ
بِوَجْهِهِ وَاسْتَغْفَرَ لَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفَ مَلَكٍ
Barangsiapa yang keluar dari rumahnya menuju
(masjid untuk) shalat seraya berdo’a; Ya Allah sesungguhnya aku memohon
kepada-Mu dengan haqnya orang-orang yang memohon kepada-Mu, dan aku memohon
kepada-Mu dengan haknya perjalanan ini karena
sesungguhnya aku tidak keluar untuk melakukan sesuatu yang keji, bukan karena
sombong, riya’, dan sum’ah. Aku keluar hanya karena takut akan muka-Mu dan
mengharap ridla-Mu. Maka aku memohon agar Engkau melindungi-ku dari api neraka dan
mengampuni dosa-dosaku karena sesungguh-nya tidak ada yang bisa mengampuni
dosa-dosa melain-kan Engkau. Allah akan menerimanya dengan wajah-Nya dan seribu
malaikat akan memohonkan ampunan untuknya
Hadis ini didla’ifkan oleh al-Mundziri,
al-Buwaishiri mengatakan, sanadnya musalsal (berurutan) dengan orang-orang yang
lemah. Al-Albani mengatakan; Hadis ini Dla’if. At-Targhib wa at-Tarhib,
al-Mundziri,3:272; Sunan Ibnu Majah, 1:256.
مَنْ سُئِلَ عَنْ عِلْمٍ فَكَتَمَهُ
اُلْجِمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِلِجَامٍ مِنْ نَارٍ
Barangsiapa ditanya tentang suatu ilmu
pengetahuan, lalu ia menyembunyikannya maka pada hari kiamat ia akan dicambuk
dengan cambuk dari api neraka.
Hadis ini tidak sah dari Rasulullah saw, al-Ilal
al-Mutanahiyah, 1:105
مَنْ صَلَّى فِي مَسْجِدِيْ
أَرْبَعِيْنَ صَلاَةً لاَ يَفُوْتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ
لَهُ بَرَاءَةٌ
مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ الْعَذَابِ، وَبَرِئٌ مِنَ النِّفَاقِ
Barangsiapa shalat di masjidku empat puluh waktu
shalat tanpa ketinggalan satu waktu shalat pun maka ditetapkan baginya terbebas
dari neraka dan selamat dari adzab, dan trlepas dari kemunafikan
Hadis dla’if, adl-Da’ifah, 364
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ
رَبَّهُ
Barangsiapa yang mengenal dirinya maka ia telah
mengenal tuhannya
Hadis ini maudlu’, al-Asrar al-Marfu’ah,
506. Tanzih asy-Syari’ah, 2:402; Tadzkirat al-Maudlu’at,11
مَنْ قَرَأَ سُوْرَةَ الْوَاقِعَةِ
فِي كُلِّ لَيْلَةٍ لَمْ تُصِبْهُ فَاقَةً أَبَداً
Barangsiapa yang membaca surat al-Waqi’ah setiap malam, ia tidak akan
tertimpa kefakiran selama-lamanya
Hadis dla’if. Al-’Ilal al-Mutanahiyah,
1:151; Tanzih asy-Syari’ah, 1:301; al-Fawaid al-Majmu’ah, 972;
مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ
الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ، لَمْ يَزْدَدْ مِنَ اللهِ إِلاَّ بُعْداً (وفي لفظ)
مَنْ لَمْ تَنْهَهُ صَلاَتُهُ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ ، فَلاَ صَلاَةَ
لَهُ
Barangsiapa yang shalatnya tidak bisa mencegahnya
dari perbuatan fakhsya’ dan munkar maka ia tidak akan mendapatkan tambahan dari
Allah melainkan kejauh (dari Allah). Dalam riwayat lain dinyatakan, barangsiapa ang shalatnya tidak bisa
mencegahnya dari perbuatan fakhsya’ dan mungkar maka tidak ada salat baginya
(belum melaksanakan salat)
Adz-Dzahabi berkata Ibnu Junaid adalah pendusta
dan pembohong. Al-Hafidz al-Iraqi berkata; Sanad hadis ini lemah. Al-Albani
mengatakan; Hadis ini bathil, tidak dapat diterima dari segi sanadnya dan juga
dari matannya. Mizan al-I’idal (3:293), Takhrij al-Ihya’ (1:143),
as-Silsilah adl-Dla’ifah (2,985)
مَنْ نَامَ بَعْدَ الْعَصْرِ،
فَاخْتُلِسَ عَقْلُهُ، فَلاَ يَلُوْمَنَّ إِلاَّ نَفْسَهُ
Barangsiapa tidur setelah shalat ashar maka
akalnya akan terampas, maka janganlah mencaci kecuali kepada dirinya sendiri
Hadis ini disebutkan oleh Ibnu al-Jauzi di dalam maudlu’at,
3:69, as-Suyuthi menyebutkan di dalam al-La’ali’ al-Mashnu’ah,
adz-Dzahabi menyebutkan di dalam Tartib al-Maudlu’at, 839.
مَنْ وَلَدَ لَهُ مَوْلُوْدٌ فَأَذِنَ
فِي أُذُنِهِ الْيُمْنَى وَأَقَامَ فِي أُذُنِهِ الْيُسْرَى لَمْ تَضُرُّهُ أُمُّ
الصِّبْيَانِ
Barangsiapa yang mendapatkan seorang anak,
kemudian ia adzankan di telinga kanan dan iqamah di telinga kiri, maka kelak
anak itu tidak akan diganggu oleh jin
Hadis Maudlu’. Al-Mizan, adz-Dzahabi,
4:397; Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami. Takhrij al-Ihya‘, 2:61.
النَّاسُ كُلُّهُمْ مَوْتَى إِلاَّ
الْعَالِمُوْنَ،
وَالْعَالِمُوْنَ كُلُّهُمْ هَلَكَى إِلاَّ الْعَامِلُوْنَ، وَالْعَامِلُوْنَ كُلُّهُمْ
غَرَقَى إِلاَّ الْمُخْلِصُوْنَ، وَالْمُخْلِصُوْنَ عَلَى خَطْرٍ عَظِيْمٍ
Manusia semuanya adalah mayat, kecuali orang yang
berilmu, dan orang-orang yang berilmu semuanya binasa kecuali orang yang
beramal, orang-orang yang beramal semuanya tenggelam kecuali orang yang ikhlas.
Dan orang yang ikhlas berada di atas kedudukan yang agung
Ash-Shaghani berkata, ini adalah hadis yang
diada-adakan lagi pula tidak sesuai dengan aturan kebahasaan. Yang benar secara
bahasa adalah dengan menggunakan kata al-’Alimina, al-’Amilina dan
Mukhlishin. Al-Maudlu’at, 200; Asy-Syaukani menyebutkan di dalam al-Fawa’id
al-Majmu’ah, 771; al-Futni menyebutkan dalam Tadzkirat al-Maudlu’at,
200.
النَّاسُ نِيَامٌ فَإِذَا مَاتُوْا
انْتَبَهُوا
Manusia itu ibarat tidur (bermimpi),
apabila mereka telah mati maka mereka sadar
Hadis ini tidak ada sumbernya, al-Asrar
al-Marfu’ah, 555; al-Fawa’id al-Majmu’ah, 766; Tadzkiratu
al-Maudlu’at, 200
النَّظْرُ فِي الْمُصْحَفِ عِبَادَةٌ،
وَنَظْرُ الْوَلَدِ
إِلَى الْوَالِدَيْنِ عِبَادَةٌ، وَالنَّظْرُ إِلَى عَلِي بْنِ
أَبِي طَالِبٍ
عِبَادَةٌ
Memandang mushaf adalah ibadah, pandangan anak
kepada orang tuanya adalah ibadah, dan memandang Ali bin Abi Thalib adalah
ibadah
Hadis ini palsu. Adl-Dla’ifah, 356.
النَّظْرَةُ سَهْمٌ مِنْ سِهَامِ إِبْلِيْسَ
مَنْ تَرَكَهَا
خَوْفاً مِنَ اللهِ آتَاهُ اللهُ إِيْمَاناً يَجِدُ حَلاَوَتَهُ فِي
قَلْبِهِ
Pandangan (kepada wanita yang bukan mahram) itu
adalah salah satu anak panah iblis, barangsiapa yang meninggakan pandangan
karena takut kepada Allah maka Alah akan mendatangkan kepadanya iman yang ia
rasakan manisnya di dalam hatinya
Hadis ini dla’if sekali. At-Tarhib wa
at-Targhib, al-Mundziri, 4:106; Majma’ az-Zawa’id, al-Haitsami,
8:63; Talkhish al-Mustadrak, adz-Dzahabi, 4;314.
وَجَدَ النَّبِيُّ صَلّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رِيْحاً فَقَالَ لِيَقُمْ صَاحِبَ هَذَا الرِّيْحِ فَلْيَتَوَضَّأْ
فَاسْتَحْيَا الرَّجُلُ أَنْ يَقُوْمَ فَقَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ لِيَقُمْ صَاحِبَ هَذَا الرِّيْحَ فَلْيَتَوَضَّأْ فَإِنَّ اللهَ
لاَ يَسْتَحْيِ مِنَ الْحَقِّ، فَقَالَ الْعَبَّاسُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفَلاَ
نَقُوْمُ كُلُّنَا نَتَوَضَّأُ؟ فَقَالَ قُوْمُوْا كُلُّكُمْ فَتَوَضَّؤُوْا
Suatu hari Rasulullah mendapatkan bau kentut,
kemudian bersabda; Yang kentut hendaklah berdiri untuk berwudlu. Tetapi yang
kentut itu malu untuk berdiri, lalu Rasululllah saw bersabda lagi; Yang kentut
berdiri untuk wudlu, sesungguhnya Allah tidak malu dlah kebenaran. Al-Abbas
berkata; Wahai Rasulullah, bagaimana kalau kita semua berdiri dan berwudlu?
Rasulullah saw bersabda; Siakan semua berdiri dan berwudlu.
Hadis Bathil, adl-Dla’ifah, 1132
وَقَعَ فِي نَفْسِ مُوْسَى هَلْ يَنَامُ
اللهُ تَعَالَى ذِكْرُهُ؟ فَأَرْسَلَ اللهُ إِلَيْهِ مَلَكاً فَأَرَقَّهُ
ثَلاَثاً، ثُمَّ أَعْطَاهُ قَارُوْرَتَيْنِ فِي كُلِّ يَدٍ قَارُوْرَةٌ وَ أَمَرَهُ
أَنْ يَحْتَفِظَ بِهَا، قَالَ فعجل النَّوْمُ وَتَكَادُ يَدَاهُ تَلْتَقِيَانِ
ثُمَّ يَسْتَيْقِظُ فَيَحْبِسُ إِحْدَاهُمَا عَنِ اْلأُخْرَى ثُمَّ نَامَ نَوْمَةً
فَاصْطَفَقَتْ يَدَاهُ وَانْكَسَرَتِ الْقَارُوْرَتَانِ قَالَ ضَرَبَ
اللهُ لَهُ مَثَلاً أَنَّ اللهَ لَوْ كَانَ يَناَمُ لَمْ تَسْتَمْسِكِ السَّمَاوَاتُ
وَاْلأَرْضُ
Muncul di benak Nabi Musa as.; Apakah Allah swt
tertidur? Lalu Allah mengirim seorang malaikat kepadanya lalu membuatnya tidak
tidur selama tiga hari kemudian memberikan dua buah botol kepadanya, di setiap
tangan ada satu botol dan diperintahkan kepadanya untuk mengawasinya. Kemudian
ia tertidur sehingga kedua tangannya hampir berbenturan, lalu ia terbangun dan
menjauhkan kembali jarak kedua tangannya. Kamudian ia tertidur kambali sehingga
kedua botol itu pecah. Beliau bersabda; Allah memberikan perumpamaan kepadanya,
bahwa kalau Allah tertidur pastiah langit dan bumi tidak akan terkendali
Hadis ini dla’if. Al-’Ilal al-Mutanahiyah,
Ibnu al-Jauzi; adl-Dla’ifah, 1034.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ
أَظَلَّكُمْ شَهْرٌ عَظِيْمٌ ، شَهْرٌ فِيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ،
جَعَلَ اللهُ صِيَامَهُ فَرِيْضَةً، وَقِيَامَ لَيْلَةٍ تَطَوُّعاً
..الخ
Wahai manusia, suatu bulan yang agung telah
menaungi kalian, bulan yang mengandung malam yang lebih baik dari seriu bulan,
Allah menjadikan puasa pada bulan itu sebagai kewajiban, dan qiyam (berdiri
untuk shalat) pada malam harinya sebagai tathawwu’ (sunnah)
Hadis dla’if, al-’Ilal, Ibnu Abi Hatim,
1:249; adl-Dla’ifah, 871
يا جبريل صف لي النار، وانعت لي جَهَنَّم فَقَالَ جِبرِيْلُ إِنَّ اللهَ تَبَارَكَ
وَتَعَالىَ أَمْرٌ بِجَهَنَّمَ فَأُوْقَدَ
عَلَيْهَا أَلْفَ عَامٍ حَتَّى ابْيَضَّتْ، ثُمَّ أَمَرَ بِهَا
فَأُوْقِدَ عَلَيْهَا أَلْفَ عَامٍ حَتَّى احْمَرَّتْ، ثُمَّ أََمَر فَأُوْقِدَ عَلَيْهَا أَلْفِ عِامٍ حَتَّى اسْوَدَّتْ
فَهِيَ سَوْدَاْءُ مُظْلِمَة . . . . . .
الخ
Wahai Jibril, sebutkanlah untukku sifat neraka dan
sebutkan pula tentang Jahanam. Jibril menjawab;
Sesungguhnya Allah swt
Hadis ini palsu, al-Haithami, 10:387. Adl-Dla’ifah,
910
يدعى الناس يوم القيامة بأمهاتهم ستراً من الله عز وجل عليهم
Di hari kiamat nanti manusia dipanggil beserta
nama ibu mereka sebagai rahasia Allah terhadap mereka (merahasiakan anak zina)
Hadis ini maudlu’ (palsu). Al-La-ali’
al-Mashnu’ah, as-Suyuthi, 2:449; al-Maudlu’at, Ibnu al-Jauzi, 3:248;
Tartib al-Maudlu’at, 1123
يُعَادُ الْوُضُوْءُ مِنَ الرُّعَافِ
السَّائِلِ
Wudlu itu harus diulang karena mimisan yang mengalir
Hadis ini palsu. Dzakhiratu al-Hufadz, Ibnu
Thahir, 5:6526; adl-Dla’ifah, 1071
Alternatifnya dicarikan dari adl-dlaifah 370
.
Posted in Uncategorized | Leave a
Comment »
July 3, 2009 by bulekbasandiang
Mukaddimah
Pada kajian
ilmu hadits kali ini, sengaja kami ketengahkan masalah Hadîts Qudsiy yang
tentunya sudah sering didengar atau dibaca tentangnya namun barangkali ada
sebagian kita yang belum mengetahuinya secara jelas.
Untuk itu,
kami akan membahas tentangnya secara ringkas namun terperinci insya Allah,
semoga bermanfa’at.
Definisi
Secara bahasa
(Etimologis), kata القدسي dinisbahkan
kepada kata القدس
(suci). Artinya, hadits yang dinisbahkan kepada Dzat yang
Maha suci, yaitu Allah Ta’ala.
Dan secara istilah (terminologis) definisinya adalah
Dan secara istilah (terminologis) definisinya adalah
ما نقل إلينا
عن النبي صلى الله عليه وسلم مع إسناده إياه إلى ربه عز وجل
Sesuatu
(hadits) yang dinukil kepada kita dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam yang
disandarkan beliau kepada Rabb-nya.
Perbedaan Antara Hadîts Qudsiy Dan al-Qur`an
Terdapat perbedaan yang banyak sekali antara keduanya, diantaranya adalah:
1. Bahwa lafazh dan makna al-Qur`an berasal dari Allah Ta’ala sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian, alias maknanya berasal dari Allah Ta’ala namun lafazhnya berasal dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam.
2. Bahwa membaca al-Qur`an merupakan ibadah sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
3. Syarat validitas al-Qur’an adalah at-Tawâtur (bersifat mutawatir) sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
Terdapat perbedaan yang banyak sekali antara keduanya, diantaranya adalah:
1. Bahwa lafazh dan makna al-Qur`an berasal dari Allah Ta’ala sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian, alias maknanya berasal dari Allah Ta’ala namun lafazhnya berasal dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam.
2. Bahwa membaca al-Qur`an merupakan ibadah sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
3. Syarat validitas al-Qur’an adalah at-Tawâtur (bersifat mutawatir) sedangkan Hadîts Qudsiy tidak demikian.
Jumlah Hadîts-Hadîts Qudsiy
Dibandingkan
dengan jumlah hadits-hadits Nabi, maka Hadîts Qudsiy bisa dibilang tidak
banyak. Jumlahnya lebih sedikit dari 200 hadits.
Contoh
Hadits yang
diriwayatkan Imam Muslim di dalam kitab Shahîh-nya dari Abu Dzarr radliyallâhu
‘anhu dari Nabi Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkan beliau
dari Allah Ta’ala bahwasanya Dia berfirman,
يَا عِبَادِي
إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا
فَلاَ تَظَالَمُوْا
“Wahai para
hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah mengharamkan perbuatan zhalim atas diri-Ku dan
menjadikannya diantara kamu diharamkan, maka janganlah kamu saling menzhalimi
(satu sama lain).” (HR.Muslim)
Lafazh-Lafazh Periwayatannya
Bagi orang yang meriwayatkan Hadîts Qudsiy, maka dia dapat menggunakan salah satu dari dua lafazh-lafazh periwayatannya:
1. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya ‘Azza Wa Jalla
2. قال الله تعالى، فيما رواه عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم
Allah Ta’ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam dari-Nya
Bagi orang yang meriwayatkan Hadîts Qudsiy, maka dia dapat menggunakan salah satu dari dua lafazh-lafazh periwayatannya:
1. قال رسول الله صلى الله عليه وسلم فيما يرويه عن ربه عز وجل
Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam pada apa yang diriwayatkannya dari Rabb-nya ‘
2. قال الله تعالى، فيما رواه عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم
Allah Ta’ala berfirman, pada apa yang diriwayatkan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi Wa Sallam dari-Nya
Buku Mengenai
Hadîts Qudsiy
Diantara buku
yang paling masyhur mengenai Hadîts Qudsiy adalah kitab
الاتحافات السنية بالأحاديث القدسية
(al-Ithâfât as-Saniyyah Bi al-Ahâdîts al-Qudsiyyah) karya
‘Abdur Ra`uf al-Munawiy.
Di dalam buku ini terkoleksi 272 buah hadits.
Di dalam buku ini terkoleksi 272 buah hadits.
(SUMBER:
Buku Taysîr Musthalah al-Hadîts,
karya
DR.Mahmûd ath-Thahhân, h.127-128)
DR.Mahmûd ath-Thahhân, h.127-128)
Posted in Uncategorized | Leave a Comment »
July 3, 2009 by bulekbasandiang
MUKADDIMAH
Bila kita memperhatikan fenomena dan gejala yang memasyarakat saat ini di
dalam mencari panutan atau lebih trend lagi dengan sebutan “sang idola”, maka
kita akan menemukan hal yang sangat kontras dengan apa yang terjadi pada
abad-abad terdahulu, khususnya pada tiga abad utama (al-Qurûn al-Mufadldlalah).
Kalau dulu, orang begitu mengidolakan manusia-manusia pilihan dan berakhlaq
mulia di kalangan mereka seperti para ulama dan orang-orang yang shalih. Maka,
kondisi itu sekarang sudah berubah total. Orang-orang sekarang cenderung
menjadikan manusia-manusia yang tidak karuan dari segala aspeknya sebagai
idola. Mereka mengidolakan para pemain sepakbola, kaum selebritis, paranormal
dan tokoh-tokoh maksiat pada umumnya. Anehnya, hal ini didukung oleh keluarga
bahkan diberi spirit sedemikian rupa agar anaknya kelak bisa menjadi si fulanah
yang artis, atau si fulan yang pemain sepakbola dan seterusnya. Lebih aneh lagi
bahwa mereka berbangga-bangga dengan hal itu.
Tentunya ini sangat ironis karena sebagai umat Islam yang mayoritas
seharusnya mereka harus memahami ajaran agama secara benar sehingga tidak
terjerumus kepada hal-hal yang dilarang di dalamnya. Ketidaktahuan akan ajaran
agama ini akan berimplikasi kepada masa depan mereka kelak karena ini
menyangkut keselamatan dan ketentraman mereka di dalam meniti kehidupan di
dunia ini.
Bahkan pada sebagian masyarakat kita, telah muncul gejala yang lebih serius
dan mengkhawatirkan lagi, yaitu pengkultusan terhadap sosok yang dianggap
sebagai tokoh tanpa menyelidiki terlebih dahulu sisi ‘aqidah dan akhlaqnya.
Tokoh idola ini diikuti semua perkataan dan ditiru semua perbuatannya tanpa
ditimbang-timbang lagi, apakah yang dikatakan atau dilakukan itu benar atau
salah menurut agama bahkan sebaliknya, perkataan dan perbuatannya justru
menjadi acuan benar tidaknya menurut agama…naûdzu billâhi min dzâlik.
Yang lebih memilukan lagi, sang idola yang tidak ketahuan juntrungannya
tersebut memposisikan dirinya sebagaimana yang dianggap oleh para pengidolanya.
Mereka berlagak sebagai manusia-manusia suci pada momen-momen yang memang suci
seperti pada bulan Ramadhan, hari Raya ‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adlha. Mereka
diangkat sedemikian rupa oleh mass media dan media visual maupun audio visual
seperti surat
kabar, majalah, internet, radio dan televisi.
Pada momen-momen tersebut, mereka seakan mengisi semua hari-hari para
pengidola bahkan non pengidolapun tak luput dari itu. Mereka menganggap bahwa
diri merekalah yang paling mengetahui apa yang harus dilakukan secara agama
pada momen-momen tersebut. Maka dipersembahkanlah berbagai tayangan program dan
acara untuk menyemarakkan syi’ar bulan Ramadhan tersebut – menurut anggapan
mereka- . Tampak, pada momen-momen tersebut mereka seakan menjadi manusia
paling suci dan panutan semua… Yah! Untuk sesaat saja!.
Sesungguhnya, apa yang mereka lakukan itu tak lain hanyalah racun yang
dipaksakan kepada ummat untuk diteguk, mulai dari racun dengan reaksi lambat,
sedang bahkan cepat tergantung kepada daya tahan dan tingkat kekebalan
peneguknya.
Selanjutnya, akankah kita membiarkan anggota keluarga kita meneguk
racun-racun tersebut, baru kemudian menyesali apa yang telah terjadi?.
Maka untuk mengetahui siapa yang seharusnya dijadikan sebagai idola oleh
seorang Muslim dan bagaimana implikasi-implikasinya?. Kajian hadits kali ini
sengaja mengangkat tema tersebut, mengingat hampir semua rumah kaum Muslimin
telah dimasuki oleh salah satu atau kebanyakan mass media dan media tersebut.
Semoga kita belum terlambat untuk menyelamatkan keluarga kita sehingga
racun-racun tersebut dapat dilenyapkan dan dimusnahkan.
NASKAH HADITS
عَنْ
أَبِي وَائِلٍ,
عَنْ عَبْدِ اللّهِ (بْنِ مَسْعُوْدٍ) قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَىَ رَسُولِ اللّهِ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللّهِ, كَيْفَ تَرَىَ
فِي رَجُلٍ أَحَبّ قَوْماً وَلَمّا يَلْحَقْ بِهِمْ؟ قَالَ رَسُولُ اللّهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّم َ: «الْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبّ».
Dari Abu Wâ-il
dari ‘Abdullah (bin Mas’ud), dia berkata: “seorang laki-laki datang kepada Rasulullah sembari
berkata: ‘wahai Rasulullah! Apa pendapatmu terhadap seorang laki-laki yang
mencintai suatu kaum padahal dia belum pernah (sama sekali) berjumpa dengan
mereka?’. Rasulullah
shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “seseorang itu adalah bersama orang yang dia cintai”.
(H.R.Muslim)
TAKHRIJ HADITS SECARA GLOBAL
Hadits ini
diriwayatkan juga oleh Imam Bukhâry, at-Turmuzy, an-Nasaiy, Abu Daud, Ahmad dan
ad-Darimy.
PENJELASAN HADITS
Di dalam
riwayat yang lain, disebutkan dengan lafazh “Engkau bersama orang yang engkau cintai”. Demikian
pula dengan hadits yang maknanya: “Ikatan
Islam yang paling kuat adalah mencintai karena Allah dan membenci karena
Allah”.
Anas bin Malik
mengomentarinya: “Setelah keislaman kami, tidak ada lagi hal yang membuat kami
lebih gembira daripada ucapan Rasulullah: ‘engkau bersama orang yang engkau cintai’ “.
Lalu Anas melanjutkan: “Kalau begitu, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya, Abu Bakar serta ‘Umar. Aku berharap kelak dikumpulkan oleh Allah bersama mereka meskipun aku belum berbuat seperti yang telah mereka perbuat”.
Lalu Anas melanjutkan: “Kalau begitu, aku mencintai Allah dan Rasul-Nya, Abu Bakar serta ‘Umar. Aku berharap kelak dikumpulkan oleh Allah bersama mereka meskipun aku belum berbuat seperti yang telah mereka perbuat”.
Imam
an-Nawawy, setelah menyebutkan beberapa hadits terkait dengan hadits diatas,
menyatakan: “Hadits ini mengandung keutamaan mencintai Allah dan Rasul-Nya,
orang-orang yang shalih, orang-orang yang suka berbuat kebajikan baik yang
masih hidup atau yang telah mati. Dan diantara keutamaan mencintai Allah dan
Rasul-Nya adalah menjalankan perintah dan menjauhi larangan keduanya serta
berakhlaq dengan akhlaq islami. Di dalam mencintai orang-orang yang shalih
tidak mesti mengerjakan apa saja yang dikerjakannya sebab bila demikian halnya
maka berarti dia adalah termasuk kalangan mereka atau seperti mereka.
Pengertian ini dapat diambil dari hadits setelah ini, yakni (ucapan seseorang
yang bertanya tentang pendapat beliau shallallâhu
‘alaihi wa sallam mengenai) seseorang yang mencintai suatu kaum
sementara dia tidak pernah sama sekali bertemu dengan mereka (seperti yang
tersebut di dalam hadits diatas-red)…”.
Syaikhul
Islam, Ibnu Taimiyyah mengaitkan makna cinta tersebut selama seseorang itu
mencintai Allah dan Rasul-Nya sebab orang yang mencintai Allah, maka dia pasti
mencintai para Nabi-Nya karena Dia Ta’ala mencintai mereka dan mencintai setiap
orang yang meninggal di atas iman dan taqwa. Maka mereka itulah Awliyâ Allah (para wali Allah) yang Allah
cintai seperti mereka yang dipersaksikan oleh Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam masuk surga,
demikian pula dengan Ahli Badar dan Bai’ah ar-Ridlwan. Jadi, siapa saja yang
telah dipersaksikan oleh Rasulullah masuk surga, maka kita bersaksi untuknya
dengan hal ini sedangkan orang yang tidak beliau persaksikan demikian, maka
terjadi perbedaan pendapat di kalangan para ulama; sebagian ulama mengatakan:
‘tidak boleh dipersaksikan bahwa dia masuk surga dan kita juga tidak bersaksi
bahwa Allah mencintainya’. Sedangkan sebagian yang lain mengatakan: ‘justeru
orang yang memang dikenal keimanan dan ketakwaannya di kalangan manusia serta
kaum Muslimin telah bersepakat memuji mereka seperti ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz,
al-Hasan al-Bashry, Sufyan ats-Tsaury, Abu Hanifah, Malik, asy-Syafi’iy, Ahmad,
Fudlail bin ‘Iyadl, Abu Sulaiman ad-Darany (al-Kurkhy), ‘Abdullah bin Mubarak
dan selain mereka, kita mesti bersaksi bahwa mereka masuk surga’.
Diantara dalil
yang digunakan oleh kelompok kedua ini adalah hadits shahih yang menyatakan
bahwa Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam pernah
melewati suatu jenazah lalu mereka memujinya dengan kebaikan, maka beliau
berkata: “pasti, pasti”.
Kemudian lewat lagi suatu jenazah lalu mereka bersaksi untuknya dengan
kejelekan, maka beliau berkata: “pasti,
pasti”. Mereka lantas bertanya: “wahai Rasulullah! Apa maksud
ucapanmu : ‘pasti, pasti tersebut ?’. beliau menjawab: “jenazah ini kalian puji
dengan kebaikan, maka aku katakan: ‘pasti ia masuk surga’. Dan jenazah satunya,
kalian bersaksi dengan kejelekan untuknya, maka aku katakan: ‘pasti dia masuk
neraka’. Lalu ada yang bertanya kepada beliau: “bagaimana hal itu bisa terjadi,
wahai Rasulullah?”. Beliau menjawab: “dengan pujian baik atau jelek”.
Klasifikasi Mahabbah (Kecintaan)
Mahabbah ada
beberapa jenis:
Pertama, al-Mahabbah Lillâh (kecintaan
karena Allah) ; jenis ini tidak menafikan tauhid kepada-Nya bahkan sebagai
penyempurna sebab ikatan keimanan yang paling kuat adalah kecintaan karena
Allah dan kebencian karena Allah.
Refleksi dari
kecintaan karena Allah adalah bahwa kita mencintai sesuatu karena Allah Ta’ala
mencintainya baik ia berupa orang atau pekerjaan, dan inilah yang merupakan
penyempurna keimanan.
Diantara
contoh yang menjelaskan perbedaan antara kecintaan kepada Allah dan selain
Allah adalah antara apa yang dilakukan oleh Abu Bakar dan Abu Thalib; Abu Bakar
mencintai Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam karena
semata-mata mengharap ridla Allah sedangkan Abu Thalib, paman Nabi mencintai
diri beliau dan membelanya karena mengikuti hawa nafsunya bukan karena Allah
sehingga Allah menerima amal Abu Bakar dan tidak menerima amal Abu Thalib.
Kedua, al-Mahabbah ath-Thabî’îyyah (kecintaan
yang alami) dimana seseorang tidak mendahulukannya dari kecintaannya kepada
Allah ; jenis ini juga tidak menafikan kecintaan kepada Allah. Contohnya adalah
seperti kecintaan terhadap isteri, anak dan harta.
Oleh karena
itu, tatkala Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam ditanyai
tentang siapa manusia yang paling engkau cintai?. Beliau menjawab: ‘Aisyah.
Lalu beliau ditanyai lagi: dari kalangan laki-laki siapa?. Beliau menjawab:
ayahnya (yakni Abu Bakar).
Demikian juga
kecintaan seseorang kepada makanan, pakaian dan selain keduanya yang bersifat
alami.
Ketiga, al-Mahabbah ma’a Allah (kecintaan
berbarengan dengan kecintaan kepada Allah) yang menafikan tauhid kepada-Nya;
yaitu menjadikan kecintaan kepada selain Allah seperti kecintaan kepada-Nya
atau melebihinya dimana bila kedua kecintaan itu saling bertolak belakang,
seseorang lebih mengutamakan kecintaan kepada selain-Nya ketimbang kepada-Nya.
Hal ini dapat terjadi ketika seseorang menjadikan kecintaan tersebut sebagai
sekutu bagi Allah yang lebih diutamakannya atas kecintaan kepada-Nya atau
–paling tidak- menyamainya.
Diantara
contoh kecintaan kepada selain Allah adalah seperti kecintaan kaum Nashrani
terhadap ‘Isa al-Masih ‘alaihissalâm,
kecintaan kaum Yahudi terhadap Musa ‘alaihissalâm,
kecintaan kaum Syi’ah Rafidlah terhadap ‘Aly radliallâhu ‘anhu, kecintaan
kaum Ghulât (orang-orang
yang melampaui batas dan berlebih-lebihan) terhadap para syaikh dan imam mereka
seperti orang yang menunjukkan loyalitas terhadap seorang Syaikh atau Imam dan
menghasut orang lain agar menjauhi orang yang dianggap rival atau saingannya
padahal masing-masing mereka hampir sama atau sama di dalam kedudukan dan
kualitas kelimuan. Ini sama dengan kondisi Ahlul Kitab yang beriman kepada
sebagian Rasul dan kufur kepada sebagian yang lain; kondisi kaum Syi’ah
Rafidlah yang menunjukkan loyalitas terhadap sebagian shahabat dan memusuhi
sebagian besar yang lainnya, demikian pula kondisi orang-orang yang fanatik
dari kalangan Ahli Fiqih dan Zuhud yang menunjukkan sikap loyalitas terhadap
para syaikh dan imam mereka dengan menganggap remeh orang-orang selain mereka
yang sebenarnya hampir sama atau selevel dengan para syaikh dan imam mereka
tersebut. Seorang Mukmin sejati adalah orang yang menunjukkan loyalitas
terhadap semua orang yang beriman sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu bersaudara”.
Perbedaan Antara Klasifikasi Pertama Dan
Ketiga
Perbedaan
antara klasifikasi pertama, yakni al-Mahabbah
lillâh (kecintaan karena Allah) dan klasifikasi ketiga, yakni al-Mahabbah ma’a Allah (kecintaan
berbarengan dengan kecintaan kepada Allah) tampak jelas sekali, yaitu;
-
bahwa Ahli syirik menjadikan sekutu-sekutu yang mereka cintai sama seperti
kecintaan mereka kepada Allah bahkan lebih,
-
sedangkan orang-orang yang beriman dan ahli iman sangat mencintai Allah, ini
dikarenakan asal kecintaan mereka adalah mencintai Allah dan barangsiapa yang
mencintai Allah, maka dia akan mencintai orang yang dicintai oleh Allah; dan
barangsiapa yang dicintai oleh-Nya, maka dia akan mencintai-Nya. Jadi, orang
yang dicintai oleh orang yang dicintai oleh Allah adalah dicintai oleh Allah
karena dia mencintai Allah; barangsiapa yang mencintai Allah, maka Allah akan
mencintainya sehingga kemudian dia mencintai orang yang dicintai oleh-Nya.
Urgensi Mencintai Allah dan Rasul-Nya
Kewajiban
pertama seorang hamba adalah mencintai Allah Ta’ala karena merupakan jenis
ibadah yang paling agung sebagaimana firman-Nya : “Dan orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah”.
(Q,.s.al-Baqarah/01: 165). Hal ini dikarenakan Dia Ta’ala adalah
Rabb yang telah berkenan memberikan kepada semua hamba-Nya nikmat-nikmat yang
banyak baik secara lahir maupun bathin.
Kewajiban
berikutnya adalah mencintai Rasul-Nya, Muhammad shallallâhu ‘alaihi wa sallam sebab
beliaulah yang mengajak kepada Allah, memperkenalkan-Nya, menyampaikan
syari’at-Nya serta menjelaskan kepada manusia hukum-hukum-Nya. Jadi, semua
kebaikan yang didapat oleh seorang mukmin di dunia dan akhirat semata adalah
berkat perjuangan Rasulullah. Seseorang tidak akan masuk surga kecuali bila
ta’at dan mengikuti beliau shallallâhu
‘alaihi wa sallam .
Di dalam
hadits yang lain disebutkan: “Tiga hal
yang bila ada pada seseorang maka dia akan merasakan manisnya iman;
(pertama)bahwa dia menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai olehnya
daripada selain keduanya; (kedua) dia mencintai seseorang hanya karena Allah;
(ketiga) dia benci untuk kembali kepada kekufuran setelah diselamatkan oleh
Allah darinya sebagaimana dia benci dirinya dicampakkan ke dalam api neraka”.
(Hadits Muttafaqun ‘alaih)
Dalam hal ini,
mencintai Rasulullah yang menempati peringkat kedua merupakan sub-ordinasi dan
konsekuensi dari mencintai Allah Ta’ala. Khusus dengan kewajiban mencintai Rasulullah
dan mendahulukannya atas kecintaan terhadap siapapun dari Makhluk Allah,
terdapat hadits beliau yang berbunyi (artinya) : “Tidaklah beriman seseorang diantara kalian hingga aku
menjadi orang yang paling dicintainya daripada anaknya, ayahnya serta seluruh
manusia”. (Hadits Muttafaqun ‘alaih).
Lebih dari
itu, hendaknya kecintaannya terhadap Rasulullah melebihi kecintaannya terhadap
dirinya sendiri sebagaimana disebutkan di dalam hadits bahwa ‘Umar bin
al-Khaththab radliallâhu ‘anhu pernah
berkata: “Wahai Rasulullah! Sungguh engkau lebih aku cintai dari segala sesuatu
selain daripada diriku”. Lalu beliau bersabda: “demi Yang jiwaku berada di tangan-Nya, hingga engkau
jadikan aku lebih engkau cintai daripada dirimu sendiri”. Lantas
‘Umar berkata kepada beliau: “Kalau begitu, sekarang engkau lebih aku cintai
daripada diriku sendiri”. Beliau berkata kepadanya: “Sekaranglah, wahai ‘Umar!”. (H.R.Bukhary).
Imam Ibn
al-Qayyim berkata: “Setiap mahabbah
(kecintaan) dan pengagungan terhadap manusia hanya boleh menjadi sub-ordinasi
dari kecintaan kepada Allah dan pengagungan terhadap-Nya, yaitu seperti
kecintaan kepada Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam dan pengagungan terhadapnya karena hal ini
merupakan sarana penyempurna kecintaan terhadap utusan-Nya dan pengagungan
terhadap-Nya. Sesungguhnya, umat mencintai Rasul mereka karena kecintaan Allah,
pengagungan-Nya serta pemuliaan-Nya terhadap dirinya. Inilah bentuk kecintaan
yang merupakan konsekuensi dari kecintaan kepada Allah”.
Implikasi Dari Kecintaan Kepada Selain Allah Dan
Rasul-Nya Yang Berlebihan
Dimuka telah
dijelaskan bahwa kita sangat menginginkan agar dikumpulkan bersama orang-orang
yang kita cintai, yaitu orang-orang yang shalih dan dikenal ketaqwaannya.
Sementara itu menurut satu pendapat, juga kita dibolehkan bersaksi untuk orang
yang memang dikenal oleh kalangan luas ketaqwaan dan keshalihannya serta umat
telah bersepakat memujinya seperti imam-imam madzhab yang empat.
Di samping
itu, telah disebutkan bahwa ada dua pendapat terkait dengan persaksian masuk
surga terhadap orang yang belum dipersaksikan demikian oleh Rasulullah dimana
salah satu pendapat berdalil dengan salah satu sabda beliau shallallâhu ‘alaihi wa sallam yang
memberikan kriteria, yaitu adanya pujian baik dan jelek dari manusia.
Dari sini,
sebagaimana yang dinyatakan oleh Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah bahwa
sebenarnya banyak di kalangan para syaikh yang terkenal di masa beliau yang
bisa jadi bukan orang berilmu, bahkan melakukan amalan sesat, kemaksiatan dan
dosa-dosa yang menghalangi diri mereka dari persaksian orang terhadap mereka
dengan kebaikan. Bahkan bisa jadi, diantara mereka ada orang Munafiq dan Fasiq,
juga tidak menutup kemungkinan ada orang yang termasuk wali-wali Allah yang
benar-benar bertaqwa dan beramal shalih serta termasuk hizb-Nya yang
mendapatkan kemenangan. Disamping itu, ada pula kelompok manusia selain para
syaikh tersebut yang dikategorikan sebagai para wali Allah dan hamba-hamba-Nya
yang bertaqwa -dimana mereka itu masuk surga – seperti para pedagang, petani dan
selain mereka dari kelas sosial lainnya yang ada di tengah masyarakat.
Oleh karena itu, menurut Syaikhul Islam, barangsiapa yang meminta agar kelak
dikumpulkan dengan seorang Syaikh yang dia tidak tahu bagaimana akhir hidupnya
maka dia telah sesat, bahkan seharusnya dia meminta
agar dikumpulkan oleh Allah dengan orang yang dia ketahui akhir hidupnya yaitu
para Nabi dan hamba-hamba-Nya yang shalih sebagaimana firman Allah Ta’ala: “…dan jika kamu berdua bantu-membantu
menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah Pelindungnya dan (begitu pula)
Jibril dan orang-orang mu’min yang baik; dan selain dari itu malaikat-malaikat
adalah penolongnya pula”. (Q,.s. 66/at-Tahrim: 4).
Di dalam firman-Nya yang lain: “Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang
beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk
(kepada Allah)”. (Q,.s. 5/al-Ma-idah: 55). Demikian pula di dalam firman-Nya: “Dan barangsiapa mengambil Allah, Rasul-Nya
dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, maka sesungguhnya pengikut
(agama) Allah itulah yang pasti menang”. (Q,.s. 5/al-Ma-idah: 56).
Maka, berdasarkan ayat-ayat tersebut diatas, kembali menurut Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyyah, siapa saja yang mencintai seorang Syaikh/tuan guru yang menyelisihi
syari’at, maka dia kelak akan bersamanya; bila si Syaikh dimasukkan ke dalam neraka,
maka dia akan bersamanya disana. Sebab secara lumrah
sudah diketahui bahwa para Syaikh yang menyimpang dan menyelisihi Kitabullah
dan as-Sunnah adalah orang-orang yang sesat dan jahil, karenanya; barangsiapa
yang bersama mereka, maka jalan akhir dari kehidupannya adalah sama seperti
jalan akhir dari kehidupan orang-orang tersebut (ahli kesesatan dan kejahilan).
Sedangkan mencintai orang
yang termasuk para wali Allah yang bertaqwa seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman,
‘Aly dan selain mereka adalah merupakan ikatan keimanan yang paling kokoh dan
sebesar-besar kebaikan yang akan diraih oleh orang-orang yang bertaqwa. Andaikata seseorang mencintai seseorang yang lain lantaran melihat
kebaikan yang tampak pada dirinya yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, maka
Allah akan mengganjarnya pahala atas kecintaannya terhadap apa yang dicintai
oleh Allah dan Rasul-Nya meskipun dia tidak mengetahui apa yang sebenarnya
tersimpan di dalam bathinnya (orang tersebut) karena hukum asalnya adalah
mencintai Allah dan mencintai apa yang dicintai oleh-Nya; barangsiapa yang
mencintai Allah dan apa yang dicintai oleh-Nya, maka dia termasuk wali Allah
akan tetapi kebanyakan manusia sekarang hanya mengaku-aku saja bahwa dirinya
mencintai tetapi tanpa teliti dan realisasi yang benar. Allah berfirman: “Katakanlah (wahai Muhammad)! Jika kalian
mencintai Allah, maka ikutilah aku niscaya Allah akan mencintai kalian dan
mengampuni semua dosa kalian”.
Ayat ini turun terhadap suatu kaum di masa Rasulullah yang mengaku-aku
bahwa mereka mencintai Allah.
Mencintai Allah dan Rasul-Nya dan hamba-hamba-Nya yang bertaqwa memiliki
konsekuensi melakukan hal-hal yang dicintai-Nya dan menjauhi hal-hal yang tidak
disukai-Nya sementara manusia di dalam hal ini memiliki perbedaan yang
signifikan; barangsiapa yang di dalam hal tersebut berhasil meraup jatah yang
banyak, maka dia akan meraih derajat yang paling besar pula di sisi Allah.
Sedangkan orang yang mencintai seseorang karena mengikuti hawa nafsunya
seperti dia mencintainya karena ada urusan yang bersifat duniawy yang ingin
diraihnya, karena suatu hajat tertentu, karena harta yang dia menumpang makan
kepada si empunya-nya, atau karena fanatisme terhadapnya, dan semisal itu; maka
ini semua itu bukan termasuk kecintaan karena Allah tetapi (kecintaan) karena
hawa nafsu belaka. Kecintaan seperti inilah yang menjerumuskan para pelakunya
ke dalam kekufuran, kefasikan dan kemaksiatan.
PELAJARAN YANG DAPAT DIPETIK DARI HADITS TERSEBUT
- Kewajiban pertama seorang hamba adalah mencintai
Allah, setelah itu diikuti dengan kewajiban berikutnya, yaitu mencintai
Rasul-Nya yang merupakan subordinasi dan konsekuensi dari mencintai Allah
tersebut.
- Seseorang kelak akan dikumpulkan bersama orang yang
diidolakan dan dicintainya; maka hendaknya yang menjadi idola kita adalah
Allah dan Rasul-Nya serta hamba-hamba-Nya yang shalih dan bertaqwa.
- Persaksian terhadap seseorang masuk surga atau tidak
boleh dilakukan bila memang termasuk orang yang sudah dipersaksikan oleh
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa
sallam, sedangkan terhadap orang yang banyak dipuji dan
dipersaksikan oleh orang banyak; maka terdapat perbedaan pendapat tentang
kebolehannya.
- Hendaknya semua makhluk mengikuti Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam; tidak
menyembah selain Allah dan beribadah kepada-Nya dengan syari’at
Rasulullah, bukan selainnya.
- Tidak boleh kita mengidolakan dan mencintai
orang-orang yang dikenal sebagai pelaku maksiat dan pengumbar hawa nafsu
karena implikasinya amat berbahaya, khususnya terhadap ‘aqidah. Karenanya,
bagi mereka yang terlanjur telah mengidolakan orang-orang seperti itu yang
tidak karuan ‘aqidah dan akhlaqnya, hendaknya mulai dari sekarang mencabut
pengidolaan tersebut dari hati mereka dan mengalihkannya kepada idola yang
lebih utama, yaitu Allah dan Rasul-Nya serta hamba-hamba-Nya yang shalih
dan bertaqwa. Sebab bila tidak, maka akhir hidupnya akan seperti akhir
hidup orang-orang yang diidolakannya yang tidak karuan juntrungannya
tersebut, na’ûdzu billâhi min
dzâlik. Wallahu a’lam
REFERENSI:
1. “Majmu’ al-Fatâwâ”
Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah, pasal: Ma’na hadîts “al-Mar-u ma’a man Ahabb”
2. Kitab “at-Tauhid” karya
Syaikh Shalih al-Fauzân
3. Kitab “al-Qaul al-Mufîd ‘ala kitâb
at-Tauhîd” karya Syaikh Muhammad bin Shalih al-’Utsaimin rahimahullâh, jld. I, hal. 151)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar